You are on page 1of 6

I.

KONSEP DASAR
A. Pengertian
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) adalah suatu keadaan dimana terdapat
defisiensi insulin absolute atau relative dan peningkatan hormon kontra
legulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan), yang
menyebabkan keadaan hipergilkemi (Brunner and Suddart, 2002).
Ketoasidosis Diabetik adalah suatu keadaan darurat akibat gangguan
metabolic diabetes mellitus berat yang disifati oleh adanya trias
hiperglikemi, asidosis, dan ketonemi (Adam, 2001).
Ketoasidisis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu kompliasi akut
DM akibat defisiensi hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak
mendapat pengobatan segera akan menyebabkan kematian (Arif Mansjoer,
2001).

B. Etiologi
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.
2. Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis,
iskemia usus dan apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai
resistensi insulin. Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional),
terjadi peningkatan hormon hormon stres yaitu glukagon, epinefrin,
norepinefrin, kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon hormon ini
akan meningkatkan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu
penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara
melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkatkan dalam
keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat
berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik.
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati.
(Brunner and Suddart, 2002)

C. Patofisiologi dan Pathway


Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan
pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis

Adinda Annisa Y.S/2111-2002/Profesi Reguler II Page 1


yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan
elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
tidak terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam
upaya untuk mnghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal
akan mengekresikan glukosa bersama sama air dan elektrolit (seperti
natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan
(poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita
ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira kira 6,5 liter air dan sampai
400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24
jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan
diubah menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi
produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan
insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda
keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
(Brunner and Suddart, 2002)

Adinda Annisa Y.S/2111-2002/Profesi Reguler II Page 2


D. Tanda dan Gejala
Poliuria
Polidipsi
Penglihatan kabur
Lemah
Sakit kepala
Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau >
pada saat berdiri)
Anoreksia, Mual, Muntah
Nyeri abdomen
Adinda Annisa Y.S/2111-2002/Profesi Reguler II Page 3
Hiperventilasi
Perubahan status mental (sadar, letargik, koma)
Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
Terdapat keton di urin
Nafas berbau keton
Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic
Kulit kering
Keringat dingin
Pernapasan kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolik

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa darah
Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
pH rendah (6,8 -7,3)
PCO2 turun (10 30 mmHg)
HCO3 turun (<15 mEg/L)
Keton serum positif, BUN naik
Kreatinin naik
Ht dan Hb naik
Leukositosis
Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
2. Elektrolit dalam darah
Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan
yang hilang (dehidrasi).
Fosfor lebih sering menurun
3. Urinalisa
Leukosit dalam urin
Glukosa dalam urin
4. EKG gelombang T naik
5. MRI atau CT-scan
6. Foto thorax

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Pertahankan jalan nafas
Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker
Jika syok berikan larutan isotonik (normal saline 0,9%) 20cc/kgBB
Bila terdapat penuruna kesadaran perlu pemasangan naso gastrik tube
untuk menghindari aspirasi lambung.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penilaian klinis awal : pemeriksaan fisik (BB, TD, tanda sidosis,
GCS, derajat dehidrasi), dan konfirmasi biokimia (analisa darah dan
urinalisa), (Dunger DB, 2004).

Adinda Annisa Y.S/2111-2002/Profesi Reguler II Page 4


Pemantauan status volume cairan : pemeriksaan TTV (termasuk
memantau perubahan ortostatik pada tekanan darah dan frekuensi
jantung), pengkajian paru, dan pemantauan asupan serta haluan
cairan.
Pemantauan kalium
(Brunner and Suddart, 2002)
3. Penatalaksanaan Medis
Elekrtolit :
Kadar potasium mulai menurun saat diberikan insulin, oleh
karena itu pemberian potasium dimulai saat dimulainya
pemberian insulin, terkecuali pada penderita dengan kadar
potasium > 6,0 mEg/L, mereka yang anuri dan penderita gagal
ginjal kronik yang biasanya sudah disertai poatsium serum yang
tinggi. Potasium diiberikan dengan dosis 10 30 mEg/jam,
semakin rendah kadar potasium serum semakin besar dosis yang
diberikan sambil memantau kadar dalam serum. Kadar potasium
serum harus dipertahankan >3,5 mEg/L.
Pemberian sodium bikarbonat diberikan saat pH <7,0, kadar
bikarbonat <5,0 mEg/L, hiperkalemia berat >6,5 mEg/L.
Pemberian bikarbonat dosis 100 250 mEg dalam 100 250 ml
0,45%NaCl, diberikan antara 30 60 menit. Pemberian
bikarbonat harus disertai dengan pemantauan pH arteri, dan
dihentikan apabila pH >7,1.
(Adam JMF, 2002)
Rehidrasi : NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya
hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya
diperlukan 1 2 liter dalam jam pertama, bila kadar glukosa <200
mg% maka perlu diberikan larutan ynag mengandung glukosa
(dektrosa 5% atau 10%).
Insulin : baru diberikan pada jam kedua. Sepuluh unit diberikan
bolus intravena, disusul dengan infus larutan insulin regular dengan
laju 2 5 U/jam. Sebaiknya larutan %U insulin dalam 50 ml NaCl
0,9%, bermuara dalam larutan untuk rehidrasi dan dapat diatur laju
tetesnya secara terpisah. Bila kadar glukosa turun sampai 200 mg/dl
atau kurang, laju insulin dikurangi menjadi 1 2 U/ jam dan larutan
rehidrasi diganti dengan glukosa 5%. Pada waktu pasien dapat makan

Adinda Annisa Y.S/2111-2002/Profesi Reguler II Page 5


lagi, diberikan sejumlah kalori sesuai kebutuhan dalam beberapa
porsi. Insulin regular diberikan subkutan 3 kali sehari secara bertahap
sesuai kadar glukosa darah.
Pemberian antibiotika yang adekuat.
Pemberian oksigen : bila PO2 <80 mmhg.
Heparin : bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).
(Arif Mansjoer, 2001)

G. Komplikasi
1. ARDS (adult respiratory distress syndrome)
Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas, kemungkinan akibat rehidrasi
yang berlebihan, gagal jantung kiri atau perubahan permeabilitas kapiler
paru.
2. DIC (disseminated intravascular coagulation
3. Edema otak
Adanya kesadaran menurun disertai dengan kejang yang terjadi terus
menerus akan beresiko terjadinya edema otak.
4. Gagal ginjal akut
Dehidrasi berat dengan syok dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
5. Hipoglikemia dan hiperkalemia
Terjadi akibat pemberian insulin dan cairan yang berlebiahan dan tanpa
pengontrolan.

II. SUMBER

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.


EGC: Jakarta.

Arif, mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media


Aesculpius.: Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC:
Jakarta

Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Price, Sylvia. 1990. Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit . EGC: Jakarta

Adinda Annisa Y.S/2111-2002/Profesi Reguler II Page 6

You might also like