Professional Documents
Culture Documents
Radikulopati Lumbal
Oleh :
DIAN SUCIATY ANNISA
1102012064
Dokter Pembimbing:
dr. Sofie Minawati, SpS
KEPANITERAAN KLINIK
STASE NEUROLOGI
PERIODE 13 SEPTEMBER 2017 11 OKTOBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
0
STATUS PASIEN
Nama : Tn. I
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Sudah tidak bekerja
Alamat : Cigalontong
Tanggal Masuk : 05 September 2017
Tanggal Keluar : 15 September 2017
Status Keluar : Pulang dengan perbaikan
Ruangan : Cempaka bawah
No CM : 01044067
1.2. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 13 September 2017
A. Keluhan Utama :
Nyeri tulang punggung hingga kaki kanan sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki berumur 75 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD
RSUD dr. Slamet Garut karena mengalami nyeri tulang punggung hingga
kaki kanan sejak 5 hari. Nyeri punggung dirasakan menjalar hingga bokong,
paha kanan, betis dan telapak kaki. Pasien juga mengeluh terasa panas dan
baal pada kaki kanan. Sebelumnya keluhan sudah dirasakan pasien seperti
sering nyeri pinggang kanan namun tidak seberat saat ini dan berkurang saat
membungkuk. Nyeri dirasakan diperberat saat berjalan dan tidur telentang.
Sebelumnya pasien mengeluhkan 7 hari yang lalu pasien sempat terjatuh dan
terduduk. Semenjak saat itu pasien sulit untuk berjalan dan sulit untuk
1
menggerakan kaki kanannya karena nyeri, saat berjalan juga pasien mengaku
menjinjit. Gangguan BAB dan BAK, demam, lemah badan sebelah, sedang
dalam pengobatan paru disangkal pasien.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal oleh pasien.
Riwayat mengangkat barang-barang berat saat masih muda disangkal pasien.
Pasien tidak mengetahui memiliki riwayat hipertensi, gula darah tinggi, serta
kolesterol. Riwayat batuk-batuk lama, penyakit jantung, dan penurunan berat
badan drastis disangkal oleh pasien.
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit serupa dengan pasien pada anggota keluarga disangkal
pasien. Riwayat tekanan darah tinggi penyakit jantung, dan diabetes melitus
pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit paru pada keluarga disangkal.
Riwayat sakit kuning pada keluarga disangkal.
E. Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
F. Keadaan Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama dengan ke 3 anaknya beserta istri nya. Sehari-hari
pasien tidak bekerja, hanya dirumah membantu pekerjaan rumah bersama
istrinya.
2
Leher : KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
Thoraks :
Jantung
a. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga ke 5 sebelah medial
garis midclavicula sinistra
c. Perkusi :
a) Batas jantung kanan pada linea sternalis dextra sela iga ke 4
b) Batas jantung kiri pada linea midclavicula sinistra sela iga ke 5
c) Batas pinggang jantung pada linea parastenalis sinistra sela iga ke
3
d. Auskultasi: Bunyi jantung S1 = S2 murni reguler, S3/S4 (- / -) Murmur
(-) Gallop (-)
Paru - Paru
a. Inspeksi : Gerakan statis dan dinamis hemitoraks kanan dan kiri,
Tidak tampak retraksi sela iga, hematoma, udem, massa, dan deformitas
pada kedua hemitoraks. Terdapat bekas luka operasi pada hemitoraks
kanan.
b. Palpasi : Fremitus Taktil simetris pada kedua hemitoraks.
Fremitus Vokal simetris pada kedua hemithoraks, tidak nyeri tekan.
