You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Partus Lama dan Kala II Lama

Persalinan lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum
dimaksudkan untuk persalinan yang abnormal atau sulit. Sementara itu, WHO secara
lebih spesifik mendefinisikan persalinan lama (prolonged labor / partus lama) sebagai
proses persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Waktu pemanjangan proses
persalinan yang dimaksud adalah penambahan kala I dan/atau kala II persalinan.
Dalam penentuan batas waktu, terdapat variasi terdapat sebuah sumber yang
menyatakan bahwa batasan waktu dalam penentuan partus lama adalah 18 jam.1,3

Nullipara Multipara

Prolonged latent phase > 20 jam >14 jam

Protracted dilation < 1.2 cm/ jam < 1.5 cm/ jam

Protracted descent < 1 cm/ jam < 2 cm/ jam

Arrest of dilation >2 jam >2 jam

Arrest of descent >2 jam >1 jam

Prolonged second stage >2 jam >1 jam

Prolonged third stage >30 menit >30 menit

Tabel 2.1. Perpanjangan fase-fase persalinan4

Kala II lama (Prolonged Second Stage) diartikan sebagai memanjangnya


waktu kala II dimana pada primigravida berlangsung lebih dari 2 jam dan pada
multipara berlangsung lebih dari 1 jam. Menurut AGOG (American Congress of
Obstetricians and Gynecologists), kala II lama didefiniskan sebagai tidak adanya

2
kemajuan pada kala II dengan batasan waktu dilakukan pimpinan persalinan sebagai
berikut: persalinan dengan anestesi epidural pada nullipara yang berlangsung lebih 3
jam dan multipara berlangsung lebih 2 jam, sedangkan untuk persalinan tanpa
anestesi epidural nullipara berlangsung lebih 2 jam dan multipara berlangsung 1
jam.5,6

II.2. Etiologi

Secara umum penyebab kala II lama dapat dibagi ke dalam beberapa faktor
yaitu faktor tenaga (power), faktor panggul (passage), faktor anak (passenger), faktor
psikis dan faktor penolong.

II. 2.1 Faktor Tenaga

His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri kemudian
menjalarmerata simetris ke seluruh korpus uteri dengan dominasi kekuatan pada
fundusuteri (lapisan otot uterus paling dominan) kemudian terdapat relaksasi
secaramerata dan menyeluruh. Kelainan his terutama ditemukan pada
primigravidatua. Kelainan anatomis uteri juga menghasilkan kelainan his. Pada
multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Peregangan
rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat
menyebabkan inersia uteri.11

Kelainan tenaga pada kala II lama, dapat dibagi menjadi 2, yaitu:11

1. Inertia uteri Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus yaitu lebih singkat,
dan jarang daripada biasanya. Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa
nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya,
baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction
Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, hal itu
dinamakan inersia uteri sekunder. Hingga saat ini etiologi dari inertia belum

3
diketahui tetapi beberapa faktor dapat mempengaruhi: umum (primigravida pada
usia tua, anemia, perasaan tegang dan emosional, pengaruh hormonal: oksitosin
dan prostaglandin, dan penggunaan analgetik yang tidak tepat), dan lokal
(overdistensi, perkembangan anomali uterus misal hypoplasia, mioma,
malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik, kandung kemih dan
rektum penuh).
2. Incoordinate uterine action.

Disini sifat his berubah sehingga tonus otot uterus meningkat, juga diluar his, dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi antara
kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian
atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan.
Selain 2 hal tersebut diatas, kurang adekuatnya mengejan dapat menyebabkan
terjadinya kala II. Kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi otot abdomen dapat
terganggu secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara spontan melalui
vagina. Sedasi berat atau anestesia regional kemungkinan besar mengurangi dorongan
refleks untuk mengejan.9

II.2. 2 Faktor Jalan Lahir (Passage)10,11


Pada panggul ukuran kecil akan terjadi disproporsi dengan kepala janin
sehingga kepala janin tidak dapat melewati panggul meskipun ukuran janin berada
dalam batas normal. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara
anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala
dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga
terdapat panggul sempit lainnya. Karena kepentingan tersebut panggul sempit dapat
dibagi menurut Munro Kerr:

1. Kelainan herediter:
Panggul Naegele: tidak adanya salah satu sacral alae
Panggul Robert: tidak adanya kedua sacral alae

4
High assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 6 vertebra
Low assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 4 vertebra
Split pelvis: simfisis pubis terpisah
2. Kelainan tulang sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,atrofi, nekrosis,
penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis
4. Kelainan kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki
Kesempitan panggul dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

1. Kesempitan pada pintu panggul atas


Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10 cm atau
diameter transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul sempit kepala memiliki
kemungkinan lebih besar tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga serviks uteri
kurang mengalami tekanan kepala.

