Professional Documents
Culture Documents
Semester : ....................
Kelas : ....................
Dalam hal tertentu tes yang telah disusun sesuai dengan kurikulum (materi dan
tujuannya) agar memenuhi validitas isi, peneliti atau pemakai tes dapat meminta
bantuan ahli bidang studi untuk menelaah apakah konsep materi yang diajukan telah
memadai atau tidak, sebagai sampel tes. Dengan demikian validitas isi tidak
memerlukan uji coba dan analisis statistik atau dinyatakan dalam bentuk angka-
angka.
Menetapkan indikator suatu konsep dapat dilakukan dalam dua cara, yakni
(a) menggunakan pemahaman atau logika berpikir atas dasar teori pengetahuan
ilmiah dan
(b) menggunakan pengalaman empiris, yakni apa yang terjadi dalam kehidupan
nyata.
Contoh: Konsep mengenai Hubungan Sosial, dilihat dari pengalaman,
indikatornya empiris adalah keterkaitan dari
(1) bisa bergaul dengan orang lain
(2) disenangi atau banyak teman-temannya
(3) menerima pendapat orang lain
(4) tidak memaksakan pendapatnya
(5) bisa bekerja sama dengan siapa pun, dan lain-lain.
Mengukur indikator-indikator tersebut, berarti mengukur bangun
pengertian yang terdapat dalam konsep hubungan sosial. Contoh lain: Konsep
sikap dapat dilihat dari indikatornya secara teoretik (deduksi teori) antara lain
keterkaitan dari
(1) kesediaan menerima stimulus objek sikap
(2) kemauan mereaksi stimulus objek sikap
(3) menilai stimulus objek sikap
(4) menyusun/mengorganisasi objek sikap
(5) internalisasi nilai yang ada dalam objek sikap.
Apabila hasil tes menunjukkan indikator-indikator tes yang tidak berhubungan
secara positif satu sama lain, berarti ukuran tersebut tidak memiliki validitas bangun
pengertian. Atas dasar itu indikatornya perlu ditinjau atau diperbaiki kembali. Cara
lain untuk menetapkan validitas bangun pengertian suatu alat ukur adalah
menghubungkan (korelasi) antara alat ukur yang dibuat dengan alat ukur yang sudah
baku/standardized, seandainya telah ada yang baku. Bila menunjukkan koefisien
korelasi yang tinggi maka alat ukur tersebut memenuhi validitasnya.
Untuk menguji validitas konstruksi digunakan pendapat para ahli (judgment
experts) setelah sebelumnya instrumen tersebut dikonstruksi aspek-aspek yang akan
diukur dengan berlandaskan teori tertentu. Jumlah tenaga ahli yang digunakan
minimal tiga orang dan umumnya mereka telah bergelar doktor sesuai dengan lingkup
yang diteliti.
Langkah selanjutnya yaitu melakukan uji coba instrumen kepada sampel dari
mana populasi diambil. Jumlah anggota sampel yang digunakan sekitar 30 orang.
Setelah data ditabulasikan, maka pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan
analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dalam satu
faktor, dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Berikut ini adalah contoh
menguji validitas konstruksi dengan analisis faktor.
Misalnya akan dilakukan pengujian validitas konstruksi melalui analisis faktor
terhadap instrumen untuk mengukur prestasi kerja pegawai. Jadi dalam hal ini
variabel penelitiannya adalah prestasi kerja. Berdasarkan teori dan konsultasi ahli,
indikator pretasi kerja pegawai meliputi dua faktor yaitu: kualitas hasil kerja dan
kecepatan kerja. Selanjutnya indikator (faktor) kecepatan kerja dikembangkan
menjadi tiga pertanyaan, dan kualitas hasil kerja dikembangkan menjadi 4 butir
pertanyaan. Instrumen yang terdiri dari 7 butir pertanyaan tersebut, selanjutnya
diberikan kepada 5 orang pegawai sebagai responden untuk menjawabnya. Jawaban
responden ditunjukkan pada tabel 2. Arti angka: 4 berarti sangat tinggi, 3 tinggi, 2
rendah, 1 sangat rendah prestasinya.
Analisis faktor dilakukan dengancara mengkorelasikan jumlah skor faktor
dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas
maka faktor tersebut merupakan construct yang kuat. Jadi berdasarkan analisis faktor
itu dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki validitas konstruksi yang
baik.
Tabel 1
Data Prestasi Kerja Pegawai
No. Skor Faktor 1 Jml Skor Faktor 2 untuk Jml Jml
Res. untuk butir no: 1 butir no: 2 Total
1 2 3 (X1) 1 2 3 4 (X2) (Y)
1. 3 4 3 10 3 3 2 4 12 22
2. 4 3 2 9 4 3 4 4 15 24
3. 1 2 1 4 3 2 1 2 8 12
4. 3 3 3 9 4 4 3 3 14 23
5. 2 2 4 8 3 1 2 1 7 15
Berdasarkan tabel 2 tersebut telh dihitung bahwa korelasi antara jumlah faktor 1
(X1) dengan skor total (Y) = 0,85 dan korelasi antara jumlah faktor 2 (X2) dengan
skor total (Y) = 0,94. Karena koefisien korelasi kedua faktor tersebut di atas 0,3,
maka dapat disimpulkan bahwa kualitas hasil kerja dan kecepatan kerja merupakan
konstruksi (construct) yang valid untuk variabel prestasi kerja pegawai.