c. Perkusi : Sonor di kedua hemitoraks
d. Auskultasi : Vesicular Breathing Sound sama di hemitoraks dextra,
Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Extremitas : Akral hangat, edema -/-, turgor baik
B. Pemeriksaan Neurologi
1. Inspeksi:
Kepala
Bentuk : Normocephalus
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
3
Pulsasi : (-)
Leher
Sikap : Dalam batas normal
Pergerakan : Dalam batas normal
Kaku kuduk : (-)
2. Saraf otak
N. cranialis Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius)
Subyektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Dengan Bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. II (Optikus)
Tajam Penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang penglihatan Dalam batas normal Dalam batas normal
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Pergerakan Bulbus Baik ke segala arah Baik ke segala arah
- -
Strabismus - -
Nistagmus - -
Exoftalmus D : 2mm, isokor D : 2mm, isokor
Pupil (Besar, bentuk)
Refleks cahaya + +
Refleks Konsesual Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks konvergensi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat kembar - -
N. IV (Troklearis)
Pergerakan mata Baik Baik
Sikap bulbus Simetris Simetris
Melihat kembar + -
N. VI (Abdusens)
Pergerakan mata Baik Baik
Sikap bulbus Simetris Simetris
Melihat kembar + -
4
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut Dbn Dbn
Menguyah Dbn Dbn
Mengigit Dbn Dbn
Reflek kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas muka Dbn Dbn
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Dbn Dbn
Memperlihatkan gigi Plica nasolabialis Plica nasolabialis
asimetris simetris
Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasa kecap 2/3 depan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VIII
(Vestibulokoklearis)
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. IX (Glosofaringeus)
Refleks kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan
Sensibilitas faring Tidak dilakukan
N. X (Vagus)
Arkus faring Dalam batas normal
Uvula Tidak deviasi
Berbicara Dalam batas normal
Menelan Dalam batas normal
N. XI ( Assesorius )
Menenggok kanan kiri Dalam batas normal
Mengangkat Bahu Dalam batas normal
N. XII ( Hipoglossus )
Pergerakan Lidah Dalam batas normal
Lidah deviasi Deviasi ke kanan
Artikulasi Dalam batas normal
Fungsi Luhur Dalam batas normal
5
3. Badan dan anggota gerak
Badan
Respirasi : Abdomino thorakal
Bentuk kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Pergerakan kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Refleks kulit perut atas : Negatif
Refleks kulit perut tengah : Negatif
Refleks kulit perut bawah : Negatif
Anggota gerak atas
Motorik : +/+
Pergerakan : +/+
Kekuatan : 5 5
Tonus : Baik
Atropi : (-)
Refleks
Biceps : +/+
Trisep : +/+
Brakio Radialis : +/+
Radius : +/+
Ulna : +/+
Hoffman/trommer : -/-
Sensibilitas : Dalam batas normal
Taktil : Dalam batas normal
Nyeri : (-)
Suhu : Dalam batas normal
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Lokalis : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
6
Anggota gerak bawah
Motorik :+/+
Pergerakan : +/+
Kekuatan :
4 5
Tonus : Baik
Atropi : (-)
Sensibilitas : Hemihipestesia dextra
7
Refleks fisiologis
Refleks Dextra / Sinistra
Biseps +/+
Triseps +/+
Brachioradialis +/+
Patella + / +
Achiles + / +
Refleks patologis
Refleks Ekstremitas Dextra Ekstremitas Sinistra
Babinski - -
Chaddock - -
Openheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bechtrew Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rosolimo Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
Chvostexs sign - -
Trousseaus sign - -
Test Laseque + -
Test brudzinsky - -
I/II/III/IV
Test kernig + -
Meningial Sign - -
Patrick + -
Kontra patrick + -
Bragard + -
8
4. Koordinasi, Gait dan keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : (-)
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : (-)
9
c. Kreatinin : 0.8 mg/dL
EKG
10
1.5. Ringkasan
Subyektif
Obyektif
Status Present
Status Psikis
11
Status Interna
Status Neurologis
Motorik : 5 5
4 5
Tonus : Baik
12
Refleks fisiologis : + +
+ +
1.6.Diagnosa
Klinis : Radikulopati
Lokalisasi : Lumbal
Diagnosis : Radikulopati Lumbal
Diagnosis banding : Hernia Nucleus Pulposus (HNP)
1.7.Rencana Awal
Rencana Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap + GDP/G2PP + elektrolit
CT Scan
MRI
Myelography
Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
Urinalisis
Rencana terapi
Terapi umum
Monitor tanda vital T,N,R.S
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit
Keseimbangan nutrisi
Terapi khusus
Inf. Asering + tramadol 1 amp drip 20 gtt/mnt
Inj. Mecobalamin 2x1amp (IV)
Inj Dexametason 3x1amp (IV) tapering off
Sucralfat syr 3 x 2 C (PO)
Eperison syr 3 x 1 C (PO)
13
Rencana edukasi
Minum obat secara teratur
Hindari aktivitas fisik berat yang berlebihan
