You are on page 1of 20

Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.

php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

ANALISIS KOMPOSISI TERBAIK DARI VARIASI C/N RASIO MENGGUNAKAN


LIMBAH KULIT BUAH PISANG, SAYURAN DAN KOTORAN SAPI DENGAN
PARAMETER C-ORGANIK, N-TOTAL, PHOSPOR, KALIUM DAN C/N RASIO
MENGGUNAKAN METODE VERMIKOMPOSTING

Jalu Arthawidya*), Endro Sutrisno**), Sri Sumiyati**)


Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
Email: jaluartha@gmail.com

Abstrak
Vermikomposting adalah proses penguraian sampah atau limbah organik yang dilakukan dengan
bantuan cacing sebagai dekomposer, sehingga dihasilkan kotoran cacing (pupuk) atau disebut kascing.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja cacing dalam menghasilkan kascing seperti pH
media, nutrisi dalam pakan, kelembaban media, suhu media dan aerasi dalam media. Penelitian ini
memiliki tujuan menganalisis kandungan hara C, N, P. K. Kemudian dari hasil analisis tersebut
dibandingkan dengan kriteria kompos organik sesuai SNI 19-7030-2004 dan menentukan komposisi
terbaik dari variasi C/N rasio 30, 25, dan 20. Pada penelitian ini menggunakan skala demplot dengan
reaktor sebanyak 14 buah yang terdiri dari 4 buah reaktor C/N rasio 30, 4 buah reaktor C/N rasio 25, 4
buah reaktor C/N rasio 20 dan 2 buah reaktor kontrol yaitu (pure) limbah sayuran dan kulit pisang.
Setelah 12 hari vermikomposting selesai, menunjukan komposisi terbaik pada reaktor B dengan C/N
rasio sebesar 30 dengan variasi kotoran sapi 85%, kulit pisang 10% dan limbah sayuran 5%. Variasi ini
mampu menghasilkan kandungan hara C sebesar 9,10 %, N sebesar 0,73%, C/N sebesar 12,47, P sebesar
0,0731% dan K sebesar 0,0795%. Penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan C/N rasio 30
merupakan C/N rasio yang ideal dan optimum untuk sistem pengomposan vermikomposting, sehingga
kascing yang dihasilkan memiliki kandungan hara yang baik sebagai kompos organik. Hasil penelitian
ini mengindikasikan bahwa penggunaan limbah kaya nutrisi dan penggunaan komposisi kotoran sapi
lebih banyak dapat meningkatkan hasil kascing. Dalam sistem vermikomposting pakan cacing yang
mengandung nutrisi yang baik akan membuat kotoran Cacing (kascing) mengandung hara yang baik.
Kata kunci: Vermikomposting, pupuk organik, Unsur Hara Makro, Komposisi, Kascing, Eisenia Fetida,
C/N rasio, SNI 19-7030-2004

Abstract
[Best Composition Analysis of Variation C / N Ratio Using Banana peel, Vegetables and Cow
Manure with C-Organic Parameters, N-Total, Phospor, Potassium and C / N Ratios Using
Vermicomposting Methods]. Vermicomposting is a decomposition proccess of waste or organic waste
which is conducted with the help of worm as decomposer to produce dirt worms (fertilizers) known as
kascing. There are some factors that influence the worms performance in producing kascing such as
media pH, nutrition in feed, media humidity, media temperature, and aeration in media. This study aims
to analyze the nutrients of C, N, P, K to be compared with the standard of organic compost in SNI 19-
7030-2004 as well as determine the best composition of C/N ratio variation of 30, 25, and 20. This study
uses demplot scale with 14 amounts of reactors consist of 4 C/N ratio 30 reactors, 4 C/N ratio 25
reactors, 4 C/N ratio 20 reactors, and 2 control reactors which is purely vegetable waste and banana
peel. After 12 days vermicomposting is done conducted, the best composition is shown in B reactor with
C/N ratio of 30 and variation of cow dung 85%, banana peel 10%, and vegetable waste 5%. This variaton
is able to produce C nutrient of 9,10%, N of 0,73%, C/N of 12,47%, P of 0,0731%, and K of 0,0795%.
This study proves that usage of C/N ratio 30 is the ideal and optimum C/N ratio for vermicomposting
composting system, so that the resulted kascing possesses proper nutrients as organic compost. The result
of this study indicates that usage of waste containing nutrients and more usage of cow dung composition

1 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

can result in more kascing produced. In vermicomposting system worms feed which contains proper
nutrients will result in dirt worms (kascing) containing proper nutrients as well.
Keywords: Vermicomposting, organic fertilizer, macro nutrients, composition, kascing, Eisenia fetida,
C/N ratio, SNI 19-7030-2004

1. PENDAHULUAN Kascing mengandung berbagai unsur


Menurut Dirjen Cipta Karya (2010) pada hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, P,
sektor persampahan, pembuangan sampah K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, AI, Na, Cu, Zn, Bo
ke tempat pembuangan akhir (TPA) masih dan Mo tergantung pada bahan yang
rendah. Rata-rata volume sampah digunakan. Dengan adanya nutrisi tersebut
diperkirakan mencapai 74 juta ton/tahun. mikroba pengurai bahan organik terus
Namun dari total timbulan sampah tersebut, berkembang dan menguraikan bahan
proporsi sampah terangkut hanya mencapai organik dengan lebih cepat. Oleh karena itu
20,63 persen yang terangkut ke TPA dan selain dapat meningkatkan kesuburan tanah,
2,84 persen yang dikomposkan kemudian kascing berperan memperbaiki kemampuan
sisa nya tidak terolah, di bakar dan di kubur. menahan air, membantu menyediakan
Kabupaten Semarang mayoritas daerahnya nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur
adalah pedesaan maka hasil limbah lebih tanah dan menetralkan pH tanah (Mashur,
dominan terdiri dari limbah pertanian, 2001). Kascing mengandung mikroba dan
peternakan dan kegiatan usaha home hormon perangsang pertumbuhan tanaman.
industri. Sebenarnya terdapat alternatif Jumlah mikroba yang banyak dan
pengelolaan limbah dari bahan organik yaitu aktivitasnya yang tinggi bisa mempercepat
vermikomposting. Pada prinsipnya metode pelepasan unsur-unsur hara dari bahan
vermikomposting hanyalah salah satu organik menjadi bentuk yang tersedia bagi
alternatif pengelolaan limbah padat berupa tanaman. Kascing yang berkualitas baik
limbah organik yang dapat dilakukan ditandai dengan warna hitam kecoklatan
Menurut Manaf dkk (2009), vermes hingga hitam, tidak berbau, bertekstur remah
yang berarti cacing dalam bahasa latin dan dan matang (C/N < 20) (Mashur, 2001).
vermicomposting merupakan cara Proses vermikomposting dipengaruhi oleh
pengomposan menggunakan cacing, agar beberapa faktor, seperti: Pada suhu 20-29 C
menghasilkan kascing. Menurut Gandhi et cacing tanah akan tumbuh dan berkembang
al. (1997), vermicomposting memiliki dengan maksimal (Kaplan et al, 1980).,
kecepatan mendekomposisi limbah kurang kelembapan yang terbaik adalah 80-90%,
dari 30 hari, selain itu metode ini dapat dengan kisaran optimum sebesar 85%
menurunkan C/N rasio dan menahan Dominguez et al, 1997a dalam Ilyas (2009).,
nitrogen lebih besar daripada pengomposan kisaran nilai pH optimum bagi cacing tanah
konvensional. Vermikompos memiliki antara 6.5 dan 8.5 Anjangsari, (2010)., Laju
keuntungan untuk pertanian, diantaranya respirasinya melemah jika konsentrasi
adalah (1) meningkatkan penyerapan air ke oksigen di dalam substrat rendah (Edwards
tanah dan menyimpannya, (2) meningkatkan & Bohlem 1996) dan Ketersediaan sumber
penyerapan nutrisi dari tanah sekitar, (3) protein dan karbohidrat pada substrat sangat
memperbaiki dan menyuburkan struktur penting bagi cacing tanah, terutama
tanah, dan (4) mengandung mikroorganisme karbohidrat yang bersifat mudah larut,
yang banyak. (Sallaku et al., 2009) sehingga lebih mudah digunakan untuk

