Professional Documents
Culture Documents
Stansfield (1983) dalam hipotesisnya menyatakan bahwa tiap tiap perangkat yang
haploid dterminan jantan sebesar 1 sedangkat kromosom x memiliki determinan betina sebesar
1,5 seperti terlihat gambar berikut.
Beberapa gen yang terungkap adalah gen Sx1 (sex lethal) gen ini mempunyai dua
macam keadaan aktifitas yaitu keadaan sedang bekerja dan keadaan tidak sedang bekerja.
Tamarin dkk (1991) juga menunjukkan suatu informasi tentang peranan gen dsx dan gen tra
(transformer) terhadap fenotip kelamin drosophila. Ekspresi kelamin ditentukan oleh suatu
rangkaian aktivasi gen yang masing-masing menuju pembentukan suatu protein yang
memungkinkan penyambungan yang benar atas RNA yang disintesis pada tahap berikutnya.
Seperti gambar berikut.gen transformer ini tidak ada pengaruhnya atas individu genotip XY.
Dengan demikian individu XY tratra sekalipun tetap berfenotip kelamin jantan. Gen ini dapat
dikatakan pula sebagai An extra counterweight introduced in the system for sex
determination.
Kenyataan bahwa pada individu jantan (XO) D. melanogaster dihasilkan sperma
nonmotil dan pada individu D. hydei sperma sama sekali tidak berkembang seperti tersebut
sesuai dengan informasi yang ditemuka oleh Pai (1985) sebagaimana telah disebutkam. Dalam
hal ini sekalipun dihasilkan sperma, tetapi karena nonmotil maka individu D. melanogaster
bersifat steril.
Caddies Flies, Kupu Siang (Butterflies), dan Kupu Malam (Moths), Serta Ulat Sutera
Pada caddies flies (yang tergolong Trichoptera) kupu siang, kupu malam, serta ulat
serta merupakan individu yag bergenotip XX pada fenotip jantannya (Stansfield, 1983). Pada
hewan-hewan tersebut ada pula yang kromosom kelaminnya disimbulkan sebagai ZZ (jantan)
dan ZW/ZO untuk betinanya. Keadaan genotip semacam itu terjadi pada hewan seperti pada
kupu siang dan kupu malam (Ayala dkk, 1984). Namun Gardner dkk. (1991) menyebutkan
bahwa kupu-kupu malam merupakan contoh satu-satunya untuk keadaan genotip semacam itu.
Boniella
Boniella adalah cacing berbelai yang masuk dalam filum Echiura, dan hidup di perairan
laut (Barness, 1975). Cacing Boniella mempunyai kelamin yang terpisah. Wujud dan aktivitas
cacing sangat berbeda pada jantan dan betinannya. Dikatakan bahwa individu betina
mempunyai belalai panjang, sedangkan pada individu jatan berupa bentukan mikroskopis
bersilia yang hidup sebagai parasit pada individu betina.
Larva Boniella yang hidup bebas akan mejadi betina, sedangkan larva yang
menempelkan dirinya pada betia dewasa akan menjadi jantan karena individu betina. Hal
tersebut terjadi karea pada larva Boniella yang hidup bebas masih belum tergolong mengalami
diferensiasi kelamin. Sehingga larva yang menempel pada tubuh jantan dapat menjadi individu
betina juga.
Fenomena perkelaminan pada Boniella termasuk fenomena non genetic, hal ini terjadi
karena tergantung pada faktor-faktor lingkungan luar. Individu betina dan individu jantan
memiliki genotip yang serupa, tetapi rangsangan dari lingkungan memulai perkembangan ke
arah yang salah satu kelamin atau yang lainnya. Potensi kejantanan dan kebetinaan ada pada
zigot, demikia pula beberapa faktor spesifik dalam lingkungan akan merangsang ekspresi gen-
gen yang menghasilkan fenotip jantan maupun yang menghasilkan fenotip betina.
Beberapa Pemikiran
Kromosom baik satu buah, sepasang, maupun seluruh pasangan, pada dasarnya
bukanlah yang menentukan (mengendalikan) jenis kelamin terwujud pada mahluk hidup. Oleh
karena itu, pandangan bahwa kromosom Y pada manusia menentukan kelamin, sesungguhnya
tidak benar jika diartikan sebagaimana yang tertulis. Arti yang benar adalah bahwa gen atau
perangkat gen pada kromosom kelmin Y, yang menentukan jenis kelamin manusia. Perbedaan-
perbedaan kromosom yang tampak, hanyalah berperan sebagai indikator awal, yang masih
harus dikaji. Dalam hubungan ini juga terlihat bahwa peran kromosom kelmain dalam
penentuan jenis kelamin (pada mahluk hidup yang memiliki), pada dasarnya sama dengan
autosom; kromosom kelmain sama saja dengan autosom, yaitu sama-sama sebagai faktor
keturunan.
Sebagaimana ekspresi gen apapun, ekspresi gen-gen yang interaksinya bertanggung
jawab atas fenotip kelamin mahluk hidup, dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan. Dalam hal
ini ekspresi gen-gen itu tidak bebas dari pengaruh faktor-faktor lingkungan (fisikokimiawi)
internal maupun eksternal.
Temuan penelitian tentang ekspresi kelamin dari Chlamydomonas hingga manusia,
seperti yang telah dikemukakan, sebenarnya memperlihatkan satu makna lain. Satu makna lain
itu adalah ikhwal kelamin (perbedaan jenis kelamin) adalah sesuatu yang lain dari ikhwal
fertilitas, bahkan tidak mustahil dapat dikatakan bahwa pada dasarnya ihwal kelamin tidak ada
hubungannya dengan ihwal fertilitas. Dari contoh yang ada, terlihat bahwa pada
Chlamydomonas memang tidak ada hubungannya antara ihwal kelamin dan ihwal fertilitas.
Dalam hubungan ini terdapat tanda-tanda bahwa semakin tinggi tingkatan struktur mahkluk
hidup, ihwal kelamin seolah-olah berhubungan dengan ihwal fertilitas. Pustaka yang digunakan
dalam penulisan naskah pada bab ini di berbagai kesempatan terlihat membaurkan kedua ihwal
itu, atau sekuarang-kuranngnya memberi peluang orang membaurkannya. Pada dasarnya ihwal
kelamin adalah yang berkenan dengan tingkat-tingkat (valensi) kejantanan dan kebetinaan,
sebagaiman yang terlihat pada Chlamydomonas; ihwal fertilitas adalah yang berkenaan dengan
dapat atau tidak dapat membuahi atau dibuahi.