You are on page 1of 32

LAPORAN REFRESHING

ASFIKSIA NEONATRUM

Disusun Oleh :
Nama : Rizkianna Narwiningtyas
Nim : 2013730094

Pembimbing : dr. Eni Rahmawati, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK STASE PEDIATRI


BLUD RUMAH SAKIT SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
Asfiksia Neonatorum

A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan
keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2
meningkat) dan asidosis.
Menurut American College of Obstetricans and Gynecologists (ACOG) dan
American Academy of Pediatrics (AAP), seorang neonatus disebut mengalami
asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut.
a. Nilai Apgar menit kelima 0-3.
b. Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0).
c. Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma).
d. Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan
kardiovaskular,gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal).
e. Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multi organ, kejang dan
ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang
mengalami episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko
disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan
utama.

B. Patofisiologi Asfiksia Neonatorum


Transisi sistem pernapasan dan sirkulasi pada bayi baru lahir Setiap
bayi baru lahir senantiasa mengalami proses transisi dari kehidupan intrauterin
menuju ekstrauterin yang melibatkan hampir semua sistem organ tubuh.
Diantara berbagai sistem organ tersebut, perubahan sistem pernapasan dan
sirkulasi segera setelah memainkan peranan penting agar bayi dapat
beradaptasi pada lingkungan ekstrauterin. Perubahan fisiologis tersebut
penting untuk dipahami oleh setiap penolong resusitasi bayi baru lahir agar
dapat menentukan tindakan yang tepat apabila terjadi gangguan selama masa
transisi.
Selama kehidupan janin, plasenta memegang peranan penting dalam
pertukaran gas dan sisa metabolisme. Alveolus paru janin belum berfungsi dan
masih terisi cairan yang disekresi oleh sel epitel paru. Cairan tersebut
diperlukan untuk mempertahankan volume paru mendekati kapasitas residu
fungsional yaitu sekitar 30 ml/kgBB mencapai pertumbuhan paru yang normal
pada saat bayi dilahirkan. Perbedaan fisiologis juga terlihat pada sistem
kardiovaskular janin. Sirkulasi janin bersifat paralel dan shunt-dependent yaitu
terdapat kombinasi kerja kedua ventrikel jantung untuk memompa darah ke
dalam sirkulasi sistemik. Pirau terjadi di intrakardiak (foramen ovale) maupun
ekstrakardiak (duktus venosus dan duktus arterious). Sirkulasi ini
memungkinkan sebgaian darah kaya oksigen dari vena umbilikalis melewati
hati masuk ke vena kava inferior (melalui duktus venosus), atrium kanan,
atrium kiri (melalui foramen ovale), ventrikel kiri lalu dipompa menuju otak,
vena umbilikalis memasuki sirkulasi hati dan bercampur dengan darah yang
memiliki tekanan oksigen lebih rendah pada vena kafa inferior lalu bercampur
dengan darah dari vena kava superior dan sinus koronarius masuk ke atrium
kanan, ventrikel kanan dan dipompa menuju bagian bawah tubuh serta
umbilikalis untuk mengalami reoksigenasi di plasenta. Darah dari ventrikel
kanan juga memasuki sirkulasi paru namum hanya dalam jumlah kecil 12%
akibat tekanan pembuluh darah paru yang tinggi, adanya duktus arteriosus dan
tahanan pembuluh darah sistemik yang rendah.
Setelah lahir tejadi serangkaian peristiwa fisiologis yang unik sehinga
bayi dapat beradaptasi dengan lingkungan ekstrauterin. Cairan dalam alveolus
paru akan segera digantika oleh udara sehingga paru bayi dapat berfungsi
dnegan optimal. Pada awal persalinan kala 1 sekresi cairan paru akan akan
berhenti karena stimulasi katekolamin yang beredar dalam sirkulasi janin
sedangkan kontraksu uterus akan meningkatkan tekanan rongga dada janin
dan mendorong cairan paru keluar sehingga membantu pengosongan cairan
paru, sebelum memasuki persalinan kala 2 sebagian besar cairan paru sudah
diabsorbsi. Berbgai penuruna faktor (penurunan PO2, PH, dan penigkatan
PCO2) akibat pemutusan hubungan sirkulasi umbilikal, perubuhan suhu, serta
adanya rangsang taktil, audiovisual dan proprioseptif) akan merangsang bayi
melakukan tarikan napas pertama. Tarikan napas tersebut menghasilkan
tekanan negatif inspiratori yang tinggi, mencapai 70-110 cmH2O, untuk
mengembangkan paru serta mendorong sebagian besar cairan paru kedalam
ruang perivaskular. Pengembangan paru dan peningkatan kadar oksigen dalam
alevoli akan mengurangi tahanan pembuluh darah paru diikuti peningkatan
aliran darah paru dan penyerapan cairan paru dipengaruhi oleh sistem
transport aktif, terutama natrium, dan gradien osmotik antara cairan paru dan
cairan interstitial. Pada bayi cukup bulan dan bugar proses penyerapan
berlangsung sampai kurang lebih 2 jam.
Didalam kandungan janin hidup dengan saturasi oksigen kurang lbih
60% dan setalah lahir bayi bugar mmerlukan waktu transisi untuk mencapai
tingkat saturasi oksigen 90%. Bayi prematur umumnya membutuhkan waktu
sekitar 6,5 menit (antara 4,9 hingga 9,8 menit) dan bayi cukup bulan sekitar
4,7 menit (antara 3,3 hingga 6,4 menit) untuk mencapai saturasi oksigen diatas
90%.
Penjepitas tali pusat setelah bayi lahir akan memutuskan hubungan
sirkulasi bayi dan sirkulasi plasenta yang memiliki tekanan rendah. Hal ini
mengakibatkan peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik bayi serta
penurunan aliran darah yang melewati duktus venosus. Duktus venosus akan
menutup secara pasif dalam dalam waktu 3-7 hari diikuti penuruna aliran
darah ke vena kava inferior. Peningktan tahana pembuluh darah sistemik
bersamaan dengan penurunan resistensi pembuluh darah paru akan
meningkatkan tekanan pada atrium kiri serta menurunkan tekanan pada atrium
kanan. Perubahan tekana pada kedua atrium tersebut akan diikuti dengan
perubahan arah pirau dari kiri ke kanan dan penutupan foramen ovale secara
fungsional dalam beberapa tarikan napas pertama. Peningkatan PO2 dalam
darah disertai penurunan kadar prostaglandin yang beredar segera setelah lahir
menyebabkan konstriksi duktus arteriosus. Penutupan fungsional duktus
arteriosus terjadi dalam 60 jam pada 93% bayi cukup bulan sedangkan
penutupan secra permanen menjadi ligamentum arteriosum umumnya terjadi
dalam 4-6 minggu setelah lahir . sistem kardiovaskuler bayi selanjutnya
menjadi suatu rangkaian. Ventrikel kiri memompa darah ke seluruh sirkulasi
sistemik dan ventrikel kanan memompa darah ke sirkulasi paru.
Hambatan proses transisi pada bayi baru lahir
Tidak semua bayi baru lahir dapat melewati periode transisi dengan
sempurna, terutama bayi prematur atau bayi dengan kelainan kongenital berat.
beberapa penyulit yang dapat menghamat proses transisi pada bayi baru lahir
antara lain:
- Kelahiran tanpa melalui persalinan aktif (contoh: operasi sesar
elektif) dan pernapasan yang tidak adekuat pada bayi (contoh bayi
prematur atau bayi berat lahir rendah) mengakibatkan proses
penyerapan cairan paru terhambat. Cairan yang tersisa dalam
alveoli akan menghambat aliran oksigen ke dalam sirkulasi darah.
- Kehilangan darah dalam jumlah besar, kontraktilitas jantung yang
buruk serta bradikardia akibat hipoksia dapat menyebabkan
kegagalan peningkatan tekanan darah sistemik sehingga bayi
mengalami hipotensi sistemik.
- Hipoksia intra uterin yang tidak teratasi mengakibatkan kadar
oksigen tetap rendah sehingga arteriol paru gagal berdilatasi (tetap
mengalami konstriksi) dan penghantaran oksigen ke seluruh tubuh
terhambat. Keadaan ini akan berakibat pada kegagalan penutupan
duktus arteriousu dan foramen ovale serta hipertensi polmonal
persisten.
Proses transisi pada saat lahir merupakan fase yang cukup kompleks.
Dengan memahami peubahan fisiologis yang terjadi selama periode transisi
serta hambatannya diharapkan penolong resusitasi dapat menilai dan memberi
bantuan resusitasi secara optimal dan berkesinambungan guna menurunkan
morbiditas dan mortalitas pad bayi baru lahir.

D. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum


Dalam praktek menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan
pengelaman dan observasi klinis yang cukup. Pada tahun lima puluhan
digunakan kriteria breathing time dan crying time untuk menilai keadaan
bayi. Kriteria ini lalu ditinggalkan karena tidak dapat memberikan informasi
yang tepat pada keadaan tertentu. Virginia Apgar (1953,1958) lalu
mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan bayi baru
lahir. Skor APGAR dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir
menggunakan lima kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu dan dua.
Kelima nilai kriteria tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan
angka nol hingga 10. Kata APGAR kemudian dibuatkan jembatan keledai
sebagai singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (
warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan dan
pernapasan). Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan
perubahan keseimbangan asam-basa pada bayi (Drage dan Berendes, 1966).
Di samping itu, kriteria ini dapat pula memberikan gambaran beratnya
perubahan kardiovaskuler yang ditemukan. Cara ini dianggap yang paling
ideal dan telah banyak digunakan dimana-mana.
Berdasarkan APGAR Score yang didapat dibawah nilai normal, maka
dilakukan tatalaksana resusitasi. Menurut definisi, APGAR Score yang rendah
dapat menandakan terjadinya cardiopulmonary arrest atau kondisi yang
disebabkan oleh bradikardi berat, hipoventilasi, atau depresi sistem saraf
pusat. Sebagian besar APGAR Score rendah disebabkan oleh kesulitan dalam
membangun Ventilasi yang memadai dan bukan dengan patologi jantung
primer. Selain APGAR Score 0 sampai 3, kebanyakan bayi Asfiksia cukup
parah sehingga menyebabkan cedera neurologis juga bermanifestasi Asidosis
janin (pH <7); Kejang, koma, atau hipotonia; dan Disfungsi multiorgan. Skor
Apgar rendah mungkin disebabkan oleh Hipoksia janin atau faktor lainnya
(tabel). Sebagian besar bayi Dengan APGAR Score rendah merespons
ventilasi dibantu dengan wajah Masker atau dengan intubasi endotrakeal dan
biasanya tidak perlu Obat darurat.
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-7
3. Tidak Asfiksia dengan nilai APGAR 8-10

