You are on page 1of 19

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS (INTRA NATAL)

DENGAN KETUBAN PECAH DINI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya / rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput
amnion sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa
kontraksi (Hossam, 2005).

Ketuban pecah dini atau premature ruptur of membran (PROM) adalah


pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaaan pada primipara
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm ( R.Muchtar, 2007).

Ketuban pecah dini ditandai dengan keluarnya cairan berupa air-air dari
vagina setelah usia kehamilan 22 minggu. Pecahnya selaput amnion dapat
terjadi pada kehamilan preterm atauptun kehamilan aterm.

Jarak waktu antara, terjadinya ruptur dengan dimulai nya proses persalinan
tersebut sebagai masa laten. Disebut juga ketuban pecah dini.bila masa
laten lebih dari 1 jam.

Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before


the onsetof labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai
amnioreksis sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan.
Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah :
a. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas
panggul maka kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau
kompresi tali pusat menjadi besar.
b. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan
bagian terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul
seringkali merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan feto
pelvik.
c. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga
dapat memicu terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.
d. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture
of membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan
segala akibatnya.
e. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka
panjangkejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion
bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.

2. Etiologi
Penyebab pasti dari KPD ini belum jelas. Akan tetapi, ada beberapa faktor
yang berhubungan dengan terjadinya KPD ini, diantaranya adalah sebagai
berikut.
a. Trauma: amniosintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual.
b. Peningkatan tekanan intrauterus, kehamilan kembar, atau
polihidroamnion.
c. Infeksi vagina, seviks atau karioamnionitis streptokokus, serta bakteri
vagina.
d. Selaput amnion yang mempunyai struktur yang lemah / selaput terlalu
tipis.
e. Keadaan abnormal dari fetus seperti malpresentasi
f. Kelainan pada serviks atau alat genitalia seperti ukuran serviks yang
pendek (< 25 cm)
g. Multipara dan peningkatan usia ibu
h. Defisiensi nutrisi.
Faktor lain penyebabnya adalah :
a. Faktor golongan darah
b. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit
ketuban.
c. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
d. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
e. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Miranie , Hanifah,
dan Desy Kurniawati. 2009).

3. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban.
Banyak mikroorganisme servik ovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan
fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam
arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa
dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga
dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin,
interleukin 1,faktor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating
factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang
ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi
pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan
amnion juga akan merangsang sel-sel desidua untuk memproduksi sitokin
dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.

Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme


lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim
bacterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk
infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak
flora servikovaginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan
memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan
tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik
dapat memecah kolagentipe III pada manusia, membuktikan bahwa
infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri
atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan
menyebabkan ketuban pecah dini.

Enzim hidrolitiklain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase


yang dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit
ketuban. Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen
yang mengubah plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi
penyebab ketuban pecah dini.

4. Tanda dan Gejala


Ibu hamil biasanya datang dengan keluhan utama keluarnya cairan amnion
/ ketuban melewati vagina. Selanjutnya jika masa laten panjang, dapat
terjadi korioamnionitis. Untuk mengetahui bahwa telah terjadi infeksi ini
adalah mula-mula dengan takikardi pada janin. Takikardi pada ibu muncul
kemudian, ketika ibu mulai demam. Jika ibu demam, maka diagnosis
karioamnionitis dapat ditegakkan, dan diperkuat dengan terlihat adanya
pus dan bau pada sekret.

