Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kejadian Osteoporosis terutama pada lansia akan mempunyai dampak yang sangat buruk
bagi penderitanya. Meningkatnya kejadian osteoporosis pada lansia akan menjadi masalah
kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian dan dukungan serius. WHO (2007) melaporkan,
penyakit tulang yang paling umum ini menyebabkan lebih dari 8,9 juta kejadian fraktur
pertahunnya di seluruh dunia. Hal ini dapat dilihat pada kebanyakan pernderita osteoporosis
di China yaitu sekitar 84 juta penduduk (putrid, 2009). Di Amerika Serikat, kasus fraktur
tulang akibat osteoporosis pada lansia mencapai > 1,2 juta setiap tahunnya. Dan di Inggris
setiap tahunnya mengalami fraktur tulang dengan tingginya kasus fraktur tulang pada lansia
penderita osteoporosis, angka mortalitas yang terjadi pun akan tinggi yaitu > 20% dalam
tahun pertama setelah timbulnya fraktur tulang (Harvey, 2009).
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan Pusat Penelitian Gizi dan Makanan
Departemen kesehatan, prevelensi kejadian osteoporosis di Indonesia 19,7 % dari jumlah
lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita Osteoporosis. Lim provinsi dengan
resiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatra Selatan (27,7%), di Jawa Tengah (24,05 %),
Yogyakarta (23,5 %). Dan di 4 kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan sebesar
29 % lansia menderita osteoporosis. Kejadian osteoporosis dapat disebabkan oleh umur dan
jenis kelamin. Dari hasil studi di Indonesia, prevalensi osteoporosis diatas 70 tahun sebanyak
53,6% (wanita) dan 38% (laki-laki) (Putri, 2009). New Susan pun memperkirakan 1 dari 3
wanita dan 1 dari 10 laki-laki berumur 55 tahun akan berisko terjadinya osteoporosis (New,
Susan A L, 2006).
Pola makan yang tidak seimbang yang kurang memperhatikan kandungan gizi, seperti
kalsium, vitamin C dan D meerupakan faktor risiko osteoporosis (Kemenkes, 2008). hal ini
didukung dari data prevalensi terjadinya osteoporosis diberbagai Negara Eropa, Amerika dan
Asia akibat defisiensi vitamin D pada lansia yang mandiri sebesar 5-25 % dan tinggal di Panti
/RS sebesar 60-80%.
1. Tujuan
2. Tujuan umum
2. Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. DEFENISI
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit
volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma
minimal. Pengurangan massa tulang tersebut tidak disertai dengan adanya perubahan
perbandingan antara subtansi mineral dan organic tulang. Secara histopatologis osteoporosis
ditand ai oleh berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang (Riardi, 1996).
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistematik yang ditandai oleh penurunan densitas massa
tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah (Bambang,) . Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi
baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh Compromised bone
strength sehinggga tulang mudah patah.
1) Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam
pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii
seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun
terhadap fraktur karena osteoporosis
2) Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan
langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan
respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot
besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh
becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada
lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai
pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa
besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di
sampihg faktor genetik
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan
maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.
1) Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang
yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang
besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang
normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal ssuai dengan sitat genetiknya serta
beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian
terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia,
maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang
mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
2) Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah
terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal.
Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa
tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
3) Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium,
merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya
juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada
wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan
keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan
kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui
urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
4) Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung
sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.
Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi
kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui
tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan
kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif
5) Estrogen
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan
massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh
merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
7) Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan
alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi
lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
3. MANIFSTASI KLINIS
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak mempunyai
keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang
seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang
menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan
kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan
fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung
vertebra abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan
predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering
terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan korteks
serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi ketebalan
trabekular pada individu normal yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis
dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu
tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat,
dan alkali fosfatase yang normal dalam serum.
Manifestasi osteoporosis :
7. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan, Hal ini terjadi
oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada vertebra.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena
jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain itu, yang
juga sering terjadi karena adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya dengan
pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang
cenderung mengalami secara perlahan.
4. ANATOMI FISOLOGI
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang
tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-
komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik
(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini
memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Materi
organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :
Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini
tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Sumsum kuning
terdapat pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-
sel hematopoietik. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang.
Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan
bagian ini akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan
dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang mengandung sel-sel
yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan
dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu
tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel : osteoblas, osteosit,
dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam mengendapkan
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat
terlepas ke dalam aliran darah
5. . KLASIFIKASI
1. Osteoporosis Primer
1. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang. Osteoporisis
sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan
endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi
penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat
faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis,
sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian
status hipogonade, dan lain-lain
6. PATOFISOLOGI
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor
lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak
pernah melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan
gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor
diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang,
peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang
maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan
penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi
penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang
berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses
pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya
apabila proses resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi
pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan tulang
akan sampai pada periode yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini terjadi
proses penambahan kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada bagian korteks.
Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun
untuk tulang bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang
bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan
mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan
tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita,
proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada
wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita
menopause massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita
penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini berbagai
bagian tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang tersebut
lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal, kolum femoris serta
korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya : tulang paha bagian tengah,
tibia dan panggul, mengalami proses tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang
sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen,
sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai
apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang
bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya
fraktur. Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah
vertebra, paha bagian prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh
karena berbagai sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah
osteoporosis oleh karena bertambahnya usia
8. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
Perempuan yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan vitamin D dalam
jumlah yang mencukupi dan Bifosonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
Pemberian Kalsitonin, untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang
yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan melalui suntikan atau melalui semprot hidung.
