Professional Documents
Culture Documents
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain
sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis,
stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru.
Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis
yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa
pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit
jantung koroner (PJK).
3. Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang
nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
a) Depresi segmen ST > 0,05 mV
b) Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang simetris di
sandapan prekordial
2
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama
Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun
EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.
D. Stratifikasi Risiko
1. Penilaian Risiko
Penilaian risiko harus dimulai dengan penilaian terhadap kecenderungan penyakit
jantung koroner (PJK). Lima faktor terpenting yang dimulai dari riwayat klinis yang
berhubungan dengan kecenderungan adanya PJK, diurutkan berdasarkan kepentingannya
adalah,
a) Adanya gejala angina
b) Riwayat PJK sebelumnya
c) Jenis kelamin
d) Usia
e) Diabetes, faktor risiko tradisonal lainnya
Saat diagnosis APTS/NSTEMI sudah dipastikan, maka kencenderungan akan terjadinya
perubahan klinis dapat diramalkan berdasarkan usia, riwayat PJK sebelumnya,
pemeriksaan klinis, EKG dan pengukuran petanda jantung.
2. Rasionalisasi Stratifikasi Risiko
Pasien dengan APTS/NSTEMI memiliki peningkatan terhadap risiko kematian, infark
berulang, iskemia berulang dengan simptom, aritmia berbahaya, gagal jantung dan stroke.
Penilaian prognosis tidak hanya menolong untuk penanganan kegawatan awal dan
pengobatannya, tetapi juga membantu penentuan pemakaian fasilitas seperti:
a) Seleksi ruang perawatan (CVCU, intermediate ward, atau rawat jalan) dan
b) Seleksi pengobatan yang tepat, seperti antagonis GP IIb/ IIIa dan intervensi coroner
3
4
E. Penata Laksanaan
1. Secara Umum
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah coroner dengan
trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi
luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Penderita SKA perlu
penanganan segera mulai sejak di luar rumah sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA
dalam keadaan dini merupakan kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena
akan memperbaiki prognosis pasien. Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini
sampai dengan mulai terapi reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi IMA
harus dimulai sedini mungkin, reperfusi/rekanalisasi sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam.
Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus istirahat di ICCU
dengan pemantauan EKG kontiniu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan
5
pada pasien dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri
jari (finger pulse oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah
oksigenisasi kurang (SaO2 <90%). Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera
hilang dengan nitrat, bila terjadi endema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE
diberikan bila hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat- pada pasien
dengan disfungsi sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien dengan
diabetes. Dapat diperlukan intra-aortic ballon pump bila ditemukan iskemia berat yang
menetap atau berulang walaupun telah diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas
hemodinamik berat.