F. Diagnosis Asfiksia Neonatorum


1. Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terjadinya asfiksia.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Bayi tidak bernafas atau menangis.
b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit.
c. Tonus otot menurun.
d. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium atau sisa mekonium
pada tubuh bayi.
e. BBLR.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium beupa analisis gas darah tali pusat menunjukkan
hasil asidosis pada darah tali pusat:
a. PaO2 < 50 mm H2O
b. PaCO2 > 55 mm H2
c. pH < 7,30
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan
penunjang diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa :
a. Darah perifer lengkap
b. Analisis gas darah sesudah lahir
c. Gula darah sewaktu
d. Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Kalium)
e. Ureum kreatinin
f. Laktat
g. Ronsen dada
h. Ronsen abdomen tiga posisi
i. Pemeriksaan USG kepala
j. Pemeriksaan EEG dan CT Scan kepala

Faktor resiko resusitasi saat lahir

Faktor Risiko

Faktor Ibu Faktor Janin Faktor Intrapartum

KPD 18 Jam Kehamilan multiple (ganda, Pola denyut jantung janin


triplet) yang meragukan pada ctg

Perdarahan trimester 2 dan 3 Premature (usia gestasi >41 Presentasi abnormal


minggu)

Hipertensi dalam kehamilan Post matur (usia gestasi 41 Prolaps tali pusar
minggu)

Penyalahgunaan obat Besar masa kehamilan Persalinan KALA 2


memanjang

Konsumsi obat (litium, Penyakit hemolitik aloimun Persalinan yang cepat


magnesium, penghambat (misal anti-D, anti-Kell,
adrenergic, narkotika) terutama jika terdapat
anemia/hidrops fetalis

DM Polihidroamnion dan Perdarahan antepartum


oligohidroamnion (misal solusio placenta,
plasenta previa, vasa previa)

Penyakit kronik (anemia, PJB Gerakan janin berkurang Ketuban bercampur


Sianotik) sebelum persalinan meconium

Demam Kelainan kongenital yang Pemberian obat anti


mempengaruhi pernapasan, narkotika untuk mengurangi
fungsi kardiovaskular, atau rasa nyeri pada ibu dalam 4
proses transisi lainnya jam proses persalinan

Infeksi Infeksi intrauterine Kelahiran dengan forceps

Korioamniotis Hidrops fetalis Kelahiran dengan vakum

Sedasi berat Presentasi bokong Penerapan anastesi umum


pada ibu

Kematian janin sebelumnya Distosia bahu SC yang bersifat darurat

Tidak pernah melakukan


pemeriksaan antenatal

G. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum


Alur resusitasi
Sebagian bayi baru lahir (10%) memerlukan bantuan untuk memulai
pernapasan sedangkan hanya 1 % bayi yang memerlukan resusitasi lebih
lanjut. Langkah-langkah untuk memerlukan resusitasi pada bayi baru lahir
dapat dilihat pada bagan resusitasi. Masing-masing langkah dilakukan selama
30 detik dan harus senantiasa dinilai serta dilakukan tindakan sesuai hasil
penilaian tersebut. Perpindahan langkah baru dapat dilakukan apabila langkah
sebelumnya telah dilakukan dengan efektif.
Pembentukan tim resusitasi
Sebagai persiapan menghadapi bayi dengan risiko tinggi, pengumoulan
infromasi tentang faktor resiko dan keadaan terakhir ibu maupun janin harus
dilakukan secara seksama. Pembagian tugas yang jelas pada tiap penolong
perli diingatkan sesaat sebelum melakukan resusitasi (jika waktu
memungkinkan) agar dapat mengurangi kesalahan yang mungkin akan terjadi.
Sebagai contoh bayi dengan kondisi terakhir ketuban bercampur mekoneum,
maka pemimpin menginformasikan hal tersebut sekaligus menginstruksikan
untuk memeriksa kembali ketersediaan aspirator mekoneum atau suction
ukuran terbesar serta memastikan alat hisap berfungsi dengan baik.
Anggota tim
Resusitasi pada bayi baru lahir dapat dilakukan oleh dokter spesialis anak
konsulta neonatologi/dokter spesialis anak/dokter speialis ansetesi/ dokter
spesialis kandungan /dokter umum/perawat/bidan. Namun perlu dipahami
bahwa bantuan resusitasi tidak dapat dilakukan seorang diri, terutama pada
persalinan resiko tinggi. Sebaiknya penolong sudah menguasai pelatihan
resusitasi neonatus dasar dengan anggota tim idealnya minimal 3 orang.
Penolong pertama = kapten/pemimpin jalannya resusitasi.
- Posisi diatas kepala bayi
- Memiliki pengetahuan dan kompetensi resusitasi yang paling tinggi
dan lengkap serta dapat menginstruksikan tugas kepada anggota
tim lainnya.
- Tanggung jawab utama : ventilasi (airway dan breathing)
Penolong kedua = asisten sirkulasi

