You are on page 1of 10

Perdarahan Pervaginam pada Kehamilan Usia Lanjut

A. PLACENTA PREVIA
1. Pengertian dan klasifikasi placenta previa
Placenta previa berasal dari kata prae yang berarti di depan, dan vias yang berarti
jalan. Placenta previa adalah placenta yang berimplantasi pada Segmen Bawah Rahim (SBR)
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum pada usia kehamilan lebih
dari 28 minggu. Placenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dnegan paritas tinggi dan
pada usia di atas 30 tahun.
Sejalan dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya SBR ke arah proksimal
memungkinkan placenta yang berimplantasi pada SBR ikut berpindah mengikuti perluasan SBR
seolah placenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas
dalam persalinan kala I bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh placenta.
Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari placenta previa ketika pemeriksaan
dalam masa antenatal maupun intranatal, baik dengan pemeriksaan USG maupun digital.
Klasifikasi dari placenta previa antara lain :
a. Plasenta previa totalis/komplit, adalah placenta yang menutupi seluruh OUI.
b. Placenta previa parsialis, adalah placenta yang menutupi sebagian OUI.
c. Placenta previa marginalis, adalah placenta yang tepinya berada pada pinggir OUI.
d. Placenta letak rendah, adalah placenta yang berimplantasi pada SBR sedemikian rupa
sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari OUI.

2. Tanda-tanda dari placenta previa


a. Kehamilan 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam yang sifatnya tidak nyeri,
dan berupa darah segar. Hal ini disebabkan oleh perdarahan sebelum minggu ke-28 memberi
gambaran yang tidak berbeda dari abortus, sedangkan perdarahan pada placenta previa
disebabkan karena pergerakan antara placenta dengan dinding rahim.
b. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama
berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sebab yang
jelas sehingga berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang banyak.
c. Perdarahan terjadi karena serviks dan SBR pada placenta previa lebih rapuh dan mudah
mengalami robekan.
d. Keadaan umum sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
e. Sering disertai dengan kelainan letak janin. Hali ini dipengaruhi oleh ukuran panjang rahim
yang berkurang.
f. Bagian terendah masih tinggi/tidak masuk PAP. Hal ini karena placenta terletak pada kutub
bawah rahim, sehingga kepala tidak dapat mendekati PAP.
g. Bunyi jantung anak biasanya ada.
h. Teraba jaringan placenta.

3. Patofisiologi placenta previa


Placenta previa umumnya terjadi pada usia kehamilan lanjut (TW III) dan mungkin juga
lebih awal, karena mulai terbentuknya SBR tapak placenta akan mengalami pelepasan. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi SBR maka placenta yang berimplantasi disana akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai rapak placenta. Begitu juga saat
serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatatation) ada bagian tapak placenta yang
terlepas. Lokasi laserasi tersebut akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal
yaitu dari ruangan intervilus dari placenta.
Oleh karena pembentukan SBR itu, perdarahan pada placenta previa pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak karena
SBR dan serviks tidka mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
sangat minimal, akibatnya pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dnegan sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan, kecuali jika ada laserasi mengenai sinus
yang besar dari plasenta maka perdarahan akan berlangsung lebh banyak dan lebih lama. Oleh
karena pembentukan SBR berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri.
Pada placenta previa totalis, perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan karena SBR
terbentuk lebih dulu pada bagian terbawah yaitu pada OUI. Sebaliknya placenta previa parsialis
atau letak rendah, perdarahan baru terjadi saat mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan
pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan
pertama bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu, tetapi kejadiannya lebih banyak pada
kehamilan 34 minggu ke atas. Karena terletak dekat dengan OUI, maka perdarahan lebih mudah
mengalir keluar rahim dan tidak terbentuk hematoma retro placenta. Dengan demikian sangat
jarang terjadi koagulopati pada placenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding SBR yang tipis, mudah diinvasi oleh
pertumbuhan vili dari trofoblast, akibatnya placenta melekat lebih kuat pada dinding uterus.
Labih sering terjadi placenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang pertumbuhan vilinya bisa
menembus ke buli-buli dan rektum bersama placenta previa. Placenta akreta dan inkreta lebih
sering terjadi pada uterus yang sebelumnya mengalami SC. SBR dan serviks yang rapuh dan
mudah robek karena kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Dua kondisi ini berpotensi
meningkatkan perdarahan pasca persalinan pada placenta previa, misalnya pada kala III karena
placenta sukar terlepas dengan sempurna (retensio placenta), atau setelah uri lepas karena SBR
tidak mampu berkontraksi dengan baik.

