You are on page 1of 19

ASUHAN KEPERAWATAN SEROSIS HEPAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karuni-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Serosis Hepar.
Makalah ini disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik III
B Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Lantin Sulistyorini, M.Kep, selaku fasilitator matakuliah Keperawatan Klinik III
B Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;
2. Ns. Ratna Sari Hardiani, M. Kep, selaku dosen pengajar;
3. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian dan dukungannya baik secara
materil maupun non materil;
4. Rekan-rekan satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha semaksimal
mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;
5. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah
ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jember, April 2015 Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Tujuan......................................................................................................... 1
1.3 Implikasi Keperawatan.............................................................................. 2
BAB 2. TINJAUAN TEORI........................................................................... 3
2.1 Pengertian................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi................................................................................................ 4
2.3 Etiologi ........................................................................................................ 7
2.4 Tanda dan Gejala....................................................................................... 8
2.5 Patofisiologi................................................................................................. 9
2.6 Komplikasi.................................................................................................. 11
2.7 Pengobatan.................................................................................................. 11
2.8 Pencegahan................................................................................................. 13
BAB 3. PATHWAYS........................................................................................ 14
BAB 4. ASUHAN KEPETAWATAN........................................................... 15
4.1 Pengkajian................................................................................................... 15
4.2 Diagnosa...................................................................................................... 17
4.3 Perencanaan................................................................................................ 19
4.4 Pelaksanaan................................................................................................ 26
4.5 Eavluasi....................................................................................................... 28
BAB 5. PENUTUP........................................................................................... 30
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 30
5.2 Saran............................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 31

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500gr atau 2% berat badan
orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak lentur dan tercetak oleh struktur
sekitarnya. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah
kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan
merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pancreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus
utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh
fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen
medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis.
Hati berperan penting dalam metabolisme tiga makronutrien yang dihantarkan oleh vena
porta pasca absorpsi di usus. Bahan makanan tersebut adalah karbohidrat, protein, dan lemak.
Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati
(glikoginesis). Dari depot glikogen ini, glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah
(glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Jika hati mengalami gangguan, maka
metabolisme tubuh tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Salah satu contoh gangguan hati
adalah Sirosis Hepar.
Sirosis Hepar adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distoris arsitektur hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak
berkaitan dengan vaskulatur normal. Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik,
dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.

1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui pengertian Sirosis Hepar;
1.2.2 Mengetahui epidemiologi Sirosis Hepar;
1.2.3 Mengetahui etiologi Sirosis Hepar;
1.2.4 Mengetahui tanda dan gejala Sirosis Hepar;
1.2.5 Mengetahui patofisiologi Sirosis Hepar;
1.2.6 Mengetahui manifestasai klinis Sirosis Hepar;
1.2.7 Mengetahui komplikasi dan prognosis Sirosis Hepar;
1.2.8 Mengetahui pencegahan Sirosis Hepar;
1.2.9 Mengetahui pengobatan Sirosis Hepar;
1.2.10 Mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sirosis Hepar;

1.3 Implikasi Keperawatan


Sebagai perawat, kita dituntut mampu untuk memberikan asuhan keperawatan secara optimal
pada pasien. Jika asuhan keperawatan yang diberikan perawat mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, intervensi hingga evaluasi dapat dilaksanakan dengan tepat dan baik,
serta dapat membantu pasien dengan sirosis hepar untuk dapat mempertahankan kondisi
kesehatannya. Dari pengkajian, kita mendapatkan gejala-gejala dan tanda-tanda khas
dari serosis hepar. Ketika kita mengetahui bahwa ada seseorang yang mengeluh tanda dan
gejala dari sirosis hepar kita dapat langsung memvalidasi data kemudian menganalisanya.
Setelah analisa kita pikir tepat, kita pun dapat mengambil masalah keperawatan apa saja yang
terjadi pada orang tersebut. Kemudian dapat kita rumuskan diagnosa keperawatan.
Setelah diagnosa ini kita rumuskan, perawat membuat rencana asuhan keperawatan yang
mempunyai tujuan dan kriteria hasil. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan dari rencana
asuhan keperawatan tersebut, masalah pasien dapat teratasi (setengah ataupun keseluruhan).
Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan diaplikasikan, perawat lalu membuat evaluasi yang
berguna untuk mengetahui efektivitas tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada
pasien tersebut. Dari evaluasi, kita dapat mengkaji lagi data-data kesehatan, bukan hanya
sebatas aspek biologis saja. Data-data tersebut dapat berupa aspek psikologis, sosial, dan
spiritual. Ketika perawat memberikan asuhan keperawatannya secara holistik dan
komprehensif kepada pasien, masalah kesehatan yang dialami pasien dapat tertangani dengan
baik. Sehingga pasien dapat kembali pada kondisinya yang optimal.

