Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
1. PENGERTIAN
Menurut Townsend, M.C (1998:152) isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami
oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi
dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI (1998) Seseorang dengan perilaku menarik diri
akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan
prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan
orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain . Isolasi sosial merupakan keadaan di
mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial
menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain,
individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir,
berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Respon Maladaptif
Yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma norma
sosial dan budaya lingkungannya.
a. Loneliness (Kesepian)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan
orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk mencari ketenangan waktu sementara.
b. Exploitation (Pemerasan)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang selalu mementingkan keinginannya tanpa
memperhatikan orang lain untuk mencari ketenangan pribadi.
c. Withdrawl (Menarik Diri)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang menentukan kesulitan dalam membina hubungan
saling terbuka dengan orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan
interpersonal ataupun dengan lingkungannya.
d. Paranoid (Curiga)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya pada
orang lain.
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang
dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah,
putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan dan merasa tertekan.
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga
dan berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga
sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan
(Stuart and Sundeen, 1995).
a.Faktor Predisposisi
1) Teori Biologikal dan hubungannya dengan menarik diri
a) Genetik
Transmisi gangguan alam perasaan yang membuat perasaan sedih dan individu merasa tak
pantas berada ditengah lingkungan sosialnya. Keadaan ini diteruskan melalui garis keturunan.
Frekuensi gangguan alam perasaan meningkat pada kembar monozigot dibanding dizigot
walaupun diasuh secara terpisah.
b) Neurotransmitter
Katekolamin : Penurunan relatif dari katekolamin otak atau aktifitas sistem katekolamin
menyebabkan timbulnya depresi dan berusaha menghindari lingkungan sosial..
Asetilkolin : Suatu peningkatan aktifitas kolinergik dapat menjadi faktor penyebab dan
berusaha menghindasi lingkungan sosial.
Serotonin : Suatu defisit pada sistem serotoninergik dapat merupakan faktor penyebab dari
depresi dan berusaha menghindasi lingkungan sosial.
c) Endokrin
Keadaan sedih berkaitan dengan gannguan hormon seperti pada hipotiroidisme dan
hipertirodisme, terapi estrogen eksogen, dan post partum.
d) Kronobiologi
Gangguan dari ritme sirkadian.
Sebaliknya tugas perkembangan yang tidak dijalankan dengan baik memberikan implikasi
masalah psikososial di kemudian hari, yaitu:
(a) Masa bayi/anak usia 0 1,5 tahun (konflik basic trust vs mistrust)
Bayi sangat bergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan
psikologisnya. Bayi biasanya berkomunikasi untuk dipenuhi kebutuhannya dengan menangis.
Kesediaan ibu secara konsisten untuk memenuhi kebutuhan makan, rasa aman, rasa nyaman
dan kehangatan akan berimplikasi pada pemebntukan rasa percaya pada diri sendiri, orang
lain dan lingkungannya. Kegagalan ibu dalam memenuhi kebutuhannya akan berimplikasi
pada rasa tidak percaya pada diri sendiri, orang lain, lingkungannya dan perilaku menarik
diri.
(b) Masa anak usia 1,5 3 tahun (Conflik otonomy vs shame and doubt).
Pada rentang usia ini, anak mulai menyadari dirinya terpisah dengan orang lain (memiliki
otonomi). Anakan mulai berkreasi dalam kebebasan dirinya seperti berlari-lari kian kemari,
memegang segala sesuatu yang disukainya, dapat mengendalikan organ-organ tubuhnya dan
dapat menyatakan menolak atau menerima sesuatu dari orang lain. Otonomi anak yang
berkembang pada tahap ini menuju pada membina hubungan dengan orang lain secara
interdependent. Kegagalan anak dalam membina hubungan dengan lingkungannya dan
keluarga cenderung membatasi kebebasannya tas dasar pertimbangan yang negatif terhadap
lingkungannya (over protective) berimplikasi pada kepribadian anak yang pemalu dan
peragu. Pada kondisi lebih lanjut mengakibatkan individu menarik diri dari orang lain dan
lingkungannya.
b. Stresor Presipitasi
1) Faktor Nature (alamiah)
Secara alamiah, manusia merupakan makhluk holistic yang terdiri dari dimensi bio-psiko-
sosial dan spiritual (Dadang Hawari, 2002). Oleh karena itu meskipun stressor presipitasi
yang sama tetapi apakah berdampak pada gangguan jiwa atau kondisi psikososial tertentu
yang maladaptive dari individu, sangat bergantung pada ketahanan holistic individu
tersebut (W.F. Maramis, 1998).
2) Faktor Origin (sumber presipitasi)
Demikian juga dengan factor sumber presipitasi, baik internal maupun eksternal yang
berdampak pada psikososial seseorang. Hal ini karena manusia bersifat unik.
3) Faktor Timing
Setiap stressor yang berdampak pada trauma psikologis seseorang yang berimplikasi pada
gangguan jiwa sangat ditentukan oleh kapan terjadinya stressor, berapa lama dan
frekuensi stressor (PPDGJ-III, 2000).
