Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan berkat
dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini dengan baik dan
tepat waktu. Tujuan dari pembuatan karya ilmiah akhir ini adalah untuk
memenuhi tugas mata ajar praktik klinik terintegrasi peminatan keperawatan jiwa
dan sebagai rangkaian proses pembuatan karya ilmiah akhir untuk mendapatkan
gelar Ners Ilmu Keperawatan.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit
bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Selanjutnya saya ingin
mengucapakan terima kasih kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia;
2. Ibu Kuntarti, S.Kp., M. Biomed, selaku Ketua Program Sarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia;
3. Ibu Riri Maria, SKp., MANP selaku koordinator mata ajar karya ilmiah akhir
ners yang telah memberikan pengarahan;
4. Pihak Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang telah memberikan izin
praktik di ruang Antasena;
5. Ibu Linggar Kumoro, SKp. selaku kepala ruangan Antasena Rumah Sakit Dr.
H. Marzoeki Mahdi Bogor yang telah memberikan izin praktik kepada saya
untuk melakukan praktik profesi peminatan keperawatan jiwa;
6. Pembimbing saya Dr. Mustikasari, SKp., MARS dan Ibu Fauziah, M. Kep.,
Sp.Kep.Jiwa yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini;
7. Ibu Dessie Wanda S.Kp., M.N selaku Pembimbing Akademik saya yang
selalu memberikan support serta semangat untuk segera menyelesaikan tugas
ini serta bimbingannya yang tak pernah henti untuk saya. Terima kasih ibu;
8. Staf pengajar FIK UI yang telah berkontribusi dalam memberikan materi
selama bangku perkuliahan;
iv
Penulis
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah kesehatan yang umum
terjadi pada masyarakat perkotaan. Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada
penduduk yang tinggal di perkotaan. Menurut Setiawan (2006) dalam
perbandingan kota di Indonesia kasus hipertensi cenderung tinggi pada daerah
urban seperti : Jabodetabek, Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar yang
mencapai 30 34%. Dampak yang diberikan dari hipertensi tidak hanya
menyangkut masalah fisik saja namun juga berpengaruh terhadap masalah
psikososial seperti ansietas. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian
Kesehatan tahun 2007, diketahui bahwa 11,6% penduduk Indonesia usia di atas
15 tahun mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa (depresi dan ansietas).
Asuhan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi ansietas pada pasien
ibu S adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan terkait persiapan operasi
dan melatih teknik relaksasi napas dalam. Hasil yang didapatkan dari pemberian
asuhan keperawatan ini adalah tingkat ansietas ibu S dari ansietas sedang
berkurang menjadi ansietas ringan. Rekomendasi untuk perawat adalah dengan
menggabungkan dua tindakan keperawatan yaitu pendidikan kesehatan dan teknik
relaksasi napas dalam untuk membantu mengurangi ansietas pasien dengan
hipertensi.
ix Universitas Indonesia
5. PENUTUP .............................................................................................. 32
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 32
5.2 Saran ................................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 35
LAMPIRAN
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga
dunia setiap tahunnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, jumlah
penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang
membesar. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29 persen warga dunia
terkena hipertensi (Limpakarnjanarat, 2013 dalam Widiyani, 2013).
Penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara berkembang. Data
Global Status Report on Noncommunicable Disesases 2010 dari WHO
menyebutkan, 40 persen negara ekonomi berkembang memiliki penderita
hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35 persen. Kawasan Afrika memegang
posisi puncak penderita hipertensi sebanyak 46 persen. Sementara kawasan
Amerika menempati posisi buncit dengan 35 persen. Di kawasan Asia Tenggara,
36 persen orang dewasa menderita hipertensi.
Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya.
Hal ini menandakan satu dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi
(Limpakarnjanarat, 2013 dalam Widiyani, 2013).
1 Universitas Indonesia
Seiring berubahnya gaya hidup di perkotaan yang mengikuti era globalisasi, kasus
hipertensi terus meningkat. Gaya hidup gemar makanan fast food yang kaya
lemak, asin, malas berolahraga dan mudah tertekan/stres ikut berperan dalam
menambah jumlah pasien hipertensi (Wisnu, 2013). Selain faktor gaya hidup
penduduk perkotaan itu sendiri, faktor eksternal dari lingkungan mampu
menyumbang tinggi angka hipertensi di perkotaan. Tinggal di daerah perkotaan
dengan polusi udara yang tinggi bisa memicu naiknya tekanan darah atau
hipertensi. Sumber polusi bisa berasal dari kendaraan bermotor, debu, atau
polutan dari pembangkit listrik (Wardayati, 2011).
Universitas Indonesia
Prevalensi ansietas cukup tinggi terutama pada pasien yang pertama kali
mengetahui dirinya mengidap penyakit jantung seperti hipertensi (Harapan, 2005).
Ansietas pada penderita hipertensi umumnya berusia muda yaitu pada usia 30-40
tahun dan lebih banyak dijumpai pada wanita dibandingkan pria. Hal ini didukung
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wei dan Wang (2006) yang menyatakan
bahwa terdapat 3 faktor umum yang biasanya berkaitan antara ansietas pada
pasien dengan hipertensi, yaitu pasien dengan jenis kelamin perempuan, lamanya
menderita hipertensi, dan pasien yang memiliki riwayat hospitalisasi karena
gangguan kardiovaskuler. Namun, penatalaksanaan ansietas yang memadai dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit jantung khususnya hipertensi serta
memperbaiki kualitas hidup pasien (Harapan, 2005).