Istirahat yang cukup
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
14
1.8 Follow Up
Tanggal Catatan Instruksi
O/
KU : SS
KS : CM
TD : 160/80 mmHg
N : 72x / menit
R : 20x / menit
S : 36,3o C
SI :
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 5 5
- 4 5
- Sensorik : Hemihipestesia dextra
ekstremitas bawah
- FL : Baik
- FV : BAK dbn
BAB dbn
+I+
- RF :
+ I+
- RP : -/-
A/ Radikulopati Lumbal
15
Tanggal Catatan Instruksi
07/09/17 S/ PD /
Nyeri kaki kanan masih dirasakan namun sudah
(3) berkurang dan dapat digerakan sedikit- PT /
sedikit.pada betis terasa nyeri berdenyut, pusing (-
), mual (-), muntah(-), demam (-), lemas anggota Inf. Asering + tramadol 1 amp
gerak (-)
O/ + ketorolac 30mg drip 20
KU : SS gtt/mnt
KS : CM
TD : 170/100 mmHg Inj. Mecobalamin 2x1amp
N : 75x / menit
R : 20 x / menit
(IV)
S : 36,6o C Inj Dexametason 3x1amp (IV)
SI : tapering off
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
Sucralfat syr 3 x 2 C (PO)
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Eperison syr 3 x 1 C (PO)
SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 5 5
- 4 5
- Sensorik : Hemihipestesia dextra
ekstremitas bawah
+I+
- RF :
+ I+
- RP : -/-
- FL : baik
- FV : BAK dbn
BAB dbn
A/ Radikulopati Lumbal
16
Tanggal Catatan Instruksi
08/09/17 S/ PD /
Nyeri kaki kanan masih dirasakan namun sudah
(4) berkurang dan dapat digerakan sedikit-sedikit, PT /
namun nyeri bertambah saat udara dingin. Pada
betis terasa nyeri berdenyut, pusing (-), mual (-), Inf. Asering + tramadol 1 amp
muntah(-), demam (-), lemas anggota gerak (-)
O/ + ketorolac 30mg drip 20
KU : SS gtt/mnt
KS : CM
TD : 170/90 mmHg Inj. Mecobalamin 2x1amp
N : 82x / menit
R : 20 x / menit
(IV)
S : 36,2o C Inj Dexametason 3x1amp (IV)
SI : tapering off
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
Sucralfat syr 3 x 2 C (PO)
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 5 5
- 5 5
- Sensorik : Hemihipestesia dextra
ekstremitas bawah
+I+
- RF :
+ I+
- RP : -/-
- FL : baik
- FV : BAK dbn
BAB dbn
A/ Radikulopati Lumbal
17
Tanggal Catatan Instruksi
09/09/17 S/ PD /
Nyeri kaki kanan masih dirasakan namun sudah
(5) berkurang dan dapat digerakan sedikit-sedikit, PT /
namun nyeri bertambah saat udara dingin. Pada
betis terasa nyeri berdenyut, pusing (-), mual (-), Inf. Asering + tramadol 1 amp
muntah(-), demam (-), lemas anggota gerak (-)
O/ + ketorolac 30mg drip 20
KU : SS gtt/mnt
KS : CM
TD : 170/90 mmHg Inj. Mecobalamin 2x1amp
N : 73x / menit
R : 20 x / menit
(IV)
S : 36,2o C Inj Dexametason 3x1amp (IV)
SI : tapering off
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
Sucralfat syr 3 x 2 C (PO)
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 5 5
- 5 5
- Sensorik : Hemihipestesia dextra
ekstremitas bawah
+I+
- RF :
+ I+
- RP : -/-
- FL : baik
- FV : BAK dbn
BAB dbn
A/ Radikulopati Lumbal
18
Tanggal Catatan Instruksi
11/09/17 S/ PD /
Nyeri kaki kanan masih dirasakan namun sudah
(6) berkurang dan dapat digerakan sedikit-sedikit, PT /
namun nyeri bertambah saat udara dingin. Pada
betis terasa nyeri berdenyut, pusing (-), mual (-), Inf. Asering + tramadol 1 amp
muntah(-), demam (-), lemas anggota gerak (-)
O/ + ketorolac 30mg drip 20
KU : SS gtt/mnt
KS : CM
TD : 180/100 mmHg Inj. Mecobalamin 2x1amp
N : 67x / menit
R : 20 x / menit
(IV)
S : 36,2o C Inj Dexametason 3x1amp (IV)
SI : tapering off
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
Sucralfat syr 3 x 2 C (PO)
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Kalsium lactose 2 x 1 (PO)
SN :
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 5 5
- 5 5
- Sensorik : Hemihipestesia dextra
ekstremitas bawah
+I+
- RF :
+ I+
- RP : -/-
- FL : baik
- FV : BAK dbn
BAB dbn
A/ Radikulopati Lumbal
Tanggal Catatan Instruksi
19
12/09/17 S/ PD /
Nyeri kaki kanan masih dirasakan namun sudah
(7) berkurang dan dapat digerakan sedikit-sedikit, PT /
namun nyeri bertambah saat udara dingin. Pada
betis terasa nyeri berdenyut, pusing (-), mual (-), Inf. Asering + tramadol 1 amp
muntah(-), demam (-), lemas anggota gerak (-)
BAB sulit (+) + ketorolac 30mg drip 20
O/ gtt/mnt
KU : SS
KS : CM Inj. Mecobalamin 2x1amp
TD : 170/90 mmHg
N : 60x / menit
(IV)
R : 20 x / menit Inj Dexametason 3x1amp (IV)
S : 36,2o C
tapering off
SI :
Sucralfat syr 3 x 2 C (PO)
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-) Kalsium lactose 2 x 1 (PO)
SN : Laxadin syr 3 x 1 C (PO)
- RM : KK (-)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik
- NVII, N XII : baik
- Motorik : 5 5
- 5 5
- Sensorik : Hemihipestesia dextra
ekstremitas bawah
+I+
- RF :
+ I+
- RP : -/-
- FL : baik
- FV : BAK dbn
BAB sulit
A/ Radikulopati Lumbal
20
Tanggal Catatan Instruksi
13/09/17 S/ PD /
Nyeri kaki kanan masih dirasakan namun sudah
(8) berkurang dan dapat digerakan sedikit-sedikit, PT /
mencret 2 x, berair.
