You are on page 1of 14

Nefritis atau peradangan ginjal, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui.

Gejala
utamanya adalah tampaknya elemen seperti albumin di dalam air seni. Kondisi ini disebut
albuminuria. Sel-sel darah merah dan darah putih dan serpihan granular yang kesemuanya
tampak dalam pemeriksaan mikroskopik pada air seni. Gejala ini lebih sering nampak terjadi
pada masa kanak-kanak dan dewasa dibanding pada orang-orang setengah baya. Bentuk yang
paling umum dijumpai dari nefritis adalah glomerulonefritis. Seringkali terjadi dalam periode 3
sampai 6 minggu setelah infeksi streptokokus.

Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit punggung, dan
udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak), mual dan muntah-muntah.
Sulit buang air kecil dan air seni menjadi keruh.

Prognosis biasanya dapat menyembuhkan dan penderita sembuh total. Namun pada beberapa
orang gejala ini berkembang menjadi kronis. Pada keadaan ini proses kerusakan ginjal terjadi
menahun dan selama itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi pada akhirnya orang-orang tersebut
dapat menderita uremia (darah dalam air seni.Red) dan gagal ginjal.

Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat
membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak
diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-2
liter. Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh dan
elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu banyak fungsi ginjal sehingga
bila ada kelainan yang mengganggu ginjal, berbagai penyakit dapat ditimbulkan.
Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel penyerang ginjal (sel
glomerulus). Glomerulonefritis menahun adalah penyakit paling sering menimbulkan gagal
ginjal dikemudian hari. Kelainan ini terjadi akibat gangguan utama pada ginjal (primer) atau
sebagai komplikasi penyakit lain (sekunder), misalnya komplikasi penyakit diabetes mellitus,
keracunan obat, penyakit infeksi dan lain-lain. Pada penyakit ini terjadi kebocoran protein atau
kebocoran eritrosit.

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya
angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat
kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat
imunologis.Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus,bukan pada
struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem
vaskulernya.
Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan
perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Hasil penelitian
multisenter di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian
disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-
laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis)
seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual,
kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing
sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%)
sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

A. Definisi

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya
korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit
dan prognosis.

B. Etiologi

Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian
atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29.
Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali
oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi
skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya
titer anti- streptolisin pada serum penderita.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang
10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada
yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi,
keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi
kuman streptococcus.

Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai
dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini
timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan
bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada
anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi
5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan
A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi
saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan
kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan timah
hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus
eritematosus.

C. Patogenesis

Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli
mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus
dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
auto-imun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen antigen


yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis ginjal.

D. Klasifikasi
a. Congenital (herediter)

1. Sindrom Alport

Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang
seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom
alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua
pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan
hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita
sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria
mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran
nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak
terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.

2. Sindrom Nefrotik Kongenital

Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria massif,
sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa
bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering
dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik
(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan
sindrom nefrotik jenis lainnya.

b. Glomerulonefritis Primer

1. Glomerulonefritis membranoproliferasif

Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak
spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%
pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan
gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45%
menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai
riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira
glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.

2. Glomerulonefritis membranosa

Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan
dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan
lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan
insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian
berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang
dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan
sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria
terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.

3. Nefropati IgA (penyakit berger)


Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik,
hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan
gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan
terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria
makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi
misalnya olahraga dan imunisasi.

c. Glomerulonefritis sekunder

Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca
streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A
yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis
pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab
mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

E. Manifestasi Klinis

Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan non glomerulus berdasarkan
etiologi, histology, atau perubahan faal yang utama. Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus
yang sering dijumpai adalah hipertensi, sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun
gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non
glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti.
Tanda utama kelainan glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara bersama seperti
misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama terdiri dari proteinuria massif dan
hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sembab.
Riwayat Penyakit

Sebagian besar anak dengan kelainan glomrulus menunjukkan proteinuria atau hematuria yang
ditemukan pada saat pemeriksaan urine atau hipertensi yang ditemukan pada saat pemeriksaan
fisik. Sebagian kecil pasien menunjukkan tanda sembab sebagai gejala awal, sehingga diperlukan
perhatian riwayat penyakit pasien dan keluarganya.