2 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

proses metabolisme. (Curry, 2007 dalam kompos yang berbeda juga untuk
Anjangsari, 2010) mendapatkan nilai kandungan hara yang
Pengomposan bahan organik baik, dengan pengujian kandungan nilai C-
menggunakan cacing telah dilakukan secara Organik, N-total. Pospat dan Kalium dari
besar-besaran di Kanada, Italia, Jepang, proses pengomposan vermikomposting.
Filipina, dan Amerika Serikat (Theunissen, Dalam penelitian dilakukan variasi C/N
2010). Menurut Gaddie dan Douglas (1975), rasio pada komposisi limbah sayuran, kulit
metode ini tidak hanya berperan sebagai pisang dan kotoran sapi.
pengolah limbah otomatis dan menolong
mengurangi permasalahan lingkungan dari 2. METODOLOGI PENELITIAN
proses pembakaran ataupun bentuk Penelitian ini merupakan penelitian
pengolahan lainnya, akan tetapi juga eksperimental-laboratoris dengan skala
menghasilkan produk pupuk yaitu berupa Demplot. Standard untuk mengontrol
kascing. Menurut Cooke (1986), kesuburan kandungan hara produk vermikompos dalam
tanah tempat tersedianya unsur hara tidak penelitian ini adalah menggunakan SNI-19-
dilihat dari kandungan unsur hara saja tapi 7030-2004 sedangkan untuk kontrol
juga dilihat dari fisik dan biologi tanah. kelembaban, suhu, Ph dengan melihat
Meningkatkan kesuburan tanah dengan penelitian dan literatur yang relevan.
menggunakan pupuk organik yang Variabel bebas yang digunakan adalah C/N
mengandung unsur hara makro (N, P, K) rasio 30, 25, 20. Variabel terikat yang
dan mikro (Ca, Mg, Fe, Mn, Bo, S, Zn dan digunakan adalah C, N, P, K dan C/N rasio.
Co) dapat memperbaiki struktur dan Tahap penelitian diawali dengan tahap
porositas tanah. persiapan alat dan bahan untuk merakit
Petani Indonesia pada saat ini lebih reactor, vermikomposting dan membuat
suka menggunakan pupuk anorganik lubang fermentasi. Alat yang dibutuhkan
dibandingkan dengan pupuk organik. Hal adalah triplek, palu, paku, kayu, plastik
tersebut dikarenakan pupuk organik yang trashbag, timbangan, sprayer, cangkul,
bersifat voluminous (bervolume besar) dan ternit, garpu Tala, sekop kecil, sarung
mengandung hara yang rendah, sehingga tangan. Bahan yang dipersiapkan meliputi
memerlukan biaya tambahan untuk trasnport sampah sayuran sebanyak 18 kg yang di
dan aplikasi kalau mendatangkan dari dapatkan di lahan pasca panen sayur dan
tempat lain. Proses pengomposan sebaiknya pasar , 18 kg kulit buah pisang di dapatkan
lebih baik dilakukan dengan konsep in situ di home industri/ UMKM keripik pisang,
yaitu bahan organik sebagai bahan dasar sale pisang dan roti pisang, kemudian 34 kg
pupuk organik tersedia di tempat kegiatan kotoran sapi sebagai sumber bakteri starter
pertanian dengan diolah terlebih dahulu di dapatkan dari warga yang memiliki ternak
menjadi kompos, selain itu penggunaan efek sapi di dusun dalangan kelurahan
dari pupuk organik lambat tidak seperti Sumogawe, Kecamatan Getasan, Kabupaten
anorganik yang responnya cepat.(Sentana, Semarang. Sebelum dimasukkan ke reaktor,
2010 limbah dipotong kecil-kecil agar membantu
Berdasarkan ulasan dan masalah di atas, proses makan cacing. Cacing yang dipakai
maka dilakukan pendekatan penelitian pada penelitian ini adalah cacing tiger
dengan melakukan pengomposan dengan (eisenia Fetida) yang di dapatkan di rumah
teknologi berbeda, Jenis limbah yang pak karmin dusun dalangan kecamatan
berbeda dan variasi komposisi bahan dasar getasan kabupaten semarang. Kemudian

3 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

limbah yang sudah terkumpul di uji Kotoran sapi : 1 kg 0,763kg = 0,763kg


pendahuluan di laboratorium teknik N : 0,237kg (0,00149) = 0,000354 kg
lingkungan Undip. Sedangkan uji pakan di C : 62,902 (0,000354) = 0,0222 kg
lakukan di tempat penelitian.
Pembuatan reaktor di buat oleh peneliti C/N Rasio=20
dan dibantu oleh pak karmin dengan
spesifikasi ukuran kedalaman 0,5 m,
panjang reaktor 0,5 m dan lebar 0,5 m.
Kemudian reaktor dilapisi dengan plastik
untuk menjaga cacing tidak masuk ke dalam
tanah.
Setelah reaktor jadi tahap selanjutnya
adalah meletakan cacing ke dalam reaktor
agar beradaptasi, kemudian dilanjutkan C/NRasio=20x(0,000505+X(0,00354)
dengan penentuan jumlah limbah yang =0,00535+X(0,0222)
digunakan dengan data uji pendahuluan
sebagai berikut: C/N Rasio=0,0101+X(0,00708)
=0,00535+X(0,0222)
Tabel 1. Hasil Uji Pendahuluan
X = 0,30 kg kotoran sapi / kg limbah sayur
N-
Material
C-Organik
Total
Rasio Kadar dan kulit pisang
% C/N Air (%) Dari perhitungan diatas, dapat
%
disimpulkan bahwa nilai campuran kompos
Sayuran 5,4 0.38 14, 91%
untuk memenuhi C/N Rasion 20 dari standar
Kulit Pisang 0,2 0,06 3,0 76% 20-30 maka dibutuhkan 0,30 Kg setiap 1 kg
Kotoran sayur dan limbah kulit pisang. Atau dengan
9,4 0,14 62.1 76%
Sapi
kata lain, Kandungan kotoran sapi yang
ditambahkan adalah 30% dari total bahan yang
Dari uji pendahuluan di atas di dapat
digunakan. Jadi dapat dihasilkan variasi
kombinasi limbah yang di inginkan dengan
kompos untuk C/N rasio 20 dihasilkan:
cara perhitungan sebagai berikut. (sebagai
a.20% Limbah Sayur: 50% Kulit Pisang: 30%
contoh perhitungan C/N rasio 20)
Kotoran Sapi
b.50% Limbah Sayur: 20% Kulit Pisang: 30%
Untuk 1 kg limbah sayuran (sayur kol)
Kotoran Sapi
Air : 1 kg (0,910) = 0,910 kg
Perhitungan di atas di ulang untuk C/N
Limbah Sayur : 1 kg 0.910 kg = 0,090 kg
rasio 25 dan 30. Kemudian di dapatkan variasi
N: 0,090 kg (0,00387) = 0,000348 kg
C/N rasio 30 menggunakan kombinasi limbah
C: 14,012 (0,00073) = 0.00488 kg
sayuran, kulit pisang dan kotoran sapi secara
berturut-turut (10%,5%,85%) sebagai reakor
Untuk 1 kg limbah Kulit Pisang
A ; (5%,10%,85%) sebagai reaktor B, variasi
Air : 1 kg (0,763) = 0,763 kg
C/N rasio 25 di dapatkan kombinasi
Kulit Pisang : 1 kg 0,763 kg = 0,237 kg
(15%,30%,55%) sebagai reaktor C;
N: 0,237 kg (0,00066) = 0.000157 kg
(30%,15%,55%) sebagai reaktor D, dan untuk
C: 3,012 (0,000157) = 0,000474 kg
variasi C/N 20 di dapat komposisi limbah
(20%,50%,30%) sebagai reaktor E; dan
Untuk 1 kg kotoran sapi
Air: 1 kg (0,763) = 0,763 kg (50%,20%,30%) sebagai reaktor F. Dibuat