O/ Inf. Asering + tramadol 1 amp
KU : SS
KS : CM + ketorolac 30mg drip 20
TD : 160/90 mmHg gtt/mnt
N : 68x / menit
R : 20 x / menit Inj. Mecobalamin 2x1amp
S : 36,2o C
(IV)
SI : Inj Dexametason 3x1amp (IV)
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-) tapering off
Sucralfat syr 3 x 2 C (PO)
SN :
- RM : KK (-) Kalsium lactose 2 x 1 (PO)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik Laxadin syr 3 x 1 C (PO)
- NVII, N XII : baik
New Diatab 3 x 2 tab (PO)
- Motorik : 5 5
- 5 5 NaCl 0.9% + Gentamisin 2
- Sensorik : Hemihipestesia dextra
amp 20 gtt/menit
ekstremitas bawah
+I+ Salep gentamisin 3 x (pagi,
- RF :
+ I+
- RP : -/- siang, malam)
- FL : baik
- FV : BAK dbn
BAB sulit
A/ Radikulopati Lumbal
21
Tanggal Catatan Instruksi
14/09/17 S/ PD /
Nyeri kaki kanan masih dirasakan namun sudah
(9) berkurang dan dapat digerakan walaupun masih PT /
sakit, mencret 2 x, berair.
O/ Inf. Asering + tramadol 1 amp
KU : SS
KS : CM + ketorolac 30mg drip 20
TD : 170/80 mmHg gtt/mnt
N : 64x / menit
R : 20 x / menit Inj. Mecobalamin 2x1amp
S : 36,7o C
(IV)
SI : Inj Dexametason 3x1amp (IV)
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-) tapering off
Sucralfat syr 3 x 2 C (PO)
SN :
- RM : KK (-) Kalsium lactose 2 x 1 (PO)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik Laxadin syr 3 x 1 C (PO)
- NVII, N XII : baik
New Diatab 3 x 2 tab (PO)
- Motorik : 5 5
- 5 5 NaCl 0.9% + Gentamisin 2
- Sensorik : Hemihipestesia dextra
amp 20 gtt/menit
ekstremitas bawah
+I+ Salep gentamisin 3 x (pagi,
- RF :
+ I+
- RP : -/- siang, malam)
- FL : baik
- FV : BAK dbn
Lodia 2 x 1 (PO)
BAB sulit
A/ Radikulopati Lumbal
22
Tanggal Catatan Instruksi
15/09/17 S/ PD /
Nyeri kaki kanan masih dirasakan namun sudah
(10) berkurang dan dapat digerakan walaupun masih PT /
sakit, mencret 2 x, berair.
O/ Inf. Asering + tramadol 1 amp
KU : SS
KS : CM + ketorolac 30mg drip 20
TD : 140/80 mmHg gtt/mnt
N : 68x / menit
R : 20 x / menit Inj. Mecobalamin 2x1amp
S : 36,7o C
(IV)
SI : Inj Dexametason 3x1amp (IV)
- PULMO : Ka = Ki, Wh -/-, Rh -/-
- COR :S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-) tapering off
Sucralfat syr 3 x 2 C (PO)
SN :
- RM : KK (-) Kalsium lactose 2 x 1 (PO)
- Mata : CA -/-, Pupil bulat isokor, RCL (+/+),
RCTL (+/+), GBM baik Laxadin syr 3 x 1 C (PO)
- NVII, N XII : baik
New Diatab 3 x 2 tab (PO)
- Motorik : 5 5
- 5 5 NaCl 0.9% + Gentamisin 2
- Sensorik : Hemihipestesia dextra
amp 20 gtt/menit
ekstremitas bawah
+I+ Salep gentamisin 3 x (pagi,
- RF :
+ I+
- RP : -/- siang, malam)
- FL : baik
- FV : BAK dbn
Loadia 2 x 1 (PO)
BAB sulit BLPL
A/ Radikulopati Lumbal Obat pulang :
Meloxicam 2 x 1 (PO)
Sinkronik 3 x 1 (PO)
Episan syr 3 x 1 C (PO)
Miorest 2 x 1 (PO)
Proleclin 2 x 75 mg (PO)
Megabal 3 x 1 (PO)
New diatab 3 x 1 (PO)
23
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi vertebra
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri
dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus
vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina,
serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus
transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut
foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk
saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua
tulang punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale.
24
Tulang cervical
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus
spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-
2 dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya
dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau
atlas, C2 atau aksis. Setiap mamalia memiliki 7 tulang cervikal, seberapapun panjang
lehernya.
25
Tulang thorax
26
Lumbal
Sacral
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki
celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.
27
Coccygeal
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah.
Beberapa hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu
disebut tulang punggung kaudal (kaudal berarti ekor).
Discus Intervertebralis
Diantara dua buah buah tulang vertebrae terdapat diskus intervertebralis yang
berfungsi sebagai bentalan atau shock absorbers bila vertebra bergerak. Diskus
intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang membungkus
nucleus pulposus, suatu cairan gel kolloid yang mengandung mukopolisakarida.
Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang
diletakkan diantara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata
bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh
diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus
polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang
berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi,
ekstensi, laterofleksi .
28
Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamnetum
posterior. Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus
vertebrae, besar dan kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae
yang satu dengan yang lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian
posterior corpus vertebrae, yang juga turut membentuk permukaan anterior kanalis
spinalis. Ligamentum tersebut melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di
daerah lumbal yaitu setinggi L 1, secara progresif mengecil, maka ketika mencapai L
5 S ligamentum tersebut tinggal sebagian lebarnya, yang secara fungsional potensil
mengalami kerusakan. Ligamentum yang mengecil ini secara fisiologis merupakan
titik lemah dimana gaya statistik bekerja dan dimana gerakan spinal yang terbesar
terjadi, disitulah mudah terjadi cidera kinetik.
Bangunan anatomis vertebrae yang sensitive terhadap rasa nyeri:
Semua ligamen, otot, tulang dan facet join adalah struktur tubuh yang sensitive
terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris. Kecuali ligament
flavum, discus intervertebralis dan Ligamentum interspinosum ; karena tidak dirawat
oleh saraf sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut
29
di atas seperti tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluhan nyeri. Bila seseorang
membungkuk untuk mencoba menyentuh lantai dengan jari tangan tanpa fleksi lutut,
selain fleksi dari lumbal harus dibantu dengan rotasi dari pelvis dan sendi koksae.
Perbandingan antara rotasi pelvis dan fleksi lumbal disebut ritme lumbal-pelvis.
Secara singkat punggung bawah merupakan suatu struktur yang kompleks; dimana
tulang vertebrae, discus intervertebralis, ligamen dan otot akan akan bekerjasama
membuat manusia tegak, memungkinkan terjadinya gerakan dan stabilitas. Vertebrae
lumbalis berfungsi menahan tekanan gaya static dan gaya kinetik (dinamik) yang
sangat besar maka dari itu cenderung terkena ruda paksa dan cedera.
RADIKULOPATI
A. Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi
dan struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks
saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
30
Hal ini berguna untuk mengingat bahwa :
- struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal
- belakang kepala, servikal ke-2
- leher, servikal ke-3
- area diatas pundak, servikal ke-4
- area deltoid, servikal ke-5
- lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6
- telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7
- jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan
torakik ke-1
- puting, torakik ke-5
- umbilicus, torakik ke-10
- selangkangan, lumbal ke-1
- sisi medial lutut, lumbal ke-3
31
- jari kaki besar, lumbal ke-5
- jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1
- belakang paha, sakrum ke-2
- area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5
B. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses
kompresif, proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi
terjadinya proses patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah :
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis
i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberkulosis
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah:
a. GuillainBarr syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah Diabetes Mellitus.
32
C. Tipe-tipe Radikulopati
1. Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati lumbar
sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri punggung bawah
(low back pain) sering didapatkan.
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan saraf terjepit merupakan
kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati servikal
seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf
pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada
daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan
sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri
pada infeksi herpes zoster.
D. Patofisiologi
1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa
sehingga lebih sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki
beban yang besar untuk menahan bagian atas tubuh sehingga
tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat.
Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal
seperti pada masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang
diikuti protusi atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat
penting adalah arah protusi ke posterior, medial, atau ke lateral
yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.
Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi
dari radiks. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan
33
berhubungan dengan riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini
berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan
sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi
penebalan dari ligamentum flavum.
Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi
sepanjang vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis
menjadi tidak bulat dan membentuk trefoil axial shape. Pada
tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis
kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia
tua.
Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami
perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.
34
Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan
menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan
penyempitan foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang berdekatan
mengalami iritasi dan kompresi di dalam kanalnya dengan gejala-gejala radikuler.
C. Fraktur Kompresif
Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau
penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radiks
saraf akan menimbulkan defisit neurologi.
D. Skoliosis
Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri
punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan
torakolumbal. Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada sendi
faset lengkungan itu sendiri.
E. Tumor Medulla Spinalis
Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda
ekuina. Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel
ependim yang terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini
timbulnya lambat, hanya sebagian kecil yang berasal dari konus, sebagian besarnya
ialah berasal dari filum terminale yang kemudian mengenai radiks saraf.
Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering ditemukan
yang terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan schwannoma. Schwannoma
merupakan tumor ekstramedular intradural dan dapat muncul dari saraf spinal pada
setiap level. Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri
radikuler. Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar.
F. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder
hasil metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid,
ginjal, lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40 tahun.
Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri punggung.
35
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan
tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat
berasal dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut
menyebabkan destruksi tulang dengan akibat wedge shape atau kolaps pada
vertebra yang terkena, satu atau beberapa radiks akan ikut terlibat.
G. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri
dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah dari
annulus fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi
pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan
penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi
dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit.
Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat
timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan
gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari
korpus vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi
pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom
kauda ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta hilangnya
kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi
dimana pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri atau berjalan, dan
akan menghilang bila berbaring.