Tanda dan gejela menurut Dr. Taufan dapat berupa:


a. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
b. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri
pucat dan bergaris warna darah.
c. Cairan ini tidak akan berhenti atu kering karena terus diproduksi
sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin
yang sudah terletak dibawa biasanya mengganjal atau menyumbat
kebocoran untuk sementara.
d. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
beramba cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.(Nugroho,
Dr. Taufan. 2010)

Tanda dan gejela Menurut Arif Mansjoer, dkk berupa:


a. Keluar air ketuban warna putih keruh ,jernih ,kuning , hijau atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
c. Janin mudah diraba.
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada , air ketuban sudah
kering.
e. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban sudah kering. (Mansjoer, Arif, dkk.2002)

5. Komplikasi
a. Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke
intrauterin.
b. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
c. Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat
hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).
d. Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air
ketuban habis.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi
b. Golongan darah dan faktor Rh
c. Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US): menetukan maturitas
janin
d. Tes ferning dan kertas nitrazine: memastikan pecah ketuban
e. Ultrasonografi: menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan jantung
janin, dan lokasi plasenta
f. Pelvimetri : identifikasi posisi janin

7. Manajemen Terapeutik
Manajemen terapeutik bergatung pada usia kehamilan serta apakah ada
tanda infeksi atau tidak. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menentukan apakah selaput amnion benar-benar ruptur. Inkontinensia
urine dan peningkatan pengeluaran vagina merupakan tanda-tanda untuk
mencurigai terjadinya rupture/pecahnya selaput amnion. Untuk
membuktikannya, dengan cara menggunakan spekulum steril guna melihat
kumpulan cairan amnioan disekitar serviks, atau dapat juga melihat
langsung cairan amnion yang keluar melalui vagina.

Analisis dengan kertas nitiozine akan menandakan keadaan alkali dari


cairan amnion. Sekresi vagina pada wanita hamil memiliki nilai pH antara
7,0-7,2. Jika kertas tidak menunjukan perubahan warna, berarti hasil tes
negaatif yang mengindikasikan selaput membrane tidak ruptur. Jika hasil
tes positif, maka terjadi perubahan warna kertas. Hal ini mungkin saja
menandakan terjadinya keracunan karena urine, darah, dan pemberian anti
septic yang menyebabkan sekresi serviks menjadi alkali, sehingga
mempunyai pH yang hamper sama dengan pH cairan amnion.

Dapat juga dengan menggunakan tes Ferning. Tes ferning digunakan


dengan meletakan sedikit cairan amnion di atas gelas kaca, kemudian
tambahkan sedikit sodium klorida dan protein. Hasilnya akan berbentuk
seperti tanaman pakis. Hasil tes akan menjadi negatif pada kebocoran yang
telah terjadi beberapa hari. Bisa juga digunakan tes kombinasi, yaitu
pemeriksaan speculum, tes dengan kertas nitrazin, atau tes ferning,
sehingga diagnosis menjadi lebih akurat.
Pada kehamilan preterm, serviks biasanya tidak baik untuk induksi. Factor
seperti usia kehamilan, jumlah cairan amnion yang tersisa kematangan
paru-paru janin, harus menjadi bahan pertimbangan. Selain itu, perlu juga
diperhatikan adanya infeksi pada ibu dan janin.

Saat usia kehamilan antara 32-35 minggu perlu dlakukan tes kematangan
paru janin dan cairan yang ada di vagina. Tes tersebut antaranya adalah
tes-tes yang mengukur perbandingan surfaktan dengan albumin. Tes
dengan menggunakan Phosphatidyl glycerol, atau tes yang menghitung
perbandingan lesitin dengan spingomielin. Aminiosintesis dan kultur
kuman sering dilakukan jika terdapat tanda infeksi. Tes ini berguna untuk
menghindari terjadinya Respiratory Distress Syndrom (RDS) pada bayi
jika bayi dilahirkan. Liggins dan Howie (1972) menunjukan bahwa
pemberian glukokortikoid (betametason) akan mempercepat pematangan
paru-paru fetus dan akan menurunkan insiden terjadinya RDS. Namun,
karena terjadi peningkatan insidensi kelainan neurologis dan potensi untuk
meningkatkan insidensi infeksi pada bayi baru lahir yang diberi
kortikosteroid, maka pemberian kortikosteroid belum dapat disarankan.