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari
katakirrhos yang berarti kuning orange (orange yellow), karena terjadi perubahan warna pada
nodul-nodul hati yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu
suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul
regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel
hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare,
2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak
berkaitan dengan vaskulatur normal (Price & Willson, 2005, hal : 493).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan oleh gangguan struktur
dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati
(Doenges, dkk, 2000, hal: 544).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah penyakit
hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi
jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir
dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.

2.2 Epidemiologi
2.2.1 Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun 2001 sebesar13,2
per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, kasus ini lebih
banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita. Dari yang berasal dari
beberapa rumah sakit di kita-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria
lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2:1. Hasil penelitian Suyono
dkk tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki
(71%) lebih banyak dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan
kelompok umur yang terbanyak. Ndraha melaporkan selama Januari Maret 2009 di Rumah
Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan 36,7 % wanita,
terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.
b. Tempat
Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-beda tiap negara. Pada
periode 1999-2004 insidensi sirosis hati di Norwegia sebesar 13,4 per 100.000
penduduk. Dalam kurun waktu lima tahun (2000-2005) dari data yang dikumpulkan dari
Rumah Sakit Adam Malik Medan, Klinik Spesialis Bunda dan Rumah Sakit PTPN II Medan,
ditemukan 232 penderita sirosis hati.
c. Waktu
Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hati 4% dan tahun 2002 sebesar 2,4%. Pada tahun
2002, PMR sirosis hati di dunia yaitu 1,7%. Di Modolvo terjadi peningkatan, dimana pada
tahun 2002 CSDR sirosis hati 89,2% per 100.000 penduduk (CSDR 2002), dan pada tahun
2004 sebesar 99,2% (CSDR 2004). Di Amerika Serikat terjadi peningkatan persentase
kematian akibat sirosis hati sebesar 3,4 % dari. tahun 2006 ke tahun 2007.
2.2.2 Faktor Risiko
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain:
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi memegang penting untuk
timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta
tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4% penderita kekurangan protein
hewani , dan ditemukan 85% penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah:
pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hati, apalagi setelah penemuan
Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis, maka
diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik
telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan
kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan
ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea
yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga
disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan
pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati
alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
f. Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati
terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler.
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis
biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak
ditemukan di Inggris.
4. Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50% kasus, sedangkan hepatitis
C dalam 30-40% . sejumlah 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang
bukan B atau C.

2.3 Etiologi
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab
yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
a. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati,
apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah
penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk
terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A
b. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel
hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi
lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
c. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya sirosis hati.

Menurut FKUI, 1999, penyebab sirosis hepatis antara lain:


1. Malnutrisi
2. Alkoholisme, karena sifat alkohol itu sendiri yang merupakan zat toksik bagi tubuh yang
langsung terabsorbsi oleh hati yang dapat juga mengakibatkan perlemakan hati.
3. Virus hepatis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5. Hemokromatosis (kelebihan zat besi), karena akan memperberat kerja hati sehingga hati
tidak dapat mengolah zat besi yang dapat diabsorbsi tubuh tetapi zat besi akan tertimbun
dalam jumlah banyak yang dapat menyebabkan sirosis hepar.
6. Penyakit wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan)
7. Zat toksik

2.4 Tanda dan Gejala


2.4.1 Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak
fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat
badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider
angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi
noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2.4.2 Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak
bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus
terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.

b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis


Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki
(edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik
pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3
cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai
normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati.