36
yang mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang lebih jarang ialah terjadi akibat
penyakit degeneratif tulang belakang, ini biasanya meliputi L5 atau L4.
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia
yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan ekstensi.
Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat kompresi
radiks saraf kurang sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina dapat
terkena kompresi.
I. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin
terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi sendi
faset, atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga menekan
saraf yang mengandung beberapa radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek
karena kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik.
Kebanyakan kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan dan
usia tua.
37
Vena dari korpus keluar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomosis dengan
vena dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde
yang dapat terjadi akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat
menyebabkan basil menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di
daerah aliran vena tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar
sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang
berdekatan. Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi
sehingga pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan
pada bentuk paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi, dan nekrosis diskus.
Pada bentuk anterior, terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior sehingga korpus
vertebra menjadi bentuk baji dan pada pasien terlihat adanya gibbus formation
apabila proses ini telah berjalan lama. Gangguan neurologis yang terjadi pada fase
awal adalah akibat penekanan oleh pus, perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri
sebagai keluhan pertama yang muncul. Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi
atau berupa nyeri menjalar sesuai saraf yang terkena.
38
4. Proses Inflamasi
A. GuillainBarr syndrome
Guillain-Barr syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang
mana menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari kelainan ini
derajatnya bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan pada kedua tungkai
kaki. Dalam banyak kasus kelemahan simetris dan sensasi abnormal menyebar ke
lengan dan tubuh bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas sampai otot-
otot tertentu tidak dapat digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir
mengalami lumpuh total. Dalam kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan -
berpotensi mengganggu pernapasan dan, pada saat yang bersamaan, dengan gangguan
tekanan darah atau denyut jantung - dan dianggap sebagai kegawatdaruratan medis.
Pasien GBS sering memakai ventilator untuk membantu pernapasan dan diawasi
dengan ketat untuk masalah seperti detak jantung yang tidak normal, infeksi,
pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau rendah.
Guillain-Barr dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada
usia berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan
tersebut. Sindrom ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam
100.000 populasi. Biasanya Guillain-Barr terjadi beberapa hari atau minggu setelah
pasien memiliki gejala infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang
operasi akan memicu sindrom. Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat
meningkatkan risiko GBS.
Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang
selama beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap
kelemahan terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala
yang dapat timbul pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan,
kebas (mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur
dan dapat berubah-ubah. Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian
tubuh bawah ke atas atau dari luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang
bervariasi. Pada pasien GBS parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan
melemahkan otot-otot pernapasan sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga
pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien dapat bertambah parah karena kemungkin
39
terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan
kemampuan membersihkan saluran pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena
kegagalan pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan.
Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya sel-
sel dari sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme yang
masuk tubuh atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barr, sistem
kekebalan tubuh mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson dari
saraf perifer, atau bahkan menyerang akson itu sendiri.
Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer yang injuri atau rusak,
saraf tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai
kehilangan kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus
dilakukan melalui jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit dari
seluruh tubuh, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur, panas,
nyeri, dan sensasi lainnya. Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang tidak
tepat yang mengakibatkan kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri. Karena
sinyal menuju dan dari lengan serta kaki harus melakukan perjalanan jarak terpanjang
mereka yang paling rentan terhadap gangguan, sehingga kelemahan otot dan sensasi
kesemutan biasanya pertama kali muncul di tangan dan kaki kemudian mulai dirasakan
kebagian atas tubuh.
Ketika Guillain-Barr didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka
kemungkinan virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf
sehingga sistem kekebalan tubuh memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini
juga memungkinkan bahwa virus membuat sistem kekebalan tubuh menjadi kurang
mengenali sel myelin dan akson sebagai sel tubuhnya sendiri , yang memungkinkan
beberapa sel-sel kekebalan, seperti beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk
menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B
untuk memproduksi antibodi terhadap komponen selubung mielin dan dapat
berkontribusi pada kerusakan myelin.
B. Herpes Zoster
40
Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia vertebra
posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel virus yang
menetap dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode awal varicella. Hal
ini menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik kutaneus sepanjang dermatom
sensoris yang sesuai dari ganglia yang terlibat. Jarang melibatkan sel kornu anterior
dan posterior, leptomeninges, dan saraf perifer, jarang dengan adanya kelemahan otot
atau kelumpuhan, pleocytosis (terdapat 20-50 limfosit) cairan spinal, dan / atau
kehilangan sensori. Jarang terjadi myelitis, meningitis, atau ensefalitis, keterlibatan
visceral mungkin juga terjadi.
5. Proses Degeneratif
Penyakit Diabetes Mellitus
Pasien DM merupakan predisposisi dari berbagai macam gangguan saraf
perifer berupa peripheral neuropathy yang cenderung progresif dan ireversibel.
Keluhan pada pasien DM terutama ialah polineuropati distal sensoris yang simetris.