4. Penatalaksanaan placenta previa


Ada 2 terapi, yaitu :
a. Terapi aktif : kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahn yang membawa
maut.
1) Cara vaginal, yang bermaksud
2) untuk mengadakan tekanan pada placenta dan dengan menutup pembuluh-pembuluh darah
yang terbuka.
3) Dengan SC, dengan maksud mengosongkan rahim dapat mengadakan retraksi dan
menghentikan perdarahan. SC juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering
terjadi dengan usaha persalinan pervaginam pada placenta previa.
b. Terapi ekpektatif : jika janin masih kecil hingga kemungkinan hidup di dunia luar
baginnya kecil sekali. Sikap ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan
ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Dulu anggapan kita ialah
bahwa kehamilan dengan placenta previa harus segera diakhiri untuk menghindarkan
perdarahan yang banyak. Tetapi sekarang terapi menunggu dibenarkan dengan alasan
:

1) Perdarahan pertama pada placenta previa jarang fatal.


2) Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas.
Syarat bagi terapi ekspektatif adalah bahwa keadaan ibu masih baik (Hb normal) dan
perdarahan tidak banyak. Pada terapi ekspektatif kita rawat pasien di rumah sakit, sampai berat
anak kurang lebih 2500 gram, atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Bila kehamilan 37
minggu telah tercapai, kehamilan diakhiri dengan cara yang telah diuraikan. Selanjutnya pada
penderita placenta previa selalu harus diberikan antibiotika mengingat kemungkinan infeksi yang
besar disebabkan perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin.
Tindakan apa yang kita pilih untuk pengobatan placenta previa dan kapan pelaksanaannya
tergantung pada faktor-faktor di bawah :
1) Perdarahan banyak/sedikit
2) Keadaan ibu dan anak
3) Besarnya pembukaan
4) Tingkat placenta previa
5) Paritas
Perdarahan yang banyak, pembukaan kecil, nulipara, dan tingkat placenta previa yang berat
mendorong kita melakukan SC, sebaliknya perdarahan yang sedang, pembukaan yang sudah
besar, multipara, dan tingkat placenta previa yang ringan serta anak yang mati mengarahkan pad
usaha pemecahan ketuban. Pada perdarahan yang sedikit dan anak yang masih kecil
dipertimbangkan terapi ekspektatif. Perlu dikemukakan cara manapun yang diikuti, persediaan
darah yang sangat menentukan.
1) Cara-cara vaginal terdiri dari :
a) pemecahan ketuban
b) versi Braxton Hicks
c) dengan cunam willett
2) Sectio Cesarea

