You are on page 1of 10

Askep Anemia Lengkap

Askep merupakan istilah singkat dari asuhan keperawatan yang pada dasarnya
berupa tugas yang harus diselesaikan oleh mahasiswa jurusan keperawatan maupun
seorang perawat yang bekerja di rumah sakit umum dengan fulltime rawatan, hal ini
karena seorang perawat setiap harinya bertugas untuk menuliskan resume
perkembangan kesehatan pasien yang sedang di rawat bersama-sama dengan tim
kesehatan lain seperti tim dokter, tim keperawatan gizi dan tim laboratorium atau
dikenal dengan istilah analis, begitu juga dengan asuhan keperawatan anemia.

Salah satu dari begitu banyak askep yang dilakukan dan ditulis secara lengkap dalam
bentuk naskah laporan oleh perawat yaitu Asuhan Keperawatan Anemia, hal itu
untuk menunjang kualitas profesi perawat itu sendiri, selain itu laporan kasus
anemia di rumah sakit di seluruh indonesia sangatlah banyak dan sangat diperlukan
upaya dari perawat agar meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang lebih
spedifik dan mengarah demi tercapainya kesembuhan yang hakiki bagi setiap
penderita anemia.

Oleh karena itu asuhan keperawatan dengan pasien anemia dilakukan dengan selalu
memperhatikan kestabilan intake nutrisi, mengingat anemia ini dapat terjadi pada
orang dewasa dan anak-anak, maka sangat bermanfaat apabila asuhan keperawatan
yang diberikan dengan sangat profesional dan memperhatikan psiko, sosio dan
spiritual pasien.

Askep Anemia Lengkap dari pengertian


hingga evaluasi keperawatan :

TINJAUAN TEORISTIS
KONSEP DASAR
1. Pengertian anemia
Menurut Corwin (2009. Hal 410), Anemia adalah penurunan kuantitas sel sel darah merah
dalam sirkulasi, abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah, atau keduanya.
Menurut Baughman, (2000. Hal 22) Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah
merah dan kadar hemoglobin (HB) atau hematokrit (HT) dibawah normal.

Menurut Mansjoer (2000. Hal 547) menyatakan anemia defesiensi besi adalah suatu keadaan
dimana kadar hemoglobin dan/atau hitung ertrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan
sebagai anemia bila hemoglobin < 14 g/dl dan hematokrit < 41% pada pria atau hemoglobin
< 12 g/dl dan hematokrit < 37% pada wanita.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa anemia


adalahAnemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah atau
hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.
2. Etiologi Anemia/penyebab anemia
Penyebab Anemia menurut Tarwoto (2008. Hal 36) ialah sebagai berikut:
a. Genetik; hemoglobinopati, thalasemia, abnormal enzim glikolitik, fanconi anemia.
b. Nutrisi; defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi cobal/vitamin B12, alkoholis,
kekurangan nutrisi/malnutrisi.
c. Perdarahan.
d. Immunologi.
e. Infeksi; hepatitis, cytomegalovirus, parvovirus, clostridia, sepsis gram negatif, malaria,
toksoplasmosis.
f. Obat obatan dan zat kimia; agen chemoterapi, anticonvulsant, antimetabolis, kontra sepsi, zat
kimia toksik.
g. Trombotik trombositopenia purpura dan syndrome uremik hemolitik.
h. Efek fisik; trauma, luka bakar, gigitan ular.
i. Penyakit kronis dan malgna; penyakit ginjal dan hati, infeksi kronis, neoplasma.
3. Klasifikasi dari Anemia
Menurut Mansjoer (2000. Hal 547) Anemia terbagi kedalam beberapa kategori yaitu :
a. Anemia mikrositik hipokrom dibagi atas dua bagian yaitu;
1) Anemia defisiensi besi; Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
2) Anemia penyakit kronis; Penyakit kronis sering menyebabkan anemia, terutama pada
penderita usia lanjut. Keadaan-keadaan seperti infeksi, peradangan dan kanker, menekan
pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Karena cadangan zat besi di dalam tulang
tidak dapat digunakan oleh sel darah merah yang baru, maka anemia ini sering disebut
anemia penggunaan ulang zat besi
b. Anemia makrositik dibagi kedalam dua bagian yaitu;
1) Defisiensi vitamin B12; kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik kekurang B12 akibat faktor instrinsik terjadi karena gangguan karena
gangguan absorbsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun. Kekurangan
vitamin B12 karena faktor instrinsik ini tidak dijumpai diindonesia. Yang lebih sering
dijumpai di Indonesia adalah penyebab instrinsik karena kekurangan masukan vitamin B12
dengan gejala-gejala yang tidak berat.
2) Defisiensi asam folat; asam folat terutama terdapat dalam daging, susu dan daun daun yang
hijau umumnya berhubungan dengan mal nutrisi.
c. Anemia karena perdarahan; anemia pendarahan terbagi atas pendarahan akut dan pendarah
kronis.
d. Anemia hemolitik; pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal
120 hari) baik sementara atau terus menerus.
e. Anemia aplastik; terjadi karena ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel
darah.
4. Patofisiologi Anemia
Menurut Tarwoto (2008. Hal 43), Patofisiologi pada klien anemia ialah Zat besi masuk dalam
tubuh melalui makanan. Pada jaringan tubuh besi berupa : senyawa fungsional seperti
hemoglobin, mioglobin dan enzimenzim, senyawa besi transportasi yaitu dalam bentuk
transportasi dan senyawa besi cadangan seperti ferritin dan hemosiderin. Besi ferri dari
makanan akan menjadi ferro jika dalam keadaan asam dan bersifat mereduksi sehingga
mudah untuk diabsorpsi oleh mukosa usus. Dalam tubuh besi tidak terdapat bebas terapi
berikatan dengan molekul protein menbebtuk ferritin, komponen proteinnya disebut
apoferritin, sedangkan dalam bentuk transport zat besi dalam bentuk ferro berikatan dengan
protein membentuk transferin, komponen proteinnya disebut apotransferin, dalam darah
disebut serotransferin.