Mekanisme biokimia yang berkontribusi penting dalam perkembangan bentuk-
bentuk simetris paling umum dari polineuropati diabetes kemungkin besar meliputi
jalur poliol, produk akhir glikasi lanjut, dan stres oksidatif.
a. Jalur Poliol
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar glukosa intraseluler dalam
saraf, menyebabkan saturasi pada jalur glikolisis normal. Glukosa ekstra masuk ke
dalam proses jalur poliol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldosa
reduktase dan sorbitol dehidrogenase. Akumulasi dari sorbitol dan fruktosa
menyebabkan myoinositol saraf berkurang, menurunkan aktivitas membran Na+/ K+-
ATPase, mengganggu transportasi aksonal, dan terjadi gangguan struktural saraf,
menyebabkan potensial aksi menjadi abnormal.
b. Produk Akhir Glikasi Lanjut (Advanced Glycation End Products-AGE)
Reaksi nonenzimatik dari glukosa berlebih dengan protein, nukleotida, dan
hasil lipid pada produk akhir glikasi lanjut (AGE), kemungkinan memiliki peran dalam
mengganggu integritas neuronal dan mekanisme perbaikan melalui gangguan
metabolisme sel saraf dan transportasi aksonal.
41
c. Stress Oksidatif
Peningkatan produksi radikal bebas pada diabetes dapat merugikan melalui
beberapa mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami. Ini termasuk kerusakan
langsung pada pembuluh darah yang menyebabkan iskemia saraf dan memfasilitasi
dari reaksi AGE.
a. Gejala Sensoris
Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi
stoking-dan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas distal.
Gejala sensorik mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala sensorik negatif
termasuk baal atau mati rasa, yang mana pasien dapat menggambarkannya seperti
mengenakan sarung tangan atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama
dengan mata tertutup, dan luka tanpa rasa sakit akibat hilangnya sensasi yang umum.
Gejala positif dapat digambarkan sebagai rasa terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk,
kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik, sakit, adanya keketatan, atau
hipersensitivitas terhadap sentuhan.
b. Gejala Motorik
Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa
kelemahan yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi
gangguan koordinasi halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci
pintu. Kaki sering terpeleset atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal
dari kelemahan kaki. Gejala kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi
kesulitan menaiki atau meuruni tangga, atau sulit bangun dari posisi duduk atau
terlentang. Sedangkan gejala kelemahan anggota gerak atas proksimal ialah kesulitan
dalam mengangkat lengan atas.
42
dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk,
mengedan, atau bersin.
b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit
sepanjang distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan
menurun atau bahkan menghilang
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu
pada servikal, torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di
radiks posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan
sepanjang lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai,
dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus
dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena
segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal maupun lumbar. Jika terjadi
radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada,
abdomen, dan panggul.
43
e. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri bahu, area pektoralis dan medial aksila,
posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan ke-3, atau
seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2, ke-3, dan juga
jari pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan otot
pektoralis.
f. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah.
Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari
ke-4 dan 5 (seperti pada gangguan nervus ulnaris).
44
b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita
sedang duduk atau akan berdiri. Ketika
duduk, penderita akan menjaga lututnya
dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat
badannya pada bokong yang berlawanan.
Ketika akan berdiri, penderita menopang
dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan
tangannya di punggung, menekuk tungkai
yang terkena (Minors Sign). Nyeri mereda
ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan
berbaring terlentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, serta bahu disangga
dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal,
nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi
skoliosis torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong
menjauhi area yang sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah
yang sakit untung menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika
iskialgia sangat berat, pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan
berjalan dengan bertumpu pada jari kaki (karena dorsofleksi kaki
menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri). Pasien
membungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi
lutut, disebut Neris Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini
merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus
iskiadikus.
45
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang
terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang
unilateral. Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat
menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan
berkemih dan buang air besar.
46
F. Anamnesis Riwayat Penyakit
Radikulopati Servikal
Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis dari radikulopati servikal. Pemeriksa harus mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal),
kelemahan otot), dan lokasi dari gejala?
Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan
tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam
memberikan suatu tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.
b. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau
meringankan gejalanya?
Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis
maupun dalam penatalaksanaannya.
47
c. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya, kapan
terjadinya, seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang
dilakukan pada saat itu?
d. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya
atau nyeri leher yang terlokalisir?
e. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal,
seperti perubahan gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih,
atau perubahan sensoris atau kelemahan pada ekstremitas bawah?
f. Apa pengobatan sebelumnya yang telah dicoba oleh pasien (baik
berupa resep dokter atau mengobati sendiri) :
Penggunaan dari es dan/atau penghangat
Obat-obatan (seperti : acetaminophen, aspirin, nonsteroidal
anti-inflammatory drugs [NSAIDs])
Terapi fisik, traksi, atau manipulasi
Suntikan
Operasi
g. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien,
pekerjaan, dan penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol.
h. Kekhasan pasien dengan radikulopati servikal ialah datang dengan
mengeluh adanya ketidaknyamanan pada leher dan lengan.
