You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit cacar air (varicela) mungkin sudah tidak asing lagi dan merupakan
penyakit yang mendunia. Varicela merupakan penyakit menular yang dapat
menyerang siapa saja, terutama mereka yang belum mendapatkan imunisasi. Di
Amerika Varisela sering terjadi pada anak-anak dibawah usia 10 tahun dan 5%
kasus terjadi pada usia lebih dari 15 tahun dan di Jepang, umumnya terjadi pada
anak-anak dibawah usia 6 tahun sebanyak 81,4%. Di Indonesia, tidak banyak
data yang mencatat kasus varicela atau cacar air secara nasional. Data yang
tercatat merupakan data epidemi cacar air pada daerah tertentu saja. Data Dinas
Kesehatan Kabupaten Banyumas menyebutkan, selama periode Januari hingga
November 2007, sedikitnya 691 warga terkena penyakit cacar air atau varicela.
Jumlah penderita terbanyak pada kecamatan Kembaran dengan 155 pasien,
kemudian kecamatan Kalibagor 79 penderita, dan kecamatan Karanglewas 75
orang.

Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan


Dinkes mengatakan Reaktivasi VZV pada nervus trigeminus dapat menyebabkan
terjadinya konjungtivitis, keratitis dendritik, anterior uveitis, iridosiklitis, dan
panoftalmitis. Kebutaan akibat herpes biasanya jarang terjadi. Apabila sampai
terjadi kebutaan biasanya disebabkan akibat terjadinya retrobulbar neuritis dan
atrofi optikus.34 Lesi pada lidah dapat mengindikasikan adanya infeksi pada
saraf kranial 7 dan berhubungan dengan hilangnya indera pengecapan.

Herpes zoster yang menyerang cabang 2 dan 3 dari nervus 5 dapat menyebabkan
kelumpuhan oral. Di sisi lain, reaktivasi virus pada ganglion genikulatum pada
saraf kranial ke 7 dan ke 8 dapat menyebabkan terjadinya Ramsay Hunt

1
sindrome. Apabila virus menginfeksi daerah lumbosakral ganglia maka dapat
terjadi disfungsi dari kandung kemih dan ileus. Pada bayi rata-rata resiko
kematian adalah sekitar 4 kali lebih besar dan pada dewasa sekitar 25 kali lebih
besar. Rata-rata 100 kematian terjadi di USA sebelum ditemukannya vaksin
varicella, komplikasi yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain:
pneumonia, komplikasi SSP, infeksi sekunder, dan perdarahan.

Varicella atau Chickenpox merupakan penyakit yang banyak ditemukan pada


anak usia sekolah, dimana lebih dari 90% kasus diderita anak usia kurang dari 10
tahun. Penyakit ini tidak berat pada anak yang sehat, meskipun morbiditas
meningkat pada orang dewasa dan pada pasien dengan immunocompromised.

Data lain menyebutkan bahwa morbiditas penyakit ini 4000 kasus di rumah sakit
dalam satu tahun, dan mortalitasnya 50 100 kematian dalam satu tahun, dengan
perkiraan biaya perawatan mencapai 400 juta dollar sehingga pada tahun 1995
pemerintah mengadakan kebijakan dengan membuat vaksinasi untuk penyakit
Varisela.

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan
oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster
ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang
terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion
serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.

Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun.
Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia
di bawah 20 tahun.

Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela,


virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke

2
ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf
sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut
tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan
untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada
dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat.

Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang
terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten
setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, penyakit Varisela dan Herpes Zoster memiliki resiko
kematian 4 kali lebih besar pada Bayi dan 25 kali lebih besar pada orang dewasa,
untuk itu kami menyusun makalah ini untuk mengetahui lebih mendalam
Bagaimana Konsep Penyakit Varisela & Herpes Zoster serta Bagaimana
menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan penyakit Varisela dan
Herpes Zoster.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum :
Mengetahui mengenai cara mendiagnosis dini dan mekanisme terjadinya
penyakit varicella dan herpes zoster.

3
1.3.2 Tujuan Khusus :

1. Mengetahui definisi, etiologi, Manifestasi klinis, Patofisiologi,


Komplikasi, dan Penatalaksanaan pada Varisela dan Herpes Zoster.
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan dengan Varisela & Herpes Zoster,
meliputi pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan.
3. Mengetahui isu dan trend saat ini tentang penyakit Varisela dan Herpes
Zoster.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang disebabkan


oleh virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang
umumnya menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malese,
dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian
berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng
(Thomson, 1986, p. 1483).
Sedangkan menurut Adhi Djuanda varisela yang mempunyai sinonim cacar air
atau chickenpox adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa yang secara klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorfi terutama dibagian sentral tubuh (Djuanda, 1993).