4 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

juga 2 reaktor kontrol dengan 100% limbah dilanjutkan pemberian pakan keseluruhan
pisang dan 100% limbah sayuran. (limbah Sayuran, Kulit pisang dan kotoran
Berikutnya adalah tahap pelaksanaan sapi) pada cacing tiger dengan variasi yang
penelitian inti. Bahan yang sudah ditentukan telah ditentukan. Selama vermikomposting
jumlahnya kemudian di fermentasi selama 3 dilakukan pengukuran suhu, kelembaban, pH
hari karena pada hari ketiga pakan sudah setiap hari. Vermikomposting dilakukan
mulai di dekomposisi. Tahapan fermentasi ini sampai limbah habis dan pengambilan sampel
dimulai dari membuat lubang fermentasi pada dilakukan pada awal dan akhir proses
tanah sedalam 0,75 m, dan berdiameter 1 m. vermikomposting. Kemudian dilakukan
Berikutnya mempersiapkan bahan pengambilan kotoran cacing (kascing) pada
yang akan difermentasikan yaitu dilakukan reaktor tersebut untuk pengujian kascing
pencacahan terlebih dahulu, limbah sayuran secara kuantitas dan dilakukan uji
dan limbah kulit pisang di cacah sampai laboratorium terhadap kandungan unsur hara
ukuran kurang lebih 3 cm 5 cm. Limbah Makro (C, N, P, K) dan dilanjutkan analisis
yang sudah tercacah dimasukan ke dalam dan C/N rasio kascing yang dihasilkan.
di urug dengan tanah agar terjadi proses Analisis kualitas unsur hara dan kuantitas
fermentasi anaerobik. Setelah di fermentasi dilakukan melalui analisis laboratorium
limbah dikeluarkan dan di angin-anginkan. kemudian hasilnya di tampilkan dengan grafik
Fermentasi dengan cara di dalam tanah ini yang memperlihatkan setiap parameter yang
akan mengakibatkan proses fermentasi lebih diteliti untuk mengetahui hasil produksi
cepat karena dibantu juga oleh kompos terbaik. yang di bandingkan dengan
mikroorganisme tanah. SNI 19-7030-2004 dengan menggunakan
Setelah semua bahan siap dilanjutkan metode analisisnya sebagai berikut C-organik
penelitian vermikomposting yaitu dimulai dari dengan menggunakan metode
Cacing tiger (Eisenia fetida) dimasukkan spektrofotometrik, nitrogen total
kedalam tiap reaktor (bersamaan dengan menggunakan metode analisis
sedikit media tumbuh cacing tiger), cacing spektrofotometrik, Phospat menggunakan
tiger yang dimasukan ke dalam reaktor metode analisis spektrofotometrik, unsur
sebanyak 0,5 kg, cacing dibiarkan agar kalium (K) dengan metode analisis AAS dan
beradaptasi dengan lingkungan baru berupa berat kascing dengan timbangan.
reaktor. Kemudian lakukan percobaan pakan
dengan cara memberikan limbah yang 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
terfermentasi. Pemberian dilakukan dari hari 3.1 Hasil Pengukuran Suhu, Kelembaban
fermentasi ke-1 sampai hari ke-n. Jika pada dan pH Media Vermikomposting
fermentasi hari ke-n pakan termakan oleh Pengukuran dan pemantauan Suhu
cacing maka proses dilanjutkan dengan selama proses vermicomposting dilakukan
pemberhentian proses fermentasi dan satu kali setiap harinya yaitu pada saat siang
dilanjutkan pemberian semua jumlah pakan. hari tepatnya pukul 09.00-13.00.
Setelah percobaan pakan selesai maka

5 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Ket: A=Reaktor A, B = reaktor B, C = reaktor C, D = reaktor D, E = reaktor E, F = reaktor F.


Gambar 1. Grafik Pengukuran Suhu Proses Fermentasi.

Pada grafik juga menunjukan bahwa tahap penghangatan (tahap mesofilik) yang
pada proses fermentasi semua pakan terjadi mempunyai suhu berkisar 10oC-35oC.
kenaikan temperatur seperti pada reaktor B Mikroorganisme mesofilik bekerja merubah
dari 25oC menjadi 28oC dan pada reaktor C ukuran bahan organik menjadi kecil
dari 25oC menjadi 26oC ini menjelaskan sehingga bahan akan menjadi lunak dan
bahwa terjadi proses penghangatan pakan mudah di cerna oleh cacing.
dan mulainya proses dekomposisi oleh Dilanjutkan dengan kontrol suhu
bakteri mesofilik. Menurut Sumekto (2006), ketika vermikomposting hasilnya sebagai
pada proses pengomposan anaerob terdapat berikut

Ket: A=Reaktor A, B = reaktor B, C = reaktor C, D = reaktor D, E = reaktor E, F = reaktor F.