2.5 Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi
dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus
menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon
kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini
adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular
matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa
difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra
endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid.
Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk
menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang
menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah
ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang
besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak
gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang
merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. Mekanisme primer
penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteriasplangnikus. Kombinasi kedua faktor ini
yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem
portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik
(varises). Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler
sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga
aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit
terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada
akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan menyebabkan asites dan juga
edema. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati
menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana
terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya, misal
dikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson dan juga ada
yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi
sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang
akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.

2.6 Komplikasi dan Prognosis


2.6.1 Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
a. Hipertensi portal
b. Coma/ ensefalopaty hepatikum
c. Hepatoma
d. Asites
e. Peritonitis bakterial spontan
f. Kegagalan hati (hepatoselular)
g. Sindrom hepatorenal
2.6.2 Prognosis

2.7 Pengobatan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:
2.7.1 Simtomatis
2.7.2 Supportif, yaitu:
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang
telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang
belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b)
terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari
1. Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3xseminggu dan RIB
1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg)
yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.
2. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yanglebih tinggi dari 3
juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
3. Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta
unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
d. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti
1. Astises
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic
2.7.1 Ad. Asites
Dalat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:
a. Istirahat
b. diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
c. Diuretik
d. Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton,
dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari,
apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.

2.8 Pencegahan
Ada 6 cara yang patut dilakukan untuk mencegah sirosis hati, antara lain:
2.8.1 Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun. Baju juga harus
bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan pula kebersihan lingkungan. Hal
itu untuk menghindari berkembangnya berbagai virus yang sewaktu-waktu bisa masuk
kedalam tubuh kita
2.8.2 Hindari penularan virus hepatitis
Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati. Caranya tidak
mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus. Juga tidak melakukan
hubungan seks dengan penderita hepatitis.
2.8.3 Gunakan jarum suntik sekali pakai.
Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai penderita hepatitis
kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka orang itu bisa tertular virus.
2.8.4 Pemeriksaan darah donor
Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah donor perlu
dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila darah mengandung
virus hepatitis penerima donor akan tertular dan berisiko terkena sirosis.
2.8.5 Tidak mengkonsumsi alkohol
Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi organ tubuh,
termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman beralkohol, hentikan
kebiasaan itu.
2.8.6 Melakukan vaksin hepatitis
Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus hepatitis sehingga dapat
juga terhindar dari sirosis hati.

BAB 3. PATHWAY
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Dalam identitas pasien harus mencakup nama, tempat tanggal lahir, usia, jenis kelamin,
pekerjaan, suku, agama.
2. Keluhan utama
Pada anak yang mengalami sirosis hati biasanya terlihat adanya pembesaran perut disertai
mual dan lemas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Anak yang mengalami sirosis hepar biasanya mengalami beberapa tanda dan gejala berikut,
diantaranya: mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut terasa kembung, mual,
berat badan menurun, pada laki laki dewasa timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar,
4. Riwayat penyakit masa lalu
Dalam mengkaji riwayat penyakit dahulu, kita tanyakan apakah pasien pernah mengalami
penyakit yang sama dimasa lampau.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji apakah di keluarga ada yang menderita penyakit yang berhubungan dengan sirosis
hepar
6. Riwayat Pemberian Imunisasi
Imunisasi yang biasanya diberikan untuk mencegah anak mengalami serosis hepar adalah
dengan penyuntikan immunoglobin ketika bayi baru lahir. Selain itu, ketika anak sudah
berusia 2 tahun diberikan vaksinasi hepatitisyang diberikan rutin setiap enam bulan sekali.
7. Observasi
A. Keadaan umum
Mengkaji tanda tanda vital pasien meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah. Selain itu
juga perlu mengkaji kesadaran pasien, apakah pasien dalam keadaan compos mentis, apatis,
delirium, somnolen atau koma.