Gambar Varisela/Cacar Air/Chiken Pox

Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).

Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak
mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya
tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).

5
2.2 Etiologi
Penyebab dari varisela adalah virus varisela-zoster. Penamaan virus ini memberi
pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit
varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela)
menyebabkan herves zoster.

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa
herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu,
sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili
yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas
menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler.
Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya
menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini
pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro
virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi
meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine
(thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.

2.3 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis mulai dari
gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan nyeri
kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang
dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel khas berupa
tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian
menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung timbul lagi vesikel-vesikel
yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.

6
Penyebarannya terutama didaerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut dan saluran nafas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terjadi
pembesaran kelenjar getah bening regional (lymphadenopathy regional).
Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada
dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya
erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada
5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi
erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi
terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat
jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari
ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta.
Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya
terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan
erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat
menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom
torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

1. Herpes zoster oftalmikus


Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang
ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada

7
kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai
gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1
sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata,
kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis

8
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

4. Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.

9
5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

6. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.

2.4 Patofisiologi

Varicella primer disebabkan oleh infeksi Varicella Zooster Virus, suatu Herpes
Virus. Penularan melalui inhalasi (droplet) atau kontak langsung dengan lesi di
kulit penderita.

Infeksi biasanya terjadi dengan menembus selaput konjungtiva atau lapisan


mukosa saluran napas atas penderita. Kemudian terjadi replikasi virus di
limfonodi setelah dua sampai empat hari sesudahnya, dan diikuti viremia primer

10
yang terjadi setelah empat sampai enam hari setelah inokulasi awal. Virus
kemudian menggandakan diri di liver, spleen, dan organ lain yang
memungkinkan.
Viremia kedua, ditandai dengan adanya partikel partikel virus yang menyebar
di kulit 14 sampai 16 hari sejak paparan awal, menyebabkan typical vesicular
rash. Ensefalitis, hepatitis, atau pneumonia dapat terjadi pada saat itu.
Periode inkubasi biasanya berlangsung antara 10 sampai 21 hari. Pasien mampu
menularkan penyakitnya sejak satu sampai dua hari sebelum muncul rash sampai
muncul lesi yang mengeras, biasanya lima sampai enam hari setelah muncul rash
pertama kali.

Meskipun kebanyakan infeksi varicella menimbulkan kekebalan seumur hidup,


pernah dilaporkan infeksi ulangan pada anak yang sehat.

Hal lain yang harus dijelaskan, setelah infeksi primer VZV bertahan hidup
dengan cara menjadi dormant di system saraf sensorik, terutama Geniculatum,
Trigeminal, atau akar Ganglia Dorsalis dan dormant. Mekanisme imunologi host
gagal menekan replikasi virus, namun VZV diaktifkan kembali jika mekanisme
host gagal menampilkan virus. Kadang kadang terjadi setelah ada trauma
langsung. Viremia VZV sering terjadi bersama dengan herpes zoster. Virus
bermigrasi dari akar saraf sensoris dan menimbulkan kehilangan sensoris pada
dermatom dan rash yang nyeri dan khas.

11
12
2.5 Komplikasi

Komplikasi Varicella

a. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri


sering dijumpai pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar antara
5-10 %. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk organism yang virulen
dan apabila infeksi meluas dapat menimbulkan impetigo, furunkel, cellulitis,
dan erycepellas.
Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya adalah streptococcus
Grup A staphylococcus aureus.
b. Scar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi staphylococcus atau
Streptococcus yang berasal dari garukan.
c. Pneumonia
Dapat timbul pada anak-anak dan orang dewasa, yang dapat menimbulkan
keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varicella pneumonia sekitar
1 : 400 kasus.
d. Neurologik
Acute Postinfeksius cerebellar ataxia
Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu stelah timbulnya
Varicella. Keadaan ini dapatvmenetap selama 2 bulan.
Manifestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri hingga tidak
Mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi dan dysarthria.
Insiden berkisar 1 : 4000 Varicella.
e. Encephalitits
Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut Varicella yaitu beberapa hari
Setelah timbulnya ruam. Letargi drowsiness, dan confusion adalah gejala
Yang sering dijumpai.
Beberapa anak mengalami seizure dan perkembangan encephalitis yang cepat
Dapat menimbulkan koma yang dalam, dan merupakan komplikasi yang serius

13
Dimana angka kematian berkisar 5-20%.

Komplikasi Herpes Zooster :

1. Neuralgia paska herpetik


Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua
umur penderita maka semakin tinggi persentase nya.