Universitas Indonesia
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan ansietas pada pasien dengan
hipertensi di Ruangan Antasena Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Universitas Indonesia
1.4 Manfaat
1.4.1. Manfaat Keilmuan
Karya ilmiah ini sebagai bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan
keperawatan jiwa khususnya tentang masalah psikososial yaitu ansietas pada
pasien dengan hipertensi.
Universitas Indonesia
Tinjauan pustaka ini dijelaskan mengenai konsep hipertensi mulai dari definisi,
klasifikasi, gejala klinis, komplikasi, dan faktor resiko terjadinya stres pada pasien
dengan hipertensi. Kemudian dalam tinjauan pustaka ini juga dibahas tentang
masalah psikososial yang muncul akibat hipertensi yaitu ansietas dan tindakan
keperawatan untuk pasien dengan ansietas.
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah
peningkatan abnormal tekanan darah, baik tekanan darah sistolik maupun tekanan
darah diastolik. Dalam keadaan normal, tekanan darah sistolik (saat jantung
memompakan darah) kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik (saat
jantung istirahat) kurang dari 80 mmHg (Smeltzer, 2001). Hipertensi adalah
peningkatan tekanan sistol, yang tingginya tergantung umur individu yang
terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi
tubuh, umur, dan tingkat stres yang dialami. Hipertensi juga sering digolongkan
sebagai ringan, sedang, atau berat, berdasarkan tekanan diastole. Hipertensi ringan
bila tekanan darah diastole 95-104, hipertensi sedang tekanan diastole 105-114,
sedangkan hipertensi berat tekanan diastole >115 (Tambayong, 2000).
6 Universitas Indonesia
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut Tambayong (2000) terbagi dua macam, yaitu:
2.1.2.1 Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan persisten
tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol
homeostatik normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi essensial
meliputi lebih kurang 95% dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya
disebabkan oleh hipertensi sekunder.
2.1.2.1 Hipertensi Sekunder (Hipertensi Non Esensial)
Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat
diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi lebih kurang 5% dari total
penderita hipertensi.
Contoh kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari
salah satu atau kombinasi dari akibat stres yang parah, penyakit atau gangguan
ginjal, kehamilan dan pemakaian hormon pencegah kehamilan, pemakaian obat-
obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya, cedera di kepala atau perdarahan di
otak yang berat, dan tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan.
Klasifikasi hipertensi yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah hipertensi
primer dimana pasien mengalami hipertensi akibat suatu peningkatan persisten
tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol
homeostatik normal tanpa disertai penyebab sekunder yang jelas.
Universitas Indonesia
2.1.4 Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya
organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar.
Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke,
transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal
ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-
faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan
morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi
Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang
bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal
jantung (Dosh, 2001).
tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang
percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang
tersebut menjadi hipertensi (Ferketich, 2000).
Menurut Smet (1994), stres adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara
individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-
tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis, psikologis
dan sosial dari seseorang. Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik
atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk
mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar itu. Stres adalah respon kita terhadap
pengaruh-pengaruh dari luar itu (Sheps, 2005).
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-
debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres
berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga
timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat
berupa hipertensi atau penyakit maag (Gunawan, 2005).
Suyono (2001) mengatakan stres juga memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal
ini diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian
tekanan darah yang menetap. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk
sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali.
Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah,
namun akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum
dapat dipastikan.
Universitas Indonesia
2.2 Ansietas
2.2.1. Definisi
Herdman (2012, dalam NANDA 2012) mendefinisikan ansietas sebagai perasaan
tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber
seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi,
ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin
memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa
emosi yang mengancam itu dapat terjadi (Videbeck, 2008). Menurut SAKP FIK
UI (2008), ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respon (sumber seringkali
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); suatu perasaan takut akan terjadi
sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi bahaya.
2) Faktor presipitasi
Ansietas adalah keadaan yang tidak dapat dielakkan pada kehidupan manusia
dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman ansietas seseorang tidak sama
pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Namun demikian secara
umum ada 2 (dua) ancaman besar yang dapat menimbulkan ansietas, yaitu:
a) Ancaman integritas diri: meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
gangguan terhadap kebutuhan dasar,
Universitas Indonesia
b) Ancaman sistem diri, antara lain ancaman terhadap identitas diri, harga
diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status/
peran.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Jika pasien sudah mampu untuk mengenali ansietasnya, maka langkah selanjutnya
adalah memberikan kemampuan kepada pasien untuk mengontrol ansietasnya
yaitu dengan berlatih teknik relaksasi: tarik napas dalam, distraksi, latihan
Universitas Indonesia
hipnosis 5 jari dan kegiatan spiritual. Dalam makalah ini kemampuan yang
diberikan kepada pasien lebih kepada teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
Menurut penelitian Fisher (2007) dan Preston (2011) menyebutkan bahwa dengan
berlatih tarik napas dalam mampu mengurangi tingkat kecemasan yang dialami
oleh seseorang.
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan
napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan napas secara perlahan (Smeltzer & Bare, 2002).
Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi napas dalam
adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas,
mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik
stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasan.