Bila janin viable (kurang dari 36 minggu) dan ingin mempertahankan


kehamilannya, ibu diminta untuk istirahat di tempat tidur (bedrest).
Berikan obat-obatan seperti: antibiotic profilaksis yang dapat mencegah
infeksi juga spasmolitik untuk mengundurkan waktu sampai anak variable.
Tes kematangan paru-paru janin perlu dilakukan secara periodic, observasi
adanya infeksi dan mulainya persalinan, kemudian persalinan dapat
dilakukan setelah paru janin matang.

Bila janin telah viable (lebih dari 36 minggu) dan serviks sudah matang,
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin 2-6 jam setelah periode laten,
dan diberikan antibiotic profilaksis. Jika serviks belum matang, matangkan
serviks dengan prostaglandin dan infuse oksitosin. Pada kasus-kasus
tertentu bila induksi partus gagal, maka dilakukan tindakan operatif.
Resiko infeksi pada KPD tinggi sekali, ini biasanya disebabkan oleh
organisme yang ada di vagina, seperti E. Colli, Streptococcus fastafis,
Streptococcus hemoliticus, proteus, klebsietta, pseudomonas dan
stafilococcus. Namun beruntunglah insiden infeksi ini masih rendah. Hal
ini Karena walaupun resikoinfeksi selama pemeriksaan dan persalinan
sangat tinggi, namun cairan amnion memiliki fungsi bakteriostatik. Jika
terdapat korioamnitis, diberi antibiotic dan akan lebih baik jiika diberikan
melalui intravena. Antibiotic yang paling efektif yaitu: gentamicin,
cephalosporine, dan ampiciline.

Penatalaksanaan pasien dengan indikasi ketuban pecah dini menurut


Hamilton (2009:391), Hidayat, Asri (2009:17) dan Nugroho (2011:7)
antara lain :
a. Pencegahan
1) Obati infeksi gonokokus, klamidia, dan vaginosis bakterial.
2) Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung
usaha untuk mengurangi atau berhenti.
3) Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil.
4) Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester
terakhir bila ada faktor presdisposisi.

b. Panduan mengantisipasi : jelaskan kepada pasien yang memiliki


riwayat berikut ini saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor
bila ketuban pecah
a. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan
prolaps tali pusat:
Letak kepala selain vertex
Polihidramnion
b. Herpes aktif
c. Riwayat infeksi streptokus beta hemolitikus sebelumnya
c. Bila ketuban telah pecah
1) Anjurkan pasien untuk pergi ke rumah sakit atau klinik
2) Catat terjadinya ketuban pecah
a) Lakukan pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui
waktu terjadinya pecah ketuban.
b) Bila robekan ketuban tampak kasar :
- Saat pasien berbaring telentang, tekan fundus untuk
melihat adanya semburan cairan dari vagina
- Basahi kapas apusan dengan cairan dan lakukan pulasan
pada slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop
- Sebagian cairan diusap ke kertas Nitrazene. Bila positif,
pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak
melakukan hubungan seksual, tidak ada perdarahan, dan
tidak dilakukan pemeriksaan per vagina menggunakan jeli
K-Y
c) Bila pecah ketuban dan/atau tanda kemungkinan infeksi tidak
jelas, lakukan pemeriksaan spekulum steril.
- Kaji nilai Bishop serviks ( lihat nilai bishop )
- Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi
- Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril
yang dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning di
bawah mikroskop.
d) Bila usia tingkat gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien
terjangkit herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.

d. Penatalaksanaan konservatif
1) Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24 72 jam setelah ketuban
pecah.
2) Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan
ke vagina, kecuali spekulum steril; jangan melakukan pemeriksaan
vagina.
3) Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.
a) Ukur suhu tubuh empat kali sehari ; bila suhu meningkat secara
signifikan, dan/atau mencapai 38 C, berikan 2 macam antibiotik
dan pelahiran harus diselesaikan.
b) Observasi rabas vagina : bau menyengat, purulen atau tampak
kekuningan menunjukkan adanya infeksi.
c) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan
perubahan apapun.

