You are on page 1of 12

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

DENGAN
LABIO PALATO SKISIS
(CLEFT LIP AND CLEFT PALATE)

DOSEN PEMBIMBING :
ELLY M. TITIHALAWA, SST.

KELOMPOK 8 :
1. AGATA EMPRIANA
2. AGUSTINA RITA MARIANI
3. HERIYOS
4. TRIVONIA AVILA MANARE
5. RUFINA P. GAPUN

KELAS : IIB

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA INSAN


PONTIANAK
2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN LABIO PALATO SKISIS
(CLEFT LIP AND CLEFT PALATE)
I. KONSEP DASAR MEDIK

A. Defenisi

Labioskisis adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya proses


nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan
embriotik. (Wong, Donna L. 2003)
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi
karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik
(Wong, Donna L. 2003)
Labio/palato skisis adalah merupakan konginetal anomaly yang
berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.

B. Anatomi fisiologi
Sistem pencernaan;
Mulut ; merupakan rongga pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri
atas 2 bagian yaitu bagian luar yang sempit/vestibula (ruang diantara gusi
serta gigi dengan bibir dan pipi) dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang
dibatasi disisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi dan disebelah
belakang bersambungan dengan faring. Atap mulut dibentuk oleh palatum
dan lidah terletak dilantainya dan terikat pada tulang hyoid. Digaris
tengah sebuah lipatan membrane mukosa (frenulum linguas) menyambung
lidah dengan lantai mulut. Dikedua sisi terletak papilla sublingualis yang
memuat lubang kelenjar ludah submandibularis. Sedikit ekstrernal dari
papilla ini terletak lipatan sublingualis, tempat lubang-lubang halus
kelenjar ludah sublingualis bermuara.
Bibir ; terdiri atas 2 lipatan daging yang membentuk gerbang mulut
disebelah luar ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh selaput
lendir ( mukosa ). Otot orbikularis oris menutup bibir; levator anguli oris
mengangkat, dan depressor anguli oris menekan ujung mulut. Tempat bibir
atas dan bawah bertemu membentuk sudut mulut.
Palatum (langit-langit) ; terdiri atas 2 bagian yaitu palatum keras yang
tersusun atas tajuk- tajuk palatum dari sebelah depan tulang maxsilaris,
dan lebih kebelakang terdiri atas 2 tulang palatum. Di belakang ini
terletak palatum lunak, yang merupakan lipatan menggantungyang dapat
bergerak dan yang terdiri atasjaringan fibrus dan selaput lendir.
Gerakannya diatur oleh ototnya sendiri. Ditengah palatum lunak
menggantung keluar sebuah prosesus berbentuk kerucut yaitu uvula. Dari
sini tiang-tiang lengkungan (fauces), melengkung kebawah dan kesamping
kiri dan kanan dan di antara tiang-tiang ini terdapat lipatan rangka otot
dan selaput lendir yang di sebelah kanan dan kiri memuat tonsil.

C. Etiologi
1. Kegagalan fase embrio penyebabnya belum diketahui.
2. Faktor herediter.
3. Dapat dikaitkan dengan abnormal kromosom,mutasi gen,dan teratogen
(agen atau faktor yang menimbulkan cacat pada masa embrio).

D. Patofisiologi
Proses terjadinya labiopalatisisis ini terjadi ketika kehamilan
trimester ke 1 dimana terjadi gangguan oleh karena berbagai penyakit
seperti virus. Pada trimester 1 terjadi proses perkembangan pembentukan
berbagai organ tubuh dan saat itu terjadi kegagalan dalam penyatuan atau
pembentukan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio. Apabila
terjadi kegagalan dalam kegagalan dalam penyatuan proses nasal medial
dan maxsilaris maka dapat mengalami labiosisis (sumbing bibir), dan
proses penyatuan tersebut akn terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian
apabila terjadi kegagalan penyatuan pada susunan palato selama masa
kehamilan 7-12 minggu maka dapat mengakibatkan sumbing palatum
(palatosisis).

E. Manifestasi Klinis
Pada labio skisis(sumbing bibir):
1. Distorsi pada hidung.
2. Tampak sebagian atau keduanya.
3. Adanya celah pada bibir.
Pada palato skisis(sumbing palatum):
1. Tampak ada celah pada tekak (uvula),palato lunak,dan keras,dan atau
foramen incisive.
2. Adanya rongga pada hidung.
3. Distorsi hidung.
4. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan
jari.
5. Kesukaran dalam menghisap atau makan.

F. Pemerikasaan Diagnostik
1. Foto Rontgen.
2. Pemeriksaan fisik.
3. MRI untuk evaluasi abnormal.

G. Penatalaksanaan Terapeutik
1. Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan.
2. Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat.
3. Mencegah komplikasi.
4. Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan.
5. Pembedahan;pada labioskisis dilakukan pembedahan segera setelah
lahir atau dalam 3 bulan. Perbaikan dini melalui pembedahan dapat
membantu keterikatan orang tua-bayi karena perubahan penampilan
estetika bayi. Perbaikan dilakukan pada usia 2-3 bulan jika bayi
menunjukan peningkatan berat badan yang stabil dan kadar
hemoglobinnya lebih dari 10 g/dl.
6. Pembedahan pada palatoskisis dilakukan pada saat anak berusia 9-12
bulan. Biasanya mencakup penutupan membran mukosa dan restorasi
struktur anatomiknya. Pada defek yang lebih berat, prosedur bertahap
dilakukan sampai anak berusia 4-5 tahun.