B. SOLUSIO PLASENTA
1. Pengertian, Klasifikasi dan Tanda Tanda Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta
dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya
yakni sebelum anak lahir. Adapun pengklasifikasian dari solusion plasenta adalah
a. Ruptura sinus marginalis : Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja.
b. Solusio plasenta parsialis : Plasenta terlepas lebih luas dari pada rupture sinus marginali
c. Solusio plasenta totalis : Plasenta terlepas dari seluruh permukaan maternal.
Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan
myometrium untuk seterusnya menyelinap dibawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh
jalan ke kalis servikalis dan keluar melalui vagina (revealed hemorrhage). Akan tetapi, ada
kalanya, walaupun jarang, perdarahan tersebut tidak keluar melalui vagina (concealed
hemorrhage) jika :
a. Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim.
b. Selaput ketuban masih melekat pada dinding Rahim.
c. Perdarahan masuk kedalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah karenanya.
d. Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah Rahim.
Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik sesuai dengan
luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu
a. Solusio plasenta ringan : Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%, atau ada yang
menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250ml.
Tumpahan darah yang keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dan sedikit sampai seperti
menstruasi yang banyak. Gejala gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali
warna darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
b. Sulusio plasenta sedang : Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum
mencapai sepenuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 200ml tetapi belum
mencapai 1000 ml. Umumnya pertumpahan darah terjadi keluar dan kedalam bersama sama.
Gejala gejala dan tanda tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus,
denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardia.
c. Solusio plasenta berat : Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50%, dan jumlah
darah yang keluar telah mencapai 1000ml atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi keluar jauh
kedalam bersama sama. Gejala gejala dan tanda tanda klinik jelas, keadaan umum
penderita buruk disertai syok, dan hamper semua janinnya telah meninggal. Komplikasi
koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguria biasanya telah ada.
2. Patofisiologi Solusio Plasenta
Sesungguhnya solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula
dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili vili korialis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu, patofisiologi
bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh
darah di desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang disebabkan
oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan pembentuka
thrombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam vascular vili dapat berujung kepada
iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan
perdarahan sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua barsalis terlepas
kecuali lapisan tipis yang tetap melekat pada myometrium. Dengan demikian, pada tingkat
permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematoma yang bisa menyebabkan
pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang
berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali terdapat hematoma pada bagian
belakang plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan hematoma
retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteri spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta
mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal atau plasenta ke sirkulasi
janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas atau
banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput ketuban dan
myometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina (revealed hemorrhage).
Perdarahan tidak bisa berhenti, karena uterus yang lagi mengandung tidak mampu berkontrasi
untuk menjepit pembuluh arteri spiralis yang terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan
tinggal terperangkat di dalam uterus (concealed hemorrhage). Terdapat beberapa keadaan yang
secara teoritis dapat berakibat kematian sel karena iskemia dan hipoksia pada desidua yaitu :
a. Pada pasien dengan koriomnionitis
b. Kelainan genetic berupa defisiensi protein C dan protein S
c. Pada pasien dengan penyakit trombofilia
d. Keadaan hyperhomocysteinemia
e. Nikotin dan kokain yang keduannya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa menyebabkan
iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi seperti infark, oksidatif stress,
apoptosis, dan nekrosis, yang kesemuanya ini berpotensi merusak hubungan uterus dengan
plasenta yang berujung pada solusio plasenta.
3. Penatalaksanaan Solusio Plasenta
Dalam kasus solusio plasenta, adapun penatalaksanaan atau penanganan dari solusio
plasenta adalah
a. Lakukan uji pembekuan darah. Kegagalan terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau
terbentuknya bekuan darah lunak yang mudah terpecah menunjukkan adanya koagulopati.
b. Transfusi darah segar
c. Jika terjadi perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi), lakukan persalinan segera, jika:
1) Pembukaan serviks lengksap, persalinan dengan ekstrasi vakum
2) Pembukaan serviks belum lengkap, persalinan dengan seksio sesarea.
Catatan : Pada setiap kasus solusio plasenta, waspadalah terhadap kemungkinan terjadinya
perdarahan pasca persalinan.
d. Jika perdarahan ringan atau sedang (dimana ibu tidak ada dalam bahaya) tindakan bergantung
pada denyut jantung janin (DJJ).
1) DJJ normal atau tidak terdengar, pecahkan ketuban dengan kokher.
a) Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin.
b) Jika serviks kenyal, tebal, dan tertutup, lakukan seksio sesaria.
2) DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit )
a) Lakukan persalinan pervaginam segera
b) Jika persalinan pervaginam tidak memungkinkan, akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