2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan,
atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus
dengan jaringan nekrotik.

3. Kelainan pada mata


Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

4. Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.

5. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang
berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya
lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang
tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

14
2.6 Penatalaksanaan

Varicella dan Herpes Zooster

Pada anak imunokompeten biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik


dan pengobatan yang diberikan bersifat simtimatis yaitu :

- Lesi masih berbentuk vesikel dapat diberikan bedak agar tidsk mudah pecah

- Vesikel yang sudah pecah atau sudah berbentuk krusta, dapat diberikan salep
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder

- Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh golongan salisilat
(aspirin untuk menghindari terjadinya sindrom Reye).

- Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
akibat garukan

Obat anti virus

- Pemberian anti virus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat

- Pemberian anti virus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam
setelah erupsi dikulit muncul

- Golongan anti virus yang dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir, dan
famasiklovir

- Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varicella dan Herpes Zooster :

Neonatus : Asiklovir 500 mg/m IV setiap 8 jam selama 10 hari.

Anak (2-12 Tahun) : Asiklovir 4 x 20 mg/ kg BB / hari / oral selama 5 hari

Pubertas dan Dewasa :

- Asiklovir 5 x 800 mg / hari / oral selama 7 hari

- Valasiklovir 3 x 1 gr / hari / oral selama 7 hari

- Famasiklovir 3 x 500 mg / hari / oral selama 7 hari

15
2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan


mikroskop elektron.
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

16
BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Varisela & Herpes Zoster

a. Pengkajian

Gejala subyektif berupa keluhan demam, nyeri kepala, anorexia dan malese.

Pada kulit dan membran mukosa :

Lesi dalam berbagai tahap perkembangannya : mulai dari makula eritematosa yang
muncul selama 4-5 hari kemudian berkembang dengan cepat menjadi vesikel dan
krusta yang dimulai pada badan dan menyebar secara sentrifubal kemuka dan
ekstremitas. Lesi dapat pula terjadi pada mukosa, palatum dan konjungtiva.
Suhu : dapat terjadi demam antara 38-39 C

b. Diagnosa keperawatan

1. Gangguan integritas kulit b/d erupsi pada kulit dtd lesi terasa gatal, klien tampak
menggaruk luka

2. Hipertermi b/d infeksi Virus VZV dtd suhu tubuh meningkat, akral teraba

hangat

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri akut b/d kerusakan kulit/jaringan dtd klien

mengeluh nyeri, klien tampak menahan nyeri

4. Potensial penularan infeksi b/d kerusakan perlindungan kulit dtd menyebarnya

pastula ke jaringan yang masih normal

5. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit

6. Gangguan citra tubuh b/d Krusta yang mengelupas dtd

terdapat bekas hitam yang berlebih pada kulit

17
c. Intervensi keperawatan

DX 1

Gangguan integritas kulit b/d erupsi pada kulit

Intervensi :

- Lakukan inspeksi lesi setiap hari dan pantau adanya tanda-tanda infeksi

Rasional : mengetahui dan mengidentifikasi kerusakan kulit unruk melakukan

Intervensi yang tepat

- ubah posisi klien tiap 2-4 jam dan anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan
lembut

Rasional : tekanan dari baju membiarkan luka terbuka terhadap udara meningkat
proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi

- Pergunakan sarung tangan jika merawat lesi

Rasional : untuk menghindari kontaminasi secara langsung

- Ajurkan untuk menjaga agar kuku selalu pendek

Rasional : mengurangi kerusakan kulit akibat garukan

- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi topikal

Rasional : membantu meredakan gejala

DX 2

Hipertermi b/d infeksi Virus VZV

Intervensi :

- Berikan Kompres Hangat

Rasional : Kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh yang tinggi

- Anjurkan Klien menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat

Rasional : membantu melancarkan penguapan suhu tubuh yang tinggi

18
- Anjurkan Klien untuk banyak minum air putih

Rasional : Mencegah terjadinya Dehidrasi

- Kolaborasi dalam pemberian obat terapi Antipiretik dan Antibiotik

Rasional : menurunkan suhu tubuh yang tinggi dan mencegah infeksi lanjut

DX 3

Gangguan rasa nyaman : nyeri akut b/d kerusakan kulit/jaringan

Berikan bedak anti pruritus yang mengandung menthol


Rasional : mengurangi rasa gatal dan nyeri
Lakukan kompres dingin pada daerah kulit yang mengalami kerusakan.
Rasional : pemberian kompres dingin menyebabkan vasokontriksi lokal yang

dapat mengurangi edema dan pruritis.