Gejala yang sering ditemukan adalah hematuria atau kencing seperti merah daging, kadang-
kadang disertai sembab ringan disekitar mata atau seluruh tubuh. Umumnya sembab berat
terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan
glomerulonefritis akut pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal
kembali. Hipertensi timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal, suhu badan tidak tinggi,
tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama.

Riwayat yang spesifik pada anak dengan proteinuria, misalnya sembab periorbital, pratibial,
skrotum atau anasarka pada sindroma nefrotik yang pada awalnya berupa sembab muka pada
waktu bangun tidur dan menghilang pada siang hari, tetapi kemudian sembab akan menetap bila
bertambah hebat atau menjadi anasarka. Hal ini sering dikira sebagai reaksi alergi, bertambahnya
berat badan dengan cepat akibat ekspansi cairan ekstraseluler (dengan keluhan pakaian menjadi
sempit atau perut buncit) jumlah urine berkurang. Pada kasus yang lebih berat terdapat
anoreksia, sakit kepala, muntah dan bahkan kejang kadang disertai tanda penurunan fungsi ginjal
seperti anoreksia, apatis, mudah lelah, lambat tumbuh, dan anemia.

Pemeriksaan Fisik

Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat dan
tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan kemungkinan
adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti atritis, ruam kulit,
gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat.

Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan
filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi
air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan
kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang terganggu, ion natrium dan air
diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium
juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.

Pemeriksaan Laboratorium

Bila ditemukan proteinuria tersendiri (isolated proteinuria), hematuria mikroskopik atau ipertensi
ringan pada anak yang tampak sehat, harus dilakukan evaluasi lebih lanjut. Hematuria
mikroskopik dan hipertensi ringan biasanya hanya bersifat sementara. Hematuria nyata tanpa
gejala lain biasanya berasal dari glomerulus dan bila telah diketahui adanya kelainan yang
bermakna, harus segera dilakukan pemeriksaan selanjutnya.
Laju enap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan
air). Pada pemeriksaan urine didapatkan jumlah urine berkurang dan berat jenis urine meninggi.
Hematuria makroskopik ditemukan pada 50% penderita, ditemukan juga adanya albumin,
eritrosit leukosit, silinder leokosit dan hialin.
Albumin serum sedikit menurun demikian juga komplemen serum (globulin beta-1C) serta
ureum dan kreatinin darah meningkat. Anemia sering dijumpai pada gagal ginjal akut atau gagal
ginjal kronik. Hematuria harus diukur pada semua anak. Sebanyak 90% anak dengan
glomerulonefritis akut menunjukkan peningkatan streptozim dan penurunan komplemen C3.
Kadar C3 biasanya normal kembali dalam waktu 4-8 minggu dan steptozim dalam waktu 4-
6bulan. Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita.
Biopsi ginjal diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus, sebelum biopsy
dilakukan pengukuran besar ginjal dan strukturnya untuk memastikan adanya dua buah ginjal
dan menyingkirkan kemungkinan tumor dan kelainan lain yang merupakan indikasi kontra
biopsy ginjal.

F. Pengobatan
Pengobatan terpenting adalah suportif, hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan vasodilator
perifer (hidralasin, nifedipin). Diuretik diperlukan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi.
Sebagian pasien hanya memerlukan terapi anti hipertensi jangka pendek (beberapa hari sampai
beberapa minggu). Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative untuk menenangkan pasien
sehingga dapat cukup beristirahat. Pasien dengan gejala encelopati hipertensif memerlukan terapi
anti hipertensi yang agresif, diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intramuskuler.
Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian maka selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan
dosis 0,03 mg/kgBB/hari.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan
beberapa cara misalnya dialysis peritoneum atau hemodialisis. Diuretikum dulu tidak diberikan
pada glomeruloefritis akut tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (lasix) 1mg/kgBB/kali
secara intra vena dalam 5-10 menit berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus.
Pemberian penicillin pada fase akut akan mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus yang
mungkin masih ada. Pemberian antibiotika ini dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pasien
glomerulonefritis akut dengan gagal ginjal akut memerlukan terapi yang tepat, pengaturan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Kortikosteroid dan imunosupresan tidak diberikan oleh
karena tidak terbukti berguna untuk pengobatan.
Pada Fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah garam (1g/hari).
Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah
normal. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