Prosedur teknik relaksasi tarik napas dalam menurut Priharjo (2003): pertama kali
adalah ciptakan suasana yang tenang usahakan untuk tetap rileks, kemudian tarik
napas melalui hidung dan mengisi paru-paru dengan udara, menahannya melalui
hitungan 1, 2, 3 atau sekuat pasien menahan napasnya. Pasien kemudian perlahan-
lahan menghembuskan udara melalui mulut sambil merasakan ekstremitas atas
dan bawah rileks. Perawat dapat menganjurkan bernafas dengan irama normal 3
kali kemudian menarik napas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui
mulut secara perlahan-lahan. Usahakan pasien agar tetap berkonsentrasi/ mata
sambil terpejam. Tarik napas dalam ini dapat diulangi sampai 15 kali dengan
diselingi istirahat singkat setiap 5 kali.
Universitas Indonesia
Bab ini dipaparkan tentang kasus dan kondisi pasien meliputi pengkajian fisik
maupun psikososial, masalah keperawatan yang muncul dari hasil pengkajian,
serta pohon masalah dan diagnosis keperawatan.
3.1 Pengkajian
Berikut ini dipaparkan hasil pengkajian yang didapatkan baik dari wawancara
maupun observasi. Klien Ny. S (43 tahun) masuk ke RSMM tanggal 24 Mei 2013
dengan diagnosis medik Appendiksistis kronik. Klien mengeluhkan nyeri pada
perut bagian kanan bawah kurang lebih sudah 3 bulan yang lalu. Sebelum masuk
rumah sakit klien mengeluhkan mual, muntah terjadi namun tidak sering, demam
ada namun hilang timbul, dan tidak ada diare. Nyeri yang ada di perut bagian
kanan bawah hilang timbul dan menjalar sampai ke bagian kiri hingga ulu hati.
Jika sudah mengalami nyeri seperti ini, klien lebih sering tiduran sambil sesekali
mengkompres hangat area yang nyeri dengan menggunakan botol kaca yang diisi
air hangat.
Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 6 tahun yang lalu ketika beliau
memeriksakan ke bidan dan berencana untuk melepaskan IUD yang dipasangnya.
Pada saat itu diketahui bahwa klien memiliki darah tinggi. Tekanan darah pada
saat itu mencapai hingga 220/130 mmHg. Saat dilakukan pengkajian klien
mengatakan kedua orang tuanya tidak memiliki hipertensi, namun saat ini kakak
perempuan klien ada hipertensi. Klien mengatakan dirinya memang suka
mengkonsumsi makanan asin terutama ikan asin. Dalam memasak makanan klien
sering menambahkan MSG (Monosodium Glutamat) maupun garam dalam jumlah
banyak karena bagi klien jika garamnya sedikit makanan akan terasa hambar dan
kurang nikmat. Klien mengatakan juga sering memakan gorengan, namun klien
lebih sering memakan gorengan yang dimasaknya sendiri daripada membeli di
luar. Gorengan selalu disajikan setiap hari di meja makan. Klien menyukai
makanan pedas terutama sambal. Jika sedang berkumpul dengan ibu-ibu disekitar
17 Universitas Indonesia
rumahnya, mereka sering mengadakan makan bersama dengan ikan asin dan
sambal. Riwayat gastritis, diabetes mellitus, dan penyakit jantung disangkal oleh
klien. Klien hanya mengeluhkan saat ini usus buntu.
Klien adalah ibu rumah tangga dengan dikaruniai 4 orang anak laki-laki. Saat ini
klien tinggal bersama dengan ketiga anak laki-laki dan suaminya. Salah satu
anaknya tinggal bersama dengan neneknya. Klien beragama Islam dan taat
menjalankan ibadahnya. Pendidikan klien hanya sampai sekolah dasar saja.
Keseharian klien dihabiskan untuk merawat anak-anak dan suaminya.
Ketika berada di rumah sakit, suami Ny. S juga masih terkesan cuek. Ny. S
mengatakan kepada perawat saat ini pikirannya banyak sekali mulai dari anak-
anaknya yang ada di rumah yang selalu menelepon Ny. S dan mengatakan tidak
mau makan kalau tidak dimasakin oleh ibunya. Ny. S lalu menjelaskan kepada
anaak-anaknya bahwab saat ini beliau sedang berada di rumah sakit dan hal itu
tidak mungkin bisa beliau lakukan saat ini. Ny. S meminta anak-anaknya untuk
lebih mengerti keadaan ibunya. Hal ini membuat Ny. S sempat marah karena
Universitas Indonesia
Jika ada masalah, klien mengatakan dirinya lebih banyak untuk memendamnya
sendiri daripada membicarakan dengan keluarga. Klien merasa suaminya cuek
jadi buat apa membicarakan masalah yang ada. Seperti ketika klien memiliki
masalah dengan anak-anaknya. Klien mengatakan anaknya sangat susah untuk
dinasehati. Klien sampai jengkel untuk menasehati anaknya. Klien tahu ini adalah
masalah yang terjadi di keluarga namun klien mengurungkan niat untuk
membicarakan hal ini dengan suaminya. Jika memang ada beberapa masalah yang
sangat penting, baru klien memberanikan diri untuk membicarakannya dengan
suaminya.
Operasi appendiktomi ini merupakan operasi pertama yang akan beliau jalani.