Gambar 2. Grafik Pengukuran Suhu Vermikomposting

6 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Pada grafik saat proses penelitian ini stabil, suhu selama penelitian
vermikomposting berlangsung suhu di tiap berkisar 23-26C. Sesuai dengan pernyataan
reaktor berkisar 23C sampai 26C dari hari kaplan, Menurut Kaplan et al (1980), proses
ke-1 sampai hari ke-12. Suhu yang vermicomposting akan optimal jika suhu di
berkisaran antara 23C sampai 26C antara 20-29 C.
dikarenakan tempat penelitian yang berada Variabel kontrol selanjutnya adalah
pada ketinggian 960 MDPL, yang memiliki pengukuran kelembaban. Pemantauan dan
suhu atmosfir 22-28C sehingga suhu tanah pengukuran kelembaban reaktor di lakukan
juga akan berkisar suhu atmosfir. Dari grafik bersamaan dengan pengukuran pH dan suhu
tersebut juga bisa disimpulkan secara reaktor. Alat yang digunakan untuk
keseluruhan suhu pada penelitian ini telah mengukur kelembaban adalah pH-
sesuai dengan yang di persyaratkan karena Hygrometer. Berikut adalah hasilnya.
suhu dalam proses vermikomposting dalam

Ket: A=Reaktor A, B = reaktor B, C = reaktor C, D = reaktor D, E = reaktor E, F = reaktor F.


Gambar 3. Grafik Pengukuran Kelembaban Vermikomposting

Pada proses vermikomposting di bahwa kisaran kelembapan yang terbaik


penelitian ini kelembaban tiap reaktor adalah 80-90%, dengan kisaran optimum
mengalami perubahan kelembaban yang sebesar 85%.
tidak terlalu signifikan dan sudah memenuhi Dan yang terakhir adalah
range hidup yang dibutuhkan cacing yaitu pengukuran pH media sebagai salah satu
kisaran 60-90 %, meskipun masih terdapat faktor hidup dan kinerja cacing dalam
sub reaktor yang mencapai lebih dari 90 %. metode vermikomposting. Berikut adalah
Fenomena ini di cocokan dengan pernyataan hasil pengukurannya dengan menggunakan
Dominguez et al, (1997) dalam Ilyas 2009 alat pH-Hygrometer.

7 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Ket: A=Reaktor A, B = reaktor B, C = reaktor C, D = reaktor D, E = reaktor E, F = reaktor F.


Gambar 4. Grafik Pengukuran pH Media Vermikomposting

Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa turunnya pH selama proses


nilai pH pakan tersebut selalu berada di vermikomposting berlangsung antar lain
kisaran pH Netral yaitu di range 6,8-7,2 dan disebabkan terjadinya degradasi rantai
tidak berubah secara signifikan. pendek asam lemak dan amonifikasi unsur
Berfluktuatifnya nilai pH ini dikarenakan hara N.
terdapatnya proses dekomposisi oleh cacing.
Menurut Anjangsari, (2010) Kisaran nilai 3.2 Hasil Analisis Uji C-Organik proses
pH optimum bagi cacing tanah antara 6,5 Vermikomposting
dan 8,5 dan pada kelangsungan Hasil pengukuran C-Organik selama
vermikomposting peningkatkan pH biasanya proses dalam penelitian ini dapat dilihat
di sebabkan oleh cacing tanah yang dapat pada grafik di bawah ini:
mengeluarkan kapur dalam bentuk kalsium
karbonat (CaCO3)/dolomite. Sedangkan

8 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Ket: A=Reaktor A, B = reaktor B, C = reaktor C, D = reaktor D, E = reaktor E, F = reaktor F.


Gambar 5. Grafik Hasil Uji C-organik

Pada grafik 5 menunjukan secara digunakan untuk perkembangan dan


keseluruhan reaktor dan kontrol terjadi pertumbuhan.(Anik
penurunan kandungan C-Organik dari waktu
ke waktu dari awal sampai akhir seperti Waryanti, 2013). Penurunan C-Organik
pada reaktor A, B, C, D, E, F. pada penelitian vermikomposting ini lebih
Selama proses fermentasi C-Organik besar dibanding dengan proses fermentasi,
mengalami penurunan secara kontinyu, hal penurunannya sampai berkisar 5-12 %. Hal
ini di akibatkan karena adanya aktifitas ini dikarenakan terjadi proses dekomposisi
mikroorganisme yang memakan bahan oleh cacing sendiri yang menjadi
organik pada limbah sehingga bahan organik mikroorganisme pendekomposer limbah
pada limbah akan habis pada waktunya. dengan cara memakan bahan organik yang
Menurut Budiyono dkk (2011), proses tersedia dalam reaktor. Menurut Aira et al
pengolahan limbah secara anaerob dapat (2002), pada proses vermikomposting
menghasilkan gas yang terdiri dari metana cacing tanah mengubah aktivitas
(CH4) dan karbondioksida (CO2). mikroorganisme yang sudah ada atau
Kemudian menurut Lingga (2002), jumlah dengan kata lain membantu fungsi dari
CO2 hasil dari proses anaerob tersebut akan mikrorganisme sebelumnya, sehingga laju
meningkat dengan cepat dan menyebabkan mineralisasi bahan-bahan organik bertambah
bertambahnya jumlah mikroba anaerob yang cepat.
terkandung dalam limbah, dengan Kemudian nilai C-Organik kascing
banyaknya mikroorganisme nilai karbon dianalisis dengan membandingkan dengan
akan semakin kecil dikarenakan karbon standar kualitas kompos dari SNI-19-7030-
dalam bahan organik oleh mikroorganisme 2004. Hasil perbandingan kualitas C-
dipakai sebagai sumber energi yang Organik dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
9 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Tabel 2. Tabel Perbandingan C-organik Hasil kandungan C-Organik pada proses


dengan SNI vermicomposting tidak semuanya memenuhi
C-Organik SNI-19-7030-2004
persyaratan dari SNI-19-7030-2004 hanya
Reaktor pada reaktor E dan A saja yang telah
(%) (%)
A 9,98
memenuhi persyaratan.
B 9,10
C 7,52 3.3 Hasil Analisis Uji N-Total proses
D 7,73
Min 9,8 Vermikomposting
E 10,03
F 9,73 Hasil pengukuran N-Total selama
Kontrol kulit Pisang 9,18 proses dalam penelitian ini dapat dilihat
kontrol Sayuran 9,11 pada grafik di bawah ini:

Ket: A=Reaktor A, B = reaktor B, C = reaktor C, D = reaktor D, E = reaktor E, F = reaktor F.


Gambar 6. Grafik Hasil Uji N-Total
Pada grafik 6 menunjukan terjadi mikroorganisme untuk memelihara dan
penurunan dan kenaikan kandungan N-Total pembentukan sel tubuhnya sendiri, sehingga
dari setiap variasi pada penelitian ini. Dalam kandungan nitrogen dalam bahan akan
penelitian ini yang mendasari terjadinya berkurang karena digunakan oleh
kenaikan dan penurunan kadar nitrogen mikroorganisme untuk pertumbuhan.
adalah kesetimbangan antara kebutuhan Sedangkan pada reaktor yang mengalami
nitrogen oleh mikroorganisme itu sendiri kenaikan N-Total lebih di sebabkan karena
dan pembentukan kandungan nitrogen oleh adanya proses ekskresi oleh mikroorganisme
mikroorganisme itu sendiri. Pada reaktor dan cacing.
yang mengalami penurunan disebabkan Menurut Huang et al (2014),
karena kadar nitrogen pada bahan organik kenaikan ini dikarenakan nitrobakter sebagai
dibutuhkan mikroorganisme untuk peubah amonia ke nitrat akan meningkat
melakukan pertumbuhan. Menurut Sriharti dikarenakan adanya lendir pada cacing yang
(2008), kadar nitrogen dibutuhkan memperkaya jumlah nitrobakter. Semakin