Kolaborasi dalam pemberian analgetik

Rasional : Dapat mengurang rasa nyeri

DX 4

Potensial penularan infeksi b/d kerusakan perlindungan kulit

Lakukan isolasi (strict isolation) :

Prosedur strict isolation :

a. Ruangan tersendiri; pintu harus selalu tertutup. Klien yang terinfeksi karena
organisme yang sama dapat ditempatkan dalam ruangan yang sama.
b. Gunakan masker, pakaian khusus, dan sarung tangan bagi semua orang yang
masuk kedalam ruangan.

19
c. Selalu cuci tangan setelah menyentuh klien atau benda-benda yang
kemungkinan terkontaminasi serta sebelum memberikan tindakan kepada
klien lain.
d. Semua benda-benda yang terkontaminasi dibuang atau dimasukan kedalam
tempat khusus dan diberi label sebelum dilakukan dekontaminasi atau
diproses ulang kembali

DX 5

Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.


Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak demam.

Intervensi Rasional
1.Tekankan pentingnya teknik cuci 1. Mencegah kontaminasi silang,
tangan yang baik untuk semua individu menurunkan resiko infeksi.
yang datang kontak dnegan pasien
2. Gunakan skort, sarung tangan, masker 2. Mencegah masuknya organisme
dan teknik aseptic, selama perawatan Infeksius
kulit.
3. Awasi atau batasi pengunjung bila 3. Mencegah kontaminasi silang dari
perlu Pengunjung
4. Cukur atau ikat rambut di sekitar 4. Rambut merupakan media yang baik
daerah yang terdapat erupsi. untuk pertumbuhan bakteri.
5. Bersihkan jaringan nekrotik / yang 5. Meningkatkan penyembuhan.
lepas (termasuk pecahnya lepuh)
6. Awasi tanda vital 6. Indikator terjadinya infeksi.

DX 6

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Krusta yang mengelupas

20
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan
merendahkan diri sendiri.

Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang


tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh
terhadap konsep diri.

2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.


Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan
reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.

3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.

Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.

4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya.

Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan


kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi,
ketakutan merusakadaptasi klien .

5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , seperti merias,


merapikan.

Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.

Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Kriteria Keberhasilan Implementasi

1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.

21
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.

3. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.

4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.

5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.

6. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.

7. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan


teknik untuk meningkatkan penampilan

d. Evaluasi

Masalah gangguan integritas kulit dikatakan teratasi apabila :

Fungsi kulit dan membran mukosa baik dengan parut minimal.

Krusta berkurang

Suhu kulit, kelembaban dan warna kulit serta membran mukosa normal alami

Tidak terjadi komplikasi dan infeksi sekunder

Tidak terdapat kelainan neurologik

Tidak terjadi kelainan respiratorik.

Suhu tubuh normal

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Infeksi VZV dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu Varicella dan Herpes
Zooster. Varicella sering dijumpai pada anak-anak sedangkan Herpes Zooster
lebih sering dijumpai pada usia yang lebih tua. Penanganan yang tepat dari kedua
penyakit diatas dapat mencegah timbulnya komplikasi yang berat pada anak-
anak. Pemberian imunisasi pasif maupun aktif pada anak-anak, dapat mencegah
dan mengurangi penyakit yang timbul.

4.2 Saran

1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk


mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil
yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adhi Djuanda (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK
Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.

June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby
Company, Toronto.

Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED :


3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.

24
TELAAH JURNAL

Judul Penelitian : Profil Varisela di Poliklinik Kulit & Kelamin RSUP

Manado.

Nama Peneliti : 1. Christa C. Sondakh

2. Renate T. Kandou

3. Grace M. Kapantow

Jabatan : Kandidat Skripsi

Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Populasi : Semua Kasus baru yang tercatat menderita penyakit kulit

Di Poliklinik Kulit & Kelamin RSUP

Hasil Penelitian :

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2012 ditemukan
insiden varisela sebesar 2,68%. Varisela ditemukan terbanyak pada kelompok
umur dewasa muda yaitu 15 sampai 24 tahun, yaitu 9 kasus (33,3%), kasus pada
perempuan lebih banyak dibanding laki-laki, dengan jumlah 16 kasus (59,3%),
musim kejadian tersering adalah musim panas yaitu bulan April sampai
September, dengan jumlah 15 kasus (55,6%), sumber penularan varisela tidak
diketahui (tidak ada data lengkap), dan terapi yang paling sering diberikan adalah
terapi kombinasi antara antivirus dan antibiotik (topikal atau sistemik), dengan
jumlah 15 kasus (55,6%).