C. RUPTUR UTERI
1. Pengertian Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah robekan (diskontinuitas) dinding rahim yang terjadi saat kehamilan
atau persalinan. Ruptur uteri bisa terjadi pada persalinan dan bisa pula terjadi pada kehamilan
tua.
Ruptur uteri yang terjadi pada persalinan adalah ruptur uteri spontan, ruptur uteri spontan
terjadi karena gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen
bawah rahim yang berlebihan, dan ruptur uteri traumatik, ruptur uteri ini terjadi karena adanya
tindakan seperti ekstrasi forsep, ekstrasi vakum dan veri ektrasi. Sedangkan ruptur uteri yang
terjadi pada kehamilan tua adalah ruptur uteri bekas luka uterus, ruptur ini terjadi spontan, terjadi
bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.
Menurut robekannya ruptur uteri dibedakan menjadi :
a. Ruptur uteri kompleta
Bila peritoneum viserale ikut robek dan dengan demikian terdapat hubungan langsung antara
cavum uteri dengan cavum abdomen
1) Jaringan peritoneum ikut robek
2) Janin terlempar ke ruangan abdomen
3) Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
4) Mudah terjadi infeksi
b. Ruptur uteri inkompleta
Bila peritoneum visarela tidak ikut robek atau lapisan perimetrium masih utuh
1) Jaringan peritoneum ikut robek
2) Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
3) Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
4) Perdarahan dapat menuju ke liang senggama (vagina)
5) Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma

2. Patofisiologi Ruptur uteri


Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding korpus uteri atau
segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya
tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah dan ke dalam segmen bawah
rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih lebar karena dindingnya menjadi lebih tipis karena
tertarik ke atas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga
lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi. Apabila bagian
terbawah janin tidak dapat terdorong karena sesuatu sebab yang menahannya (misalnya panggul
sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah mengecil pada saat his harus
diimbangi oleh perluasan segmen bawah rahim ke atas. Dengan demikian, lingkaran retraksi
fisiologi semakin (physiologic retraction ring) semakin meninggi ke arah pusat melewati batas
fisiologi menjadi patologi (pathologic retraction ring) lingkaran patologik ini di sebut lingkaran
Bandl (ring van Bandl). Segmen bawah rahim terus menerus tertarik ke arah proksimal, tetapi
tertahan oleh serviks dan his berlangsung kuat terus menerus tetapi bagin terbawah janin tidak
kunjung turun ke bawah melalui jalan lahir, lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi dan
segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas sembari dindingnya sangat tipis hanya beberapa
milimeter saja lagi. Ini menandakan telah terjadi ruptur imminens dan rahim yang terancam
robek pada saat his berikut berlangsung dindinng segmen bawah rahim akan robek spontan pada
tempat yang tertipis dan terjadilah perdarahan. Jumlah perdarahan tergantung pada luas robekan
yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus.

3. Tanda-tanda Ruptura Uteri


a. Sakit perut mendadak , malahan seringkali pasien merasakan seperti ada sesuatu yang robek di
dalam perutnya.
b. Perdarahan pervaginam
c. Syok yang cenderung tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam , karena banyak
perdarahan intra abdominal
d. Disertai sesak napas sebagai akibat penekanan dan perangsangan diafragma oleh darah intra-
abdominal yang banyak
e. Biasanya bagian-bagian janin teraba dengan jelas di bawah kulit dinding perut , disertai
hilangnya bunyi jantung serta tanda-tanda abdomen akut ( nyeri perut spontan, disertai dinding
perut tegang seperti papan )
f. Kadang-kadang dijumpai urine yang hemoragis, yakni bila dinding vesika urinaria sudah ikut
terlibat dengan kerobekan tersebut