10 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

banyak lendir yang dihasilkan maka jumlah kualitas kompos dari SNI-19-7030-2004.
bakteri yang terkandung di dalam substrat Hasil Perbandingan kualitas N-Total dapat
akan semakin banyak sehingga kandungan dilihat pada tabel sebagai berikut:
nitrogen dalam bahan akan semakin
Tabel 3. Tabel Perbandingan N-Total
meningkat. Menurut Suthar (2013), hal ini
dengan SNI
dikarenakan adanya penggabungan dari
lendir, material ekskresi, hormon N-Total SNI-19-7030-2004
Reaktor
(%) (%)
pertumbuhan, dan enzim yang mengandung
A 0,78
nitrogen yang berasal dari cacing. Demikian B 0,73
juga menurut koslovkaya dan zannikova C 0,83
(1961), dalam doni tiyas (2015), kascing D 0,86
E 1,14 Min 0,40
mengandung bakteri seperti Bacillus, F 0,93
Azotobacter, Clostridium butirycum, Kontrol kulit Pisang
0,42
Actmomyycetes dan bakteri pengurai kontrol Sayuran 0,67
selulosa menjadi nitrat. Pertambahan unsur
hara N-total juga di akibatkan oleh ekskresi Hasil kandungan N-Total pada proses
cacing tanah yang merupakan protein yang vermicomposting ini telah memenuhi
banyak mengandung nitrogen, hal ini persyaratan dari SNI-19-7030-2004. Pada
penelitian ini nilai N-Total kascing yang
menyebabkan nitrogen lebih tinggi ketika
tertinggi terdapat pada reaktor E dengan
menjadi kascing. (Gaddi e dan Douglas,
nilai 1,14 % sedangkan yang terendah
1977 dalam Doni Tiyas 2015). Dari ulasan terdapat di reaktor B dengan nilai 0,73 %.
di atas dapat di lihat bahwa jika terjadi
penurunan maka nitrogen pada bahan 3.4 Hasil Analisis Uji Phospor Proses
sebagian besar di gunakan untuk Vermikomposting
pertumbuhan tubuh mikroorganisme itu Nilai phospor vermikomposting pada
sendiri, jika terjadi peningkatan N-Total penelitian ini dihitung dan dianalisis dalam
maka nitrogen dihasilkan lebih besar bentuk P2O5 dengan menggunakan metode
daripada nitrogen yang digunakan oleh spektrofotometri. Dari hasil pengujian
mikroorganisme. tersebut di dapat nilai Phospor sebagai
Nilai N-total kascing dianalisis berikut.
dengan membandingkan dengan standar

11 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Ket: A=Reaktor A, B = reaktor B, C = reaktor C, D = reaktor D, E = reaktor E, F = reaktor F.


Gambar 7. Grafik Hasil Uji Phospor
Pada grafik 7 dapat dilihat bahwa terjadi masuk tubuh cacing, dalam pencernaannya
kenaikan secara perlahan dari awal sebelum akan dirubah menjadi bentuk P terlarut oleh
fermentasi hingga akhir proses fermentasi enzim fosfatase dan alkalin fosfotase dalam
dan berlanjut sampai dengan akhir pencernaan cacing. Hal ini juga dinyatakan
vermikomposting. Kenaikan ini ditunjukan oleh Pattnaik (2010), bahwa jika total P pada
pada seluruh reaktor di penelitian ini. akhir vermikomposting nilainya lebih tinggi
Kenaikan ini di sebabkan karena adanya dibandingkan pada awal proses maka dapat
proses kerja yang dilakukan oleh dipastikan ini mengindikasikan terjadinya
mikroorganisme pada saat fermentasi dan proses mineralisasi phospor secara umum,
ketika vermikomposting. Pada saat ketika bahan organik melalui pencernaan
fermentasi kenaikan kadar unsur phospor di cacing, sebagian dari phospor akan diubah
sebabkan karena adanya proses mineralisasi menjadi bentuk P terlarut oleh enzim dalam
oleh mikroorganisme dalam pembentukan pencernaan cacing, yaitu fosfatase dan
phospor. Dalam hal ini mikroorganisme alkalin fosfatase. Selanjutnya unsur P akan
sangat memiliki peran penting dalam dibebaskan oleh mikroorganisme dalam
terciptanya phospor. Senyawa P organik kotoran cacing. (Suthar, 2008)
diubah dan dimeneralisasi menjadi senyawa Nilai fospor vermikomposting yang
phospor. Kemudian pada saat berupa kascing dianalisis dengan
vermikomposting peningkatan kadar unsur P membandingkan dengan standar persyaratan
di sebabkan oleh metabolisme dari cacing kualitas kompos yang terdapat pada SNI-19-
dan eksresi cacing. Menurut Anjangsari 7030-2004. Hasil perbandingan kualitas
(2010), kadar P dari hasil vermicomposting fospor dapat dilihat pada tabel sebagai
meningkat dibandingkan dengan sebelum berikut.
vermicomposting meskipun peningkatannya
tidak signifikan, karena bahan organik yang
12 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Tabel 4. Tabel Perbandingan Phospor 0,0497 %. Pada tabel dapat dilihat nilai
dengan SNI kadar phospor dalam kascing tidak
memenuhi secara kualitas hal ini di
Phospor SNI-19-7030-2004
Reaktor
(%) (%)
sebabkan karena kecilnya kandungan dasar
phospor di dalam bahan limbah sehinga
A 0,0554 menghasilkan phospor yang kecil juga pada
B 0,0731 hasil kascing.
C 0,0622
D 0,0707
Min 0,40
E 0,0497 3.5 Hasil Analisis Uji Kalium Proses
F 0,0594 Vermikomposting
Kontrol kulit Pisang 0,0528
kontrol Sayuran 0,0595
Nilai kalium vermikomposting pada
penelitian ini dihitung dan dianalisis dalam
Nilai phospor yang diperbolehkan bentuk K2O dengan menggunakan metode
menurut SNI 19-7030-2004 yaitu minimum AAS (atomic absorption
0,10 %. Nilai phospor tertinggi yaitu berada spectrophotometer). Dari hasil pengujian
di kotak D dengan nilai 0,0707 % sedangkan tersebut di dapat nilai kalium sebagai
terendah terdapat pada kotak E dengan nilai berikut.

Ket: A=Reaktor A, B = reaktor B, C = reaktor C, D = reaktor D, E = reaktor E, F = reaktor F.