- Posisi : sisi kiri bayi , dibolehkan bertukar posisi antara penolong


kedua dan ketiga dengan catatan fungsi tidak tumpang tindih.
- Tanggung jawab : sirkulasi bayi
- Meliputi : mendengarkan laju denyut jantung bayi, mengatur
kebutuhan tekanan inspirasi positif (PIP)dan fraksi oksigen.
Memberikan kompresi jantung, memasang kateter umbilikal untuk
resusitasi cairan.
Penolong ketiga = asisten peralatan dan obat

- Posisi : sisi kanan bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat,


dibolehkan bertukar posisi antara penolong kedua dan ketiga
dengan tidak tumpang tindih)
- Tanggung jawab : menyalakan tombol pencatat waktu, memasang
monitor saturasi, monitor suhu, menyiapkan peralatan suction,
persiapan obat-obatan dan alat-alat lainnya.
Perlengkapan resusitasi
1. Penghangat /warmer
- Kain pengering dan topi
- Handuk hangat/pembungkus
- Kantung plastik untuk neonatus < 1500 gram
- Penghangat kepala atau infant warmer
2. Pengisap/suction
- Suction dengan tekanan negatif
- Kateter suction
- Aspirator mekonium
3. Ventilasi
- Balon mengembang sendiri / self inflating bag ( balon volume 250
ml) dan sungkup wajah berbagai ukuran dilengkapi dengan katup
tekanan positif akhir ekspirasi/positive and expiratory pressure
(PEEP).
- T-piece resuscitator adalah alat yang dapat memberikan tekanan
inspirasi positif (PIP) dan PEEP terukur secara konstan sehingga
bayi dapat meningkatkan volume paru dan mencapai kapasitas
residu fungsional. T-piece resuscitator ini dapat memberikan
tekanan positif dan tekanan napas positif berkelanjutan Continous
Positive Airway Pressure (CPAP) dini.
- Balon tidak mengembang sendiri / flow inflating bag ( contoh :
sungkup anestesi, Jackson Rees)merupakan alat yang dapat
memberikan PEEP terukur secara konstan sehingga dapat
memberikan CPAP dini, namun yidak direkomendasikan untuk
pemberian tekanan ventilasi positif.
- Peralatan intubasi
- Sungkup laring
- Sungkup wajah
4. Tekanan
Pada bayi yang memerlukan bantuan ventilasi, terdapat dua
jenis tekanan yaitu : PIP dan PEEP.
- Positive end expiratory pressure (PEEP) adalah tekanan positif
diakhir ekspirasi (TPAE). Tekanan ini sangat diperlukan untuk
mencegah kolapsnya alveolar. Level PEEP yang normal pada
pernapasan fisiologis neonatus adalah 3-5 cmH2O, sedangkan
umumnya yang diberikan pada bantuan ventilasi saat resusitasi
adalah 5-7 cmH2O.
- Peak inspiratory pressure / tekanan inspirasi puncak.
Tekanan tertinggi yang diberikan kepada paru selama periode
inspirasi. Peningkatan PIP akan menurunkan PACO2 dan
meningkatkan rerata tekanan pada jalan napas sehingga
meningkatkan tekanan O2 arteri (PAO2). PIP yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan barotrauma dan penurunan curah jantung.

Adapun peralatan yaitu : T-Piece resuscitator yang menggunakan sungkup


dan endotracheal. Neopuff dan mixsafe.
5. Akses sirkulasi
- Perlengkapan untuk memasang akses vena perifer
- Kateter umbilikal
- Obat resusitasi (adrenalin,atropin), cairan (garam fisiologis dan
darah)
6. Transportasi
Inkubator transpor yang telah dihangatkan atau peralatan
metode kangguru.
7. Pelengkap : stetoskop bayi, alat periksa gula darah, pulse
oximetry
8. Sumber gas : pada pemberian tekanan PIP ataupun PEEP
memerlukan sumber gas yang digunakan adala oksigen dan
udara.
9. Pencampuran oksigen dan udara : metode untuk pencampuran
yaitu ; Oxygen Blender.

Berdasarkan APGAR Score yang didapat dibawah nilai normal, maka


saya setuju dengan tatalaksana resusitasi. Menurut definisi, APGAR Score
yang rendah dapat menandakan terjadinya cardiopulmonary arrest atau
kondisi yang disebabkan oleh bradikardi berat, hipoventilasi, atau depresi
sistem saraf pusat. Sebagian besar APGAR Score rendah disebabkan oleh
kesulitan dalam membangun Ventilasi yang memadai dan bukan dengan
patologi jantung primer. Selain APGAR Score 0 sampai 3, kebanyakan bayi
Asfiksia cukup parah sehingga menyebabkan cedera neurologis juga
bermanifestasi Asidosis janin (pH <7); Kejang, koma, atau hipotonia; dan
Disfungsi multiorgan. Skor Apgar rendah mungkin disebabkan oleh Hipoksia
janin atau faktor lainnya (tabel). Sebagian besar bayi Dengan APGAR Score
rendah merespons ventilasi dibantu dengan wajah Masker atau dengan
intubasi endotrakeal dan biasanya tidak perlu Obat darurat.

