Professional Documents
Culture Documents
panti asuhan tentu akan tertuju pada dana yang berasal dari para dermawan
yang merupakan harta panti asuhan yang diperuntukkan bagi anak-anak yatim
dan dhuafa, untuk itulah penulis akan menjelaskan tentang harta tersebut.
menetapkan bahwa sesuatu yang bersifat benda yang dikatakan a'yan.1 Sedang
menurut fuqaha harta (mal) adalah nama bagi yang selain manusia yang
dapat dilakukan tashrruf dengan jalan ikhtiyar.2 Jadi harta adalah sesuatu yang
yaitu:
11
12
perlindungan yaitu harta benda. Hal ini tidak disebabkan ia adalah perkara
yang tidak penting namun karena harta itu tidak dengan sendirinya membantu
mewujudkan kesejahteraan bagi semua orang dalam suatu pola yang adil. Jika
harta benda ditempatkan pada urutan pertama dan menjadi tujuan itu sendiri,
akan datang, oleh karena itu keimanan dan harta benda kedua-duanya memang
Harta anak yatim berkaitan juga dengan anak yatim itu sendiri, maka
3
Ahmad Hasan, Mata Uang Islami Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami, Terj.
Saifurrahman Barito, et. Al., "Al-Auraq Al-Naqdiyah fi Al-Iqtishad Al-Islamy (Qimatuha wa
Ahkamuha)", Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 101.
13
Artinya: "Yatim adalah anak yang telah ditinggal mati ayahnya dan dia belum
pernah mimpi basah."4
anak itu sampai umur dengan tidak meninggal harta.5 Maksudnya sampai
umur itu sebelum ia mencapai umur dewasa dengan tidak mempunyai harta
umur terhadap anak yatim, bahwa anak yatim adalah anak yang telah
dewasa maka tidak disebut lagi yatim. Jika ada orang disebut yatim setelah
dewasa, menurut majaz 'kiasan' yakni, yang intelegensi serta adabnya tidak
Berarti disini ada batasan mengenai umur anak yatim, jika sudah
mencapai umur dewasa maka tidak bisa lagi di katakan anak yatim, karena
dalam kenyataannya mereka bisa hidup mandiri meskipun tidak adanya orang
ialah anak yang kematian ayah.7 Anak yang kehilangan ibunya saja secara
4
Muhammad Rawwas Qal'ahji, Mausu'ah Fiqhi Umar Ibnil Khathab ra, Terj. M. Abdul
Mujieb AS, et.al., "Ensiklopedia Fiqh Umar bin Khathab" Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada,
1999, hlm. 657
5
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Al-Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra,
t.t., h1m. 100.
6
Hasan Ayyub, As Sulukul Ijtima'i fil Islam, terj. Tarnama Ahmad Qosim, et.al., "Etika
Islam (Menuju Kehidupan Yang Hakiki)", Bandung: Trigenda Karya, 1994 hlm. 362.
7
H. Fachruddin HS, Ensiklopedia al-Qur'an, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992, hlm. 568.
14
{2}
{ 1}
{3-1 : }
Artinya: "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang
yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi
makan orang miskin". (QS. al-Maa'un: 1-3)9
dibutuhkan manusia. Karena adanya kesatuan bentuk maka layak sekali kalau
harta anak yang masih belum cukup dewasa itu dinisbatkan kepada para
wali.10
ayahnya yang dia sendiri belum dapat menguasainya, karena masih kecil.11
Tetapi kalau yang ditinggalkan anak-anak yang sudah dewasa dan mampu
untuk mengurus dirinya sendiri atau tidak dikatakan bodoh akalnya maka
8
Muhammad Abu Zahrah, Tanzim al-Islam it al-Mujatam, Terj. Shodiq Noor Rahmat,
"Membangun Masyarakat Islami", Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994, hlm. 120.
9
Depag RI, op.cit., hlm. 1108.
10
Muhammad Al asyabuni, Rowaihul Bayan Tafsir Ayat ahkam Minal Qur'an,Terj.
Mu'amal Hamidy dkk, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam As-Shabuni, Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1983, hlm. 370.
11
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Juz IV, Jakarta: Yayasan Nurul
Islam, 1981, hlm. 311.