B. Pola fungsi kesehatan


a. Aktivitas
Anak yang mengalami sirosis hepar akan sering mengalami kelelahan, dikarenakan adanya
penurunan tonus otot.
b. Eliminasi
Pada anak dengan sirosis hepar, memiliki warna fese hitam pekat dan urine yang berwarna
seperti teh.
c. Nutrisi
Berat badan anak dengan sirosis hepar akan menurun, dikarenakan anak akan sering merasa
mual dan muntah, sehingga mengalami anoreksia.
d. Neurosensori
Serosis hepar juga dapat menimbulkan efek buruk bagi mental sang anak. Karena dampak
serius yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini adalah terjadinya kemunduran mental.
e. Nyeri/kenyamanan
Anak yang mengalami serosis hepar akan mengalami nyeri tekan pada bagian abdomen/ nyeri
kuadran kanan atas
f. Konsep diri
Persepsi orang tua dan anak terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
g. Hubungan-peran
Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan pengobatan anak dengan sirosis hepar.
h. Seksualitas
Pada orang dewasa mengalami gangguan menstruasi, impoten. Namun pada anak biasanya
tidak ada gangguan dalam reproduksi.

C. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pasien tampak lemah, kesadaran komposmentis (sadar)
b. Pemeriksaan tanda vital
TD: 100/60 mmhg, suhu tubuh: 37,5C, RR: 25kali/menit, nadi: 90kali/menit (regular)
c. Kepala
Kulit kepala lembab, tidak ada lesi dikepala, wajah pucat
d. Mata
Sclera ikterik, konjungtiva anemis
e. Dada
Inspeksi: penggunaan otot aksesoris pernafasan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: sonor
Auskultasi: suara abnormal paru (rales)
f. Abdomen
Inspeksi: perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
Palpasi: ada nyeri tekan ulu hati, ascites/tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
Auskultasi: adanya penurunan bising usus
g. Ekstremitas
Adanya edema, penurunan kekuatan otot.

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi,
menurunnya protein plasma
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual/muntah, adanya asites
3. Resiko pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi
protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan
hipertensi portal.
4. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot abdomen
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy
4.3 Perencanaan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi,
menurunnya protein plasma
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi keperawatan
Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Mandiri Menunju
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 1. Monitor intake dan output sirkulasi,
perubahan mekanisme jam tidak terjadi kelebihan cairan keseimba
regulasi, menurunnya volume cairan yang
protein plasma, ditandai dibuktikan dengan: 2. Monitor tanda tanda vital Peningka
dengan: 1. Asites dan edema berhubun
DS: berkurang volume c
a. Orang tua sang anak 2. Terjadi keseimbangan tidak
mengatakan perut sang intake dan output cairan perpindah
anak bertambah besar (TD: 100/60 mmhg, suhu vaskuler
b. Orang tua sang anak tubuh: 37,5C, RR: 3. Evaluasi derajat edema (pada
mengatakan 25kali/menit, nadi: skala +1 sampai +4) Edema t
bahwa kedua kaki 90kali/menit) jaringan
anaknya bengkak 4. Timbang berat badan setiap tubuh (tan
DO: hari
a. Adanya asites, Peningka
shifting dullness (+), 5. Ukur lingkar perut setiap hari menunjuk
fluid wave (+) lanjut
b. Edema ekstremitas
bawah Menunju
c. Nilai Hb 9,5 mg/dl, (asites)
Ht 30% Kolaborasi kehilanga
6. Kolaborasi dalam pemberian plasma/ca
obat diuretic peritonea

Digunaka
7. Batasi natrium dan cairan edema da
sesuai indikasi efek aldo
ekskresi a