Penilaian dan Langkah Awal

Komponen utama yang wajib dinilai:

Pernapasan

Tonus otot

Laju denyut jantung

Sedangkan komponen yang dinilai pada evaluasi lanjutan sepanjang resusitasi


adalah laju denyut jantung bayi, pernapasan, tonus otot dan oksigenisasi.

Pernapasan

Pernapasan mungkin sulit dinilai dalam satu atau dua menit pertama setelah
lahir. Hal ini dikarenakan setelah upaya bernapas awal, pernapasan bayi dapat
berhenti selama beberapa detik, diikuti dengan pernapasan regular yang cukup untuk
mempertahankan laju denyut jantung lebih dari 100x/menit. Bila denyut jantung
kurang dari 100x/menit, maka kemungkinan perlu diberikan ventilasi tekanan positif.

Tonus dan Respons terhadap stimulasi

Tonus otot merupakan penilaian yang subyektif dan bergantung pada usia
gestasi bayi, namun cukup akurat dalam memprediksi kebutuhan resusitasi pada bayi.
Seorang bayi dengan tonus otot yang baik (menggerak gerakkan tungkai dengan
postur yang sesuai usia gestasinya) umumnya tidak memerlukan resusitasi.
Sebaliknya bayi dengan tonus otot lemah (tidak bergerak-gerak dan postur tubuh
ekstensi) seringkali membutuhkan resusitasi aktif.
Laju Denyut Jantung

Bayi baru lahir memiliki laju denyut jantung sekitar 130x/menit segera setelah
lahir, bervariasi antara 110 hingga 160x/menit. Laju denyut jantung diharapkan selalu
diatas 100x/menit selama menit pertama kehidupan pada bayi yang sehat. Laju denyut
jantung merupakan kunci utama dalam penilaian resusitasi, tanda pertama dari
perbaikan kondisi bayi adalah peningkatan laju denyut jantung.

Oksigenasi

Salah satu komponen penilaian resusitasi lanjutan adalah derajat oksigenasi.


Untuk menilainya dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oximetry.
Langkah Awal

Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 2


pertanyaan: apakah bayi bernapas atau menangis? apakah tonus otot bayi baik atau
kuat?

Bila semua jawaban ya, maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam
prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan,
diletakkan skin to skin dengan ibunya dan diselimuti dengan kain kering untuk
menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari salah satu pertanyaan di atas maka
bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan:
(a) memberikan kehangatan1

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam


keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi
seluruh tubuh. Pastikan suhu area ruangan resusitasi hangat dengan suhu 25 oC -26oC.

Untuk bayi cukup bulan atau usia gestasi mendekati cukup bulan, keringkan
bayi dang anti kain yang sudah basah dengan yang kering. Pada bayi dengan usia
gestasi kurang dari 28 minggu, disarankan untuk menaikan suhu ruangan menjadi 26
o
C dan membungkus bayi dengan plastik polietilen setinggi leher sebelum
mengeringkan bayi. Kepala bayi tidak terbungkus dan dikeringka, sementara bagian
tubuh sisanya terbungkus plastik dan tidak dikeringkan sebelumnya. Pada bayi
dengan berat dibawah 1000 gram disarankan untuk membungkus bayi dengan matras
penghangat.

(b) Membuka jalan napas bayi


Bayi diposisikan dalam keadaan setengah ekstensi (posisi menghidu) agar
jalan napas terbuka.

Penghisapan trakea hanya dilakukan pada bayi tidak bugar (depresi napas,
tonus otot lemah, denyut jantung dibawah 100x/menit) dengan kecurigaan obtruksi
jalan napas.

(d) Mengeringkan bayi dan merangsang Taktil Bayi

Mengeringkan dan memberi rangsang taktil pada bayi merupakan tindakan


penilaian sekaligus resusitasi yang dapat merangsang napas.
Bayi dikeringkan dengan kain linen bersih yang telah dihangatkan mulai dari
kepala hingga seluruh tubuh bayi. Sambil dikeringkan, berikan rangsang taktil pada
bayi berupa gosokan lembut pada punggung bayi atau menyentil/menepuk telapak
kaki bayi secara tidak berlebihan. Pada bayi bugar, hindari mengeringkan dengan
telapak tangan sebelum melakukan Inisiasi Menyusui Dini.

Kain yang sudah basah harus segera diganti dengan kain baru yang kering dan
bersih agar bayi tetap hangat.

Pengeringan handuk tidak perlu dilakukan pada bayi premature yang


dibungkus dengan plastik polietilenh karena bersifat kontra-produktif. Bila perlu,
rangsang taktil dapat diberikan melalui kantung plastik.

Pernapasan merupakan tanda vital pertama yang berhenti jika bayi mengalami
kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan cepat, periode apneu primer
akan terjadi.

Pada periode ini, jika bayi diberikan rangsang taktil, bayi akan kembali
bernapas. Namun, jika bayi terus menerus mengalami kekurangan oksigen selama
apnu primer, bayi akan berusaha napas megap megap dan kemudian memasuki
periode apnu sekunder, selama periode apnu sekunder, rangsang taktil
berkepanjangan tidak akan berhasil dan bantuan pernapasan harus diberikan.
(e) Memposisikan Kembali Bayi Pada Posisi Menghidu (Setengah
Ekstensi)

Setelah mengeringkan dan menstimulasi bayi, kembalikan posisi bayi seperti


sebelumnya yaitu setengah ekstensi untuk membuka jalan napas bayi.