Selanjutnya apakah setiap butir dalam instrumen itu valid atau tidak, dapat
diketahui dengan cara mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total (Y). Jadi
untuk keperluan ini ada tujuh koefisien korelasi yang perlu dihitung. Bila harga
korelasi di bawah 0,3, maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak
valid, sehingga harus dperbaiki atau dibuang.
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa korelasi ketujuh butir instrumen dengan
skor total ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 2
Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Konstruk
No. r hitung r kritis Keputusan
r1y 0,95 0,30 valid
r2y 0,79 0,30 valid
r3y 0,22 0,30 tidak valid
r4y 0,73 0,30 valid
r5y 0,79 0,30 valid
r6y 0,84 0,30 valid
r7y 0,83 0,30 valid
Tabel 3
Kelompok Skor Tinggi dan Rendah pada Instrumen untuk mengukur
kinerja aparatur Negara
Skor-skor kelompok tinggi Skor-skor kelompok rendah
126 81
128 96
135 104
135 107
135 108
140 108
142 109
X1 = 135,1 X2 = 101,85
S1 = 6,1 S2 = 10,2
S12 = 38,1 S22 = 104,4
Contoh:
Suatu instrumen penelitian akan digunakan untuk mengukur kinerja aparatur
Negara. Instrumen tersebut telah dikonsultasikan kepada paara ahli aparatur dn
dinyatakan siap untuk diujicoba. Uji coba diberlakukan terhadap sampel 25
responden yang tahu maslaah aparatur. Berdasarkan 25 responden tersebut
dapat dikelompokkan 27% responden yang memberikan skor tinggi dan 27%
skor rendah.
Untuk menguji daya pembeda digunakan rumus t-test sebagai berikut:
12
t=
1 1
+
1 2
Di mana:
(11)12 + (21)22
Sgab =
(1+2) 2
Berdasarkan data yang ada pada tabel 4 dan rumus tersebut, maka:
(71)3,81+ (71)104,4
Sgab =
(7+7) 2
Sgab = 8,4
135,1101,85
t=
1 1
8,4 +
7 7
c. Analisis Faktor
Item yang valid akan mengelompok pada konstruk yang diukur. Analisis
dengan SPSS menggunakan Analyze ==> Data reduction ==> Factor Analysis
==> masukan semua jawaban responden. Item pertanyaan yang tidak
mengelompok dinyatakan tidak valid.
Uji reliabilitas adalah untuk melihat apakah rangkaian kuesioner yang
dipergunakan untuk mengukur suatu konstruk tidak mempunyai
kecenderungan tertentu. Nilai yang lazim dipakai adalah 0,6. Perhitungan
dengan SPSS sama dengan perhitungan validitas dengan Corrected Item to
Total Correlation. Nilai yang dilihat adalah Alpha, pada bagian kiri bawah.
Uji validitas menunjukkan ukuran yang benar-benar mengukur apa yang akan
diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat test, maka alat
test tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan
apa yang seharusnya diukur. Suatu test dapat dikatakan mempunyai validitas
tinggi apabila test tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan
hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya test tersebut. Jika
peneliti menggunakan kuesioner di dalam pengumpulan data penelitian, maka
item-item yang disusun pada kuesioner tersebut merupakan alat test yang
harus mengukur apa yang menjadi tujuan penelitian.
Salah satu cara untuk menghitung validitas suatu alat test yaitu dengan
melihat daya pembeda item (item discriminality). Daya pembeda item adalah
metode yang paling tepat digunakan untuk setiap jenis test. Daya pembeda
item dalam penalitian ini dilakukan dengan cara korelasi item-total.
Korelasi item-total yaitu konsistensi antara skor item dengan skor secara
keseluruhan yang dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi antara setiap
item dengan skor keseluruhan, yang dalam penelitian ini menggunakan
koefisien korelasi RankSpearman karena skala pengukuran dalam penelitian
ini adalah skala ordinal.
b. Bandingkan nilai koefesien korelasi rank sperman (rs) dengan nilai korelasi
rank spearman dalam table (rtabel), atau bandingkan nilai p-value (Sig.) pada
koefesien korelasi rank sperman (rs) dengan taraf (nyata)
c. Jika rs > rtabel atau p-value < , maka item tersebut valid dan dapat dijadikan
sebagai indikator terhadap dimensi/variabel tersebut.
Reliabilitas artinya adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu pengukuran yang mampu
memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas merupakan
salah satu ciri atau karakter utama intrumen pengukuran yang baik. Kadang-
kadang reliabilitas disebut juga sebagai keterpercayaan, keterandalan,
keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya, namun ide pokok dalam
konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya, artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan
pengukuran (measurement error).
Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka
yang disebut koefisien reliabilitas. Walaupun secara teoritis, besarnya
koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00 1,00; akan tetapi pada
kenyataannya koefisien reliabilitas sebesar 1,00 tidak pernah dicapai dalam
pengukuran, karena manusia sebagai subjek pengukuran psikologis
merupakan sumber kekeliruan yang potensial. Di samping itu walaupun
koefisien korelasi dapat bertanda positif (+) atau negatif (-), akan tetapi dalam
hal reliabilitas, koefisien reliabilitas yang besarnya kurang dari nol (0,00)
tidak ada artinya karena interpretasi reliabilitas selalu mengacu kepada
koefisien reliabilitas yang positif.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan tingkat
reliabilitas suatu alat ukur, salah satunya adalah dengan internal cosistency
dengan teknik belah dua (split half) yang dianalisis dengan rumus Spearman-
Brown yaitu :
x 100%
Keterangan:
R = nilai koefesien reliabilitas
r = nilai korelasi antara item belahan pertama dengan item belahan kedua.
Dafus :