15
tidak dinamakan harta anak yatim karena mereka bisa mengelola sendiri harta
peninggalan ayahnya. Hal ini dipandang sebagai orang dewasa yang sudah
bersama, artinya harta sebagai fungsi sosial yang dapat dimanfaatkan bagi
sikap terhadap materi menurut pandangan syari'at Islam. Semua harta dari dan
milik Allah. Harta harus bermanfaat bagi semua orang, sesuai dengan syari'at
Tetapi mengenai harta anak yatim menjadi perhatian yang serius bagi
umat Islam. Karena adanya ancaman yang keras jika para wali-wali dari anak
yatim atau pengelola harta anak yatim tersebut memakannya dan menukarnya,
{2 : }
Artinya: "Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta
mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan
jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya
tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar. (Qs. An-Nisa': 2).12
12
Depag RI, op.cit., hlm. 114.
16
wasiat (harta anak yatim untuk memelihara harta anak yatim, dan
menyerahkannya ketika dewasa, dan jangan sampai para wali memakan dan
menukarnya dengan harta para wali karena itu termasuk dosa besar.
B. Landasan Hukum
1. Landasan Al-Qur'an
dari mulai masalah anak yatim itu sendiri maupun kebutuhan untuk
kehidupan anak yatim. Pada periode Mekkah perhatian anak yatim lebih
tertuju pada pemeliharaan diri anak yatim daripada harta mereka.13 seperti.
{17 : }
Artinya: "Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya kamu tidak memuliakan
anak yatim". (QS. Al-Fajr: 17)14
Hingga untuk kebutuhannya, maka dari itu bagi orang-orang yang mampu
terjamin.
{9 6 : }
{ 6}
Artinya: "Bukanlah dia mendapatimu sebagai seorang yatim lalu dia
melindungimu. Adapun terhadap anak yatim janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang. " (QS. Adh-Dhuhaa: 6 dan 9)16
anak yatim dan cara memelihara diri dan hartanya.17 Sebagaimana dalam
{220 :}
16
Ibid., hlm. 1070.
17
Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, op.cit., hlm. 65.
18
Pada periode Madinah ini, banyak ayat yang turun untuk mengatur
lain:
{10 :}.
Artinya: "Sesungguhnya orang yang memakan harta yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menahan api sepenuh perutnya." (QS.
An-Nisa' :10)19
pemeliharaan secara balk seperti anak-anak yang lain yang masih punya
orang tua. Dan disebutkan juga dalam firman Allah sebagai berikut
152 :}.
18
Depag RI, op.cit., hlm. 53.
19
Depag RI, op.cit., hlm. 116.
19
secara terselubung. Mengenai harta anak yatim juga disebutkan dalam ayat
berikut
{2 : }
Artinya: "Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh)
harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang
buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu,
adalah dosa yang besar. (Qs. An-Nisa': 2)21
Sebaiknya bagi para wali anak yatim atau orang yang diwasiati
dalam memelihara anak yatim agar selalu menjaga jangan sampai harta
{6 :}
20
Ibid., hlm. 214.
21
Ibid., hlm. 114.
20
(1/464): "Para ahli fiqh berkata: "ia boleh memakan dari harta nominalnya,
upah standar atau kebutuhan yang dia butuhkan. Para ulama berbeda
disamping itu ia adalah orang faqir. Inilah pendapat yang shahih menurut
seperti bolehnya memakai harta orang lain bagi yang mengalami kesulitan
:
24
( ) . ,
22
Ibid., hlm. 115-116.
23
Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali, Al-Manaahiy Yisy Syari'iyyah fii Shahihis Sunnah An-
Nabawiyah, Terj. Ibnu Ihsan Al-Atsari, "Ensiklopedia Larangan Menurut Al-Qur'an dan As-
Sunnah: Pustaka Imam Syafi'i, 2005, hlm. 371.
24
Imam Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, Juz. VIII, Beirut: Dar Al Kutb
al Ilmiyah, t.t., hlm. 101.