Natrium
meminim
dalam are

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual/muntah, adanya asites
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi keperawatan
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Mandiri Diet yan
nutrisi kurang dari keperawatan 3x24 jam 1. Bantu dan dorong pasien penyemb
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi pasien untuk makan, jelaskan alas an akan mak
berhubungan dengan tercukupi dengan baik yang diet. Beri pasien makan apabila keluarga
mual/muntah, adanya dibuktikan dengan: pasien mudah lelah, biarkan makanan
asites, ditandai dengan: 1. Nafsu makan meningkat orang terdekat membantu pasien
DS: 2. Mual berkurang/hilang untuk makan. Pertimbangkan Buruknya
a. Orang tua sang anak 3. Menunjukkan nilai pilihan makanan yang disukai makan
mengatakan anaknya laboratorium normal 2. Berikan makanan sedikit dan dengan
sering mual sering intra abdo
b. Orang tua sang anak
mengatakan bahwa Pendarah
anaknya kurang nafsu 3. Berikan makanan halus, esophagu
makan hindari makanan kasar sesuai serosis be
DO: indikasi
a. Asites (+) 4. Berikat perawatan mulut Pasien c
b. Nilai laboratorium sebelum dan setelah makan luka atau
albumin 2,5 g/dl rasa tida
yang
anoreksia
Kolaborasi
5. Awasi pemeriksaan Glukosa
laboratorium (glukosa, albumin, gangguan
total protein, ammonia) penuruna
6. Berikan obat antiemetic atau masu
sesuai indikasi
Protein
gangguan
penuruna

Peningka
perlu p
protein
komplika

Digunaka
untuk
mual/mun
mengingk
makanan

3. Resiko pendarahan berhubungan dengan factor pembekuan darah (menurunnya produksi


protrombin, fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin K dan pelepasan protrombin) dan
hipertensi portal.
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Keperawatan
Resiko pendarahan Setelah dilakukan tindakan Mandiri Penurun
berhubungan dengan keperawatan 2x24 jam tidak 1. Monitor tanda tanda vital peningk
factor pembekuan darah terjadi pendarahan yang 2. Amati manifestasi hemoragi, menunju
(menurunnya produksi dibuktikan dengan: ekimosis, epitaksis, peteki, volume
protrombin, fibrinogen, 1. Tidak menunjukkan pendarahan gusi
gangguan metabolisme adanya pendarahan 3. Anjurkan pasien untuk Menunju
vitamin K dan pelepasan 2. Tedak terjadi hematoma menghindari aktivitas yang perubah
protrombin) dan hipertensi 3. Nilai laboratorium dapat membuat pasien mengejan pembulu
portal, ditandai dengan: dalam batas normal (Hb, Ht, saat defekasi, mengangkat
DS: trombosit) barang berat, bersin, batuk, atau Memini
a. Orang tua sang anak 4. TTV dalam batas muntah tekanan
mengatakan bahwa sang normal (TD: 100/60 mmhg, 4. Lakukan tindakan keamanan dapat m
anak sering mimisan suhu tubuh: 37,5C, RR: untuk mencegah atau
b. Orang tua sang anak 25kali/menit, nadi: cidera/pendarahan: esophag
mengatakan bahwa BAB 90kali/menit) a. Mempertahankan
sang anak berwarna hitam lingkungan yang aman Untuk
sekitar 10 kali dalam b. Menyediakan sikat gigi yang cidera/p
sehari, muntah darah (+) lunak dan menghindari
DO: penggunaan tusuk gigi Indicato
a. BAB berwarna hitam c. Menganjurkan makanan pendara
b. Terdapat hematoma yang mengandung vitamin C terjadiny
pada kedua tungkai d. Menggunakan jarum kecil
saat melakukan peyuntikan Vitamin
Kolaborasi meningk
5. Monitor nilai laboratorium darah
6. Kolaborasi dalam pemberian vitamin
obat vitamin K dan propanolol diperluk
7. Kolaborasi dalam pemberian pembulu
transfuse trombosit
Propano
mengura
melalui
adrenerg

