You are on page 1of 43

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

A. DEFINISI
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10
sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith
(batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena
parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis
(Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir,
appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi
(Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2009).

APENDISITIS
B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

C. KLASIFIKASI
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5
persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika
isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif
dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

APENDISITIS
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. ANATOMI
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm
dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan
embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi
appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah
ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut.
Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal.
Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan
berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh
letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%,
pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus
halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar
dibawah ini.

Appendiks pada saluran pencernaan

Anatomi appendiks Posisi Appendiks

2. FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat
disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol
proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen
intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran
cerna dan seluruh tubuh.

E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

Pathway

Pathway APENDISITIS
F. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsings sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsovas Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphys sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanovas sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloombergs sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba
APENDISITIS
G. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa,
menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan
penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan
orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada
orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43
Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan
belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada
orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai
rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning
(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka
sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai
tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100%
dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma
colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.

APENDISITIS
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai
akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna
untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan
abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-
abdomen.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang.
Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
Kebiasaan eliminasi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Sirkulasi : Takikardia.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
Aktivitas/istirahat : Malaise.
Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus.
Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
Demam lebih dari 38oC.
Data psikologis klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

APENDISITIS
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
C. RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
NOC
N DIAGNOSA
Tujuan dan kriteria NIC (intervensi) RASIONAL
O KEPERAWATAN
hasil
1 Nyeri akut Setelah 1. Kaji tingkat nyeri, Untuk mengetahui sejauh
dilakukan
. berhubungan asuhan keperawatan, lokasi dan mana tingkat nyeri dan
dengan agen injuri diharapkan nyeri klien karasteristik merupakan indiaktor secara
biologi (distensi berkurang dengan nyeri. dini untuk dapat
jaringan intestinal kriteria hasil: memberikan tindakan
oleh inflamasi) Klien mampu selanjutnya
mengontrol nyeri informasi yang tepat dapat
2.
(tahu penyebab nyeri, Jelaskan pada menurunkan tingkat
mampu pasien tentang kecemasan pasien dan
menggunakan tehnik penyebab nyeri menambah pengetahuan
nonfarmakologi untuk pasien tentang nyeri.
mengurangi nyeri, napas dalam dapat
mencari bantuan) menghirup O2 secara
3.
Melaporkan bahwa Ajarkan tehnik adequate sehingga otot-otot
nyeri berkurang untuk pernafasan menjadi relaksasi sehingga
dengan diafragmatik dapat mengurangi rasa
menggunakan lambat / napas nyeri.
manajemen nyeri dalam meningkatkan relaksasi dan

Tanda vital dalam dapat meningkatkan

rentang normal kemampuan kooping.

TD (systole 110-4. Berikan aktivitas deteksi dini terhadap

130mmHg, diastole hiburan (ngobrol perkembangan kesehatan


70-90mmHg), HR(60- dengan anggota pasien.
100x/menit), RR (16- keluarga) sebagai profilaksis untuk

24x/menit), 5. Observasi tanda- dapat menghilangkan rasa


suhu
(36,5-37,50C) tanda vital nyeri.

Klien tampak rileks


mampu tidur/istirahat
6. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
analgetik
2 Perubahan pola Setelah dilakukan
1. Pastikan membantu dalam
. eliminasi asuhan keperawatan, kebiasaan pembentukan jadwal irigasi
(konstipasi) diharapkan konstipasi defekasi klien efektif
berhubungan klien teratasi dengan dan gaya hidup
dengan penurunan kriteria hasil: sebelumnya. kembalinya fungsi
peritaltik. BAB 1-2 kali/hari 2. Auskultasi bising gastriintestinal mungkin
Feses lunak usus terlambat oleh inflamasi

Bising usus 5-30 intra peritonial

kali/menit masukan adekuat dan serat,


makanan kasar memberikan
3. Tinjau ulang pola bentuk dan cairan adalah
diet dan jumlah / faktor penting dalam
tipe masukan menentukan konsistensi
cairan. feses.
makanan yang tinggi serat
dapat memperlancar
pencernaan sehingga tidak
terjadi konstipasi.
4. Berikan makanan
tinggi serat.
obat pelunak feses dapat
melunakkan feses sehingga
tidak terjadi konstipasi.