21
Artinya: "Dari Shal bin Said dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda:
"Aku dan orang yang merawat anak yatim itu begini, Nabi
berkata: dengan (isyarah) dua jari yakni jari telunjuk dan jari
tengah. (HR. Bukhari)
25
( )
Artinya: "Sebaik-baik rumah orang Islam adalah rumah yang di dalamnya
terdapat anak yatim yang diperlukan secara baik dan seburuk-
buruk rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang
diperlakukan buruk " (HR. Ibnu Majah)
atau bukan karena mereka juga butuh seorang sebagai pengganti bapaknya
25
Abu Abas Sihabudin Ahmad Bin Abu Bakar Bin Abdurrahman Bin Ismail, Jawaid
Ibnu Majah, Beirut: Dar Al Kutb Al-Ilmiyah, t.t., hlm. 475.
22
26
( ) .
Artinya: "Jauhilah tujuh macam perkara yang membinasakan para
sahabat bertanya, "apakah itu, wahai Rasulullah?" beliau
menjawab: "yaitu menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa
yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba,
memakan harta anak yatim, melarikan diri dari barisan perang
di hari pertempuran dan menuduh wanita yang baik berbuat
zina." (Mutafaq alaih)
serius karena memakan harta anak yatim termasuk dosa besar. Seperti
halnya menyekutukan Allah dan yang lainnya yang termasuk dosa besar.
)
27
(
Artinya: "Ketahuilah, barang siapa menjadi wali seorang anak yatim yang
mempunyai harta, maka hendaklah ia memperdagangkan harta
itu dan jangan membiarkannya, hingga habis dimakan oleh
sedekah" (HR. At-Tirmidzi).
26
Abi Zakaria bin Syarif Nawawi, Riyadhus Shalihin, Maktabah al Islamiyyah, t.t., hlm.
574.
27
Imam Al Adzim Al Khafidil Khajati Abi Abidil Qosim bin Salam, Al-Amwal: Dar Al-
Fikr, 22 H, hlm. 547.
23
setiap orang yang paling dekat dengannya. Jika dia yang terdekat itu telah
kewajiban dari yang lainnya yang dekat dengannya. Akan tetapi jika orang
yang paling dekat kepadanya belum melakukan hal itu yakni belum
(yang lain) yang juga dekat berhak ikut campur memperbaiki keadaannya.
Karena mengurus anak yatim adalah fardu kifayah atas umat Islam. jika telah
{5 : }
Artinya: "Dan janganlah kamu berikan kepada orang-orang yang tidak beres
akalnya, harta-harta kamu yang Allah telah dijadikannya sebagai
pokok penghidupan bagi kamu, tetapi berilah mereka makan dalam
harta tersebut dan berilah mereka pakaian serta katakanlah kepada
mereka kata-kata yang baik." (An-Nisa': 5)29
dan larangannya mencakup setiap harta yang diberikan kepada orang dungu,
artinya berikanlah kepada setiap anak yatim harta mereka apabila telah baligh,
kepada setiap istri maharnya, kecuali apabila salah satu dari mereka adalah
orang safih (dungu), tidak bisa menggunakan harta benda. Maka, cegahlah
28
Hasan Ayyub, Assulukul Ijtimai fil Islami, Terj. Tarmana Ahmad Qosim, et.al., Etika
Islam Kehidupan yang Hakiki", Bandung: Trigenda, 1994, hlm. 362.
29
Depag RI, op.cit., hlm. 115.
24
harta mereka agar jangan disia-siakan, dan peliharalah harta mereka itu
yang kurang beres akalnya), sebagian ada yang berpendapat bahwa yang
dimaksud itu ialah kanak-kanak yang belum cukup umur, dan anak-anak kecil
yang belum cukup dewasa. Demikian sebagai yang diriwayatkan dari Az-
anak yang belum cukup umur dan anak-anak yatim serta siapa saja yang
anak yatim atau orang yang diwasiati untuk mengelola harta anak yatim.
Tugas yang mereka emban hanya memelihara dan mengelolanya bukan untuk
mereka melalui kegiatan bisnis atau usaha lain yang menguntungkan sehingga
lama kelamaan harta mereka tidak habis begitu saja karena dipakai untuk
30
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir Al-maraghy, Terj. Bahrun Abu Bakar dkk.,
"Terjemah Tafsir Al-Maraghi", Semarang: Toha Putra, 1986, hlm. 336.
31
Muhammad Ali Assyabuni, op.cit., hlm.373.
32
Ibid.
25
kebutuhan mereka.33 Dalam hal ini tidak lepas dari sikap kehati-hatian agar
harta anak yatim tersebut tetap terjaga dengan baik tanpa tindakan kezaliman.
