You are on page 1of 28

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS KEGAWATDARURATANN PADA

OBSTETRIC GYNEKOLOGI : PARTUS PREMATUR

I. KONSEP DASAR PARTUS PREMATUR


A. Definisi
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur
dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai
pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil
yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak
hari pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau
partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37
minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500
gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum
kehamilan 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012).
Menurut Rukiyah (2010), partus preterm adalah persalinan pada umur
kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499
gram.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan yaitu Partus
Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan
dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum
aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500
gram.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum,
KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli,
polihidramnion
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks,
pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus.

1
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat
menyebabkan partus prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,
serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok
lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat
abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus
prematurus adalah sebagai berikut:
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas
35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu
seperti; hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor
pekerjaan yang terlalu berat
2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan
antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban
pecah dini
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

C. Tanda dan Gejala


Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari
kewaspadaan tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi
tanda klinik sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu
jam

2
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan servik.

D. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan
atau membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya
proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi,
regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran
darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi
aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan
persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada
janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah
imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru
yang menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko
tinggi pada kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi
tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat
dan menjaga kesehatan saat kehamilan.

E. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens
yang terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat
menyebabkan infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan
lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur
memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress
pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan
intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama
yang mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung

3
kongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik,
hiperilirubinemia, sepsis dan kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding
bayi aterm
5. Cerebral palsy
6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur (meskipun banyak orangorang jenius yang dilahirkan sebelum
aterm).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai
2500 gram)
2. Tes nitrazin : menentukan KPD
3. Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu
menandakan adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap
sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru
janin, atau infeksi amniotik
4. Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

G. Penatalaksanaan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat -mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan
salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek
samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50
g/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau
terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 g/menit, subkutan: 250 g

4
setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam
(maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial,
edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,
secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).
Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat
ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya
ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac,
nimesulide dapat menghambat produksi prostaglandin dengan
menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk
produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX
yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada
janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada
indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam
konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu
membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan
pasien stabil dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,

5
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome
(RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis,
dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35
minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason.
Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin
terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan.
Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan
komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian
antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis
dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan
mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat
diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3
hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau
dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan
pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.

6
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PARTUS PREMATUR
A. Pengkajian
Pengkajian Primer (Primary Survey)
1. Airway
a. Kaji kepatenan jalan napas
b. Kaji ada/tidaknya suara napas tambahan
2. Breathing
a. Kaji frekuensi pernapasan dan kedalaman pernapasan
dalam/dangkal/regular/ireguler
b. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%
c. Kaji irama pernapasan cepat/lambat dan penggunaan otot bantu
dada pernapasan
d. Nilai apgar score pada menit ke-1 dan menit ke-5
3. Circulation
a. Kaji nadi cepat/tidak dan teratur/tidak
b. Kaji akral, hangat atau dingin
c. Kaji suhu tubuh bayi
d. Kaji warna kulit dan membran mukosa (pucat, sianosis, dan
kemerahan)
e. Pada Ibu : Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena
kehamilan

7
(HKK), penyakit sebelumnya.
4. Disability
a. Kaji respon/reaksi bayi
b. Kaji suara tangisan bayi (keras/lemah)
c. Kaji gerakan otot bayi
5. Exposure
Jaga suhu tubuh bayi agar tidak jadi hipotermi .

Pengkajian Sekunder / Secondary Survey


Secondary Survey merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami
syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien
meliputi :
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan dahulu
Prenatal care
a. Pemeriksaan kehamilan :
b. Keluhan selama hamil :
c. Kenaikan BB selama hamil :
Natal
a. Tempat melahirkan :
b. Jenis persalinan :
c. Penolong persalinan :
Post natal
Kondisi bayi :
4) Riwayat keluarga, sosial, dan sistem.
5) Riwayat menstruasi
a. Menarche :
b. Siklus :
c. Lama :
d. Dismenorhea :
e. Flour albus :
f. HPHT/TP :

6) Status perkawinan

8
a. Umur nikah :
b. Lama :
c. Nikah ke :
d. Status pernikahan :
7). Riwayat Obstetri
Kehamilan Persalinan Bayi Nifas
Hamil UK Komplik jenis penolong tempat komplikasi sex Bb/tb h/m t/g umur Lac KB kompli
asi kasi
ke

8). Riwayat Kehamilan Sekarang


Mulai periksa : UK....
Tempat :...........Pemeriksa......
No UK Keluhan Frek periksa Obat ygHE
diterima
1 Trim 1
Trim 2
Trim 3

9). Riwayat Persalinan Sekarang


10). Riwayat KB
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari
pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien
yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau
orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus
lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin
diderita.

Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau

9
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
Pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
Berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi
termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan
cuping hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi
pernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Moro
1) Reflek menghisap (refleks rooting)
2) Refleks menggenggam (palmar grasp reflex)
3) Refleks leher (tonic neck reflex)
4) Refleks mencari (rooting reflex)
5) Refleks moro (moro reflex)
6) Babinski Reflex .
7) Swallowing Reflex.
3. Pemeriksaan Penunjang

10
1. Ultrasonografi : pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 2500
gram)
2. Tesnitrazin : menentukan KPD
3. Jumlah sel darah putih : jika mengalami peningkatan, maka itu
menandakan adanya infeksi amniosintesis yaitu radio lesiten terhadap
sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidi gliserol (PG) untuk maturitas paru
janin atau infeksi amniotik.
4. Pemantauan elektronik : Memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Batasan Karakteristik :
a. Batuk yang tidak efektif
b. Dispnea
c. Gelisah
d. Kesulitan verbalisasi
e. Mata terbuka lebar
f. Ortopnea
g. Penurunan bunyi nafas
h. Perubahan frekuensi nafas
i. Perubahan pola nafas
j. Sianosis
k. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
l. Suara nafas tambahan
m. Tidak ada batuk
Faktor yang berhubungan :
Lingkungan :
a. Perokok
b. Perokok pasif
c. Terpajan asap
Obstruksi jalan nafas :
a. Adanya jalan nafas buatan
b. Benda asing dalam jalan nafas
c. Eksudat dalam alveoli
d. Hiperplasia pada dinding bronkus
e. Mukus berlebih
f. Penyakit paru obstruksi kronis

11
g. Sekresi yang tertahan
h. Spasme jalan nafas.
Fisiologis :
a. Asma
b. Disfungsi neuromuskular
c. Infeksi
d. Jalan nafas alergik

2. Ketidakefektifan pola nafas


Batasan Karakteristik :
a. Bradipnea
b. Dispnea
c. Fase ekspirasi memanjang
d. Ortopnea
e. Penggunaan otot bantu pernafasan
f. Penggunaan posisi tiga titik
g. Peningkatan diameter anterior-posterior
h. Penurunan kapasitas vital
i. Penurunan tekanan ekspirasi
j. Penurunan tekanan inspirasi
k. Penurunan ventilasi semenit
l. Pernafasan bibir
m. Pernafasan cuping hidung
n. Pernafasan ekskursi dada
o. Pola nafas abnormal (mis., irama, frekuensi, kedalaman)
p. Takipnea
Faktor yang berhubungan
a. Ansietas
b. Cedera medulaspinalis
c. Deformitas dinding dada
d. Deformitas tulang
e. Disfungsi neuromuskular
f. Gangguan muskuluskeletal
g. Gangguan Neurologis (misalnya : elektroenselopalogram(EEG) positif,
trauma kepala, gangguan kejang)
h. Hiperventilasi
i. Imaturitas neurologis
j. Keletihan

12
k. Keletihan otot pernafasan
l. Nyeri
m. Obesitas
n. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
o. Sindrom hipoventilasi.

3. Gangguan pertukaran gas


Batasan Karakteristik :
a. Diaforesis
b. Dispnea
c. Gangguan pengelihatan
d. Gas darah arteri abnormal
e. Gelisah
f. Hiperkapnia
g. Hipoksemia
h. Hipoksia
i. Iritabilitas
j. Konfusi
k. Nafas cuping hidung
l. Penurunan karbon dioksida
m. pH arteri abnormal
n. Pola pernafasan abnormal (mis., kecepatan, irama, kedalaman)
o. Sakit kepala saat bangun
p. Sianosis
q. Somnolen
r. Takikardia
s. Warna kulit abnormal (mis., pucat, kehitaman )
Faktor yang berhubungan :
a. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
b. Perubahan membran alveolar-kapiler