(f) Menilai Kembali Upaya Napas dan Laju Denyut Jantung

Jangan lupa untuk menilai upaya napas dan laju denyut jantung bayi untuk
memastikan apakah bayi sudah dalam kondisi stabil atau bahkan mengalami
perburukan.
Lakukan resusitasi dengan mengintegrasikan
1. Airway (membuka jalan napas) : untuk membuka jalan napas, pertama
tempatkan bayi pada posisi telentang dan kepala ditengah. Selimut atau
handuk setebal 2 cm ditempatkan dibawah bahu bayi untuk membantu
mempertahankan poisisi kepala bayi, terutama jika terjadi moulding yang
cukup besar setelah lahir. Pertahankan posisi setengah menghidu
2. Pengisapan mulut dan faring
Selain mengeringkan dan merangsang taktil bayi, pengisapan juga merupakan
salah satu tindakan yang dapat merangsang napas.
Pengisapan hanya dilakukan jika jalan napas mengalami obstruksi. Obstruksi
dapat disebabkan oleh partikel mekoneum, bekuan darah, mukus atau verniks.
Secara umum pengisapan dilakukan pada bayi yang tidak bugar dan
menunjukan gejala obstruksi yang jelas.
3. Penanganan jalan napas pada kondisi air ketuban bercampur mekoneum
Beberapa penelitian tidak menyarankan pengisapan mulut, faring atau
endotrakeal pada kondisi air ketuban bercampur mekoneum jika bayi lahir
bugar, tindakan pengisapan tersebut memperbaiki kondisi bayi, tidak
mencegah sindrom aspirasi mekoneum dan bahkan dapat membahayakan bayi.
4. Breathing (ventilasi setelah melakukan langkah awal , lakukan penilaian usaha
napas, laju denyut jantung dan tonus. Berikut bagas resusitasi blok b
(breathing).

Setelah membuka jalan napas, langkah selanjutnya adalah membantu bayi


bernapas. Pertama , bedakan bayi bernapas spontan atau tidak . apabila bayi
tidak bernapas /megap-megap lakukan ventilasi tekanan positif, sedangkan
apabila bayi bernapas spomtan namun mengalami distres napas, berikan
tekanan positif berkelanjutan pada jalan napas (continous possitive airway
pressure (CPAP)

5. Pemasangan sungkup wajah


Ventilasi normal dapat dicapai apabila sungkup awajah melekat rapat pada
wajah bayi, ditentukan dengan ukuran sungkup yang tepat, cara memegang
yang benar sesuai dengan jenis sungkup dan memantau kebocoran udara yang
dapat dirasakan di sekeliling sungkup serta dibuktikan dengan pengembangan
dada yang baik.
Cara memegang sungkup wajah fisher &paykel disebut dengan Rim Hold.
Dengan metode ini tangan kiri penolong memegang sungkup dengan jari-jari
membentuk huruf C dengan ibu jari dan telunjuk menekan sungkup ke wajah
sedangkan 3 jari lainnya memegang sambil mengangkat tepi rahang bawah
bayi ke atas (jaw thrust).
6. Bayi bernapas spontan dengan distres napas
Pada bayi bernapas spontan dengan distres napas, berikan tekanan positif
berkelanjutan pada jalan napas (CPAP). Metode CPAP memberikan tekanan
positif terhadap jalan napas dari bayi yang bernapas sepanjang siklus
ekspirasi. Tekanan positif berkelanjutan yang diberikan pada jalan napas
sepanjang ekspirasi membantu pernapasan bayi dengan distres pernapasan
melalu beberapa cara. CPAP membantu ekspansi paru, meningkatkan volume
paru dan kapasitas residu fungsional paru, memperbaiki kesesuaian ventilasi-
perfusi, menurunkan resistensi vaskular paru, menurunkan atelektasis dan
meningkatkan oksigenasi.dan menghemat surfaktan,menjaga keberedaan
surfaktan pada alveoli dan mempertahankan volume paru. Intubasi dan
ventilasi tekanan positif seringkali menyebabkan cedera pada jalan napas dan
alveoli, meningkatkan resiko infeksi paru dan hiperkarbia sehingga CPAP
lebih dipilih pada resusitasi bayi baru lahir dengan napas spontan dengan
distres napas untuk menilai usah anapas bayi dilakukan down skore
Interpretasi skor :
Skor < 4 : distres pernapasan ringan (CPAP)
Slor 4-5 : distres pernapasan sedang ( CPAP)
Skor 6 : distres pernapasan berat 9pertimbangkan intubasi)

Alat yang dapat memberikan CPAP adalah T-piece resuscitator di fasilitas


lengkap dan jackson-rees pada fasilitas terbatas.
Jacksoon ress
- Kapan CPAP dianggap gagal?

Apabila pemberian CPAP telah mencapai tekanan positif akhir


ekspirasi sebesar 8 cm H2O dan FiO2 telah mencapai diatas 40% namum bayi
masih mengalami distres pernapasan.