Sebelumnya klien tidak pernah melakukan operasi. Klien mengatakan tegang dan
takut akan operasi yang akan dijalankannya. Hal ini selalu beliau pikirkan dan
sempat mengganggu beliau. Tidur klien berkurang selama berada di rumah sakit
karena klien merasa khawatir dan pikirannya tercampur aduk memikirkan anak-
anaknya di rumah dan suaminya yang cuek terhadap dirinya. Menurut klien, jika
memang operasi ini jalan yang terbaik untuk sembuh, klien sanggup untuk
menghadapinya. Ny. S berharap ingin segera pulang dan sembuh dari sakit usus
buntunya ini. Klien sering merasa jantungnya berdebar-debar ketika dokter atau
perawat datang untuk memeriksanya. Klien takut dan didalam pikirannya
bertanya-tanya mau diapakan aku ini.
Klien tampak terlihat gemuk, namun klien merasa biasa saja dengan tubuhnya.
Bagi klien bertubuh gemuk itu lumrah bagi ibu-ibu yang sudah memiliki anak.
klien tidak merasa terganggu dengan bentuk tubuhnya sekarang. Sebelum di rawat
klien adalah ibu rumah tangga yang kesehariannya berada di rumah untuk
merawat anak-anak dan suaminya. Klien merasa senang dengan kegiatan
Universitas Indonesia
Hasil observasi menunjukkan bahwa klien memiliki kontak mata positif, klien
mau menatap perawat ketika mengobrol, dan klien kooperatif ketika berinteraksi
dengan perawat. Penampilan klien tampak rapi, baju yang dipakai sesuai. Klien
berbicara secara normal, tidak tampak klien berbicara melambat atau terlalu keras.
Klien terlihat lesu dan tak bergairah. Klien lebih banyak menghabiskan
aktivitasnya di tempat tidur. Sesekali terlihat klien melamun dan terdiam. Afek
klien sesuai dengan stimulus. Pembicaran sesuai antara apa yang ditanyakan
perawat dengan jawaban klien. Klien memiliki kemampuan yang kurang dalam
mengingat nama orang baru disekitarnya. Jika ditanyakan nama perawat, klien
masih sering lupa dan perlu untuk diingatkan kembali. Skor ansietas menurut
Hamilton Anxiety Rating Scale didapatkan hasil skor 26 dimana masuk ke dalam
kategori ansietas sedang.
Data objektif yang ditemukan kontak mata ada, klien kooperatif selama
interaksi, terlihat sesekali melamun, wajah tampak tegang, mukosa bibir
Universitas Indonesia
kering, wajah tampak memerah, dan hasil pengkajian tanda-tanda vital yaitu
tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 88 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36,5C.
Hasil skor ansietas dengan menggunakan kuesioner tingkat kecemasan
menurut Hamarno (2010) yang diambil dari Hamilton Anxiety Rating Scale
didapatkan hasil skor 26 dimana masuk ke dalam kategori ansietas sedang.
Data objektif yang didapatkan selama observasi klien tampak lesu, kadang
tampak kurang bersemangat, nafsu makan klien berkurang hal ini terlihat
ketika klien hanya mau makan sebanyak setengah porsi, klien tampak
murung, melamun dan terdiam, dan aktivitasnya lebih banyak di tempat tidur.
Ansietas
Inti masalah (core problem) dari pohon masalah diatas adalah ansietas. Sedangkan
diagnosis keperawatannya yaitu ansietas, koping individu tidak efektif, dan risiko
gangguan pola tidur. Karya ilmiah akhir ners ini lebih berfokus untuk mengatasi
salah satu diagnosis keperawatan yaitu ansietas karena masalah ini merupakan
masalah utama yang sedang dialami oleh pasien.
Universitas Indonesia
Bab ini menjelaskan profil lahan praktik, hasil penelitian yang diperoleh dan
menjelaskan secara rinci serta dihubungkan dengan tujuan penelitian. Hasil
penelitian yang diperoleh dibandingkan dan diperkuat dengan penelitian
sebelumnya serta dikaitkan dengan konsep atau teori yang telah disusun dalam
tinjauan pustaka.
23 Universitas Indonesia
Salah satu ruang pelayanan umum yang ada di Rumah Sakit dr. H. Marzoeki
Mahdi adalah ruang Antasena. Ruangan Antasena merupakan ruang perawatan
umum kelas III dan kelas II, yang terdiri dari 2 gedung yang mempunyai kapasitas
35 tempat tidur yang terdiri dari 7 kamar. Kelas II masing-masing berisi 2-3
tempat tidur dan kelas III masing-masing berisi 6-9 tempat tidur dalam setiap
kamarnya. Ruang Antasena merupakan ruang rawat untuk pasien laki-laki dan
perempuan. Terdapat juga 1 ruang isolasi yang digunakan untuk pasien dengan
penyakit menular dan pasien yang mengalami penurunan imunitas.
Sumber daya manusia yang ada di ruang Antasena terdiri dari 30 orang yang
terdiri dari 1 kepala ruangan, 2 ketua tim, 24 perawat pelaksana, 1 pramu husada
dan 2 tenaga cleaning service. Tingkat pendidikan tenaga yang ada adalah S1
Keperawatan 1 orang, DIII Keperawatan 26 orang, dan SMA 3 orang.
Penggunaan metode penugasan asuhan keperawatan di ruang Antasena
menggunakan metode tim primer, yang terdiri dari 2 tim dimana masing-masing
tim mempunyai perawat primer dalam memberikan asuhan keperawatan. Pola
pemberian asuhan keperawatan dibagi menjadi tiga shift yaitu pagi, sore, dan
malam.