4. Hipotermia
Batasan Karakteristik
a. Akrosianosis

13
b. Bradikardia
c. Dasar kuku sianotik
d. Hipertensi
e. Hipoglikemia
f. Hipoksia
g. Kulit dingin
h. Menggigil
i. Pengisian ulang kapiler lambat
j. Peningkatan konsumsi oksigen
k. Peningkatan laju metabolic
l. Penurunan kadar glukosa darah
m. Penurunan ventilasi
n. Piloreksi
o. Takikardia
p. Vasokontriksi perifer
Dewasa dan Anak: Suhu tubuh rendah akut
a. Hipotermia berat, suhu inti < 300C
b. Hipotermia ringan, suhu 32-350C
c. Hipotermia sedang, suhu inti 30-320C
Dewasa dan Anak : Pasien Cedera
a. Hipotermia berat, suhu inti <300C
b. Hipotermia ,350C.
Neonatus
a. Asidosis metabolic
b. Bayi dengan keurangan energy untuk mempertahankan menyusu
c. Bayi dengan penambahan berat badan kurang (<30 g/hari)
d. Distress pernafasan
e. Gelisah
f. Hipotermia tingkat 1, suhu inti 36-36,5 0C
g. Hipotermia tingkat 2, suhu inti 35-35,9 0C
h. Hipotermia tingkat 3, suhu inti 34-34,9 0C
i. Hipotermia tingkat 4, suhu inti <34 0C
j. Ikterik
k. Pucat

Faktor yang berhubungan :


a. Agens farmaseutikal
b. Berat badan ekstrem
c. Ekonomi rendah
d. Kerusakan hipotalamus
e. Konsumsi alcohol
f. Kurang pengetahuan pemberi asuhan tentang pencegahan hipotermia
g. Kurang suplai lemak subkutan

14
h. Lingkungan bersuhu rendah
i. Malnutrisi
j. Pemakaian pakaian yang tidak adekuat
k. Penurunan laju metabolism terapi radias
l. Tidak beraktivitas
m. Transfer panas (mis. Konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi)
n. Trauma
o. Usia ekstrem
Neonatus
a. Penundaan menyusu ASI
b. Terlalu dini memandikan bayi baru lahir
c. Melahirkan diluar rumah sakit yang beresiko tinggi
d. Strartum korneum imatur
e. Peningkatan area permukaan tubuh terhadap rasio berat badan
f. Peningkatan kebutuhan oksigen
g. Peningkatan pulmonary vascular resistant (PVR)
h. Control vascular tidak efektif
i. Termogenesis menggigil tidak efektif
j. Melahirkan diluar rumah sakit tanpa rencana.

15
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(NOC) (NIC)
1 Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas NOC : NIC
Resuscitation : Neonate
Respiratory status : Airway Patency
Siapkan peralatan untuk resusitasi sebelum
Respirasi dalam batas normal
kelahiran
Irama pernafasan teratur
Uji coba perlengkapan resusitasi, suksion, dan
Kedalaman pernafasan normal
Tidak ada akumulasi sputum aliran oksigen untuk memastikan alat berfungsi
Batuk berkurang/hilang
dengan baik
Tempatkan bayi baru lahir di bawah pemancar
panas yang hangat
Pasang laringoskop untuk mendaptkan gambaran
trakea pada saat suksion, cairan mekonium dengan
cepat
Intubasi dengan kanul trakea (ET) untuk
menyingkirkan mekonium dari jalan nafasa bawah
dengan baik
Intubasi ulang dan suction, jalan nafas bebas
mekanium
Gunakan suksion, mekanik untuk menyingkirkan
mekonium dari jalan nafas bagian bawah
Keringkan bayi dengan selimut penghangat untuk

16
mengeluarkan cairan ketuban, untuk mengurangi
kehilangan panas, dan memberikan stimulasi
Tempatkan selimut yang digulung di bagian
bawah bahuuntuk membantu bayi dengan posisi
yang benar
Suksion sekret dari hidung dan mulut dengan
penghisap bola karet
Berikan stimulasi taktil dengan menggosok
telapak kaki atau menggosok punggung bayi
Monitor pernafasan
Monitor denyut jantung
Mulai ventilasi tekanan positif pada saat apnea
atau bayi sulit bernafas
Gunakan oksigen 100% dengan tekanan 5-8 liter
untuk mengisi kantong resusitasi
Sesuaikan kantung resusitasi untuk pengissian
yang benar
Dapatkan masker dengan segel ketat yang
menutupi dagu, mulut, hidung
Ventilasi dengan frekuensi 40-60 x/menit
menggunakan 20-40 cm air untuk nafas awal dan
15-20 cm air untuk tekanan selanjutnya
Auskultasi untuk memastikan ventilasi yang
memadai