H. Komplikasi
1. Gangguan bicara dan pendengaran( Gangguan pendengaran yang
disebabkan oleh otitis media rekureris sekunder akibat disfungsi tuba
eustachius.)
2. Terjadinya otitis media.
3. Aspirasi(Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat
elevasi tubuh bagian atas).
4. Distress pernafasan.
5. Resiko infeksi saluran nafas.
6. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat.
7. Maloklusi (pola erupsi gigi abnormal).
8. Perubahan harga diri dan citra tubuh.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Lakukan pengkajian fisik.
2. Inspeksi palatum,baik secara visual dan dengan menempatkan jari
secara langsung di atas palatum.
3. Observasi perilaku palatum.
4. Observasi interaksi bayi-keluarga.
5. Kaji reaksi orang tua terhadap operasi yang akan dilakukan.
6. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi.
7. Kaji status pernapasan.
8. Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
9. Kaji tingkat nyeri pada bayi.
10. Kaji kesiapan orang tua terhadap pemulangan dan kesanggupan
mengatur perawatan dirumah.

B. Diagnosa Keperawatan Pre + Post Operasi


PRE OPERASi

Diagnosa Keperawatan :

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan defek fisik.
2. Resiko tinggi perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan
defek fisik yang sangat terlihat pada bayi.

Intervensi keperawatan :

DP1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


defek fisik.
Tujuan : intake nutrisi kembali adekuat.
HYD : Bayi menunjukkan penambahan berat badan yang tepat.
Intervensi:
1. Bantu ibu dalam menyusui,bila ini adalah keinginan ibu.
R/ : Bayi baru lahir dengan defek ini masih dapat menyusui.
2. Posisikan dan stabilkan puting dengan baik di dalam rongga mulut.
R/ : Kerja lidah mempermudah pemerasan susu.
3. Stimulasi refleks ejeksi ASI secara manual atau dengan pompa
payudara sebelum menyusui.
R/ : Pengisapan diperlukan untuk menstimulasi susu yang pada awalnya
mungkin tidak ada.
4. Modifikasi teknik pemberian ASI untuk menyesuaikan dengan defek.
R/ : kemampuan bayi untuk mengisap berkurang.
5. Gendong bayi dalam posisi tegak(duduk).
R/ : meminimalkan resiko aspirasi.
6. Gunakan alat makan khusus.
R/ : Mengkompensasi kesulitan makan bayi.
7. Cobalah untuk menyusui bayi dengan puting.
R/ : Memenuhi kebutuhan bayi untuk menghisap dan meningkatkan
perkembangan otot untuk bicara.
8. Posisikan puting diantara lidah bayi dan palatum yang ada.
R/ : Memudahkan kompresi puting.
9. Bila menggunakan alat tanpa puting (mis: dot breck,spuit
asepto),letakkan formula dibelakang lidah.
R/ : Mempermudah menelan dan pengaturan aliran sesuai penelanan
bayi untuk mencegah aspirasi.
10. Sendawakan bayi dengan sering.
R/ : Bayi cenderung menelan banyak udara.
11. Dorong ibu untuk mulai menyusui bayi sesegera mungkin.
R/ : Mengenal teknik menyusui sebelum pulang.
12. Pantau berat badan bayi.
R/ : mengkaji keadekuatan masukkan nutrisi.

DPII : Resiko tinggi perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan


defek fisik yang sangat terlihat pada bayi.
Tujuan : keluarga menunjukkan penerimaan bayi.
HYD :
1. Keluarga mendiskusikan perasaan dan kekhawatiran mengenai
defek anak ,perbaikannya,dan prospek masa depan.
2. Keluarga menunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
Intervensi:
1. Beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaan keluarga.
R/ : Mendorong koping keluarga.
2. Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi pada keluarga.
R/ : Orang tua sensitif terhadap sikap sensitif orang lain.
3. Tunjukkan perilaku bahwa anak adalah manusia yang berharga.
R/ : mendorong penerimaan terhadap bayi.
4. Gunakan foto hasil yang memuaskan.
R/ : mendorong adanya pengharapan.
5. Atur pertemuan dengan orang tua lain yang mempunyai pengalaman
serupa dan dapat menghadapinya dengan baik.
R/ : Saling bertukar pikiran & pengalaman.

POST OPERASI
Diagnosa Keperawatan :

1. Resiko tinggi trauma sisi pembedahan berhubungan dengan prosedur


pembedahan,disfungsi menelan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan makan setelah prosedur pembedahan.
3. Nyeri berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.