Meningk
pasien

4. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot abdomen

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Keperawatan


Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Mandiri
dengan spasme otot keperawatan 2x24 jam nyeri 1. Monitor keluhan nyeri, skal Gejala n
abdomen, ditandai dapat berkurang atau hilang nyeri, karakteristik nyeri mendiag
dengan: yang dibuktikan dengan: pendara
DS: 1. Skala nyeri berkurang 2. Pertahankan tirah baring
Sang anak kesakitan saat 2. Pasien tidak meringis ketika pasien merasa nyeri Mengur
pemeriksaan palpasi kesakitan 3. Berikan teknik kenyamanan metabol
dibagian abdomen 3. Pasien tidak merasa relaksasi nafas dalam dan Mengur
DO: nyeri pada abdomen perubahan posisi
a. Nyeri tekan (+) pada 4. Berikan kompres hangat Agar pa
abdomen kuadran kanan pada abdomen yang terasa nyeri berkuran
atas Kolaborasi
b. H +1 pasca tindakan 5. Kolaborasi dalam pemberian Mengur
ligasi antispasmodic dan sedative GI dan
sesuai yang diresepkan rasa nya

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terganggunya metabolisme penghasil energy

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi Keperawatan


Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Mandiri
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam 1. Berikan diet tinggi kalori Member
terganggunya pasien melaporkan dan protein tenaga
metabolisme penghasil peningkatan energy dan proses p
energy, ditandai dengan: partisipasi dalam aktivitas 2. Motivasi pasien untuk
DS: yang dibuktikan dengan: melakukan latihan yang diselingi Menghe
Orang tua sang anak 1. Peningkatan kekuatan istirahat sambil
mengatakan bahwa sang dan kesehatan pasien untuk
anak sering terdiam 2. Pasien dapat 3. Motivasi dan bantu pasien dalam b
setelah berktivitas beraktivitas seperti biasa untuk melakukan latihan dengan
DO: periode waktu yang ditingkatkan Memper
a. Wajah pasien tampak secara bertahap secara u
lemas Kolaborasi
b. Pasien tampak lebih 4. Berikan suplemen bitamin Member
banyak diam (A, B kompleks, C, dan K) pasien

4.4 Pelaksanaan
Diagnosa Keperawatan Implementasi
1. Kelebihan volume cairan berhubungan 1. Memonitor intake dan output cairan
dengan perubahan mekanisme regulasi, 2. Memonitor tanda tanda vital
menurunnya protein plasma 3. Mengevaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai +4
4. Menimbang berat badan setiap hari
5. Mengukur lingkar perut setiap hari
6. Mengkolaborasikan dalam pemberian obat diuretic
7. Membatasi natrium dan cairan sesuai indikasi