4. Penatalaksaan Ruptura Uteri


a. Segera atasi syok dan pasien dan pasien dipersiapkan secepatnya untuk laparotomi, pasang
infuse cairan intravena ( NaCl 0,9% atau ringer laktat ) , pemberian darah, oksigen dan
antibiotika ( biasanya golongan penisilin dengan dosis tinggi , diberikan sebelum dan setelah
pembedahan )
b. Untuk RUI ( Ruptura uteri imminens )
1) Hentikan / kurangi kontraksi rahim ( stop drip oksitosin jika pasien dalam akselerasi ), berikan
oksigen 4-6 L/menit
2) Berikan analgetika yang reaksinya cepat ( misalnya ketoprofen suppositoria), sekaligus dapat
berfungsi sebagai tokolitik ( antiprostaglandin )
3) Dapat diberikan tokolisis dengan hati-hati ( misalnya salbutamol bolus )
4) Melahirkan bayi secepatnya , bila memenuhi syarat diusahakan agar dapat melahirkan
pervaginam dan bisa syarat tidak dapat terpenuhi dapat segera dilakukan seksio sesarea
Daftar Pustaka
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. 1984. Obstetri
Patologi. Bandung : Elstar Offset.
Manuaba , Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
M. Achadiat, Crisdiono.2003. Prosedur Tetap Obstetri & Ginekologi : Jakarta. Buku Kedokteran EGC.

You might also like

  • Sap KB
    Sap KB
    Document11 pages
    Sap KB
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Data Barang
    Data Barang
    Document3 pages
    Data Barang
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • JUDUL
    JUDUL
    Document3 pages
    JUDUL
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Personalized Service
    Personalized Service
    Document3 pages
    Personalized Service
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Document2 pages
    Latar Belakang
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Sap KB
    Sap KB
    Document12 pages
    Sap KB
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Leflet Tumbang
    Leflet Tumbang
    Document2 pages
    Leflet Tumbang
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document2 pages
    Daftar Isi
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Leflet Tumbang
    Leflet Tumbang
    Document2 pages
    Leflet Tumbang
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Sap PHBS
    Sap PHBS
    Document11 pages
    Sap PHBS
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Leflet Tumbang
    Leflet Tumbang
    Document2 pages
    Leflet Tumbang
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • 08A Kondom Pria
    08A Kondom Pria
    Document55 pages
    08A Kondom Pria
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • 10A KB Alamiah
    10A KB Alamiah
    Document24 pages
    10A KB Alamiah
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • KB II
    KB II
    Document62 pages
    KB II
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Komposisi Darah Dalam Tubuh DR - Totok Benar
    Komposisi Darah Dalam Tubuh DR - Totok Benar
    Document13 pages
    Komposisi Darah Dalam Tubuh DR - Totok Benar
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Anamnesa Kunjungan Awal Ibu Hamil
    Anamnesa Kunjungan Awal Ibu Hamil
    Document3 pages
    Anamnesa Kunjungan Awal Ibu Hamil
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Cover Makalah Asuhan Kebidanan KPSP
    Cover Makalah Asuhan Kebidanan KPSP
    Document1 page
    Cover Makalah Asuhan Kebidanan KPSP
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Askeb KB
    Askeb KB
    Document8 pages
    Askeb KB
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Karangtaruna Fix
    Karangtaruna Fix
    Document15 pages
    Karangtaruna Fix
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Sap Tanda Bahaya Bumil
    Sap Tanda Bahaya Bumil
    Document5 pages
    Sap Tanda Bahaya Bumil
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Sap KB
    Sap KB
    Document9 pages
    Sap KB
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Sap Tanda Bahaya Bumil
    Sap Tanda Bahaya Bumil
    Document5 pages
    Sap Tanda Bahaya Bumil
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Sap PHBS
    Sap PHBS
    Document11 pages
    Sap PHBS
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Sap Gizi Bumil
    Sap Gizi Bumil
    Document6 pages
    Sap Gizi Bumil
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Sap KB
    Sap KB
    Document12 pages
    Sap KB
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document5 pages
    Bab I
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • SAP Rokok
    SAP Rokok
    Document8 pages
    SAP Rokok
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Sap HT
    Sap HT
    Document12 pages
    Sap HT
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Document1 page
    Lembar Pengesahan
    Rayi Panji Tezar Subekti
    No ratings yet
  • Surat Undangan Dies Natalis
    Surat Undangan Dies Natalis
    Document3 pages
    Surat Undangan Dies Natalis
    Rayi Panji Tezar Subekti
    100% (1)