Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny. N A
Usia : 20 Tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Takkalao, Kel. Bukit Indah Pare- Pare
MRS : Tanggal 27 Agustus 2017, pukul 11.59 WITA
Identitas Suami
Nama : Tn. A
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Takkalao, Kel. Bukit Indah Pare- Pare
Keluhan Utama:
Nyeri perut tembus ke belakang
Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa keluarganya ke IGD KB RSUD A. Makkasau Pare- pare dari
puskesma Lumpue dengan keluhan nyeri perut tembus ke belakang. Dirasakan
sejak pagi hari tanggal 27 Agustus 2017. Nyeri perut dirasakan beberapa kali saat
pasien berada di puskesmas. Keluhan nyeri disertai dengan keluarnya darah disertai
lendir melalui jalan lahir. Sebelumnya pasien sempat ditangani di Puskesmas
Lumpue dengan pemberian cairan intravena berupa RL. Pasien tidak merasakan
2
keluhan penyerta seperti mual, muntah, pusing dan demam. Pasien mengaku belum
BAB sejak dibawa ke puskesmas. BAK pasien lancar.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes militus, riwayat atopik.
Pasien juga tidak pernah dirawat dirumah sakit dalam beberapa bulan terkhir
sebelum dibawa ke puskesmas.
Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengaku tidak ada riwayat diabetes militus, penyakit jantung, riwayat atopik
pada keluarga
Riwayat menstruasi
menarche usia 13 tahun
siklus haid 28 hari, teratur
lama haid 7 hari dengan 2 kali ganti pembalut
hari pertama haid terakhir: x/ November / 2016
taksir persalinan x / Agustus / 2017
Riwayat perkawinan
Perkawinan pertama, umur menikah 18 tahun, dan lama menikah 2 tahun
Riwayat obstetrik
1. 2015. Lahir normal di R.S Fatimah, ditolong bidan. Jenis kelamin laki- laki, BBL
2500, hidup
2. 2017. Kehamilan sekarang.
Ante Natal Care
Pasien sudah 3 kali memeriksakan kehamilannya di puskesmas di wilayah tempat
tinggal pasien.
Kontrasepsi
Pasien tidak pernah menggunakan metode kontrasepsi apapun.
3
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 96x /menit, regular isi cukup, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 20x /menit, regular
Suhu : 36,8oC, aksiler
Status Generalis
Kepala : normocephali
Mata : konjunctiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-), Pupil isokor (3
mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : gangguan pendengaran (-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Leher : deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran
ICS (-)
Palpasi : Gerakan dada simetris.
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-), Suara Nafas (+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra,
batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : membesar arah memanjang, linea nigra (+)
4
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-
), nyeri tekan perut kanan bawah (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Hangat (+), edema (-)
Inferior : Hangat (+), edema (-)
Status obstetri
Inspeksi : membesar arah memanjang, linea nigra (+)
Palpasi :
Leopold I : tinggi fundus uteri 2 jari dibawah xiphoideus, 35 cm.
Teraba bokong
Leopold II : teraba punggung disebelah kanan ibu
Leopold III : teraba kepala
Leopold IV : belum masuk PAP
DJJ : 140 x/ menit, reguler
His : 1 x 10 5-10
Taksir berat janin : 35 x 89 = 3115 gram
Inspekulo : tidak dilakukan
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, portio tebal dan lunak,
pembukaan 2 cm (1 jari longgar), ketuban utuh, presentasi kepala,
penurunan hodge I.
Pemeriksaan panggul dalam
Promontorium : tidak teraba
Spina ischiadica agak menonjol
Distansia intertuberosum : tidak dilakukan pemeriksaan
2.3 Diagnosis kerja sementara di ruangan
GIIPIA0+ janin tunggal hidup + presentasi kepala + in partu kala 1 fase laten
5
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin
Leukosit : 7.000 /mm3
Hemoglobin : 12,4 gr/dl
Hematokrit : 34,5 %
Trombosit : 149.000 /mm3
Bleeding Time : 2 menit 30 detik
Clotting Time : 11 menit
Kimia Darah
GDS : 81 mg/dl
Serologi
HbsAg : -
Anti HIV : non reaktif
Tanggal/Jam Follow Up
6
Diagnosis: GIIPIA0 + janin tunggal hidup + presentasi kepala
+ in partu kala 1 fase laten
DJJ: 138x/menit
7
24.00 WITA Drips oxytosin dinaikkan menjadi 40 tpm
04.00 WITA
TD: 120/90, N: 94x/menit, P:22x/menit, S:36,50C
DJJ: 145x/menit
HIS: (+)2 x 10 15-20
VT: vulvovagina normal, portio lunak, pembukaan 6-7cm,
Ketuban utuh, presentasi kepala, penurunan hodge I-II
05.00 WITA
TD: 120/90, N: 94x/menit, P:22x/menit, S:36,50C
TFU :
DJJ: 145x/menit
HIS: (+)3x 10 30-35
VT: vulvovagina normal, portio lunak, pembukaan 6-7cm,
Ketuban utuh, presentasi kepala, penurunan hodge I-II
Lapor dr. Nursiah Sp.OG, advis:
- Persiapan SC
- Injeksi Antibiotik prifilaksis : Cefobactam 1gr/12jam/IV
Laporan Operasi
Tanggal operasi : 28 -8 - 2017
Waktu Operasi : 06.30 am 09.15 am
Diagnosa pre-operatif : GIIPIA0 + janin tunggal hidup +
presentasi kepala + in partu kala I memanjang + CPD
Diagnosa post-operatif : PIIAo , partus aterm, CPD
Jenis operasi : Seksio Caesarea Transperitoneal Profunda
Langkah-Langkah Operasi:
8
1. Pasien disiapkan diatas meja operasi, dilakukan anestesi
spinal
2. Pasien diposisikan berbaring
3. Dilakukan desinfektan dinding perut dan lapangan
operasi dipersempit dengan duk steril
4. Dibuat insisi vertikal sepanjang 12 cm, dari atas simpisis
pubis sampai bawah umbilicus, secara tumpul dibuka
lapis demi lapis (kulit- subkutis- lemak- fasia transfersa
dibuka secara tajam- m. Oblique ekstrernus- m. Rectus
abdominis- m. Piramidalis- m. Obliqus interna- m.