4) Faktor Number (Banyaknya stressor)
Demikian juga dengan stressor yang berimplikasi pada kondisi gangguan jiwa sangat
ditentukan oleh banyaknya stressor pada kurun waktu tertentu. Misalnya, baru saja suami
meninggal, seminggu kemudian anak mengalami cacad permanen karena kecelakaan lalu
lintas, lalu sebulan kemudian ibu kena PHK dari tempat kerjanya (Luh Ketut Suryani,
2005).
5) Appraisal of Stressor (cara menilai predisposisi dan presipitasi)
Pandangan setiap individu terhadap factor predisposisi dan presipitasi yang dialami sangat
tergantung pada :
(a)Faktor kognitif : Berhubungan dengan tingkat pendidikan, luasnya pengetahuan dan
pengalaman.
(c)Faktor Physiological
Menurut Suhartono Taat Putra (2005), kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan
fisik, factor kecacadan atau kesempurnaan fisik sangat berpengaruh bagi penilaian seseorang
terhadap stressor predisposisi dan presipitasi.
(d)Faktor Bahavioral
Pada dasarnya perilaku seseorang turut mempengaruhi nilai, keyakinan, sikap dan
keputusannya (Bimo Walgito, 1989). Oleh karena itu, factor perilaku turut berperan pada
seseorang dalam menilai factor predisposisi dan presipitasi yang dihadapinya. Misalnya,
seorang peminum alcohol, dalam keadaan mabuk akan lebih emosional dalam menghadapi
stressor.Demikian juga dengan perokok atau penjudi, dalam menilai stressor berbeda dengan
seseorang yang taat beribadah.
(e)Faktor Sosial
Manusia merupakan makhluk social yang hidupnya saling bergantung antara satu dengan
lainnya. Menurut Luh Ketut Suryani (2005), kehidupan kolektif atau kebersamaan berperan
dalam pengambilan keputusan, adopsi nilai, pembelajaran, pertukaran pengalaman dan
penyelenggaraan ritualitas. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa factor kolektifitas
atau kebersamaan berpengaruh terhadap cara menilai stressor predisposisi dan presipitasi.
3. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Townsend, M.C (1998:152-153) & Carpenito,L.J (1998: 382) isolasi sosial menarik
diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Data subjektif :
1) Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
2) Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
b. Data objektif :
1) Tampak menyendiri dalam ruangan
2) Tidak berkomunikasi, menarik diri
3) Tidak melakukan kontak mata
4) Tampak sedih, afek datar
5) Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu
6) Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan perkembangan
usianya
7) Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
8) Kurang aktivitas fisik dan verbal
9) Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
10) Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
4. PSIKOPATOLOGI
Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi ( Efek )
Deficit perawatan diri
5. PENATALAKSANAAN
a. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian
stressor, suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien
dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi:
1) Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tangggal
MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2) Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau
tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari hari, dependen.
3) Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba - tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus
sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, dituduh kkn,
dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang
dialami oleh klien.
5) Aspek Psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
b.1) citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan
tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,
persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan
keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b.2) Identitas diri :
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan.
b.3) Peran :
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah,
PHK.
b.4) Ideal diri :
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu
tinggi.
b.5) Harga diri :
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan
sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
c) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan social dengan orang
lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
6) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
7) Status Mental
Kontak mata klien kurang / tidak dapat mempertahankan kontak mata, kurang dapat memulai
pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain,
adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
8) Kebutuhan persiapan pulang
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan
merapikan pakaian
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
9) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang
lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
10) Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.
ANALISA DATA
Isolasi Sosial
Subyektif:
o Mengeluh hidup tidak bermakna
o Tidak memiliki kelebihan apapun
o Merasa jelek
Obyektif:
o Kontak mata kurang
o Tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang lain
Subyektif:
o Menyatakan malas mandi
o Tidak tahu cara makan yang baik
o Tidak tahu cara dandan yang baik
o Tidak tahu cara eliminasi yang baik
Obyektif:
o Badan kotor
o Dandanan tidak rapi
o Makan berantakan
Bab/bak sembarang tempat Deficit perawatan diri
6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
7. FOCUS INTERVENSI
STRATEGI PELAKSANAAN PADA PS. ISOLASI SOSIAL
SP PASIEN SP KELUARGA
SP1 :
- Membina hubungan saling percaya
- Mengidentifikasi penyebab isolasi social
- Berdiskusi tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
- Berdiskusi tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
- Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian pasien SP 1 :
- Membina hubungan saling percaya
- Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
- Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi social yang dialami pasien
- Menjelaskan cara merawat pasien isolasi social
SP II :
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Memberikan kesempatan pasien mempraktekan cara berkenalan dengan satu orang
- Membatu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian SP II :
- Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi social
- Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien isolasi social
SP III :
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Memberikan kesempatan pada pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih
- Mengajurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian pasien SP III :
- Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
- Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA
Anna Budi Keliat, SKp. (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
www.erfanhiyandi.blogspot.com/askep_isolasi sosial.html. (di akses 13 Mei 2009)