2. Kesempitan pada pintu panggul tengah


Dengan sacrum melengkung sempurna, foramen ischiadikus mayor cukup luas
dan spina ischiadika tidak menonjol diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menghalangi bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya bisa
ditetapkan dengan pelvimetrirontenologik ialah distansia interpinarum. Apabila
ukuran ini kurang dari 9,5 cm maka perlu kita waspada terhadap kemungkinan
kesukaran pada persalinan, terutama jika ukuran diameter sagitalis posterior
pendek. Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi kepala
janin berupa posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam
posisi lintang tetap (tranverse arrest).

3. Kesempitan pada pintu panggul bawah


Bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15cm, maka
sudut arkus pubis juga mengecil (<80) sehingga timbul kemacetan pada
kelahiran janin ukuran biasa.

5
Selain panggul, jalan lahir terbentuk melalui bagian lunak yang dalam
kenyataannya bisa terdapat gangguan yang menyebabkan terjadinya kala II lama:

1. Vulva
Edema
Walaupun jarang merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam, adanya
edema pada vulva dapat memperlama kala pengeluaran. Edema tersebut
dapat disebabkan karena penderita dibiarkan meneran terus-menerus pada
kala II. Selain itu, kemungkinan adanya edema juga bisa pada waktu hamil,
disebabkan oleh preeklamsia maupun gangguan gizi.

Stenosis
Disebabkan oleh adanya perlukaan maupun radang yang menyebabkan
ulkus dan sembuh dengan meninggalkan parut-parut yang mengganggu kala
II persalinan. Tetapi kesulitan ini dapat diatasi dengan epiostomi yang cukup
luas

Tumor
Bentuk neoplasma yang ditemukan pada vulva.

2. Vagina
Stenosis vagina kongenital
Stenosis vagina kongenital dibagi menjadi dua, yaitu: septum vagina
lengkap atau septum tidak lengkap. Gangguan kala II lebih sering
disebabkan oleh adanya septum tidak lengkap pada vagina. Septum tidak
lengkap sering menahan turunnya kepala janin pada persalinan. Stenosis
dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis
vagina yang tetap kaku pada kehamilan dan merupakan halangan untuk
lahirnya janin, perlu dipertimbangkan sectio cesaria.

6
Tumor vagina
Adanya tumor pada vagina bisa pula menyebabkan persalinan rintangan
bagi lahirnya janin per vaginam. Adanya tumor vagina bisa pula
menyebabkan persalinan per vaginam dianggap mengandung terlampau
banyak resiko.

3. Serviks uteri
Distosia servikalis atau dysfungctional uterine action
Konglutio orifisii eksternii
Jarang terjadi, dimana kala I serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan
tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas di bawah kepala janin.
Diagnosis ditegakkan dengan dengan menumukan ostium uteri eksternum
ditengah-tengah lapisan tersebut.

Karsinoma servisis uteri


4. Uterus
Kelainan yang dapat mengganggu persalinan adanya mioma uteri, dimana
mioma uteri tersebut dapat menghalangi jalan lahir, menyebabkan janin letak
lintang, dan menyebabkan adanya inersia uteri

5. Ovarium
Tumor ovairum dapat menyebabkna adanya halangan lahirnya janin
pervaginam. Tumor tersebut untuk sebagian atau seluruhnya terletak dalam
cavum douglas. Membiarkan persalinan berjalan lama, yang dapat
menyebabkan pecahnya tumor (tumor kistik) atau rupture uteri (tumor solid),
dan atau infeksi intrapartum.

II.2.3. Faktor Anak (passenger)4,10,12,13

Selain kelainan karena tenaga dan panggul, kala II lama dapat disebabkan
karena terdapatnya kelainan pada faktor anak (passenger). Kelainan tersebut meliputi:

7
1. Kelainan pada presentasi, posisi maupun letak, yang meliputi:
a. Malpresentasi
Presentasi Puncak
Pada presentasi ini, kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika
melewati jalan lahir. Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian terendah.
Pada presentasi puncak kepala, lingkaran kepala yang melalui jalan lahir
adalah sirkumfernsia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada
di bawah simfisis adalah glabella. Presentasi ini memriliki prognosis yang
buruk karena dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas baik ibu
maupun janin.