Ketidaknyamanan tersebut dapat berupa sakit tumpul sampai nyeri
hebat seperti rasa terbakar. Biasanya, nyerinya ini menjalar menuju
batas medial skapula, dan keluhan utama pasien ialah nyeri bahu.
Ketika radikulopatinya sedang berlangsung, nyeri tersebut menjalar
menuju lengan atas atau bawah dan menuju tangan, sepanjang
distribusi sensori dari radiks saraf yang terlibat.
i. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher
sebelumnya atau membeitahukan riwayat memiliki radang sendi tulang
servikal atau leher.
j. Herniasi diskus akut dan penyempitan tiba-tiba foramen saraf juga
dapat terjadi pada cedera yang melibatkan ekstensi servikal, lateral
48
bending, atau rotasi dan pembebanan aksial. Pasien-pasien mengeluh
peningkatan rasa sakit dengan posisi leher yang menyebabkan
penyempitan foraminal (misalnya, ekstensi, lateral bending, atau rotasi
menuju sisi yang bergejala).
k. Banyak pasien yang menceritakan bahwa mereka dapat mengurangi
gejala radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan
menempatkan tangannya dibelakang kepala. Manuver ini diduga untuk
meringankan gejala dengan mengurangi ketegangan pada radiks saraf.
l. Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang
dermatom radiks saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa
(baal), atau hilangnya sensasi.
m. Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian
kecil pasien akan datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit
yang signifikan atau keluhan sensorik.
Radikulopati Lumbal
1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral sering tiba-
tiba dan berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien
menyatakan nyeri punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang
ketika sakit pada kaki mulai terasa.
2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari
bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju
pergelangan kaki atau kaki.
3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan
postur tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk
atau berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan.
4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa
terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.
5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu,
indikator kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya
tanpa manajemen). Red flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang
49
lebih rumit yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (misalnya, tumor,
infeksi). Adanya demam, penurunan berat badan, atau menggigil
memerlukan evaluasi menyeluruh. Usia pasien juga merupakan faktor
ketika mencari kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala pasien.
Individu dengan usia kurang dari 20 tahun dan yang lebih dari 50 tahun
memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang dapat menyebabkan nyeri
(misalnya, tumor, infeksi).
50
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting
memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada
pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :
Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan
gangguan saraf perifer dan segmental.
Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan
spasme otot).
Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan
adanya neoplasma dan infeksi di luar vertebra.
Tes ini dilakukan dengan menekan kepala pada posisi leher tegak lurus atau
miring. Peningkatan dan radiasi nyeri ke lengan setelah melakukan tes ini
mengindikasikan adanya penyempitan foramen intervertebralis servikal,
sehingga berkas serabut sensorik di foramen intervertebra yang diduga terjepit,
secara faktual dapat dibuktikan.
4. Tes Distraksi
51
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan
nyeri radikuler. Pembuktian terhadap adanya
penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang
mengurangi penjepitan itu, yakni dengan
mengangkat kepala pasien sejenak.
52
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragards Sign, Sicards Sign, dan
Spurlings Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge
disertai dengan dorsofleksi kaki (Bragards Sign) atau dengan dorsofleksi ibu
jari kaki (Sicards Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus
di daerah tibial menjadi meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan
Bragards sign dan Sicards sign disebut Spurlings sign.
53
4. Nerve Pressure Sign
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)
kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.
b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa
poplitea hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi,
atau sepanjang nervus iskiadikus.
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit.
Tekanan harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya.
Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff,
dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat
mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial
atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space
occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra,
akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat
diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.
54
diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI
merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose
banding gangguan structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.
CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra
dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi
diskus intervertebra. Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa
myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila
dibandingkan dengan MRI.
3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan
penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes
preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.
4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.
Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf.
Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka
pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.
5. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, dan kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
I. Diagnosis Banding
1. Radikulopati Servikal : - Cedera Pleksus Brakhialis
- Rotator Cuff Injury
2. Radikulopati Lumbar
- Cedera Diskus Lumbosakral
- Cedera Diskus Torakik
55
J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan
cara menurunkan sintesis prostaglandin
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 800
mg IV setiap 6 jam jika dibutuhkan
- Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau
norepinefrin oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan
konsentrasi sinaptik dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk
nyeri kronis dan neuropatik tertentu.
Dosis dan penggunaan : Dewasa : 100 300 mg 1x1 hari pada malam
hari
56
Muscle Relaxants
Contoh : Cyclobenzaprine
Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral
dan menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic
yang mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.
Dosis : Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
- Analgesik
Contoh : Tramadol (Ultram)
Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah
persepsi serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake
norepinefrin dan serotonin
Dosis : Dewasa : 50 100 mg per oral setiap 4 6 jam (4x1 hari) jika
diperlukan
Antikonvulsan
Contoh : Gabapentin (Neurontin)
Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari
penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA),
yang mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.
Dosis :
Dewasa : Neurontin
Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
57
sindroma kauda
stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis
dan radiologi
58
DAFTAR PUSTAKA
59