Zat besi yang berasal dari makanan seperti daging, hati, telor, sayuran hiaju dan buah
buahan diabsorpsi di usus halus. Rata rata dari makanan yang masuk mengandung 10 15
mg zat besi, tetapi hanya 5 10 % yang dapat diabsorpsi. Penyerapan zat besi ini dipengaruhi
oleh faktor adanya protein hewani dan vitamin C. sedangkan yang menghambat serapan
adalah kopi, the, garam kalsium dan magnesium, karena bersifat mengikat zat besi. Menurut
asupan zat besi yang merupakan unsur utama pembentuk hemoglobin maka kadar/produksi
hemoglobin juga akan menurun.
5. Gambaran klinis Anemia
Tanda dan gejala umum anemia disebabkan penurunan pengaturan oksigen ke jaringan tubuh
dan kerusakan metabolisme serta peningkatan kebutuhan oksigen pada sistem tubuh. Tanda
dan gejala tersebut, di antaranya : Lemah dan letih. Sesak nafas, terutama adanya usaha
napas. Pusing. Takikardia dan palpitasi. Angina pektoris dan gagal jantung kongestif,
terutama pada lansia. Kulit dan membrane mukosa pucat, terutama membran konjungtiva.
Kulit pucat sangat terlihat pada orang berkulit putih, sedangkan pada individu berkulit gelap,
pucat hanya dapat di identifikasi pada membran mukosa. Pengaruh, tanda, dan gejala umum
lainnya ditentukan oleh jenis anemia tertentu. Sebagai contoh, kuku berbentuk sendok
pada seseorang yang mengalami anemia defisiensi zat besi berat (Broker 2009. Hal 122).
6. Penatalaksanaan Anemia
Menurut Tarwoto (2008 Hal 45), penatalaksanaan pada setiap kasus anemia perlu
diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini :
a. Pemberian diet tinggi zat besi.
b. Atasi penyebab seperti cacingan, pendarahan.
c. Pemberian preparat zat besi seperti sulfas ferosus ( dosis : 3 x 200 mg ), ferro glukonat 3 x
200 mg / hari.
d. Iron dextran mengadung fe 50 mg / ml dengan IM, kemudian 100 250 mg tiap 1 2 hari
sampai dosis total sesuai perhitungan.
e. Pemberian vitamin C ( dosis : 3 x 100 mg / hr ).
f. Transfusi darah jika diperlukan.
7. Pemeriksaan diagnostik Anemia
Menurut Tarwoto (2008. Hal 40), pemeriksaan laboratorium pada klien dengan anemia
adalah sebagai berikut.
a. Hitung sel darah yaitu jumlah sebenarnya dari unsur darah ( sel darah merah, sel darah putih
dan tronbosit ) dalam volume darah tertentu, dinyatakan sebagai jumlah sel per millimeter
kubik ( mm3 ).
b. Hitung jenis sel darah yaitu menentukan karakteristik morfologi darah maupun jumlah sel
darah.
c. Pengukuran hematokrit ( Hct ) atau volume sel padat, menunjukkan volume darah lengkap (
sel darah merah ). Pengukuran ini menunjukkan presentasi sel darah merah dalam darah,
dinyatakan dalam mm3 / 100ml.
d. Mean Corpuscular Hemoglobin ( MCH ) atau konsentrasi hemoglobin rata rata adalah
mengukur banyaknya hemoglobin yang terdapat dalam satu sel darah merah. MCH
ditentukan dengan membagi jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah dengan jumlah sel darah
per millimeter kubik darah. Nilai normalnya kira kira 27 31 pikogram / sel darah merah.
e. Mean Corpuscular volume ( MCV ) atau volume eritrosit rata rata merupakan pengukuran
besarnya sel yang dinyatakan dalam micrometer kubik, dengan batas normal 81 96 um 3,
apabila ukurannya kurang dari 81 mm maka menunjukkan sel sel mikrositik, apabila lebih
besar dari 96 menunjukkan sel sel makrositik.
f. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration ( MCHC ) atau konsentrasi hemoglobin
eritrosit rata rata, mengukur banyaknya hemoglobin dalam 100 ml sel darah merah padat.
Normalnya 30-36 g / ml darah.
g. Hitung leukosit adalah jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah.
h. Hitung trombosit adalah jumlah trombosit dalam 1 mm3 darah.
i. Pemeriksaan pada sumsum tulang yaitu dengan melakukan aspirasi dan biopsy pada sumsum
tulang, biasanya pada sternum, prosesus spinosus vertebra, Krista iliaka anterior atau
posterior. Pemeriksaan sumsum dilakukan jika tidak cukup data data yang diperoleh untuk
mendiagnosa penyakit pada sistem hemotologik.
j. Pemeriksaan biokimiawi, pemeriksaan untuk mengukur kadar unsur unsur yang perlu bagi
perkembangan sel sel darah merah seperti kadar besi ( Fe ) serum, vitamin B12dan asam
folat.