Gambar 8. Grafik Hasil Uji Kalium
Pada grafik 8 menunjukan bahwa nilai dapat dengan mudah berikatan dengan
kalium pada proses vermikomposting senyawa lain yang menyebabkan K dalam
mengalami penurunan yang signifikan bentuknya hilang. Menurut Sinuraya (2007),
fenomena ini di akibatkan karena adanya unsur kalium (K) merupakan unsur hara
dekomposisi oleh bakteri dari bahan organik yang mudah mengadakan persenyawaan
menjadi K. Namun K yang terbentuk tidak dengan zat lain, misalnya Ca dan Mg. Sifat
dapat bertahan lama karena sifat dari K K yaitu mudah larut dan terbawa hanyut dan
sendiri mudah larut dalam air dan unsur K mudah pula difiksasi dalam tanah.
13 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Penurunan nilai kalium akibat terbawanya Reaktor


kalium SNI-19-7030-2004
(%) (%)
kalium oleh air di dukung dengan data kadar F 0,0619
air yang hilang menyebabkan kalium juga Kontrol kulit Pisang 0,1470
terbawa oleh air. sehingga pada akhir kontrol Sayuran 0,1993
vermikomposting kadar kalium menjadi
menurun. Pada tabel 5 hasil kandungan kalium
pada penelitian vermikomposting ini dari
Nilai kalium vermikomposting yang proses vermicomposting ini belum
berupa kascing dianalisis dengan memenuhi persyaratan kualitas SNI-19-
membandingkan dengan standar persyaratan 7030-2004. Nilai kalium yang
kualitas kompos yang terdapat pada SNI-19- diperbolehkan menurut SNI 19-7030-2004
7030-2004. Hasil perbandingan kualitas yaitu minimum 0,20 %. Nilai kalium
kalium dapat dilihat pada tabel sebagai tertinggi yaitu berada di kotak D dengan
berikut. nilai 0,0795 % sedangkan terendah terdapat
Tabel 5. Tabel Perbandingan Kalium pada kotak E dengan nilai 0,0556 %.
dengan SNI 3.6 Hasil Analisis Uji C/N Rasio Proses
kalium SNI-19-7030-2004 Vermikomposting
Reaktor
(%) (%) Nilai rasio C/N vermikomposting pada
penelitian ini dihitung dan dianalisis dengan
A 0,0583
B 0,0795
pembagian unsur C-organik dan N-Total.
C 0,0744 Min 0,20 Dari hasil perhitungan di tersebut di dapat
D 0,0754 nilai rasio C/N sebagai berikut.
E 0,0556

Ket: A=Reaktor A, B = reaktor B, C = reaktor C, D = reaktor D, E = reaktor E, F = reaktor F.


Gambar 9. Grafik Hasil Uji C/N Rasio
Pada grafik 9 menunjukan bahwa nilai dekomposisi oleh bakteri bahan organik
C/N pada proses vermikomposting yang menyebabkan kandungan C-Organik
mengalami penurunan yang signifikan menurun dan nitrogen konstan atau
fenomena ini di akibatkan karena adanya mengalami kenaikan tidak signifikan.
14 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Menurut Diyan (2010), C/N Rasio dalam dan terdapat juga yang belum memenuhi
pengomposan mengalami penurunan karena persyaratan kualitas kompos pada SNI-19-
dalam proses dekomposisi bahan-bahan 7030-2004. Nilai C/N yang diperbolehkan
organik yang terdiri dari unsur CHON akan menurut SNI 19-7030-2004 yaitu minimum
berubah menjadi CO2 dan H2O dan unsur N 10 % dan batas maksimumnya adalah 20%.
akan berubah menjadi nitrit dan nitrat. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa
Kemudian CO2 dan H2O akan menguap ke reaktor A, B, F sudah memenuhi dari
udara akibat perubahan suhu, sedangkan standar yang telah ditentukan sedangkan
nitrat akan tetap berada dalam tubuh bakteri untuk reaktor C, D, E tidak memenuhi
sampai bakteri tersebut mati. Dari 2 hal di standar yang ditentukan karena di bawah
atas maka dapat di simpulkan bahwa nilai minimal yang ditentukan.
kandungan C-organik menurun dan N akan
konstan atau terjadi peningkatan sehingga 3.7 Hasil Analisis Produksi Kascing
menyebabkan rasio C/N setelah Dalam penelitian ini digunakan beberapa
pengomposan menurun, karena menururt variasi dengan jumlah total limbah yang
Tobing (2009), Prinsip pengomposan adalah sama yaitu 5 kg setiap reaktornya.
menurunkan C/N rasio bahan organik Kemudian ditambahkan media cacing
hingga sama dengan C/N rasio tanah(<20). dengan sedikit media ikutan sebanyak 0,5 kg
Maka semakin tinggi C/N maka dan berat cacing 0,5 kg. Lebih jelasnya
pengomposan akan berlangsung lebih lama dapat dilihat pada tabel berikut.
di bandingkan bahan dengan C/N rasio Tabel 7. Hasil Pengukuran Produksi
rendah. Kascing
Berat Kascing
Nilai C/N rasio vermikomposting yang Berat awal Berat akhir
Degrada
berupa kascing dianalisis dengan Reaktor pengomposa pengomposa
si limbah
n (g) n (g)
membandingkan dengan standar persyaratan
A 5000 2875 43%
kualitas kompos yang terdapat pada SNI-19- B 5000 2625 48%
7030-2004. Hasil Perbandingan kualitas C/N C 5000 2600 48%
D 5000 2250 55%
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. E 5000 1625 68%
F 5000 2350 53%
Tabel 6. Tabel Perbandingan C/N Rasio Kontrol Kulit
5000 3950 21%
dengan SNI pisang
Kontrol Sayuran 5000 3725 26%
C/N SNI-19-7030-2004
Reaktor
(%)
Berdasarkan tabel 7 di atas bahwa
A 12,80 besaran kascing pada reaktor A, B, C, D, E,
B 12,47 F secara berturut-turut sebesar 2875 gr, 2625
C 9,06 gr, 2600 gr, 2250 gr, 1625 gr, 2350 gr. Pada
D 8,95 reaktor A Sebanyak 5 kg limbah (limbah
10-20
E 8,91
kotoran sapi ; limbah kulit pisang ; limbah
F 10,43
Kontrol kulit Pisang 21,61 sayuran) dapat menghasilkan 1625 gram
kontrol Sayuran 13,60 kascing. Hal ini menunjukkan bahwa
sebanyak 68% limbah telah terdekomposisi
Pada tabel 6 hasil nilai C/N pada oleh cacing tanah dan mikroorganisme.
penelitian vermikomposting ini dari proses Menurut Rukmana (1999), hasil panenan
vermicomposting terdapat ada yang sudah proses pengomposan dengan cacing tanah
15 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