Bayi tidak bernapas/megap-megap

Bila bayi gagal mencapai pernapasa spontan yang efektif atau dalam keadaan
apnu sekunder atau laju senyut jantung dibawah 100 kali permenit lakukan
ventilasi tekanan positif. Lakukan ventilasi tekanan positif tanda uatama dari
ventilasi yang efektif adalah laju denyut jantung membaik dengan segera dan
selanjutnya bertahan dalam rentang normal.

Memulai ventilasi
Menilai keberhasilan ventilasi :

- Apabila bayi masih tidak bernapas dan denyut jantung < 100 kali
permenit makan ventilasi tekanan positif tetap dilanjutkan.
- Apabila bayi bernapas tidak adekuat dan denyut jantung > 100 kali
permenit maka lanjutkan dengan pemberian PEEP
- Apabila bayi bernapas adekuat dan denyut jantung > 100 kali
permenit maka lanjutkan dengan perawatan pasca resusitasi
- Apabila bayi masih tidak bernapas dan denyut jantung turun < 60
kali permenit maka pastikan ventilasi sudah adekuat dan kompesi
dada dapat dimulai.
Efektivitas ventilasi dapat dinilai berdasarkan hal dibawah ini :

1. Peningkatan laju denyut jantung diatas 100 kali permenit


2. Pengembangan dinding dada dan perut atas setiap inflasi
3. Perbaikan oksigenasi
Intubasi trakea atau penggunaan sungkup laring harus
dipertimbangkan bila ventilasi sungkup wajah masih tidak efektif
walaupun telah melakukan hal-hal diatas.
Suplementasi oksigen selama resusitasi

Terdapat bebrbagai penelitian bahwa kadar oksigen dalam


darah pada pada bayi baru lahir normal membutuhkan waktu hinggan
10 menit untuk menvapai kadar diatas 90%. Monitor saturasi oksigen
dikamar bersalin ebrtujuan untuk mencegah efek toksik pada bayi
prematur dan cukup bulan serta menghindari pemberian suplementasi
oksigen yang tidak perlu.

Pemberian oksigen bertujuan mencapai saturasi oksigen semirip


mungkin dengan bayi baru lahir sehat sesuai dengan usia bayi tersebut.

Secara keseluruhan, pedoman suplementasi oksigen untuk resusitasi


bayi baru lahir dapat disimpulkan :

- Mulai pemberian dengan udara (oksigen 21 %) dan berikan


oksigen sesuai kebutuhan berdasarkan target saturasi
- Berikan oksigen 100 % apabila saturasi oksigen masih dibawah
70% saat 5 menit atau dibawah 90% saat usia 10 menit, denyut
jantng tidak meningkat diatas 100 kali permenit setelah 60 detik
dilakukan ventilasi efektif, mulai memberikan kompresi dada
Intubasi endotrakea

Keputusan untuk melakukan intubasi bergantung pada usia bayi,


derajat distres napas, respon terhadap ventilasi tekanan positif dan
kemampuan serta pengalaman penolong.

Intubasi trakea dilakukan jika

-terdapat keputusan mendadak untuk melakukan penghisapan


endotrakeal pada bayi tidak bugar terdapat cairan amnion bercampur
mekonium.

- ventilasi melalui sungkup wajah tidak berhasil (laju denyut jantung


tetap lambat, saturasi oksigen gagal naik atau terlalu lama)

-pada keadaan khusus, seperti hernia diafragmatika kongesti atau berat


lahir bayi sangat rendah

- bayi lahir tanpa denyut jantung yang jelas, intubasi harus dilakukan
sesegera mungkin setelah lahir.

Circulation (kompresi dada)

Setelah pernapasan reguler ,maka seorang bayi normal akan


mencapai laju denyut jantung diatas 100 kali permenit, umumnya
dalam satu menit pertama setelah lahir. Rentang normal denyut jantung
bayi adalah 110 hingga 160 kali permenit. Bayi dengan laju denyut
jantung dibawah 60 kali permenit, walaupun sudah diberikan stimulasi
serta VTP yang efektif selama 30 detik. Kemungkinan memiliki kadar
oksigen yang sangat rendah.

Berikut ini adalah bagan resusitasi blok c (circulation)


Indikasi memulai kompresi dada diindikasikan jika laju denyut jantung
dibawah 60 kali permenit walau ventilasi tekanan positif telah
diberikan secara adekuat selama 30 detik (ditandai dengan dinding
dada urut bergerak setiap inflasi).setelah dimulai, kompresi dada
dilakukan dengan seminimal mungkin interupsi sampai terdapat
perbaikan laju denyut jantung. Setelah 30 detik melakukan koordinasi
antara VTP dan kompresi dada lakukan penilaian laju denyut jantung
dan curah jantung. Jangan menghentikan VTP dan kompresi dada
kecuali untuk menilai perlu tidaknya intervensi berikutnya. Tanda-
tanda perbaikan curah jantungspontan meliputi peningkatan saturasi
oksigen, terdapat gerakan bayi spontan atau napas spontan. Kompresi
dada harus dilanjutkan hingga laju denyut jantung diatas 60 kali
permenit.

Teknik kompresi dada

Kompresi dada dipusatkan dianta xiphoid pada sepertiga bawah


sternum (garis diantara puting) dan kedlamannya setidaknya sepertiga
dari diameter anterio-posterior dada.