5. Berikan obat
sesuai indikasi,
contoh : pelunak
feses
3 Kekurangan Setelah dilakukan
1. Monitor tanda- Tanda yang membantu
. volume cairan asuhan keperawatan tanda vital mengidentifikasikan
berhubungan diharapkan fluktuasi volume
dengan mual keseimbangan cairan intravaskuler.
muntah. dapat dipertahankan
2. Kaji membrane Indicator keadekuatan
dengan kriteria hasil: mukosa, kaji sirkulasi perifer dan hidrasi
kelembaban tugor kulit dan seluler.
membrane mukosa pengisian kapiler.
turgor kulit baik 3. Awasi masukan Penurunan haluaran urin

Haluaran urin dan haluaran, pekat dengan peningkatan


adekuat: 1 cc/kg catat warna berat jenis diduga
BB/jam urine/konsentrasi, dehidrasi/kebutuhan
Tanda-tanda vital berat jenis. peningkatan cairan.
dalam batas normal Indicator kembalinya
TD (systole 4. Auskultasi bising peristaltic, kesiapan untuk
110-
130mmHg, diastole usus, catat pemasukan per oral.
70-90mmHg), HR(60- kelancaran flatus, Dehidrasi mengakibatkan
100x/menit), RR (16- gerakan usus. bibir dan mulut kering dan
24x/menit), 5.
suhu Berikan pecah-pecah
(36,5-37,50C) perawatan mulut
sering dengan Selang NG biasanya
perhatian khusus dimasukkan pada
pada praoperasi dan
perlindungan dipertahankan pada fase
bibir. segera pascaoperasi untuk
6. Pertahankan dekompresi usus,
penghisapan meningkatkan istirahat usus,
gaster/usus. mencegah mentah.
Peritoneum bereaksi
terhadap iritasi/infeksi
dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang
dapat menurunkan volume
7. Kolaborasi sirkulasi darah,
pemberian cairan mengakibatkan hipovolemia.
IV dan elektrolit Dehidrasi dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit
4 Cemas Setelah dilakukan
1. Evaluasi tingkat ketakutan dapat terjadi
. berhubungan asuhan keperawatan, ansietas, catat karena nyeri hebat, penting
dengan akan diharapkan verbal dan non pada prosedur diagnostik
dilaksanakan kecemasab klien verbal pasien. dan pembedahan.
operasi. berkurang dengan dapat meringankan ansietas
kriteria hasil: terutama ketika
2.
Melaporkan ansietas Jelaskan dan pemeriksaan tersebut
menurun sampai persiapkan untuk melibatkan pembedahan.
tingkat teratasi tindakan membatasi kelemahan,
prosedur menghemat energi dan
Tampak rileks sebelum meningkatkan kemampuan
dilakukan koping.
Mengurangi kecemasan klien
3. Jadwalkan
istirahat adekuat
dan periode
menghentikan
tidur.

4. Anjurkan
keluarga untuk
menemani
disamping klien

POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri Setelah dilakukan
1. Kaji skala nyeri Berguna dalam pengawasan
berhubungan asuhan keperawatan, lokasi, dan keefesien obat,
dengan agen diharapkan nyeri karakteristik dan kemajuan
injuri fisik (luka berkurang dengan laporkan penyembuhan,perubahan
insisi post kriteria hasil: perubahan nyeri dan karakteristik nyeri.
operasi Melaporkan nyeri dengan tepat. deteksi dini terhadap
appenditomi). berkurang perkembangan kesehatan
Klien tampak rileks 2. Monitor tanda- pasien.

Dapat tidur dengan tanda vital Menghilangkan tegangan

tepat abdomen yang bertambah

Tanda-tanda vital dengan posisi terlentang.