dari bahan organik mencapai Analisis kandungan kualitas kascing


30%.Penyusutan pada berat awal limbah ini dapat dibandingkan dengan kualitas kompos
dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme dengan pengomposan biasa dan dengan
dan cacing tanah. Banyaknya metode vermikomposting. Perbandingan
mikroorganisme dalam proses ini tidak tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah
diketahui jumlahnya. ini.
3.8 Hasil Analisis Penambahan Berat Tabel 9. Perbandingan Produksi Kompos
Cacing dengan Kompos Organik Penelitian
Berikut hasil pengukuran berat ulat
Terdahulu
selama proses vermikomposting dari awal Keteranga Tah C- N- Phosp Kaliu Rasi
sampai akhir penelitian meliputi kotak A, B, n un orga Tota or m o
Hasil nik l % % C/N
C, D, E, F, yang dapat dilihat pada tabel kompos % %
berikut ini. Verika .D 2016 2,25 0,86 - - 2,6
M. Haris .S 2016 18,6 11,0 0,1 0,3 1,3
8
Budi 2015 31,0 2,71 1,96 7,36 11,4
Nining.W
Tabel 8. Hasil Berat Cacing Deny Nor 2013 31,9 3,12 0,391 - 10,2
Pertambah Pratiwi
Berat awal Berat akhir Yusventina 2015 9,48 0,64 0,14 1,78 14,8
Reakt an Berat
pengompos pengompos .S
or cacing
an (g) an (g) Kascing
(gram) Reaktor A 2017 9,98 0,78 0,0554 0,0583 12,8
A 500 772,5 272,5 Reaktor B 2017 9,10 0,73 0,0731 0,0795 12,4
B 500 735 235 Reaktor C 2017 7,52 0,83 0,0622 0,0744 9,06
500 765 265 Reaktor D 2017 7,73 0,86 0,0707 0,0754 8,95
C
Reaktor E 2017 10,0 1,14 0,0497 0,0556 8,91
D 500 737,5 237,5 Reaktor F 2017 9,73 0,93 0,0594 0,0619 10,4
E 500 672,5 172,5 Pada Tabel di atas dapat dilihat bahwa
F 500 735 235
terdapat perbedaan setiap hasil kascing di
Pada tabel 8 menunjukan hasil
setiap penelitian. Hal ini menunjukan
pengukuran berat cacing pada awal
keberagaman kandungan unsur. Banyak
pengomposan sampai akhir pengomposan,
yang mempengaruhi dan banyak faktor yang
mendapatkan hasil yaitu adanya peningkatan
mempengaruhi seperti suhu, pH,
berat cacing dalam reaktor. Secara
kelembaban, dan kandungan awal dari bahan
keseluruhan hasil perubahan berat cacing
limbah itu sendiri
dalam penelitian menunjukkan bahwa pakan
yang diberikan dapat dikonsumsi oleh 3.10 Hasil Komposisi Terbaik dari
cacing tiger (Eisena fetida). Peningkatan Variasi Komposisi Limbah pada Sistem
signifikan terjadi pada sub reakor A dimana Vermikomposting.
perubahan berat cacing mencapai 272,5 gr. Dari pengukuran pengujian dan analisis
Secara keseluruhan dari hasil pengukuran analisis yang telah di lakukan di dapatkan
berat cacing menunjukan bahwa cacing hasil dari penelitian ini. Hasil dari kualitas
mengalami penambahan berat tubuh nya kascing yang di dapat kemudian dilakukan
sehingga menunjukan cacing mengalami skoring dengan acuan skor yang telah dibuat
pertumbuhan dengan pakan yang diberikan. peneliti. Berikut hasil dari skoring.

3.9 Perbandngan Produksi Kompos


dengan Kompos Organik Penelitian Tabel 10. Hasil Skoring Setiap
Terdahulu Parameter
16 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Keteranga Skor Sko Skor Skor Skor Total 4.1 Kesimpulan


n C- r C/N Phos Kali Skori
Hasil orga N- Rasio por um ng Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
kompos nik Tot berikut kesimpulan yang dapat diperoleh,
al
yaitu:
1. Komponen unsur hara makro yang terdiri
Reaktor A 4 11 10,5 10,5 5,5 41,5
Reaktor B 3 11 10 11,5 6,5 42 dari unsur C, N, P, K dan rasio C/N
Reaktor C 1,5 11,5 7 11 6,5 37,5 menghasilkan kascing yang pada setiap
Reaktor D 1,5 11,5 7 11,5 6,5 38
Reaktor E 4 12 7 10 5,5 38,5
parameternya memiliki nilai yang
Reaktor F 3,5 11,5 8 10,5 6 39,5 bervariasi. Pada unsur C-Organik di
dapat nilai kandungannya dengan range
Langkah selanjutnya dalam sebesar 7,73-10,03%, nilai kandungan
penentuan skor adalah dengan unsur Nitrogen dengan range 0,73% -
menjumlahkan nilai skoring yang di dapat 1,14 %, nilai C/N dengan range nilai
pada setiap reaktornya di parameter C, N, sebesar 12,80 - 8,91 , kandungan unsur
C/N Rasio, P, K. Langkah selanjutnya Phospor dengan range sebesar 0,0497 % -
adalah melihat dan membandingkan jumlah 0,731 %, nilai kandungan K dengan
skor yang di dapat setiap reaktornya. range sebesar 0,556 % - 0,0795%. Hal
Sehingga pada penelitian ini dapat diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa variasi
reaktor yang memiliki jumlah skor tertinggi komposisi limbah yang digunakan
yang merupakan representatif dari berpengaruh terhadap kandungan kualitas
komposisi terbaik. Dapat dilihat dari tabel kascing. Pada hasil uji kualitas kascing
4.24 jumlah skoring tertinggi sampai terdapat sebagian telah memenuhi standar
terendah meliputi B dengan nilai skor 42, A SNI 19-7030-2004.
dengan nilai skor 41,5, F dengan nilai skor 2. Hasil Perbandingan kualitas C, N, P, K
39,5, E dengan niai skor 38,5, D dengan dan rasio C/N kascing dengan SNI 19-
skor 38, C dengan nilai skor 37,5. Maka dari 7030-2004 pada parameter C-organik
ulasan di atas dapat di ambil kesimpulan hanya variasi A dengan nilai 9,98 % dan
bahwa reaktor B yang memiliki kandungan E dengan nilai 10,3% yang memenuhi,
hara terbaik dari reaktor yang ada yaitu pada parameter N-Total semua variasi
dengan nilai bisa dilihat pada tabel di bawah memenuhi dengan range nilai sebesar
ini. 0,73% - 1,14 %, pada parameter C/N
hanya variasi A dengan nilai 12,8, B
Tabel 11. Penentuan Hasil Akhir Total dengan nilai 12,47, F dengan nilai 10,43
Skoring yang memenuhi, parameter Phospor
Keteranga C- N- Phosp Kaliu Rasi
n organik Total or m o semua variasi tidak memenuhi dengan
Hasil % % % % C/N
kompos
range nilai sebesar 0,0497 % - 0,731 %,
SNI 19- > 9,80 > 0,40 > 0,10 > 0,20 > 10 dan pada parameter K semua variasi
7030-2004 dengan range nilai 0,556 % - 0,0795%
Reaktor B 12,4
9,10 0,73 0,0731 0,0795 tidak memenuhi standar kualitas kompos
7
.
3. Komposisi terbaik adalah pada variasi B
dengan komposisi kotoran sapi 85%,
kulit pisang 10% dan sayuran 5% dengan
nilai Kandungannya C sebesar 9,10 % , N
4. PENUTUP