17
Periksa denyut jantung setelah 15-30 detik
ventilasi
Berikan kompresi dada untuk denyut jantung <60
denyut per menit atau jika > 80 denyut per menit
tanpa peningkatan
Kompres sternum 0,5-0,75 inchi dengn
menggunakan rasio 3:1 untuk memberikan 90
kompresi dan 30 nafas per menit
Periksa denyut nadi setelah 30 detik kompresi
Lanjutkan kompresi sampai denyut jantung > 80
denyut per menit
Lanjutkan ventilasi sampai respirasi spontan yang
memadai mulai dan warna kulit bayi menjadi
merah muda
Pasang ET untuk ventilasi yang lama atau respon
bayi yang sangat kurang terhadap ventilasi
Auskultasi suara nafas bilateral untuk konfirmasi
penempatan ET
Amati kenaikan dada tanpa distensi lambung
untuk memeriksa penempatan ET
Amankan jalan nafas yang sudah terpasang pada
wajah dengan memberikan plester
Pasang kateter ororgastrik jika ventilasi diberikan
selama lebih dari 2 menit

18
Siapkan obat-obatan yang diperlukan (misalnya
narkotik antagonis, epinefrin, obat untuk
meningkatkan volume nafas, dan natrium
bikarbonat)
Beri obat sesuai perintah
Dokumentasikan waktu, urutan, dan respon
neonatus terhadap semua langkah resusitasi
Berikan penjelasan kepada orang tua bayi dengan
baik
Bantu perpindahan bayi baru lahir dengan baik
Airway Suctioning
Lakukan tindakan cuci tangan
Gunakan alat pelindung diri (sarung tangan,
kacamata, masker) sesuai dengan kebutuhan
Tentukan perlunya section mulut atau trakea
Auskultasi suara nafas sebelum dan setelah
tindakan suksion
Aspirasi nasopharynx dengan kanul suction sesua
dengan kebutuhan
Lakukan suction orofaring
Monitor dan catat warna, jumlah dan konsistensi
sekret

2 Ketidakefektifan Pola Nafas NOC : NIC


Respiratory status : Ventilation Oxygen Therapy

19
Respirasi dalam batas normal Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Irama pernafasan teratur Pertahankan jalan nafas yang paten
Kedalaman pernafasan normal Siapkan peralatan oksigenasi dan berikan melalui
Suara perkusi dada normal (sonor)
sistem humidifier
Retraksi otot dada
Monitor aliran oksigen
Tidak terdapat orthopnea
Monitor respirasi dan status O2
Taktil fremitus normal antara dada kiri
Pertahankan posisi pasien
dan dada kanan Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul
Ekspansi dada simetris
yang digunakan.
Tidak terdapat akumulasi sputum
Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah
Tidak terdapat penggunaan otot bantu
diberikan
napas
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

3 Gangguan Pertukaran Gas NOC NIC


Respiratory status: Gas Exchange Acid Base Management
PaO2 dalam batas normal (80-100 Pertahankan kepatenan jalan nafas
mmHg) Posisikan pasien untuk mendapatkan ventilasi
PaCO2 dalam batas normal (35-45 yang adekuat(mis., buka jalan nafas dan tinggikan
mmHg) kepala dari tempat tidur)
pH normal (7,35-7,45) Monitor hemodinamika status (CVP & MAP)
SaO2 normal (95-100%) Monitor kadar pH, PaO2, PaCO2, dan HCO3
Tidak ada sianosis darah melalui hasil AGD
Tidak ada penurunan kesadaran Catat adanya asidosis/alkalosis yang terjadi akibat
kompensasi metabolisme, respirasi atau keduanya

20
atau tidak adanya kompensasi
Monitor tanda-tanda gagal napas
Monitor status neurologis
Monitor status pernapasan dan status oksigenasi
klien
Atur intake cairan
Auskultasi bunyi napas dan adanya suara napas
tambahan (ronchi, wheezing, krekels, dll)
Kolaborasi pemberian nebulizer, jika diperlukan
Kolaborasi pemberian oksigen, jika diperlukan.

4 Hipotermia NOC NIC


Thermoregulasi: New Born Infant Care : New Born
Berat badan normal Ukur dan timbang berat bayi baru lahir
Tidak menggigil Monitor suhu bayi baru lahir
Perpindahan dari inkubator ke box bayi Jaga suhu tubuh yang adekuat dari bayi baru lahir (
Irama nafas teratur misalnya, keringkan bayi setelah lahir,
Tidak dehidrasi membedong bayi dalam selimut jika tidak
Kadar bilirubin dalam darah normal diletakkan di tempat yang hangat, pakaikan topi
rajut bayi dan instrusikan orang tua untuk menjaga
kepela tetap tertutup, dan letakkan bayi baru lahir

21
dalam ruang isolasi bayi atau tempatkan bayi
dibawah pemanas sesuai sesuai kebutuhan
Monitor frekuensi pernafasan dan pola nafas bayi
Monitor frekuensi denyut nadi bayi baru lahir
Monitor warna kulit bayi baru lahir
Letakkan bayi baru lahir dengan kontak kulit ke
kulit dengan orang tua, dengan tepat
Peluk dan sentuh bayi baru lahir yang ada di ruang
isolasi bayi secara teratur
Gunakan selimut yang digulung dan dimiringkan
pada punggung bayi baru lahir, tempatkan lengan
kedepan untuk mengurangi kemungkinan
perubahan posisi bayi berguling atau posisi
tengkurap