25
Lampiran Pertanyaan :

Penanya : Siti Nurbaiti

1. Mengapa varisela bisa menyebabkan pneumonia?

Jawab : Berdasarka patofisiologi penyakit, percikan ludah yang berasal dari


batuk/bersin penderita varisela, terhirup masuk melalui saluran pernafasan ,
sehingga terjadi infeksi virus varisela zoster yang menetap di paru-paru dan
dapat menyebabkan pneumonia.

Penanya : Dina Mayasari

2. Apakah benar penyakit varisela (cacar air) hanya terjadi 1 kali seumur hidup dalam
tubuh seseorang?

Jawab : kebanyakan orang memang hanya mengalami 1 kali sebab Orang yang
pernah menderita varisela telah terbentuk kekebalan sehingga jarang
terjadi serangan kedua. Sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah
sembuh dari varisela) menyebabkan herpes zoster

Penanya : Ernita

3. Mengapa pada penderita varisela diberikan bedak?


Jawab : Bedak Salycil Menthol atau sejenisnya dapat diberikan untuk membantu
mengurangi rasa gatal dan diberikan jngan terlalu banyak. Bila sudah
tidak merasa gatal lebih baik pemakaian bedak dihentikan.

Penanya : Yosie Widyawati


4. Mengapa varisela sering menyerang anak-anak padahal, mereka sudah di
imunisasi?
Jawab : Varisela sering menyerang anak-anak Karena daya tahan tubuh mereka
masih lemah, sehingga rentan terjangkit penyakit terutama Varisela.
Imunisasi tidak menjamin 100% bahwa kita akan kebal terhadap suatu
Penyakit, semua itu tergantung bagaimana sistem mekanisme pertahanan

26
Tubuh masing-masing.

Penanya : Ade Utami


5. Apakah Herpes Zoster dapat menyebabkan kematian? Serta adakah hubungan
Herpes Zoster dengan AIDS?
Jawab : Herpes Zoster dapat menyebabkan kematian apabila sudah mengalami
komplikasi yang parah yaitu komplikasi yang menyerang syaraf.
Seorang penderita AIDS dapat terkena Herpes Zoster akibat sistem
kekebalan tubuh yang rusak.

27
1. Apakah diagnosa utama serta intervensi dari penyakit Varisela dan Herpes

Zoster?

2. Perbedaan mendasar Varisela dan Herpes Zoster?

3. Keluhan Utama yang disampaikan pasien Varisela dan Herpes Zoster?

4. Prinsip Penatalaksanaan Varisela dan Herpes Zoster?

Jawab

1. Gangguan integritas kulit b/d erupsi pada kulit

Intervensi :

- Lakukan inspeksi lesi setiap hari dan pantau adanya tanda-tanda infeksi

Rasional : mengetahui dan mengidentifikasi kerusakan kulit unruk melakukan

Intervensi yang tepat

- ubah posisi klien tiap 2-4 jam dan anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan
lembut

Rasional : tekanan dari baju membiarkan luka terbuka terhadap udara meningkat
proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi

- Pergunakan sarung tangan jika merawat lesi

Rasional : untuk menghindari kontaminasi secara langsung

- Ajurkan untuk menjaga agar kuku selalu pendek

Rasional : mengurangi kerusakan kulit akibat garukan

- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi topikal

Rasional : membantu meredakan gejala

28
2. Perbededaan mendasar Varisela dan Herpes Zoster adalah jika pada Varisela lesi
dapat menyebar ke seluruh tubuh dan berbentuk gelembung-gelembung berisi
cairan. Sedangkan pada Herpes Zoster lesi hanya di bagian unilateral tubuh saja
dan bukan berupa gelembung.

3. Keluhan utama pada klien dengan Varisela adalah demam, mengeluh nyeri kepala,
kulit terasa gatal dan panas.
sedangkan pada herpes zoster lesi terasa panas seperti terbakar.

4. Yaitu dengan memberikan obat anti virus seperti : Asiklovir, Valasiklovir,


dan Famasiklovir.
Untuk non farmakologis penanganan Varisela dapat di kompres dengan air dingin

29

You might also like