e. Penatalaksanaan agresif
1) Jel prostaglandin atau Misoprostol (meskipun tidak disetujui
penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter
2) Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi Pitocin bila serviks tidak
berespon
3) Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila
tidak ada tanda, mulai pemberian Pitocin
4) Berikan cairan per IV, pantau janin
5) Peningkatan risiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif
6) Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks
untuk diinduksi, kaji nilai Bishop setelah pemeriksaan spekulum.
Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi
pemeriksaan yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan
maupun spekulum, sampai persalinan dimulai dan induksi dimulai
7) Periksaan hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi
pemeriksaan pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih
sering bila ada tanda infeksi
8) Lakukan NST (nonstress test) setelah ketuban pecah ; waspada
adanya takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi
9) Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :
a) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
b) Terjadi takikardi janin
c) Lochea tampak keruh
d) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
e) Kultur vagina menunjukan streptokus beta hemolitikus
f) Hitung darah lengkap menunjukkan kenaikan sel darah putih

f. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah


1) Persalinan spontan
a) Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila
ada demam
b) Anjurkan pemantauan janin internal
c) Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesial anak atau praktisi
perawat neonatus
d) Lakukan kultur sesuai panduan
2) Induksi persalinan
a) Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
b) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
c) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan,
banyak yang memberikan 1 2 g ampisilin per IV atau 1 2 g
mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilaksis.

Adapun setelah dilakukan persalinan perlunya dilakukan asuhan


keperawatan pada bayi baru lahir dengan tujuan umum:
1. Mempertahankan Pernapasan
Segera setelah bayi lahir, bayi diletakkan dengan kepala lebih
rendah dari pada badan agar supaya lendir keluar dari mulut dan
mencegah lendir dan kadang kadang darah dan mekonium masuk
kesaluran pernafasan.
2. Pengisapan lendir harus dilakukan dengan cepat dan lembut
Bayi normal dalam beberapa detik sampai satu menit dengan
membersihkan mulut dan hidung dari lendir akan segera timbul
pernafasan spontan
3. Mencegah Infeksi
Usaha yang paling efektif untuk mencegah infeksi pada bayi baru
lahir ialah mencuci tangan sebelum memegang bayi dan
perlengkapan yang digunakan untuk merawat bayi, mengisolasi
bayi yang sakit dan memakai pakaian yang bersih.
4. Memperhatikan suhu tubuh
Suhu lingkungan mempengaruhi kehidupan dan kesehatan bayi
baru lahir, karena bila suhu lingkungan tidak ada; metabolisme dan
konsumsi oksigen bayi akan meningkat. Segera setelah bayi lahir
harus dikeringkan dan ditempatkan ditempat yang hangat. Setelah
suhu tubuh bayi stabil biasanya 1-2 jam sesudah lahir, bayi
dibersihkan atau dimandikan.
5. Mengenal tanda-tanda sakit
Kondisi bayi dapat berubah dengan cepat karena itu perlu diawasi
dengan kontinyu. Beberapa tanda-tanda kelainan yang harts
diperhatikan misalnya kulit, kening pada ban pertama kesukaran
pernapasan, kenaikan atau penurunan suhu tubuh, biru atau pucat,
penyakit kembung, problem makan, muntah, kejang-kejang, tidak
Bab selama 12 jam dan Bak dalam 12 jam pertama kehidupan dan
penurunan badan-badan bayi yang banyak.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas ibu
b. Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang: ibu datang dengan pecahnya ketuban
sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa
komplikasi
2) Riwayat kesehatan dahulu
- Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion
- Sintesis, pemeriksaan pelvis dan hubungan seksusal
- Kehamilan ganda, polihidramnion
- Infeksi vagina/serviks oleh kuman streptikokus
- Selaput amnion yang lemah/tipis
- Posisi fetus tidak normal
- Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks
yang pendek
- Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi
3) Riwayat kesehatan keluarga: ada tidaknya keluhan ibu yang lain
yang pernah hamil kembar atau turunan kembar

c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
- Mata perlu diperiksa di bagian sclera, konjugtiva
- Hidung: ada/tidaknya pembengkakan konka nasalis.
Ad/tidaknya hipersekresi mukosa Mulut gigi karies/tidak,
mukosa mulut kering, dan warna mukosa gigi
- Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB, dan tiroid