Teknik yang direkomendasikan adalah ibu jari di sternum


berdampingan, tergantung pada besarnya bayi, dengan jari-jarilainnya
mengelilingi toraksuntuk menyokong punggung. Umumnya penolong
menghadap kepala bay, namun posisi ini boleh dibalik jika akses
terhadap perut bayi diperlukan.

Kompresi dada harus dilakukan masing-masing setengah detik, dengan


jeda setengah detik setiap setelah kompresi ketiga untuk memberikan
napas, sehingga rasio yang tepat adalah 3:1 dengan total kompresi 90
kali kompresi dan 30 napas setiap menitnya.

Pemberian cairan dan obat-obatan

Obat-obatan dan cairan jarang digunakan pada reusitasi bayi baru lahir.
Kondisi bradikardia umumnya disebabkan oleh hipoksia dan ventilasi
yang tidak adekuat, sedangkan apnu disebabkan oleh oksigenasi yang
kurang pada batang otak. Oleh karena itu, pemberian ventilasi yang
adekuat merupakan langkah terpenting untuk menngkatkan laju denyut
jantung. Walau demikian, terkadang laju denyut jantung tetap dibawah
60 kali permenit walau telah diberikan ventilasi adekuat dan kompresi
dada maka kondisi demikian harus diberikan adrenalin harus diberikan.

Pemberian obat tidak ada gunanya dilakukan sebelum memastikan


ventilasi dan kompresi dada adekuat.

Berikut ini adalah bagan resusitasi blok D

Pemberian epinefrin

Epinefrin diberikan jika sudah dilakukan kombinasi kompresi dada dan VTP
Efektif selama 45-60 detik, tetapi HR <60x/ menit. Dosis yang diberikan 0,1-
0,3 mL/kgBB larutan 1:10.000 setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) i.v. atau
Melalui selang endotrakeal dengan dosis 0,5-1 mL/kgBB dosis dapat diulang
3-5 menit jika frekuensi jantung tidak .

Komplikasi Asfiksia Neonatorum


Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi yang mengalami asfiksia neonatorum
adalah asidosis metabolik, hipoglikemia, enselofati hipoksia iskemik dan gagal
ginjal. Kompresi dada juga dapat menyebabkan trauma pada bayi. Organ vital
dibawah tulang iga adalah jantung, paru, dan sebagian hati. Tulang rusuk juga
rapuh dan mudah patah. Kompresi harus dilakukan dengan hati-hati supaya
tidak merusak organ dibawahnya.
- Jangka panjang
1. Susunan saraf pusat
Salah satu gangguan akibat hipoksia otak yang paling sering
ditemukan pada masa neonatal yaitu ensefalopati hipoksik iskemik
(EHI). Sekuele jangka panjang berupa gangguan perkembangan
neurologis yang terjadi pada 1-6 bayi/1000 kelahiran. Pada 15-20%
terjadi palsi serebral.
2. Sistem respirasi
Gangguan pernapasan pada bayi asfiksia neonatal masih belum dapat
diketahui pasti. Beberapa teori mengemukakan bahwa hal ini
merupakan akibat langsung hipoksia dan iskemia atau dapat pula
terjadi karena disfungsi ventrikel kiri, gangguan koagulasi, radikal
bebas oksigen ataupun penggunaan ventilasi mekanik dan aspirasi
mekonium. Gangguan sistem respirasi terjadi pada 26% kasus dan
gagal napas terjadi pada 19% kasus.
3. Sistem kardiovaskuler
Bayi yang mengalami hipoksia berat dapat menderita disfungsi
miokardium yang berakhir dengan payah jantung. Gangguan
kardiovaskular terjadi pada 29% kasus.
4. Sistem urogenital
Pada sistem urogenital, hipoksia bayi dapat menimbulkan gangguan
perfusi dan dilusi ginjal serta kelaianan filtrasi glomerulus. Gangguan
ginjal terjadi pada 42% kasus, gagal ginjal akut 15% kasus.
5. Sistem gastrointestinal
Gangguan fungsi yang terjadi dapat berupa kelainan ringan yang
bersifat sementara seperti muntah berulang, gangguan toleransi minum
atau darah dalam residu lambung sampai kelainan peforasi saluran
cerna, enterokolitis nekrotikans, kolestasis dan nekrosis hepar.
Gangguan sistem gastrointestinal terjadi pada 29% kasus.
o Jangka pendek (kematian)
Angka mortalitas asfiksia sekitar 15-20%
KESIMPULAN

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal


bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. penyebab kegagalan
Pernafasan pada bayi, yang terdiri dari : Faktor ibu, Faktor Plasenta, Faktor
fetus, Faktor Neonatus. Untuk menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat
membutuhkan pengelaman dan observasi klinis yang cukup dengan
menggunakan APGAR score yang didapat dibawah nilai normal, maka
dilakukan tindakan resusitasi. Algoritma tatalaksana asfiksia neonatorum
seperti yang direkomendasikan IDAI 2013 dapat dijadikan panduan dalam
pemeberian resusitasi dasar pada penanganan segera asfiksia neonatorum,
dengan beberapa hal yang disesuaikan dengan kondisi rumah sakit di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Resusitasi Neonatus. UKK Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia,


2015.
2. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Departemen/SMF
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP
Dr. Hasan Sadikin. 2014

You might also like