Selain karena faktor usia, pola makan pasien lebih cenderung menyukai makanan
yang asin. Pasien mengatakan sering mengkonsumsi ikan asin dan gorengan
dalam kesehariannya. Sering mengkonsumsi makanan asin dan makanan berlemak
merupakan salah satu risiko terjadinya hipertensi. Penelitian Radecki (2000)
menunjukkan hal yang sama, bahwa orang yang mempunyai kebiasaan konsumsi
asin akan berisiko terserang hipertensi sebesar 3,95 kali lipat dibandingkan orang
yang tidak biasa mengkonsumsi asin. Menurut Hull (1996), penelitian
menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada
beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh
meretensi cairan yang meningkatkan volume darah. Penelitian Margaret (2002),
Universitas Indonesia
Ketika dilakukan pengkajian, pasien mengatakan saat ini banyak hal yang
membuatnya berfikir banyak. Mulai dari masalah kekhawatirannya pada anak-
anaknya yang ada di rumah dan ketakutan pasien terhadap operasi appendiktomi
yang akan dilakukannya. Pasien juga mencemaskan akan tekanan darahnya yang
tidak turun ke nilai normal sehingga hal ini membuat operasinya menjadi tertunda
karena tekanan darahnya yang masih tinggi. Hasil skor ansietas dengan
menggunakan kuesioner tingkat kecemasan menurut Harmono (2010) yang
diambil dari Hamilton Anxiety Rating Scale didapatkan hasil skor 26 dimana
masuk ke dalam kategori ansietas sedang. Menurut Videbeck (2008), ansietas
sedang pada pasien ditunjukkan dari respon fisiknya seperti tanda-tanda vital yang
meningkat, sakit kepala, pola tidur yang berubah, dan ketegangan meningkat.
Respon kognitif pasien meliputi lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara
selektif, fokus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian menurun, dan
penyelesaian masalah menurun. Sedangkan respon emosional yang ditunjukkan
pasien yaitu ketidaknyamanan, mudah tersinggung, kepercayaan diri goyah, dan
tidak sabar.
Menurut NANDA (2012), pada pasien menunjukkan beberapa tanda dan gejala
fisik yang merupakan tanda dan gejala yang biasa terjadi pada pasien yang
mengalami ansietas. Pasien mengalami mulut kering, wajah yang memerah,
peningkatan tekanan darah, dan jantung yang berdebar-debar. Pasien juga
mengekespresikan rasa kekhawatirannya karena perubahan dalam peristiwa hidup,
seperti penyakit hipertensi yang dideritanya sejak 6 tahun yang lalu.
Kecemasan yang dialami oleh ibu S dengan hipertensi memang bisa terjadi. Hal
ini dikarenakan ibu S mengalami kekhawatiran terhadap penyakitnya. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Wei dan Wang (2006), hampir 12% dari pasien
yang menderita hipertensi menunjukkan tanda-tanda ansietas. Pasien dengan jenis
Universitas Indonesia
4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait
Masalah ansietas yang terjadi pada pasien akan diatasi sesuai dengan pedoman
SAK untuk masalah psikososial ansietas. Menurut Standar Asuhan Keperawatan
Diagnosa Fisik dan Psikososial FIK UI (2012), pada pasien dengan ansietas
tindakan keperawatan yang dilakukan adalah mendiskusikan tentang masalah
ansietas yang terjadi mulai dari penyebab, proses terjadinya, tanda dan gejala,
serta akibat dari ansietas. Tindakan keperawatan selanjutnya adalah dengan
melatih teknik relaksasi fisik, pengendalian pikiran, serta mengontrol emosi.
Latihan relaksasi yang dilakukan pada pasien ansietas ini adalah latihan tarik
napas dalam. Menurut penelitian Gill, Kolt, dan Keating (2004), latihan napas
dalam mampu menurunkan ansietas yang terjadi.
Barlow (2004) menyebutkan bahwa kecemasan (ansietas) pada pasien pre operasi
dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah karena faktor
pengetahuan dan sikap perawat dalam mengaplikasikan pencegahan ansietas pada
Universitas Indonesia
pasien pre operasi. Untuk mengatasi masalah ini maka perawat melakukan
implementasi dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang persiapan operasi
seperti bagaimana gambaran ruang operasi, petugas kesehatan yang akan
membantu dalam operasi, prosedur tindakan mulai dari anastesi hingga
pembedahan, serta efek setelah pembedahan seperti terjadinya nyeri dan resiko
infeksi yang bisa saja terjadi. Pendidikan kesehatan ini disesuaikan dengan tingkat
pendidikan pasien sehingga informasi yang diberikan mampu diterima dan dicerna
dengan baik. Pemberian pendidikan kesehatan ini memberikan dampak pada
pasien dimana pasien menjadi bertambah pengetahuannya sehingga mengurangi
tingkat kecemasan yang terjadi. Hasil evaluasi didapatkan pasien mengatakan
lebih tenang sekarang setelah mengetahui pendidikan kesehatan tentang persiapan
operasi dan perasaan cemasnya mulai berkurang.
Masalah lain yang dihadapi oleh pasien adalah masalah kekhawatirannya pada
anak-anaknya yang ada di rumah dan sikap suaminya yang cuek terhadap dirinya.