Presentasi Muka
Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi
maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan
bagian terendah yang menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan
primer jika terjadi sejak masa kehamilan, dan dikatakan sekunder jika baru
terjadi pada masa persalinan. Pada umumnya penyebab terjadinya
presentasi muka adalah keadaan-keadaan yang memaksa terjadinya
defleksi kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala.
Oleh karena itu presentasi muka dapat ditemukan pada panggul sempit
atau pada janin besar. Multiparitas dan perut gantung juga merupakan
faktor yang memudahkan terjadinya presentasi muka. Kelainan janin
seperti anensefalus dan tumor di leher depan juga dapat menyebabkan
presentasi muka. Terkadang presentasi muka dapat terjadi pada kematian
janin intrauterine akibat otot janin yang telah kehilangan tonusnya.

Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara
fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian
terendah. Pada umumnya, presentasi dahi bersifat sementara, dan sebagian

8
besar akan berubah menjadai presentasi muka atau presentasi belakang
kepala. Sebab terjadinya presentasi dahi pada dasarnya sama dengan sebab
terjadinya presentasi muka karena semua presentasi muka biasanya
melewati fase presentasi dahi lebih dahulu.

Presentasi Ganda/Majemuk
Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas
pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki panggul
bersamaan dengan kaki dan atau tangan. Presentasi majemuk juga dapat
terjadi manakala bokong memasuki panggul bersamaan dengan tangan.
Dalam pengertian presentasi majemuk tidak termasuk presentasi bokong-
kaki, presentasi bahu, atau prolaps tali pusat. Apabila bagian terendah
janin tidak menutupi dengan sempurna pintu atas panggul, maka
presentasi majemuk dapat terjadi.

b. Malposisi
POPP (Persistent Occiput Posterior Postision)
Prevalensi kondisi ini adalah 10%. Pada posisi ini ubun-ubun tidak
berputar ke depan, tetapi tetap berada di belakang. Salah satu penyebab
terjadinya adalah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran
panggul. Penyebab yang lain adalah otot-otot dasar panggul yang lembek
pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat sehingga tidak ada
paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.

c. Letak
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yaitu presentasi bokong,
presentasi bokong sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna, dan
presentasi kaki. Diagnosis letak sungsang umumnya tidak sulit. Pada

9
pemeriksaan luar, kepala teraba di fundus uteri, sementara pada bagian
bawah uterus teraba bokong yang tidak dapat digerakkan semudah kepala.
Selain dari pemeriksaan luar, diagnosis juga dapat ditegakkan dari
pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunang seperti USG dan MRI.
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi yang lain.
Sebab tersering terjadinya letak lintang adalah multiparitas disertai
dinding uterus dan perut yang lembek. Pada kehamilan prematur,
hidramnion, dan kehamilan kembar, janin sering dijumpai dalam letak
lintang. Kelainan bentuk rahim seperti uterus arkuatus atau subseptus juga
merupakan penyebab terjadinya letak lintang. Adanya letak lintang dapat
diduga hanya dengan inspeksi. Uterus tampak melebar dan fundus tampak
lebih rendah tidak sesuai dengan usia kehamilannya. Pada palpasi, fundus
uteri kosong, kepala janin berada di samping, dan diatas simfisis juga
kosong.
2. Kelainan pada bentuk janin
Hidrochepalus
Adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam
ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar dan terjadi pelebaran sutura
serta ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya berkisar
antara 500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter.
Karena kepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagian
bawah uterus, maka sering ditemukan dalam keadaan sungsang.
Bagaimanapun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi
sefalopelvik dengan segala akibatnya

Makrosomia
Berat neonatus yang besar adalah apabila berat janin melebihi 4000 gram.
Pada janin besar, faktor keturunan memegang peran penting. Selain itu janin

10
besar juga dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus,
postmaturitas, dan grande multipara.