2) Dada
a) Toraks
- Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernapasan
torakoabdominal, dan tidak ada retraksi dinding dada.
Frekuensi pernapasan normal 26-24 kali/menit. Ictus
kordis terlihat /tidak.
- Palpasi: payudara tidak ada pembengkakan.
- Auskultasi : terdengar BJ1 dan II di IC kiri/kanan. Bunyi
napas normal vesikuler.
b) Abdomen
- Inspeksi: ada/tidak ada bekas operasi, striae, dan linea.
- Palpasi : TFU, kontraksi ada /tidak, posisi, kandung kemih
penuh/tidak
- Auskultasi : DJJ ada /tidak
c) Genetalia
- Inspeksi : kebersihan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA
(Red, Edema, Discharge, Approximately); pengeluaran air
ketuban(jumlah,warna, bau); dan lendir merah muda
kecoklatan.
- Palpasi: pembukaan serviks (0-4)
- Ekstremitas :edema, varises ada/tidak

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur
invasif, pemeriksaan, vagina berulang dan ruptur membran amniotik
b. Kerusakan pertukaran gas pada janin yang berhubungan dengan
adanya penyakit
c. Risiko tinggi cedera pada janin yang berhubungan dengan melahirkan
bayi prematur/tidak matur
d. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada diri
sendiri /janin
e. Risiko tinggi penyebaran infeksi/sepsis yang berhubungan dengan
adanya infeksi, prosedur invasif, dan peningkatan pemahaman
lingkungan.
f. Resiko tinggi keracunan karena toksik yang berhubungan dengan
dosis/ efek samping tokolitik.
g. Resiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan intervensi
pembedahan, penggunaan obat tokolitik
h. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan hipersensitivitas otot
i. Resiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
penurunan masukan cairan.
3. Rencana Keperawatan
a. Risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur
invasif, pemeriksaan, vagina berulang dan ruptur membran amniotik
Tujuan: infeksi maternal tidak terjadi
Kriteria hasil : dalam waktu 3x24 jam ibu bebas dari tanda-tanda
infeksi ( tidak demam, cairan amnion jernih, hampir tidak berwarna,
dan tidak berbau).
Intervensi Rasional
Mandiri
a. Lakukan pemeriksaan a. Pengulanagn pemeriksaan
vagina awal, ulangi bila pola vagina berperan dalam
kontraksi atau perilaku ibu insiden infeksi saluran
menandakan kemajuan. asendens.
b. Gunakan teknik aseptik b. Mencegah pertumbuhan
selama pemeriksaan vagina bakteri dan kontaminasi pada
vagina
c. Anjurkan perawatan c. Menurunkan resiko infeksi
perineum setelah eliminasi saluran asendens
setiap 4 jam dan sesuai
indikasi
d. Pantau dan gambarkan d. Pada infeksi, cairan amnion
karakter cairan amniotik menjadi lebih kental dan
kuning pekat serta dapat
terdeteksi adanya bau yang
kuat.
e. Pantau suhu, nadi, e. Dalam 4 jam setelah
pernapasan, dan sel darah membran ruptur, insiden
putih sesuai indikasi korioamnionitis meningkat
secara progresif sesuai
dengan waktu yang
ditunjukan melalui TTV
f. Tekankan pentinngnya f. Mengurangi perkembangan
mencuci tangan yang baik mikroorganisme
dengan benar.
Kolaborasi
g. Berikan cairan oral dan g. Meski tidak boleh sering
parental sesuai indikasi. dilakukan, namun evaluasi
Berikan enema pembersih usus dapat meningkatkan
bula sesuai indikasi kemajuan persalinan dan
menurunkan resiko infeksi
h. Berikan antibiotik h. Antibiotik dapat melindungi
profilaktik bila perkembangan
diindikasikan koriamnionitis pada ibu
beresiko
i. Dapatkan kultur darah bila i. Mendeteksi dan
gejala sepsis ada mengidentifikasi organisme
penyebab terjadinya infeksi.