Hal ini menjadi beban pikiran pasien sehingga pasien mengalami stres. Menurut
Suyono (2001) stres juga memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini diduga
melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah
yang menetap. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu
dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Faktor stres inilah
yang akhirnya membuat tekanan darah pasien menjadi naik.
Universitas Indonesia
Implementasi yang dilakukan adalah dengan melatih teknik relaksasi tarik napas
dalam pada pasien. Perawat memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang teknik
relaksasi tarik napas dalam dimulai dari pengertiannya, tujuan, dan langkah-
langkah dalam melakukan teknik relaksasi tarik napas dalam. Perawat
mendemonstrasikan terlebih dahulu langkah-langkahnya kemudian memberikan
kesempatan kepada pasien untuk mencoba melakukannya sendiri. Pasien terlihat
mampu melakukan teknik relaksasi tarik napas dalam secara baik dan benar.
Kemudian perawat bersama pasien mendiskusikan kapan saja waktu untuk
berlatih teknik relaksasi tarik napasa dalam ini. Pasien menyepakati kapanpun
pasien mau melakukan dan minimal 3 kali latihan dalam sehari. Setiap interaksi
dengan pasien, perawat melakukan evaluasi terhadap latihan teknik relaksasi tarik
napas dalam. Teknik relaksasi tarik napas dalam ini dilakukan pasien dengan baik
dan teratur.
waktu yang tepat. Pendidikan kesehatan yang dilakukan beberapa hari sebelum
pembedahan, pasien mungkin tidak ingat tentang apa yang telah diajarkan,
sedangkan jika instruksi diberikan terlalu dekat dengan waktu pembedahan pasien
mungkin tidak dapat berkonsentrasi karena ansietas atau efek dari medikasi
praanestesi (Smeltzer, 2002). Pendidikan kesehatan persiapan operasi diberikan 1
hari sebelum pasien menjalani operasinya. Hal ini membuat pasien untuk lebih
mudah dalam mengingatnya. Ketika dilakukan evaluasi ulang pasien mampu
menyebutkan beberapa hal yang akan dihadapi ketika akan operasi seperti
masalah pembiusan, penggantian pakaian dengan baju operasi, tenaga medis baik
perawat maupun dokter, serta prosedur operasi apa yang akan dilakukan.
Pemberian pendidikan kesehatan terkait terkait persiapan operasi sebaiknya
dilakukan oleh perawat 1-2 hari sebelum pasien dilakukan tindakan operasi. Hal
ini penting dilakukan karena pasien yang akan dioperasi mengalami perasaan
cemas yang jika ditangani dengan diberikan pendidikan kesehatan, cemas ini akan
berkurang.
Selain pendidikan kesehatan untuk mengatasi kecemasan, cara lain yang bisa
dilakukan adalah dengan melakukan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan
napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan napas secara perlahan (Smeltzer & Bare, 2002). Teknik relaksasi
mampu membuat pasien menjadi lebih rileks. Pasien mengatakan sering berlatih
teknik relaksasi secara mandiri disetiap waktu luang. Hasilnya pasien sendiri
mengatakan bahwa dirinya menjadi lebih tenang dan perasaan gusar maupun
tegang menjadi mulai berkurang. Hal ini dapat dilihat dari tekanan darah pasien
pada 1 hari menjelang operasi yang mendekati angka normal yaitu 130/90. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aivazyan et.al (1988) bahwa
dengan berlatih teknik relaksasi tarik napas dalam, kecemasan dan tekanan darah
seseorang yang menderita hipertensi menjadi turun.
Universitas Indonesia
Perawat hanya memberikan latihan teknik relaksasi tarik napas dalam untuk
mengatasi masalah ansietas yang terjadi pada pasien. Ansietas dapat diatasi juga
dengan teknik relaksasi lainnya seperti latihan hipnosis 5 jari dan latihan relaksasi
otot progresif (progressive muscle relaxation). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Muafiro (2004) latihan hipnosis 5 jari mampu menurunkan kecemasan pada
pasien. Latihan lainnya yaitu dengan latihan relaksasi otot progresif adalah terapi
relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada satu
bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik
(Synder & Lindquist, 2002 dalam Supriati, 2010). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Supriati (2010) pada pasien yang mengalami ansietas setelah
diberikan latihan thought stopping dan progressive muscle relaxation tingkat
ansietasnya menurun dari ansietas sedang ke ansietas ringan. Selain itu latihan
relaksasi otot progresif (progressive muscle relaxation) juga mampu untuk
menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi (Hamarno, 2010).
Dalam menangani pasien hipertensi dengan ansietas, perawat merekomendasikan
untuk dilakukan pemberian latihan teknik relaksasi hipnosis 5 jari dan latihan
relaksasi otot progresif (progressive muscle relaxation).
Universitas Indonesia
5.1. Kesimpulan
Masalah kesehatan yang terjadi pada ibu S merupakan masalah kesehatan yang
umum terjadi pada masyarakat perkotaan. Masalah kesehatan ibu S adalah
hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hal ini terlihat dari gaya hidup yang
dilakukan oleh ibu S yang mencerminkan gaya hidup masyarakat perkotaan yaitu
lebih menyukai makanan yang berlemak, tinggi kadar garam, penggunaan
penyedap rasa buatan atau MSG (monosodium glutamat) secara berlebihan,
kurang aktivitas atau jarang berolahraga, serta faktor stres yang tinggi.