22
D. Implementasi Keperawatan
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai
bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan
tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien dan efektif berlangsung melalui
rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda
penting, yaitu :
1. Penafasan
2. Denyut jantung
3. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera
ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan
positif (VTP).
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1. Dua helai kain / handuk.
2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang,
handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur
posisi kepala bayi.
3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5. Kotak alat resusitasi.
6. Jam atau pencatat waktu.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.

23
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon
atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
b. Kompresi dada.
c. Pengobatan

Langkah-Langkah Resusitasi
1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan
selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang
datar.
3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah
bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan
mengusap-usap punggung bayi.
6. Nilai pernafasan Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama
6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit
jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen.
Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
a. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
b. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O 2 100 % melalui
ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi
tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke
mulut, kecepatan PPV 40 60 x / menit.
c. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil
kalikan 10.
1) 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
2) 60 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.

24
3) 60 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV,
disertai kompresi jantung.
4) < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
5) Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi
jantung :
1. Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi
tubuh bayi.
2. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang
tubuh bayi.
3. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
4. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai
denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
5. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1
: 10.000 dosis 0,2 0,3 mL / kg BB secara IV.
6. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
7. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis
diatas tiap 3 5 menit.
8. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon
terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2
MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)

Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua
faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi
dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi
atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan
intrapartum.
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan
minumum antara lain :
a. Alat pemanas siap pakai

25
b. Oksigen
c. Alat pengisap
d. Alat sungkup dan balon resusitasi
e. Alat intubasi
f. Obat-obatan

Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :


1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang
harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama
sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan
siap pakai.
Implementasi adalah suatu tindakan yang kita lakukan untuk
mengaplikasikan intervensi atau rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya
sesuai dengan kondisi pasien, adapun yang harus diperhatikan adalah :
1. Mencegah terjadinya komplikasi
2. Meningkatkan konsep diri dan penerimaan situasi
3. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, resiko komplikasi
dan kebutuhan pengobatan lainnya

D. Evaluasi
Pada akhir pelaksanaan asuhan keperawatan didapatkan evaluasi. Evaluasi
adalah membandingkan suatu hasil / perbuatan dengan standar untuk tujuan
pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai.
1. Evaluasi keperawatan : membandingkan efek / hasil suatu tindakan
keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat.
2. Tahap akhir dari proses keperawatan.
3. Menilai tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak.

26
4. Menilai efektifitas rencana keperawatan atau strategi askep.
5. Menentukan efektif / tidaknyatindakan keperawatan dan perkembangan
pasien terhadap masalah kesehatan.
Perawat bertanggung jawab untuk mengevaluasi status dan kemajuan klien
terhadap pencapaian hasil setiap hari. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan
seberapa efektifnya tindakan keperawatan itu untuk mendegah atau mengobati
respon manusia terhadap prosedur kesehatan.
Adapun evaluasi yang diharapkan pada kasus asfiksia pada neonatorum sesuai
dengan diagnosa yang diangkat adalah :
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
Kriteria hasil :
a. Respirasi dalam batas normal
b. Irama pernafasan teratur
c. Kedalaman pernafasan normal
d. Tidak ada akumulasi sputum
2. Ketidakefektifan Pola Jalan Nafas
Kriteria hasil :
a. Respirasi dalam batas normal
b. Irama pernafasan teratur
c. Kedalaman pernafasan normal
d. Suara perkusi dada normal (sonor)
e. Retraksi otot dada
f. Tidak terdapat orthopnea
g. Taktil fremitus normal antara dada kiri dan dada kanan
h. Ekspansi dada simetris
i. Tidak terdapat akumulasi sputum
j. Tidak terdapat penggunaan otot bantu napas
3. Gangguan Pertukaran Gas
Kriteria hasil :
a. PaO2 dalam batas normal (80-100 mmHg)
b. PaCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg)
c. pH normal (7,35-7,45)
d. SaO2 normal (95-100%)
e. Tidak ada sianosis
f. Tidak ada penurunan kesadaran
4. Hiportemia
Kriteria hasil :
a. Berat badan normal
b. Tidak menggigil
c. Perpindahan dari inkubator ke box bayi

27
d. Irama nafas teratur
e. Tidak dehidrasi
f. Kadar bilirubin dalam darah normal.

28

You might also like