b. Gangguan kerusakan pertukaran gas pada janin yang berhubungan


dengan proses penyakit.
Tujuan : pertukaran gas pada janin kembali normal
Kriteria hasil yang diharapkan dalam waktu 1x24 jam :
a. Klien menunjukan DJJ dan variabilitas denyut per denyut dalam
batas normal.
b. Bebas dari efek-efek merugikan dan hopoksia selama persalinan.
Intervansi Rasional
Mandiri
a. Pantau DJJ setiap 15-30 a. Takikardi atau bradikardi
menit. janin adalah indikasi dari
kemungkinan penurunan
yang mungkin perlu
intervensi
b. Periksa DJJ dengan segera b. Mendeteksi distres janin
bila terjadi pecah ketuban dan karena kolaps alveoli
periksa 5 menit kemudian,
observasi perineum ibu untuk
mendeteksi prolaps tali pusat.
c. Perhatikan dan catat warna c. Pada presentasi verteks,
serta jumlah cairan amnion hiposia yang lama
dan waktu pecahnya mengakibatkann cairan
Ketuban amnion berwarna seperti
mekonium karena rangsang
vagal yang merelaksasikan
sfinger anus janin
d. Catat perubahan DJJ selama d. Mendeteksi beratnya
kontraksi. Pantau aktivitas hipoksia dan kemungkinan
uterus secara manual atau penyebab janin rentan
elektronik. Bicara pada terhadap potensi cedera
ibu/pasangan dan berikan selama persalianan karena
informasi tentang situasi menurunnya kadar oksigen.
tersebut.
Kolaborasi
e. Siapkan untuk melahirkan e. Degan penurunan viabilitas
dengan cara yang paling baik mungkin memerlukan
atau dengan intervensi bedah kelahiran seksio caesaria
bila tidak terjadi perbaikan untuk mencegh cedera janin
dan kematian karena
ahipoksia

c. Ansietas yang berhubungan dengan situasi kritis, ancaman pada diri


sendiri/janin
Tujuan : mengurangi kecemasan
Krieria hasil yang diharapakan dalam waktu 1 x 24 jam:
a. menggunakan teknik pernafasan dan relaksasi yang efektif
b. berpartisifasi aktif dalam proses melahirkan
pada panggul yang normal, pada waktu pembukaaan lengkap, janin
harus segera dilahirkan. Pada letak sungsang janin harus dilahirkan
dengan ekstraksi kaki. Pada letak lintang dilakukan versi ekstraksi.
Sedangkan pada presentasi belakang kepala dilakukan dengan tekanan
yang cukup pada fundus uteri ketika his, agar kepala janin masuk
dalam rongga panggul dan segera dapat dilahirkan, bila perlu tindakan
ini dapat dibantu dengan melakukan ekstrasi cunam.

Pada keadaan dimana janin sudah meninggal, tidak ada alasan untuk
menyelesaikan persalinan dengan segera. Persalinan diawasi, sehingga
berlangsung spontan dan tindakan hanya dilakukan jika diperlukan
demi kepentingan ibu. Ibu ditidurkan dengan posisi Trendelenburg
dengan harapan bahwa ketuban tidak pecah terlalu dini dan tali pusat
masuk kembali ke dalam cavum uterus. Selama menunggu, denyut
jantung janin diawasi dengan seksama, sedangkan kemajuan persalinan
hendaknya selalu dinilai dengan pemeriksaan dalam untuk menentukan
tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Asri Hidayat, Mufdilah, & Sujiyanti. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Hamilton, G. M. 2009. Obstetri dan Ginekologi : Panduan Praktik Ed. 2. Jakarta:


EGC.

Mitayani. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit


Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika.

Nugroho, T. 2011. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

You might also like