32 Universitas Indonesia
5.2. Saran
5.2.1 Bidang keilmuan keperawatan jiwa
Saran untuk bidang keilmuan keperawatan jiwa adalah perlunya diadakan temu
ilmiah, pelatihan, atau seminar terkait asuhan keperawatan psikososial salah
satunya masalah ansietas.
5.2.2 Aplikatif
5.2.2.1 Perawat yang ada di tatanan pelayanan kesehatan didalam merawat pasien
hipertensi tidak hanya memperhatikan masalah fisiknya saja namun masalah
psikososial juga perlu untuk diperhatikan seperti masalah ansietas.
5.2.2.2 Perawat dapat memadukan dua tindakan keperawatan yaitu pendidikan
kesehatan terkait persiapan operasi dan melatih teknik relaksasi tarik napas dalam
untuk mengatasi masalah ansietas.
5.2.2.3 Pemberian pendidikan kesehatan terkait persiapan operasi lebih efektif
dilakukan 1 hari sebelum pasien menjalani operasinya.
Universitas Indonesia
5.2.3 Penelitian
Penilitian selanjutnya perlu dilakukan dengan menggunakan teknik relaksasi
lainnya seperti hipnosis 5 jari dan teknik relaksasi otot progresif (progressive
muscle relaxation) untuk melihat tingkat keefektifannya dalam menangani
masalah ansietas pada pasien dengan hipertensi.
Bab ini menjelaskan hasil penelitian yang diperoleh dan menjelaskan secara rinci
serta dihubungkan dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh
dibandingkan dan diperkuat dengan penelitian sebelumnya serta dikaitkan dengan
konsep atau teori yang telah disusun dalam tinjauan pustaka. Selain itu, dalam bab
ini juga dijelaskan mengenai keterbatasan penelitian serta implikasi keperawatan.
Universitas Indonesia
Barlow, D.H. (2004). Anxiety and its disorders: the nature and treatment of
anxiety and panic. London: Guilford Press.
Ferketich et. al., (2000). Links among depression, race, hypertension, and the
heart. Journal Clinical Hypertension 2, 6, 410-412.
Fisher, B.H. (2007). The effects of utilizing a preshot routine and deep breathing
on reducing performance anxiety and improving serving performance
among youth tennis players. Thesis. Morgantown: School of Physical
Education West Virginia.
35 Universitas Indonesia
Gill, S., Kolt, G.S., & Keating, J. (2004). Examining the multiprocess theory: an
investigation of the effects of two relaxation strategies on state anxiety.
Journal of Body Work and Movement, 8, 288-296.
Hull. (1996). Penyakit jantung, hipertensi, dan nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Margaret M. H., et. al., (2002). Association of Fat Distribution and Obesity with
Hypertension in a Bi-ethnic Population. Journal Obesity, 8, 516-524.
Universitas Indonesia
Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi dan Program Spesialis Keperawatan Jiwa.
(2012). Standar asuhan keperawatan diagnosa fisik dan psikososial. Depok:
Fakultas Ilmu Keperawatan universitas Indonesia.
Sheps, S.G. (2005). Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta: PT Intisari Mediatama.
Universitas Indonesia
Staessen, A.J., et. al. (2003). Essential Hyppertension. The Lancet, 1629-1635.
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric
nursing. 8th edition. St. Louis: Mosby Year Book.
Suyono. (2001). Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
Wisnu, I.M.L. (2013). Waspadai hipertensi, pemicu penyakit kelas berat. 10 Juni
2013.
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid
=24&id=74882
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. S Tanggal pengkajian : 27 Mei 2013
Umur : 44 tahun
Informan : Ibu S, rekan medis
Klien mengatakan banyak sekali hal yang dicemaskan mulai dari operasi yang
akan dilakukan karena ini merupakan operasi pertamanya, masalah anak-
anaknya yang saat ini berada di rumah, dan komunikasi yang kurang terjalin
dengan baik antara klien dengan suaminya.
- - - - - -
b. Aniaya seksual :
- - - - - -
c. Penolakan :
e. Tindakan kriminal :
- - - - - -
IV. FISIK
1. Tanda Vital : TD: 140/90 mmHg N: 88 x/menit S: 36,5 C P:
20 x/menit
V. PSIKOSOSIAL :
1. Genogram :
3. Hubungan sosial :
4. Spiritual :
2. Pembicaraan :
- Cepat - Keras Gelisah - Inkoheren
- Apatis - Lambat - Membisu - Tdk mampu
memulai pembicaraan
4. Alam perasaan :
Sedih - Ketakutan - Putus asa Khawatir
- Gembira berlebihan
5. Afek :
- Datar - Tumpul - Labil - Tidak sesuai
7. Persepsi :
- Pendengaran - Penglihatan - Perabaan
- Pengecapan - Penghidu
Jelaskan :-
8. Proses pikir :
- Sirkumtansial - Tangensial - Kehilangan asosiasi
- - -
Flight of idea Blocking Pengulangan
pembicaraan/persever
asi
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan :-
9. Isi pikir :
- Obsesi - Fobia - Hipokondria
- - -
Depersonalisasi ide yang terkait Pikiran magis
Waham
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan :-
Disorientasi
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan: -
Tidak mampu
-
berhitung sederhana
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan : -
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan :-
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan :-
7. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
Perawatan lanjutan
Sistem pendukung
Mencuci pakaian
Pengaturan keuangan
Transportasi
Lain-lain
Masalah ekonomi, spesifik: klien merasa jika sakit ini nanti banyak
memakan biaya.