3. Pertahankan
dalam batas normal Meningkatkan kormolisasi
istirahat dengan
TD (systole 110- fungsi organ.
posisi semi
130mmHg, diastole meningkatkan relaksasi.
powler.
70-90mmHg), Menghilangkan nyeri.

HR(60-100x/menit),
4. Dorong ambulasi
RR (16-24x/menit),
dini.
suhu (36,5-37,50C)
5. Berikan aktivitas
hiburan.
6. Kolborasi tim
dokter dalam
pemberian
analgetika.
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan
1. Kaji adanya Dugaan adanya infeksi
berhubungan asuhan keperawatan tanda-tanda
dengan tindakan diharapkan infeksi infeksi pada area Dugaan adanya
invasif (insisi post dapat diatasi dengan insisi infeksi/terjadinya sepsis,
pembedahan). kriteria hasil: 2. Monitor tanda- abses, peritonitis
Klien bebas dari tanda vital. mencegah transmisi penyakit
tanda-tanda infeksi Perhatikan virus ke orang lain.
Menunjukkan demam,
kemampuan untuk menggigil, mencegah meluas dan
mencegah timbulnya berkeringat, membatasi penyebaran
infeksi perubahan organisme infektif /

Nilai leukosit (4,5- mental kontaminasi silang.

11ribu/ul) 3. Lakukan teknik menurunkan resiko terpajan.


isolasi untuk
infeksi enterik, terapi ditunjukkan pada
termasuk cuci bakteri anaerob dan hasil
tangan efektif. aerob gra negatif.
4. Pertahankan
teknik aseptik
ketat pada
perawatan luka
insisi / terbuka,
bersihkan dengan
betadine.
5. Awasi / batasi
pengunjung dan
siap kebutuhan.
6. Kolaborasi tim
medis dalam
pemberian
antibiotik
3. Defisit self care Setelah 1. Mandikan pasien Agar badan menjadi segar,
dilakukan
berhubungan asuhan keperawatan setiap hari melancarkan peredaran
dengan nyeri. diharapkan sampai klien darah dan meningkatkan
kebersihan klien dapt mampu kesehatan.
dipertahankan melaksanakan
dengan kriteria hasil: sendiri serta cuci
klien bebas dari bau rambut dan Untuk melindungi klien dari
badan potong kuku kuman dan meningkatkan
klien tampak bersih klien. rasa nyaman

2.
ADLs klien dapat Ganti pakaian Agar klien dan keluarga

mandiri atau dengan yang kotor dapat termotivasi untuk

bantuan dengan yang menjaga personal hygiene.


bersih. Agar klien merasa tersanjung
dan lebih kooperatif dalam
3. Berikan Hynege kebersihan
Edukasi pada Agar keterampilan dapat
klien dan diterapkan
keluarganya
tentang Klien merasa nyaman
pentingnya dengan tenun yang bersih
kebersihan diri. serta mencegah terjadinya
4. Berikan pujian infeksi.
pada klien
tentang
kebersihannya.

5. Bimbing keluarga
klien
memandikan /
menyeka pasien
6. Bersihkan dan
atur posisi serta
tempat tidur klien.
4. Kurang Setelah dilakukan
1. Kaji Memberikan informasi pada
ulang
pengetahuan asuhan keperawatan pembatasan pasien untuk merencanakan
tentang kondisi diharapkan aktivitas kembali rutinitas biasa tanpa
prognosis dan pengetahuan pascaoperasi menimbulkan masalah.
kebutuhan bertambah dengan Membantu kembali ke fungsi
pengobatan b.d kriteria hasil: usus semula mencegah
kurang informasi. 2.
menyatakan Anjuran ngejan saat defekasi
pemahaman proses menggunakan
penyakit, pengobatan laksatif/pelembek Pemahaman meningkatkan
dan feses ringan bila kerja sama dengan terapi,
berpartisipasi dalam perlu dan hindari meningkatkan
program pengobatan enema penyembuhan
3. Diskusikan
perawatan insisi,
Upaya intervensi menurunkan
termasuk
resiko komplikasi lambatnya
mengamati
penyembuhan peritonitis.
balutan,
pembatasan
mandi, dan
kembali ke dokter
untuk
mengangkat
jahitan/pengikat
4. Identifikasi gejala
yang memerlukan
evaluasi medic,
contoh
peningkatan nyeri
edema/eritema
luka, adanya
drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.


Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-
appendicitis.html pada tanggal 09 Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses
http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan
Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

Share this article :


Asuhan Keperawatan Pada Klien Apendisitis

Definisi : Mengacu pada peradangan apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh feses, yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1998). Komplikasi utama berhubungan dengan
apendisitis adalah peritonitis, ynang dapat terjadi bila apendiks rupture. Apendektomi
(pengangkatan apendiks) adalah salah satunya tindakan.
Perawatan pra operasi dan pasca operasi sama dengan pasien yang menjalani operasi. RPL
untuk klasifikasi KDB dari apendisitis adalah 6,1 hari tanpa komplikasi dan 9,8 hari dengan
komplikasi (Lorenz, 1991).
da dan Gejala : Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus
yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi,
tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan dengan
pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.
Demam bisa mencapai 37,8-38,8o C. pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh,
disemua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di
daerah ini tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa
menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
Patofisiologis : Apendisitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen, obstruksi lumen apendiks
disebebkan oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia jaringan limfoid sub mukosa. Feses
yang terperangkat dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit
yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Sumbatan lumen apendiks menyebabkan keluhan
sakit disekitar umbilicus dan epigastrium, nausea dan muntah. Proses selanjutnya ialah invasi
kuman E.coli dan spesibacteroides dari lumen ke lapisan mukosa, sub mukosa, lapisan
muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis local kanan bawah.
Suhu tubuh mulai naik. Gangren dinding apendiks disebabkan oleh oklusi pembuluh darah
dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks. Bila tekanan intra lumen terus meningkat
terjadi perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh meningkat dan menetap tinggi.
Tahapan peradangan apendisitis ada 2, yaitu apendisitis akuta (sederhana, artinya tanpa
perforasi), apendisitis akuta perforate (termasuk apendisitis gangrenosa, karena gangren
dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikro perforasi).

Penatalaksanaan :
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan
IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan. Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen
bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode baru yang sangat efektif.
Apendektomi insidental dilakukan secara selektif untuk penderita resiko tinggi terjadinya
apendisitis atau nyeri perut kuadran bawah. Tujuan dari apendektomi insidental adalah untuk
tindakan profilaksis.
Pengkajian keperawatan
1. pengkajian fisik berdasarkan pada pengkajian abdominal (apendiks F) dapat menunjukkan :
Nyeri abdomen kuadran kanan bawah berat dan menetap
Nyeri lepas diatas titik McBurneys (titik tengah diantara umbilicus dan tonjolan tulang
iliaka kanan)
Peningkatan nyeri bila batuk
Demam
Mual dan muntah
2. pemeriksaan diagnostic :
JDL menunjukkan jumlah sel darah putih diatas 10.000/mm3
Ultrasound abdomen menunjukkan proses inflamasi
3. lihat perawatan pra operasi dan pasca operasi

Diagnosa keperawatan
Riwayat sakit : sakit disekitar umbilicus dan epigastrium disertai anoreksia, nausea dan
sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian diikuti oleh sakit perut dikanan bawah
dengan disertai kenaikan suhu tubuh ringan. Pada bayi dan anak-anak berumur muda sering
tidak dapat menunjukkan letak sakit dan dirasakan sakit perut yang menyeluruh.