A. Konsep Asuhan Keperawatan


Menurut Doengoes (2000. Hal 569) asuhan keperawatan pada klien dengan anemia meliputi
pengkajian, diagnosa dan perencanan adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian Anemia
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas, penurunan semangat
untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih
banyak.
Tanda : takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis,
lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia,
tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang
menunjukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB);
angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi
(takikardia kompensasi).
Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi
postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T; takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna): pucat
pada kulit dan menbran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir)dan dasar kuku. (Catatan;
pada pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA). Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB).
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi
kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia) (DB). Rambut;
kering, udah putus, menipis; tumbuh uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis; penolakan
transfuse darah.
Gejala : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemasis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran
urine
Tanda ; distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi
(DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah,
dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan
buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda :
peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons,
lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari
lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi,
tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen: sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea,
ortopnea, dan dispnea.
i. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido
(pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Pada Penderita Anemia


Perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan, adapun perencanaan
menurut Doengoes (2000. Hal 573) adalah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel kemungkinan dibuktikan oleh palpitasi,
angina. Kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan ramput rapuh. Ektremitas dingin,
penurunan haluaran urine, mual/muntah dan distensi abdomen.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar
kuku. Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Intervensi Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Rasional : meningkatkan ekspansi
paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila
ada hipotensi.
Intervensi Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi
adventisius. Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena
regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Intervensi Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. Rasional : iskemia seluler mempengaruhi
jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Intervensi Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi
dengan thermometer. Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan
oksigen.
Intervensi Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah
lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Intervensi Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional : memaksimalkan transport
oksigen ke jaringan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan kemungkinan dibuktikan oleh kelemahan dan kelelahan,
mengeluh penurunan toleransi aktivitas, lebih banyak memerlukan istirahat/tidur, palpitasi
takikardia, peningkatan TD/respon pernapasan dengan kerja ringan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
- menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan
darah masih dalam rentang normal.
Intervensi Kaji kemampuan ADL pasien. Rasional : mempengaruhi pilihan
intervensi/bantuan.
Intervensi Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan
otot. Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
Intervensi Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas. Rasional :manifestasi
kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke
jaringan.
Intervensi Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di indikasikan. Rasional : meningkatkan istirahat untuk
menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
Intervensi Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan
dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan
diri). Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki
tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah kemungkinan dibuktikan oleh penurunan berat
badan/berat badan dibawah normal untuk usia tinggi dan bangun badan, penurunan lipatan
trisep, perubahan pada gusi dan membran mukosa mulut.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai
laboratorium normal. - tidak mengalami tanda mal nutrisi. - Menununjukkan perilaku,
perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang
sesuai. Intervensi Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai. Rasional
:mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Intervensi Observasi dan catat masukkan makanan pasien. Rasional : mengawasi masukkan
kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Intervensi Timbang berat badan setiap hari. Rasional : mengawasi penurunan berat badan
atau efektivitas intervensi nutrisi.
Intervensi Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu
makan. Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah
distensi gaster.
Intervensi Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang
berhubungan. Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
Intervensi Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan,
gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di
encerkan bila mukosa oral luka. Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral.
Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan
mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Intervensi Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet. Rasional : membantu dalam rencana
diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Intervensi Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium. Rasional :meningkatakan
efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
Intervensi Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi. Rasional : kebutuhan penggantian
tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang
diidentifikasi.
d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera
dermal.
Intervensi Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local,
eritema, ekskoriasi. Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan
imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
Intervensi Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak
atau ditempat tidur. Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia
jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
Intervensi Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.Rasional