:}.
{10
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara
zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya." (Qs.
An-Nisa': 10).34
Sebenarnya pesan yang terkandung dalam ayat diatas agar harta anak-
anak yatim tetap terjaga demi untuk memenuhi kebutuhan anak-anak yatim,
jika bisa mengembangkan agar harta tersebut terus berkembang dan berguna
tersebut melalui berbagai cara misalnya berkoperasi yang paling mudah atau
memanfaatkan (mengambil) sebagian harta itu dengan cara yang baik (halal),
tidak berlebihan dan tidak dengan cara bathil (salah). Orang yang mengurus
harta anak yatim tersebut dengan syarat harus adil dan benar.35
33
Syaikh Muhammad Al Madani, Al Mujtama'al Mitsali Kama Tunazhzhimuhu Suratu
An-Nisaa, Terj. Kamaluddin Sa'diyatul Haramain, "Masyarakat Ideal dalam Perspektif Surah An-
Nisa'.", Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, hlm. 309.
34
Depag RI, op.cit., hlm. 116.
35
Hasan Ayyub, op.cit., hlm. 363.
26
37
( )
Artinya: "Ketauhilah barang siapa menjadi wali seorang anak yatim yang
mempunyai harta, maka hendaklah ia memperdagangkan harta
itu dan jangan membiarkannya, hingga habis dimakan oleh
sedekah". (HR. At-Tirmidzi)
agar harta tidak membeku, tanpa bergerak sehingga berkembang. Jadi agar
dana bisa produktif dan bertambah banyak untuk kelangsungan hidup anak-
anak yatim.
tidak mempunyai harta yang cukup. Sebenarnya yang paling utama dalam hal
Tapi apabila anak yatim tersebut tidak mempunyai wali dari sanak kerabatnya,
36
Muhammad Abu Zahrah, op.cit., hlm. 124.
37
Imam Al Adzim Al Khafidil Khajati Abi Abidil Qosim bin Salam, loc.cit.,
38
Muhammad Abu Zahrah, loc.cit.
27
asuhan.39
sosial merupakan salah satu alternatif jika anak-anak yatim tersebut tidak ada
yang mampu mengurusnya, hal ini demi kemaslahatan hidupnya, hal ini demi
1. Jangan memakan harta anak yatim dengan batil atau salah, yakni tidak
2. Tidak boleh menukarkan harta mereka yang jelek dengan harta kekayaan
milik anak yatim yang bagus (lihat surat An-Nisa' ayat 2).40
terhadap mereka yang lemah tertindas dan anak-anak yang telah kehilangan
para orang tuanya hal itu dilakukan dua pertolongan yaitu materiil dan moril
{8 : }
39
Ibid., hlm. 123.
40
Hasan Ayyub, op.cit., hlm. 364.
28
berikut:
{83 :}.
Artinya: "Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah
kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim dan
miskin."(Qs. Al-Baqarah: 83)42
seperti yang terkandung dalam surat An-Nisa' yang berkenaan dengan nasib
- Mengelola dan mengatur harta anak yatim dengan baik dan benar
modal pokoknya.
- Menjunjung tinggi niat yang baik dalam mengurus dan mengatur segala
41
Depag RI, op.cit., hlm. 1004.
42
Depag RI, op.cit., hlm. 23.
43
Syaikh Muhammad Al Madani, op.cit., hlm. 301-302.
29
{2 : }
Artinya: "Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta
mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan
jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya
tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar. (Qs. An-Nisa': 2).44
Bila anak itu dewasa, maka adalah hak mereka untuk mendapatkan kembali
harta peninggalan orang tuanya. Jika mereka tidak mempunyai harta sebagai
Jika dilihat dari sisi kenegaraan, fakir miskin dan anak yatim piatu atau
anak terlantar merupakan salah satu tanggung jawab nasional. Dalam Undang-
undang dasar 1945 Pasal 34 dicantumkan bahwa: "Fakir miskin dan anak
tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara terutama umat Islam karena
sangat relevan dengan ajaran agama. Tinggal bagaimana anak yatim tersebut
secara baik dan efektif, agar mereka menjadi manusia-manusia yang berguna
44
Depag RI, op.cit., hlm. 114.