G. Komplikasi
1. Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yang tidak mendapat
pengobatan secara tuntas.
2. Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang dapat berkurangnya filtrasi
glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia,
hiperkalemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini
terjadi diperlukan peritoneum dialysis (bila perlu).
3. Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa
gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme
pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
4. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanan darah yang buka saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
5. Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritropoetik yang
menurun.

H. Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal
kembali. Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal
dalam waktu 3-4 minggu.
Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sediment urine yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.Gejala fisis
menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan
hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi
terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa
bulan.
Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi
umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine
selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi
penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena
umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh
sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis
kronis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar IKA UI., Ilmu Kesehatan Anak. Buku 2, Jakarta, Fak Kedokteran UI., 1985
2. Staf Pengajar IKA UGM., Standar Pelayanan Medis RSUP DR. SARDJITO., Yogyaskarta ,
Fak Kedokteran UGM, 1999
3. Dr.Merdias Alinatsir, Buku Saku Segi-Segi Praktis IKA, Jakarta, 1984
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2, Jakarta, 2002
5. Staf Pengajar IKA UI, Standar Pelayanan Medis IDAI, Jakarta, 2004
6. Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Jakarta, 2000
7. Nini Soemyarso dan kawan kawan, lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/ RSU
Dr.Soetomo, Surabaya. www.yahoo.com
Pemeriksaan penunjang
Urinalis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis
(gros),proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara
sampai 2+(100 mg/dL).

Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejalasindrom
nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS.

Inimenunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin


ditemukaneritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini merupakan
tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk
pemeriksaan sedimen urinsebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.

Darah
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
sepertihiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Komplemen C3 rendah
pada hampirsemua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkankadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jaluralternatif komplomen.

Penurunan C3 sangat mencolok pada penderita GNAPS kadar antara20-40 mg/dl (harga
normal 50-140 mg.dl). Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan denganderajat
penyakit dankesembuhan. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal
kembalidalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah waktu tersebut kadarnya belum mencapai
normal makakemungkinan glomerulonefritisnya disebabkan oleh yang lain atau
berkembang menjadiglomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif cepat.

Anemia biasanya berupanormokromik normositer, terjadi karena hemodilusi akibat


retensi cairan. Di Indonesia 61%menunjukkan Hb < 10 g/dL. Anemia akan menghilang
dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya menghilang atau sembabnya
menghilang.

Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba sebelumnya. Beberapa uji
serologisterhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi,
antara lainantistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antistreptozim cukupbermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap
beberapa antigen streptokokus.Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80%
pasien dengan GNAPS denganfaringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak
memproduksi streptolisin O, sebaiknyaserum diuji terhadap lebih dari satu antigen
streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, ebih dari 90% kasus menunjukkan
adanya infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat padahanya 50% kasus. Pada awal
penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hinggasebaiknya uji titer dilakukan
secara serial. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi
Pencitraan
Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik. Foto toraks
umumnyamenggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus, dengan derajat
yang sesuai denganmeningkatnya volume cairan ekstraseluler
.
Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab paru (diIndonesia 11.5%), efusi pleura (di
Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di Indonesia 80.2%),dan efusi perikardial (di
Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat adanya asites.

PadaUSG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila terlihat ginjal
yang kecil,mengkerut atau berparut, kemungkinannya adalah penyakit ginjal kronik yang
mengalamieksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada USG menunjukkan peningkatan
echogenisitas yangsetara dengan echogenisitas parenkhim hepar. Gambaran tersebut
tidak spesifik dan dapatditemukan pada penyakit ginjal lainnya

You might also like