Laki laki yang menderita osteoporosis biasanya menapatkan kalsium dan tambahan vitamin
D
Patah tulang panggul biasanya di atasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang
pergelangan biasanya digips atau di perbaiki dengan pembedahan. Jika terjadi penipisan
tulang belakang disertai nyeri panggung yang hebat, dapat di berikan obat pereda nyeri, di
pasang supportive back brace, dan dilakukan terapi fisik dengan mengompres bagian yang
nyeri dengan menggunakan air hangat atau dingin selama 10 20 menit.
1. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
d). pola hidup sehat antara lain cukup tidur, olahraga teratur (seperti jalan kaki, berenang,
senam aerobic).
9. KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis
dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada
pergelangan tangan . Penurunan fungsi, dan Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama
Umur
Pendidikan
Suku bangsa
Pekerjaan
Penanggungjawab
Agama
Status Perkawinan
Alamat
No MR
Ruang Rawat
Tanggal Masuk
Diagnosa Medik
1. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah
Suhu
Pernafasan
Nadi
Riwayat Kesehatan
Biasanya keluarga pasien ada yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien.
1. Pemeriksan fisik
2. a) Kepala dan wajah : ada sianosis
3. b) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
4. c) Leher : Biasanya JVP dalam normal
5. d) Abdomen (Perut)
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada tonjolan, tidak ada kelainan
umbilikus dan adanya pergerakan didindng abdomen
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
1. e) Thorak (dada)
1. f) Kesadaran
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah.
1. g) ekstermitas
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan
kifosis atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
Fraktur
Badan bungkuk
Jarang berolah raga
Menopause
1. DIAGNOSA
2. Nyeri akut berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder.
4. Risiko cidera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
5. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan.
6. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik.
1. INTERVENSI
Kontrol lingkungan
yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri
Hambatan mobilitas NIC :
fisik
Exercise therapy :
Batasan karaktristik : ambulation
Faktor resiko :
Eksternal
NIC :
Biologis (mis :
Environment management
tingkat imunisasi,
(manajemen lingkungan)
komunitas,
mikroorganism)
Sediakan lingkungan
yang aman untuk pasien
Zat kimia (mis: NOC :
racun, polutan, farmasi,
Identifikasi kebutuhan
alkohol, nikotin, Risk kontrol
keamanan pasien sesuai
pengawet, kosmetik,
dengan kondisi fisik dan
pewarna) KH :
fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu
Manusia (mis: Klien terbebas dari
pasien
agen nosokomial, pola cidera
ketegangan atau kognitif,
Menghindari
afektif dan psikomotor) Klien mampu
lingkungan yang berbahaya
menjelaskan cara atau
Cara pemindahan metode untuk mencegah
Memasang side rail
cidera
tempat tidur
Nutrisi (mis:
3.
desain, struktur, dan Klien mampu
Menyedeiakan tempat
pengaturan komunitas menjelaskan faktor resiko
tidur yang nyaman dan bersih
dan bangunan) dari lingkungan atau prilaku
personal
Menempatkan skalar
Internal
lampu yang tepat
Mampu memodifiksi
Profil darah gaya hidup untuk mencegah
Membatasi
abnormal cidera
pengunjung
Disfungsi Menggunakan
Menganjurkan
biokimia fasilitas kesehatan yang ada
keluarga untuk menemani
pasien
Usia Mampu mengenali
perkembangan perubahan status kesehatan
Memindahkan barang2
yang dapat membahayakan
Disfungsi efektor
Berikan penjelasan
Disfungsi imun-
kepada pasien dan keluarga
autoimun
adanya perubahan status
kesehatan
Disfungsi
integratif
Malnutrisi
Disfungsi
sensorik
Hipoksia jaringan
NOC : NIC :
perawatan eliminasi:
mampu untuk melakukan
aktivitas eliminasi secara
mandiri atau tanpa alat bantu
membersihkan diri
setelah eliminasi
mengenali dan
mengetahui kebutuhan
bantuan untuk eliminasi
Gangguan citra tubuh
Batasan karakteristik :
NIC :
Prilaku mengenali
tubuh individu Body image enhancement
NOC :
Prilaku Kaji secara verbal dan
Body image
menghindari tubuh nonverbal respon pasien
individu terhadap tubuhnya
Self esteem
Prilaku memantau Monitoring frekuensi
KH :
tubuh individu mengkritik dirinya
Body image positif
Respon nonverbal Jelaskan tentang
5. terhadap perubahan pengobatan, perawatan,
Mampu
aktual pada tubuh (mis : kemajuan, dan prognosis
mengidentifikasi kekuatan
penampilan, struktur, penyakit
personal
fungsi)
Dorong klien
Mendiskripsikan
Mengungkapkan mengungkapkan perasaanya
secara faktual perubahan
perasaan yang
fungsi tubuh
mencerminkan perubahan Identifikasi arti
pandangan tentang tubuh pengurangan melalui
Mempertahankan
individu pemakaian alat bantu
interaksi sosial
Mengungkapkan Fasilitasi kontak
persepsi yang dengan individu lain
mencerminkan perubahan
individu dalam
penampilan
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit
volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma
minimal. Pengurangan massa tulang tersebut tidak disertai dengan adanya perubahan
perbandingan antara subtansi mineral dan organic tulang. Secara histopatologis osteoporosis
ditand ai oleh berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistematik yang ditandai oleh penurunan densitas massa
tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah.
1. Saran
Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
memahami serta menanggapi apa yang telah kelompok susun untuk kemajuan penulisan
makalah selanjutnya dan umumnya untuk lebih dalam asuhan keperawatan dalam kasus
osteoporosis