Intervensi Keperawatan :

DP1 : Resiko tinggi trauma sisi pembedahan berhubungan dengan prosedur


pembedahan,disfungsi menelan.
Tujuan : Bayi tidak mengalami trauma pada sisi operasi.
HYD : Bayi tidak menunjukan bukti-bukti aspirasi.
Intervensi:
1. Beri posisi terlentang atau miring atau duduk.
R/ : mencegah trauma pada sisi operasi.
2. Pertahankan alat pelindung bibir.
R/ : Melindungi garis jahitan.
3. Gunakan teknik pemberian makan non traumatik.
R/ : Meminimalkan resiko trauma.
4. Restrein siku.
R/ : Mencegah akses ke sisi operasi.
5. Gunakan jaket restrein pada bayi yang lebih besar.
R/ : Mencegah agar tidak berguling dan mengaruk wajah.
6. Hindari menempatkan objek di dalam mulut setelah perbaikkan PS
(kateter penghisap,spatel lidah,sedotan,dot,sendok kecil).
R/ : Mencegah trauma pada sisi operasi.
7. Jaga bayi agar tidak menangis dengan keras dan terus-menerus.
R/ : Dapat menyebabkan tegangan pada jahitan.
8. Bersihkan garis jahitan dengan perlahan setelah memberi makan dan
jika perlu sesuai instruksi dokter.
R/ : Inflamasi atau infeksi akan mempengaruhi penyembuhan dan efek
kosmetik dari perbaikan pembedahan.

9. Ajari tentang pembersihan dan prosedur restrein,khususnya bila bayi


akan dipulangkan sebelum jahitan dilepas.
R/ : Meminimalkan komplikasi setelah pulang.
DPII : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kesulitan makan setelah prosedur pembedahan.
Tujuan : intake nutrisi kembali adekuat.
HYD :
1. Keluarga mendemostrasikan kemampuan untuk menjalankan
perawatan pascaoperasi (pemberian nutrisi).
2. Bayi menunjukkan penambahan berat badan yang adekuat.
Intervensi:
1. Libatkan keluarga dalam menentukan metode pemberian makan yang
terbaik.
R/ : Keluarga memegang tanggung jawab pemberian makan di rumah.
2. Ubah teknik pemberian makan.
R/ : Menyesuaikan diri terhadap defek dan perbaikan pembedahan.
3. Beri makan dalam posisi duduk.
R/ : Meminimalkan resiko aspirasi.
4. Gunakan alat-alat khusus.
R/ : Mengkompensasi kesulitan pemberian makan tanpa menyebabkan
trauma untuk sisi operasi.
5. Sendawakan dengan sering.
R/ : Kecendrungan bayi untuk menelan banyak udara.
6. Ajarkan teknik pemberian makan dan pengisapan pada keluarga.
R/ : Menjamin perawatan di rumah secara optimal.
7. Kolaborasi dalam pemberi diet sesuai usia dan ketentuan selama pasca
operasi.
R/ : Untuk memantau keefektifan pemberian nutrisi yang adekuat.

DPIII : Nyeri berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.


Tujuan : Bayi mengalami tingkat kenyamanan yang optimal.
HYD : Bayi tampak nyaman dan istirahat dengan tenang.
Intervensi :
1. Kaji perilaku dan TTV.
R/ : Mengetahui adanya bukti nyeri.
2. Lepaskan restrein secara periodik sambil diawasi.
R/ : Untuk latihan lengan,memberikan pelepasan dari pembatasan,dan
observasi kulit untuk adanya tanda-tanda iritasi.
3. Beri stimulasi belaian dan taktil sesuai kebutuhan.
R/ : Untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal.
4. Libatkan orangtua dalam perawatan bayi.
R/ : Untuk memberi rasa aman dan nyaman.
5. Terapkan intervensi perkembangan yang sesuai dengan tingkat dan
toleransi bayi.
R/ : Untuk mencapai hasil pelaksanaan keperawatan yang optimal.

C. Perencanaan Pemulangan

1. Ajarkan dalam pemberian makanan/minuman pada anak dengan


menggunakan alat dot yang sesuai dengan cara merangsang untuk
minum.
2. Ajarkan pada orangtua untuk mencegah infeksi.
3. Ajrkan cara mencegah aspirasi saat pemberian formula.
4. Ajarkan bagaimana melakukan risusitasi jantung paru bila ada bahaya
terutama palato skisis yang resiko aspirasi atau distress pernafasan.
5. Ajarkan untuk melakukan rangsangan bicara pada tahap awal bila perlu
rujuk ke terapi bicara.
6. Ajarkan cara merawat gigi dan mulut.

***

DAFTAR PUSTAKA:

Betz L. Cecily & Soweden A. Linda, 2002. Keperawatan Pediatri. Edisi: 3,


Jakarta : EGC.
D.Pearce Evelyn, 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Edisi : 1,
Jakarta : PT Gramedia.

Hidayat Alimul Aziz, 2007. Pengantar llmu Keperawatan Anak. Edisi: 2,


Jakarta : Salemba Medika.

L. Wong Donna, 2003. Keperawatan Pediatrik. Edisi : 4,


Jakarta : EGC.

Suriadi & Yuliani Rita, 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi: 1,
Jakarta : PT Fajar Interpratama.

You might also like