Tumor pada janin


Kembar siam

II. 2.4 Faktor Penolong13

Dalam proses persalinan, selain faktor ibu dan janin, penolong persalinan juga
mempunyai peran yang sangat penting. Penolong persalinan bertindak dalam
memimpin proses terjadinya kontraksi uterus dan mengejan hingga bayi dilahirkan.
Seorang penolong persalinan harus dapat memberikan dorongan pada ibu yang
sedang dalam masa persalinan dan mengetahui kapan haruis memulai persalinan.
Selanjutnya melakukan perawatan terhadap ibu dan bayi. Oleh karena itu, penolong
persalinan seharusnya seorang tenaga kesehatan yang terlatih dan terampil serta
mengetahui dengan pasti tanda-tanda bahaya pada ibu yang melahirkan, sehingga bila
ada komplikasi selama persalinan, penolong segera dapat melakukan rujukan.
Pimpinan yang salah dapat menyebabkan persalinan tidak berjalan dengan lancar,
berlangsung lama, dan muncul berbagai macam komplikasi.14

Di Indonesia, persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dan baru sedikit
sekali dari dukun beranak ini yang telah ditatar sekedar mendapat kursus dukun.
Karenanya kasus-kasus partus kasep masih banyak dijumpai, dan keadaan ini
memaksa kita untuk berusaha menurunkan angka kematian ibu maupun anak. Yang
sangat ideal tentunya bagaimana mencegah terjadinya partus kasep. Bila persalinan
berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu
maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak. 2

Hasil penelitian Irsal dan Hasibuan di Yogyakarta menunjukkan bahwa faktor-


faktor yang berpengaruh dan secara statistik bermakna terhadap kejadian kala II lama
adalah penolong persalinan bukan dokter, sehingga selanjutnya perlu persalinan

11
tindakan di RS. Demikian pula hasil penelitan Rusydi di RSUP Palembang,
menemukan bahwa partus kasep yang akhirnya dilakukan tindakan operasi,
merupakan kasus rujukan yang sebelumnya ditolong oleh bidan dan dukun di luar
rumah sakit.2

II. 2. 5. Faktor Psikis

Suatu proses persalinan merupakan pengalaman fisik sekaligus emosional


yang luar biasa bagi seorang wanita. Aspek psikologis tidak dapat dipisahkan dari
aspek fisik satu sama lain. Bagi wanita kebanyakan proses persalinan membuat
mereka takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan inilah yang dapat menghambat
suatu proses persalinan. Dengan persiapan antenatal yang baik, diharapkan wanita
dapat melahirkan dengan mudah, tanpa rasa nyeri dan dapat menikmati proses
kelahiran bayinya.13

II.3. Gejala Klinis13

Gejala klinis terjadinya kala 2 lama dapat dijumpai pada ibu dan janin. Gejala
klinis yang dapat dijumpai pada ibu meliputi:

1. Tanda-tanda kelelahan dan dehidrasi dari ibu (nadi cepat dan lemah, perut
kembung, demam, nafas yang cepat dan his hilang dan lemah)
2. Vulva edema
3. Cincin retraksi patologi Brandl
Sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan
berlebihan segmen bawah uterus, dan menandakan ancaman akan rupturnya
segmen bawah uterus.
Gejala Klinis yang dapat ditemui pada janin:

1. Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif

12
2. Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
3. Kaput suksedaneum yang besar. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Biasanya kaput suksedaneum,
bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.
4. Moulase kepala yang hebat akibat tekanan his yang kuat, tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain.
5. Kematian janin dalam kandungan atau intra uterine fetal death (IUFD).

II.4 Diagnosis Kala II lama

Berdasarkan Nice Clinical Guidelines, diagnosis kala II lama dapat


ditegakkan sebagai berikut:6

1. Nullipara
Kala II lebih dari 2 jam tanpa pengaruh regional anestesi (AGOG 2003) atau
lebih dari 3 jam dengan pengaruh regional anestesi. (Kala II dimulai terjadi
pembukaan lengkap pada serviks)
2. Multipara:
Kala II lebih dari 1 jam tanpa pengaruh regional anestesis (AGOG 2003),
atau lebih dari 2 jam dengan pengaruh regional anestesi ((Kala II dimulai
terjadi pembukaan lengkap pada serviks)

II.5 Penatalaksanaan Kala II Lama


Kala II lama merupakan salah satu kegwawatdaruratan obstetrik yang
memerlukan penanganan tepat dan cepat dimana penanganan tersebut dapat
mengurangi morbiditas maupun mortalitas ibu dan janin. Ketika Kala II lama
ditegakkan maka penilaian klinik perlu dilakukan, diantaranya:15