: area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
Intervensi Bantu untuk latihan rentang gerak. Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan,
mencegah stasis.
Intervensi Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan
udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi) Rasional
:menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap permukaan
kulit.
e. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat kemungkinan dibuktikan oleh perubahan pada
frekuensi karaktristik dan jumlah feses, mual/ muntah dan penurunan napsu makan,
gangguan bunyi usus.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil : menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai
penyebab, factor pemberat.
Intervensi Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. Rasional :membantu
mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
Intervensi Auskultasi bunyi usus. Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare
dan menurun pada konstipasi.
Intervensi Awasi intake dan output (makanan dan cairan). Rasional : dapat mengidentifikasi
dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam pengidentifikasi defisiensi diet.
Intervensi Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.Rasional
: membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu
memperthankan status hidrasi pada diare.
Intervensi Hindari makanan yang membentuk gas. Rasional : menurunkan distress gastric
dan distensi abdomen Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit
atau mulai kerusakan.
Intervensi Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare. Rasional
:mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Intervensi Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.Rasional
: serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus
intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk
defekasi.
Intervensi Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema
sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi) Rasional : mempermudah defekasi bila
konstipasi terjadi.
Intervensi Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine
(Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi). Rasional
:menurunkan motilitas usus bila diare terjadi. .
f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi. -
meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.Rasional :
mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia
berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Intervensi Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka. Rasional
: menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
Intervensi Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat. Rasional :menurunkan
risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Intervensi Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas
dalam. Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi
sekresi untuk mencegah pneumonia.
Intervensi : Tingkatkan masukkan cairan adekuat. Rasional : membantu dalam pengenceran
secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh
misalnya pernapasan dan ginjal.
Intervensi Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan. Rasional
:membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia
aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
Intervensi Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam. Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Intervensi Amati eritema/cairan luka. Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan :
pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
Intervensi Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi)Rasional
: membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan
pengobatan.
Intervensi Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi). Rasional :mungkin
digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses
infeksi local.
g. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi
informasi ; tidak mengenal sumber informasi kemungkinan dibuktikan oleh pertanyaan
meminta informasi, pernyataan salah persepsi, tidak akurat mengikuti instruksi, terjadi
komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana
pengobatan.
Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan
penyakit. Mengidentifikasi factor penyebab. Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola
hidup.
Intervensi Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi
tergantung pada tipe dan beratnya anemia. Rasional : memberikan dasar pengetahuan
sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat
meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Intervensi Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic. Rasional
:ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan
beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
Intervensi Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. Rasional
: megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Intervensi Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan
keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
Intervensi Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.Rasional
: diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Intervensi Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan. Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
3. Implementasi keperawatan pada anemia
Menurut Carpenito (2009. Hal 57). komponen implementasi dalam proses keperawatan
mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi
keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya
berfokus pada: Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan pengkajian
keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah
ada Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang
baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien membuat
keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada
profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat. Memberi tindakan yang
spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan.
Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri, membantu klien mengidentifikasi risiko
atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.
4. Evaluasi pada kasus anemia
Menurut Asmadi (2008. Hal 178) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses
keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan
untuk : Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menetukan apakah
tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan
keperawatab belum tercapai.

Daftar Pustaka Askep Anemia

Asmadi (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC

Baughman, D. C., & Hckley, J.C. (2000) Keperawatan Medikal-Bedah : alih bahasa : yasmin asih.

Editor : Monica Ester. Jakarta : EGC.

Brasher, V, (2008). Aplikasi klinis patofisiologi. Alih bahasa : Kuncara. Jakarta : EGC.

Broker, C. (2009) Ensiklopedia Keperawatan. Editor edisi bahasa Indonesia Estu Tiar. Jakarta : EGC.
Carpenito, L.J. (2009) Diagnosis Keperawatan: aplikasi pada praktik klinis. Edisi ke Sembilan.

Jakarta :EGC

Corwin, E.J, (2009) Buku Saku Patofisiologi, Edisi Ke 3. Jakarta : EGC

Doengoes E. M. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta :EGC

You might also like