Lainnya .....................................................................................
Terapi medik :
Nifedipime 10 mg (ekstra)
Amilodipine 1x10 mg
Valsartan 1x80 mg
HCT 1x1
Ceftriaxone 2 gram
Keterolac 1 ampul
Ranitidine 1 ampul
Metronidazole 500 mg drip
Mahasiswa,
ANSIETAS
3. Klien dapat Klien mampu 3.1. Ajarkan klien teknik relaksasi : pengalihan Di dapatkannya cara lain yang
menggunakan mendemonstrasikan situasi sehat yang akan membantu klien
teknik cara mengatasi ansietas 3.2. Ajarkan Klien teknik relaksasi untuk untuk mencari cara yang adaptif
4. Klien dapat Keluarga mampu 4.1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga Dukungan keluarga, mendukung
dukungan merawat anggota 4.2. Jelaskan proses tejadi, tanda gejala, proses perubahan perilaku
keluarga untuk keluarga dengan penyebab ansietas pada anggota keluarga ansietas klien.
mengatasi ansietas dengan latihan 4.3. Ajarkan cara merawat anggota keluarga Untuk meningkatkan motivasi
ansietas yang relaksasi. dengan latihan relaksasi klien dalam menghilangkan
dialaminya. 4.4. Diskusikan tanda-tanda anggota keluarga ansietasnya. Untuk memberikan
harus dirujuk pengetahuan kepada keluarga
4.5. Beri reinforcement positif sehingga keluarga dapat
memahami cara yang tepat dalam
menangani klien dan pentingnya
perhatian keluarga.
Agar keluarga dapat merawat
klien di rumah secara mandiri.
CATATAN PERKEMBANGAN
Masalah Keperawatan
a. Nyeri
b. Ansietas
Implementasi :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mendiskusikan bersama klien tentang perasaannya
c. Mendiskusikan bersama pasien situasi yang menimbulkan
ansietas.
d. Membantu pasien mengenal penyebab ansietasnya
e. Membantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas.
f. Mengajarkan pasien berlatih teknik relaksasi tarik napas
dalam.
Masalah Keperawatan
a. Ansietas
b. Koping individu tidak efektif
c. Nyeri
Implementasi :
a. Mengkaji strategi koping yang digunakan oleh klien
Implementasi :
a. Mempertahankan rasa percaya klien
b. Memberi dukungan jika klien mengungkapkan perasaannya.
c. Mengevaluasi alternatif koping yang konstruktif seperti bicara
dengan orang lain.
d. Mengevaluasi teknik relaksasi tarik napas dalam yang sudah
dilakukan.
e. Menganjurkan untuk mobilisasi secara bertahap
f. Memberikan terapi injeksi.
A. Petunjuk penilaian
1. Penilaian dilakukan oleh peneliti atau kolektor data melalui wawancara.
2. Penilaian dengan cara memberikan tanda check list ( ) pada kolom penilaian
yang tersedia di sebelah kanan sesuai dengan kondisi responden.
3. Peneliti atau kolektor data dalam melakukan wawancara sesuai dengan
panduan.
B. Komponen penilaian
1. Perasaan cemas
Masa depan tidak jelas
Ada rasa khawatir
Ada rasa kegelisahan
Ada rasa ketakutan
Penilaian :
0 Tidak ada gejala kecemasan
1 Ragu-ragu
2 Ada kecemasan dan sulit untuk dikontrol
3 Kecemasan lebih sulit dikontrol
4 Perasaan cemas dan takut ada dan sering mempengaruhi ADL
2. Ketegangan
Tidak dapat rileks atau santai
Mudah gugup
Merasa tegang pada tubuh
Gemetar
Perasaan gelisah
Penilaian :
0 Tidak ada gejala ketegangan
1 Kadang-kadang gugup dan tegang
2 Tidak dapat rileks dan istirahat serta kesulitan untuk
mengontrol tetapi tidak mempengaruhi ADL
3 Rasa gugup dan tidak istirahat sering terjadi serta
mempengaruhi ADL
4 Ada ketegangan dan tidak bisa istirahat serta mempengaruhi
ADL sepanjang hari
4. Gangguan tidur
Sukar memulai tidur
Mudah terbangun
Tidur tidak pulas
Mimpi buruk
Mimpi mendapat ancaman
Penilaian :
0 Tidak ada gejala (tidur pulas)
1 Lama tidur kadang menurun
2 Tidur pulas menurun, kadang terbangun
3 Lama tidur dan kedalaman berubah
4 Klien sering terbangun ketika tidur
5. Gangguan kecerdasan
Sulit untuk konsentrasi
Sulit untuk membuat keputusan
Daya ingat buruk
Penilaian :
0 Tidak ada kesulitan konsentrasi
1 Ragu-ragu
2 Kadang kesulitan untuk konsentrasi
3 Kesulitan konsentrasi, mengingat dan memutuskan seperti
membaca artikel atau melihat TV
4 Selama wawancara kesulitan konsentrasi, mengingat atau
memutuskan
Total Nilai :
Penilaian terhadap kecemasan:
Nilai < 17 : kecemasan ringan
18 24 : kecemasan ringan - sedang
25 30 : kecemasan sedang- berat
Sumber kuesioner:
Hamarno, R. (2010). Kuesioner tingkat kecemasan (Hamilton anxiety rating
scale). Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Tidak
dipublikasikan.
PENDIDIKAN FORMAL