1. Penilaian klinik terhadap ibu


Kondisi ibu

13
Kontraksi/his
Pemeriksaan klinik berupa: pemeriksaan kandung kemih, palpasi abdomen,
dan pemeriksaan dalam (evaluasi pelvik, imbangan feto pelvik/penentuan
CPD, maupun ada tidaknya tumor pada jalan lahir)
2. Penilaian Klinik terhadap janin
Janin berada di dalam atau di luar Rahim
Jumlah janin
Letak
Presentasi dan penurunan bagian terbawah janin
Posisi, moulage, dan kaput suksadenum
Bagian kecil janin (tangan, tali pusat dll)
Anomali kongenital yang dapat mengganggu ekspulsif bayi
Tafsiran berat janin
Gawat janin
Janin hidup atau tidak
3. Penilaian terhadap kekuatan mengejan ibu
Berdasarkan hasil penilaian tersebut, maka dapat ditentukan dengan segera
etiologi gangguan kemajuan proses persalinan saat kala II dapat segera diambil
keputusan yang tepat.

Faktor Temuan Klinik Diagnosis

Jalan Lahir Palpasi luar menunjukkan Kesempitan pintu


bagian terbawah janin belum panggul atas
masuk PAP
Diameter anteropsoterior
lebih kecil dari normal
Promotorium menonjol

Dinding samping panggul Kesempitan panggul


menyempit dan krista iliaka tengah
sangat menonjol

14
Arcus pubis kurang 900

Sacrum melengkung ke Kesempitan pintu


depan dan cocygeus panggul bawah
mengarah pada sumbu jalan
lahir

Bayi Tafsiran berat badan ekstrim Makrosomia

Bagian terbawah muka Presentasi muka

Dagu dibelakang dan dasar Mentoposterior


panggul persisten

Sutura sagitalis melintang Asinklitimus


dan parietal tertahan di
promotorium

Teraba tangan atau lengan Presentasi Majemuk


disamping tangan atau
bokong

Teraba rusuk dan atau lengan Letak Lintang


dengan kepala di lateral

Bahu pada posisi Distosia Bahu


anteroposterior dan tertahan
pada dasar panggul

Tenaga Ekspulsi Kontraksi lemah dan tidak Inersia uteri


terkoordinasi

Ibu tidak mampu membuat Ibu kelelahan


posisi efektif mengejan

Lingkaran konstriksi CPD

Tabel 2.3. Hubungan faktor penyebab Kala II lama, temuan klinik dan Diagnosis15

Setelah ditegakkan diagnosis, maka harus segera dilakukan intervensi


untuk menyelesaikan kala II, sebagai berikut:6,15

15
1. Pada wanita dengan kondisi fisik yang lelah dan panik, klinisi dapat memberikan

dukungan dan semangat untuk melakukan persalinan. Selain itu dapat diberikan

analgesik ataupun anestesi dan dilakukan rehidrasi maupun pemberian kalori.

2. Pemberian oksitosin sesuai dengan indikasi adanya inersia uteri.

3. Pada distosia bahu dilakukan ALARM

4. Tindakan bedah baik per vaginam maupun Sectio Cesaria sesuai indikasi

5. Sectio Cesaria dilakukan pada keadaan yang tidak memungkinkan persalinan per

vaginam dengan tindakan operatif misalnya: panggul sempit, makrosomia,

malpresentasi, letak lintang, CPD, dan asinklitimus.

16
Gambar 2.2. Bagan Manajemen Kala II Lama8

II. 6. Komplikasi

Komplikasi pada persalinan dengan kala II lama dapat terjadi pada ibu
maupun pada bayi. Pada kala II lama dapat terjadi infeksi sampai sepsis. Infeksi
adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya, terutama bila disertai
pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi
desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan
janin.15

17
Selain itu dapat terjadi dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ-organ, robekan
jalan lahir, ruptur uteri. Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan
bahaya serius selama partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan
pada mereka dengan riwayat bedah sesar. Robekan serta pembentukan fistula pada
buli-buli, vagina, uterus dan rektum. Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke
pintu atas panggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian
jalan lahir yang terletak di antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan
berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, maka dapat terjadi nekrosis yang akan jelas
dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal,
vesikoservikal, atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini terjadi
setelah persalinan kala dua yang sangat berkepanjangan.10,15

Gambar 3. Komplikasi Fistula Pada Kala II Lama1

Menurut Myles dan Santolaya, terjadinya morbiditas maternal yang meliputi


laserasi jalan lahir, dan pendarahan postpartum sebanding dengan lama kala II
berlangsung. Selain itu, dalam penelitiannya, Myles dan Santolaya mendapatkan
bahwa tindakan bedah obstetri meningkat sesuai dengan lama dari kala II. Dalam
peneltiannya Brown et al, menyimpulkan bahwa ibu dengan kala II lama memiliki
resiko 1,4 kali terjadinya inkontinesia urine dibandingkan ibu yang tidak mengalami
kala II lama, dalam 3 bulan postpartum.9,16