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 1. Membantu dan dorong pasien untuk makan, jelaska
kebutuhan tubuh berhubungan dengan alas an diet. Beri pasien makan apabila pasien mudah lela
mual/muntah, adanya asites biarkan orang terdekat membantu pasien untuk maka
Pertimbangkan pilihan makanan yang disukai
2. Memberikan makanan sedikit dan sering
3. Memberikan makanan halus, hindari makanan kas
sesuai indikasi
4. Memberikan perawatan mulut sebelum dan setela
makan
5. Mengawasi pemeriksaan laboratorium (glukos
albumin, total protein, ammonia)
6. Memberikan obat antiemetic sesuai indikasi
3. Resiko pendarahan berhubungan 1. Memonitor tanda tanda vital
dengan factor pembekuan darah 2. Mengamati manifestasi hemoragi, ekimosis, epitaksi
(menurunnya produksi protrombin, peteki, pendarahan gusi
fibrinogen, gangguan metabolisme vitamin 3. Menganjurkan pasien untuk menghindari aktivitas yan
K dan pelepasan protrombin) dan dapat membuat pasien mengejan saat defekasi, mengangk
hipertensi portal. barang berat, bersin, batuk, atau muntah
4. Melakukan tindakan keamanan untuk mencega
cidera/pendarahan:
a. Mempertahankan lingkungan yang aman
b. Menyediakan sikat gigi yang lunak dan menghinda
penggunaan tusuk gigi
c. Menganjurkan makanan yang mengandung vitamin C
d. Menggunakan jarum kecil saat melakukan peyuntikan
5. Memonitor nilai laboratorium
4. Nyeri akut berhubungan dengan 1. Memonitor keluhan nyeri, skal nyeri, karakteristik nye
spasme otot abdomen 2. Mempertahankan tirah baring ketika pasien meras
nyeri
3. Memberikan teknik kenyamanan relaksasi nafas dala
dan perubahan posisi
4. Memberikan kompres hangat pada abdomen yang teras
nyeri
Mengkolaborasi dalam pemberian antispasmodic da
sedative sesuai yang diresepkan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan 1. Memberikan diet tinggi kalori dan protein
dengan terganggunya metabolisme 2. Memotivasi pasien untuk melakukan latihan yan
penghasil energy diselingi istirahat
3. Memotivasi dan bantu pasien untuk melakukan latiha
dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap
4. Memberikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C, da
K)

4.5 Evaluasi
No Diagnosa Keperawatan Catatan Perkembangan
Kelebihan volume cairan berhubungan S: orang tua pasien mengatakan bahwa pembengkaka
1 dengan perubahan mekanisme regulasi, pada kaki anaknya telah berkurang
menurunnya protein plasma O: edema pada kaki berkurang
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari S: orang tua anak mengatakan anak sayasekaran
kebutuhan tubuh berhubungan dengan sudah mau makan banyak sus.
mual/muntah, adanya asites O: anak tidak mengalami mual, dan nafsu maka
2
bertambah
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan
Resiko pendarahan berhubungan dengan S: orang tua anak mengatakan bahwa feses anakny
factor pembekuan darah (menurunnya tidak lagi berwarna hitam, dan sang anak tidak la
produksi protrombin, fibrinogen, mimisan
3
gangguan metabolisme vitamin K dan O: tidak menunjukkan adanya pendarahan
pelepasan protrombin) dan hipertensi A: tujuan tercapai
portal. P: hentikan tindakan keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan spasme S: orang tua anak mengatakan anak saya mas
otot abdomen sedikit kesakitan saat saya pegang perutnya sus.
4 O: masih terdapat nyeri didaerah abdomen
A: tujuan tercpai sebagian
P: lanjutkan tindakan keperawatan
Intoleransi aktivitas berhubungan S: orang tua anak mengatakan bahwa sang anak mul
dengan terganggunya metabolisme aktif ketika diajak bermain
5 penghasil energy O: anak terlihat lebih aktif saat beraktivitas
A: tujuan tercapai
P: hentikan tindakan keperawatan

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati,
diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari
hati. Penyebab sirosis hati yaitu, virus hepatitis, zat hepatoksis atau alkoholisme, dan
hemokromatis. Meiliki tanda dan gejala kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, dan
adanya ikterus (penguningan).

5.2 Saran
Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit sirosis hepar pada anak harus difahami
dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya
tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga,
dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang
terjadi.Diharapkan dengan hadirnya makalah ini, mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat
lebih memahami asuhan keperawatan pada anak dengan ikterus dan dapat
mengimplementasikan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek. 2006. Nursing Interventions Classification


(NIC). Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). Mosby Year-Book, St.
Louis
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Ed 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan medikal bedah 2, Ed 8.Jakarta:
EGC.
Suryapost. 2011. 6 Cara Mencegah Sirosis Hati. Diakses http://suryapost.com/2011/01/6-
cara-mencegah-sirosis-hati.html (14 Maret 2015, pukul 14.01 WIB)
Wilkinson, M. Judith dan nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9
Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kreteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.

You might also like