17 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

sebesar 0,73%, C/N sebesar 12,47, P Dalam Environment and Ecology, 432
sebesar 0,0731 %, K sebesar 0,0795 %. 434.
Hartatik, W., & Widowati, L. R. 2006.
DAFTAR PUSTAKA Pupuk Kandang. Bogor: Litbang
(SNI), Standar Nasional Indonesia. 2004. Kementrian Pertanian.
Spesifikasi kompos dari sampah organik Ilyas, M. 2009. Vermikompos sampah daun
domestik. SNI 19-7030-2004: Badan sonokeling (Dalbergia latifolia)
Standardisasi Nasional. menggunakan tiga spesies cacing tanah
Aira M, Monroy F, Dominguez J. 2002. (Pheretima sp., Eisenia fetida. Bogor:
How earthworm density affects Institut Pertanian Bogor.
microbial biomass and activity in pig K. Huang et. al. 2014. Effects of
manure Eur J Soil Biol 38:7-10. earthworms on physicochemical
Anik Waryanti, Sudarno, Endro Sutrisno. properties and microbial profiles during
2013. Studi Pengaruh Penmbahan Sabut vermicomposting of fresh fruit and
Kelapa Pada Pembuatan Pupuk Cair dari profiles during vermicomposting of fresh
Air Limbah Cucian Ikan Terhadap fruit andprofiles during vermicomposting
Kualitas Unsur Hara Makro (CNPK) of fresh fruit and vegetable wastes.
Anjangsari, Eki. 2010. Komposisi Nutrien Bioresour. Technol vol. 170 45-52.
(NPK) Hasil Vermicomposting. Fakultas Kaplan, D.L., Hartenstein, R., Neuhauser,.
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 1980. Physicochemical requirements in
Damayanti, Verika. 2016. Pengaruh the environment of the earthworm. Soil.
Penambahan Limbah Sayuran Terhadap biol. Biochem.
Kandungan C-Organik Dan Nitrogen Kaviraj and S. Sharma. 2003. Municipal
Total Dalam Vermikomposting Limbah Solid Waste Management Through
Rumen Dari Sapi Rumah Potong Hewan Vermicomposting Employing Exotic and
(RPH). Local Species of Earthworms. Journal of
Dominguez J, Edwards C.A, Subler S. 1997. Bioresource Technology 90(2) : 169
A Comparison of Vermicomposting 173.
Journal of Bio Cycle 38: 57-59. Manaf L. A., M. L. Jusoh., M. K. Yusof., T.
Doni Tiyas Efendi, Endro Sutrisno, Winardi H. Ismail., R. Harun., H. Jauhir. 2009.
Dwi Nugraha. 2016. Studi Pemanfaatan Influences of Bedding Material in
Limbah Flashing ikan Menjadi Kompos Vermicomposting Process. International
Dengan Menggunakan Ulat Kandang. Journal of Biology 1(1) : 81 - 91.
Skripsi, Semarang: Universitas Marsono., Lingga dan. 2013. Petunjuk
Diponegoro, 41-51. penggunaan pupuk. Jakarta: Penebar
Edwards, C. A. and Jr. Lofty. 1977. Biology swadaya.
of Earthworm. London: Champman and Mashur. 2001. Vermikompos Pupuk
hall,td. Organik Berkualitas dan Ramah
Gaddie, S.R. R.E., dan D.E. Douglas. 1975. Lingkungan. Mataram: Instalasi
Earthworm for Ecology and Profit. Penelitian Dan Pengkajian Teknologi
Volume I, II Scientific. California: Pertanian (Ipptp) Mataram Badan
Bookworm Publishing Company. Penelitian.
Gandhi M, Sangwan V, Kapoor KK and Mathur, S. P. and Levesque, M. P. 1980.
Dilbaghi N. 1997. Composting of Relationship between acid phosphatase
household wastes with and without. activities and decomposition rates of
18 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

twenty-two virgin peat material. assessment of toxicity of end product


Commun. Soil Sci. Plant Anal 11:152- using seed bioassay. Ecotoxicol.
162. Environ 179187.
Minnich J. 1977. The earthworm book how Sallaku, G., I. Babaj., S. Kaciu., A. Balliu.
to raise and use earthworms for your farm 2009. on The Influence of
and garden. United States of America: Vermicompost Plant Growth
Rodale Press Emmaus, PA. Characteristics of Cucumber (Cucumis
Murbandono. L. 2000. Membuat Kompos. sativus L) Seedlings Under Saline
Jakarta : Penerbit Swadaya. Condititions. Journal of food
Ndegwa PM, Thompson SA. 2001. Agriculture and Enviroment 7(3&4) 869
Integrating composting anad 872.
vermicomposting in the treatment of Setyorini, D., Saraswati, R., Anwar, Ea
bioconversion of biosolids . biores Kosman. 2006. Kompos, dalam Pupuk
tchnol 76 107-112. Organik dan Hayati. 11-40. Bogor:
Nugroho, Panji. 2013. Panduan Membuat BBSDLP-Badan Litbang Pertanian, 2006.
Pupuk Kompos Cair. Yogyakarta: Sinuraya, Ritchie. 2007. Pemetaan Status
Pustaka Baru Press. Haea P-Tersedia, P-Total dan K-Tukar di
Palungkun, R. 2010. Usaha Ternak Cacing kebun Tanjung-Pagar Marbabu PTPN II.
tanah. Jakarta: Swadaya. Medan: Departmen Ilmu Tanah Fakultas
Pattnaik, S. and M.V. Reddy. 2010. 2010. Pertanian Unversitas Sumatra Utara.
Nutrient Status of Vermicompost of Sriharti, dan Takiyah Salim. 2008.
Urban Geen Waste Processed by Three Pemanfaatan Limbah Pisang Untuk
Earthworm Species Eisenia foetida, Pembuatan Kompos. Yogyakarta: ISBN :
Eudrilus eugeniae and Perionyx 978-979-3980-15-7.
excavates. Applied and Enviromental Sumekto. 2006. Pupuk Pupuk Organik.
Soil Science.Volume 2010. pages : 10.11 Klaten: PT Intan Sejati.
55. Suthar, S. 2007. Nutrient changes and
Priyambada., Syafrudin dan Ika Bagus. biodinemics of epigeic earthworm
2001. Pengolahan Limbah Padat. Perionyx excavatus (Perrier) during
Semarang: Program Studi Teknik recycling of some agriculture. Bioresour
Lingkungan FT UNDIP. Technol.
Rukmana, H.R. 1999. Budi Daya Cacing Tchobanoglous, George, Hilary Theisen,
Tanah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Samuel. 1993. Integrated Solid Waste.
(Anggota. New York: McGraw-Hill, Inc.
Rukmana, R. 2006. Temulawak, Tanaman Tobing, E.L.,. 2009. Studi Tentang
Rempah dan Obat. Yogyakarta: Kanisius. Kandungan Studi Tentang Kandungan
Rusadi, Robin Elni. 2016. Pemanfaatan Nitrogen, Karbon (C) Organik dan C/N
Limbah Sayur Kubis Brassica Oleracea dari Kompos Tumbuhan Kembang Bulan
Dan Buah Pepaya carica Papaya Sebagai (Tithonia diversivolia). Medan:
Pakan Cacing Tanah Lumbricus Universitas Sumatera Utara.
Rubellus. Venkatesh, R.M. and T. Eevera. 2008. Mass
S.Suthar and P. Sharma. 2013. Reduction and Recovery of Nutrients
Vermicomposting of toxic weed Through Vermicomposting of Fly Ash.
Lantana camara biomass: Chemical and India: Periyar Maniammai College of
microbial properties changes and
19 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Technology for Women


Vallam,Thanjavur, Tamilnad.
Wahyono, S., Firman S., dan Feddy S. 2003.
Mengolah Sampah Menjadi Kompos.
Jakarta: Edisi Pertama.
Yadav, K. D., V. Tore., M. M. Ahammed.
2010. Vermicomposting of Source
Separated Human Faeces for Nutrient
Recycling. Journal of Waste 30(1) 50 -
56.

20 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing

You might also like