Intervensi
Intervensi Rasional
1. setiap jam monitor: Untuk mendeteksi perforasi
Tanda vital
Bising usus
Ukuran abdomen
Kualitas nyeri
2. beri tahu dokter dengan segera dan Pembedahan segera diperlukan untuk
siapkan pembedahan sesuai program bila apendiks ruptur. Isi usus keluar kedalam
manifestasi perforasi terjadi: rongga peritoneal bila apendiks ruptur,
Penghentian nyeri tiba-tiba. Beberapa menit mencetuskan peritonitis.
kemudian, nyeri terjadi lagi disertai dengan
distensi abdomen, abdomen kaku,
takikardi,penurunan TD, takipnea, dan
muntah.
3. pertahankan puasa, berikan terapi IV Penghentian masukan makanan dan cairan
sesuai program. Siapkan pasien pada melalui mulut sebelum pembedahan
pembedahan sesuai pesanan. mengurangi resiko muntah dan aspirasi bila
dianestesi. Akses vaskuler diperlukan bila
obat darurat diperlukan.
4. pertahankan tirah baring pada posisi semi- Untuk mengurangi tegangan pada otot
Fowlers. pertahankan lutut tempat tidur abdominal.
agak fleksi
5. jelaskan bahwa obat nyeri tidak dapat Obat nyeri menutupi gejala, khususnya bila
diberikan sampai penyebab nyeri telah apendiks ruptur.
teridentifiksi.
6. hindari pemberian enema Enema dapat mencetuskan ruptur dari
apendiks.
Sumber :
Engram, Barbara. (1994). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Volume 1. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
RN, Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Henderson, M.A. (1992). Ilmu Bedah Perawat. Jakarta: Yayasan Mesentha Medica.
ASKEP APENDISITIS

1. Pengertian
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis,
2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian
awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan
terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya
banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis,
2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks (Anonim, Apendisitis, 2007).

2. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :

1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah
bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh
akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring,
biasanya ditemukan pada usia tua.

3. Etiologi
Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan
akibat :

1. Hiperplasia dari folikel limfoid.


2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks.
3. Tumor appendiks.
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis.
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan
mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut akan
meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan
meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.

4. Tanda dan gejala


Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan
tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.

Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung
pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum,
nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-
tanda ini hanya dapat diketahuipada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan
bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada
bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.

Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks
telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik
dan kondisi klien memburuk.

5. Patofisiologi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh
hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen
appendik.Adanya benda asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya
peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya : keganasan (Karsinoma Karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin
lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta
merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama
dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar
umblikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul
gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah,
keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan
appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan
appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau
perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada
anak anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang ,
dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga
pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih
cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul
dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).

6. Komplikasi

Perforasi dengan pembentukan abses


Peritonitis generalisata.
Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

7. Pencegahan
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan peradangan
pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji,sebab obstruksi oleh fekalit dapat
terjadi karena tidak ada kuatnya diit tinggi serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing
juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis
menurunkan resiko terjadinya gangren,perforasi dan peritonitis.

8. Penatalaksanaan
Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam
waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan
antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi
diberikan drain di perut kanan bawah.

Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres
untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
Tindakan operatif ; appendiktomi.
Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di
luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Appendiksitis

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.

2. Riwayat Keperawatan
o Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi
apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.

o Riwayat Kesehatan masa lalu

3. Pemeriksaan Fisik
o Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya
distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.

o Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit


yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
o Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan
sakit pinggang.

o Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam


pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.

o Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar


getah bening.

4. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi.

o Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca


pembedahan.

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post
operasi appenditomi.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi.

4. Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan pemasukan cairan


secara oral.

Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen post operasi
appendiktomi

Tujuan
Nyeri berkurang / hilang dengan

Kriteria Hasil :
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.

Intervensi

Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
Dorong ambulasi dini.
Berikan aktivitas hiburan.
Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.

Rasional

1. Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan


dan karakteristik nyeri.
2. Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
3. Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
4. meningkatkan relaksasi.
5. Menghilangkan nyeri.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri

Tujuan
Toleransi aktivitas

Kriteria Hasil :

Klien dapat bergerak tanpa pembatasan


Tidak berhati-hati dalam bergerak.

Intervensi

catat respon emosi terhadap mobilitas.


Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.

Rasional

1. Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.


2. Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan.
3. Memperbaiki mekanika tubuh.
4. Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi

Tujuan
Infeksi tidak terjadi

Kriteria Hasil :
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan

Intervensi

Ukur tanda-tanda vital


Observasi tanda-tanda infeksi
Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik
Observasi luka insisi

Rasional

1. Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi


2. Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
3. Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
4. Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.

Diagnosa Keperawatan 4. :
Resiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan pemasuka n cairan
secara oral

Tujuan
Kekurangan volume cairan tidak terjadi

Intervensi

Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh


Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena

Rasional

1. Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan


atau kebutuhan pengganti.
2. Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi
3. Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup dan
meningkatkan fungsi ginjal
Daftar Pustaka

1. Barbara Engram, Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC, Jakarta.


2. Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000, Jakarta.
3. Doenges, Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, 2000, Jakarta.
4. Elizabeth, J, Corwin, Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
5. Ester, Monica, SKp, Keperawatan Medikal Bedah (Pendekatan Gastrointestinal),
EGC, Jakarta.
6. Peter, M, Nowschhenson, Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula. Bina Aksara Jakart
ASKEP APENDISITIS
Posted on Maret 27, 2008 by harnawatiaj

Pengertian

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis,
2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian
awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan
terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya
banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis,
2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :


Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh
akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan
timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya
ditemukan pada usia tua.

Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang
tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.

Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara
di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia
anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu
daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.

Ukuran dan isi apendiks.


Panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa
mengandung amilase dan musin.

Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding
abdomen. Pelvis minor.

Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat
banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada
lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya
timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit,
benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering
menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga,
2007)

Patofisiologi

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat
kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari
abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.

Manifestasi Klinik

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri
yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut
sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa
mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah
ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa
bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang
tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak
terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang
bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Pemeriksaan diagnostik

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-
mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan
bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding
usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.


Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri
pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat
menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.

Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada
daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb
(hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila
terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya
sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit
(sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan
IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen
bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep
Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik
maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang
akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan
kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena
banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan
anastesi.

Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Pengkajian
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan
bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah
nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu
yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien
sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat
dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk
tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak
tenang.
Diagnosa keperawatan

Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

Intervensi keperawatan .

Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah
keperawatan.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah,
ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang.
Ada rasa mual dan muntah. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan
kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.

Intervensi : Monitor tanda-tanda vital.


Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.

Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.


Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan
sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.

Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.


Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai
dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen.
Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi
dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).

Intervensi : Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui
prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke
dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro
organisme.

Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar.
Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat
mengakibatkan ruptura apendiks.

Anjurkan klien mandi dengan sempurna.


Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro
organisme.

HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.


Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai
dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke
daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.

Intervensi : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.


Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini
untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.

Anjurkan pernapasan dalam.


Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot
menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

Lakukan gate control.


Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang
berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.

Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah
mengetahui gejala pasti).

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.


Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa
sakit. Klien mengeluh sulit tidur
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.

Intervensi : Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah
operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.

Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah
operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.

Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan
penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses
penyembuhan.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun
Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi : Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien


Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.

Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat
suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.

Beri makan sedikit tapi sering


Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.

Anjurkan kebersihan oral sebelum makan


Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

Tawarkan minum saat makan bila toleran.


Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.

Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.


Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol
dan mendorong untuk makan.

Memberi makanan yang bervariasi


Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor
Kulit kepala kotor Klien nampak kotor
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi : Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci
rambut dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan
kesehatan.

Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.


Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman

Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.


Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.

Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.


Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan

Bimbing keluarga / istri klien memandikan


Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan

Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.


Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

Implementasi

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan
sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini
perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post
apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen,
interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat
itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi
interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan
profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan
fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang
lain.

Evaluasi.

Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada
klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien
dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari
bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat
informasi tentang perawatan dan pengobatannya.

Sumber :
1.Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
2.Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
3.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC. Jakarta. 4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Tentang iklan-iklan ini

You might also like