18
Komplikasi yang terjadi pada janin akibat kala II lama adalah gawat janin
dalam rahim sampai meninggal. Juga dapat terjadi kelahiran janin dalam asfiksia
berat sehingga menimbulkan cacat otak menetap. Trauma persalinan merupakan
akibat lain dari persalinan kala II lama yang dilakukan tindakan operastif per
vaginam. Trauma tersebut meliputi eksoriasi kulit, sefalhematom, perdarahan
subgaleal, ikterus neonatorum berat, dan nekrosis kepala yang akan diikuti alopesia di
kemudian hari. Selain itu dapat terjadi patah tulang dada, lengan, kaki, kepala karena
pertolongan persalinan dengan tindakan.10

II. 7 Prognosis

Prognosis dari partus kala II lama ini ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan
dalam mendiagnosis serta menanganinya. Semakin lama partus tersebut berlangsung,
maka semakin besar kemungkinan terjadinya partus lama dan semakin banyak
komplikasi yang ditimbulkan baik pada ibu maupun pada janinnya hingga terjadinya
partus kasep.15

19
BAB III

PENUTUP

Kala II lama (Prolonged Second Stage) diartikan sebagai memanjangnya


waktu kala II dimana pada primigravida berlangsung lebih dari 2 jam dan pada
multipara berlangsung lebih dari 1 jam. Kala II lama merupakan kegawatdaruratan
obstetric yang harus segera dilakukan intervensi. Pemeriksaan klinik yang baik dan
pemilihan intervensi yang tepat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan
janin. Prinsip penanganan Kala II lama adalah menyelesaikan Kala II lama, baik
melalui tindakan bedah obstetri per vaginam (vakum ekstraksi/forcep)/Sectio Cesaria
maupun tindakan non bedah (akselerasi)

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Managing Prolonged and Obstructed Labour. Education for Safe


Motherhood. Second edition. Geneva:Department of Making Pregnancy
safer WHO; 2006.

2. Kusumawati, Yuli. 2006. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Persalinan


dengan Tindakan (Tesis). Semarang: Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro; 2006.

3. Mochtar., Rustam. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi,Obstetri Patologi.


Edisi 2. Jakarta: EGC; 1998.

4. Cunningham., Gary et-al. Williams Obstetrics. 23rd Edition. New York: Mc


Graw Hill, 2010.

5. Ness, Amen., Golberg, Jay., Berghella, Vicenzo. Abnormalities of the First


and Second Stages of Labor. J Obstet Gynecol Clin 2005: 32; 201-20.

6. Anonymous. Intrapartum care: Care of healthy women and their babies during
childbirth. NICE Guidelines; 2007.

7. Hutagalung, Filderia., Marliandiani. Hubungan antara Usia, Paritas Dengan


Persalinan Kala II Lama (Studi Kasus di RSUD dr. Moch. Soewandhie
Surabaya). Program studi D-III Kebidanan Universitas PGRI Adi Buana
Surabaya. 2011

8. Anonymous. South Australia Perinatal Practice Guideline: Chapter 9a Delays


in the second stage of labour. South Australia, 2012.

9. Myles, Thomas D., Santolaya, Joaquin. Maternal and Neonatal Outcomes in


Patients With a Prolonged Second Stage of Labor. Jobstet Gynecol America
2003: 102 (1); 52-8.

21
10. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008.
11. Neilson, J.P., lavender, T., Quenby, S., Wray, S. Obstructed labour: reducing
maternal death and disability during pregnancy. British Medical Bulletin,
2003: 67: 191204.

12. Joy, S., Thomas, P. 2011. Abnormal Labor. Emedicine (Serial Online), 2011.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/273053-overview,
Accesed on May 5, 2016.

13. Pernoll, M. L. Benson & Pernolls handbook of obstetrics and gynecology.


Tenth edition. New York: Mc Graw Hill, 2001.

14. Anonymous. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
(PONED). Jaarta:Bakti Husada, 2008.

15. Brown, SJ., Gartland, D., Donath, S., MacArthurc, C., Effects of prolonged
second stage, method of birth, timing of caesarean section and other obstetric
risk factors on postnatal urinary incontinence: an Australian nulliparous cohort
study. International Journal of Obstetrics and Gynaecology, 2011.

22

You might also like