Transversus peritonium)
5. Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim 1 cm
dibawah plika vesikouterina, dibuka perlahan-lahan
(diperlebar dengan kedua jari operator).
6. Kepala anak didorong dari arah vagina ke arah
abdomen.
7. Anak dilahirkan mulai dari kepala, badan, kaki per
abdominal. Dilakukan suction kemudian dilakukan
pemotongan tali pusat. Disuntikkan oksitosin 10 iu pada
uterus, lalu plasenta dikeluarkan secara manual.
Membersihkan sisa sisa darah dan jaringan plasenta
pada cavum uteri.
8. Menjahit luka irisan pada segmen bawah rahim dengan
monocryl no 1.0
9. Menjahit lapisan dinding abdomen lapis demi lapis
a. Peritoneum dan otot dengan catgut 2.0
b. Fasia dengan vycril 1.0
c. Lemak dengan catgut 2.0
d. Subcutan dan cutis dengan vycril 3.0
10. Permukaan abdomen debersihkan dengan NaCl 0,9 %
11. Luka ditutup dengan tule, kassa, dan di plester.
9
12. Eksplorasi ke dalam vagina untuk mengeluarkan sisa
darah.
13. Operasi selesai.
Laporan Kelahiran Bayi:
Bayi lahir jenis kelamin laki-laki dengan Apgar score
8/10, berat badan 3400 gram dan panjang badan 49 cm.
Penatalaksanaan Post Operasi:
Drips oxytosin 5IU/500 cc RL
Anbacim 1 gr/ 12 jam/ iv
Metronidazole 1 ampul/ 8 jam/ iv
Ranitidin 1 ampul/ 8 jam/ iv
Ketorolac 1 ampul/8jam/ iv
Ketorolac 1 ampul/8jam/ iv
10
Konjungtiva Anemis +/+
ASI -/-
TFU: 2 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Luka operasi kering
Lochia: rubra
BAB: belum, BAK: perkateter
A: Post SC hr I
P:
11
O: Sakit sedang/Gizi lebih/Compos mentis
Konjungtiva Anemis +/+
ASI -/-
TFU: 2 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Luka operasi kering
Lochia: rubra
BAB: belum, BAK: perkateter
A: Post SC hr I
P:
12
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
3.1 Defenisi
Persalinan lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum
dimaksudkan persalinan yang abnormal atau sulit.4 Secara harfiah, distosia berarti
persalinan yang sulit dan ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat.
Sementara itu, WHO secara lebih spesifik mendefinisikan persalinan lama
(prolonged labor/partus lama) sebagai proses persalinan yang berlangsung lebih
dari 24 jam. Waktu pemanjangan proses persalinan yang dimaksud adalah
penambahan antara kala I dan kala II persalinan. 2,3
3.2 Insidensi
Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada
tahun 2015, didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu dengan janin presentasi
kepala yang mengalami partus spontan fisiologi. Lima puluh persen lainnya, perlu
mendapatkan intervensi untuk pelahiran. Baik intervensi medis maupun intervensi
bedah. Tingginya tingkat partus abnormal ini juga menunjukkan tingginya tingkat
persalinan lama. Persalinan lama yang kadang juga disebut distosia, di Amerika
Serikat distosia merupakan indikasi dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada
68% pasien yang menjalani operasi seksio sesar primer. 4
3.3 Etiologi
Penyebab distosia, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang
disebabkan oleh 3 faktor yang disebut 3 P, yaitu powers, passenger dan pelvis.
Sebab- sebab distosia dapat dibagi dalam 3 golongan berikut ini: 3
1. Kelainan tenaga (kelainan HIS)/power. His yang tidak normal dalam
kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang
lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga
persalinan mengalami hambatan atau kemacetan
2. Kelainan janin/passenger. Persalinan dapat mengalami gangguan atau
kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
13
3. Kelainan jalan lahir/passage. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan
lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan
kemacetan.
3.4 Klasifikasi
Adapun distosia/persalinan lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola
persalinannya. Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi tiga
kelompok. Yaitu kelainan pada kala I fase laten yang disebut fase laten memanjang,
kelainan pada kala I fase aktif dan kelainan pada kala II yang disebut kala II
memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada kala I fase aktif terbagi lagi menjadi
2, menurut pola persalinannya. Jenis kelainan pertama pada kala I fase aktif disebut
protraction disorder. Kelainan kedua, disebut arrest disorder. 3
Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami
pemanjangan, beberapa literatur juga mengelompokkan persalinan yang lebih lama
menjadi dua kelompok utama, yaitu disproporsi sefalopelfik (cephalopelvic
disproportion/CPD) dan kelompok lainnya adalah failure to progress. Kelompok
pertama memaksudkan lamanya persalinan yang memanjang disebabkan oleh
faktor pelvis ataupun faktor janin. Sementara pada kelompok kedua disebabkan
secara murini oleh gangguan kekuatan persalinan. 3
3.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya partus lama, dapat diterangkan dengan memahami
proses yang terjadi pada jalan lahir saat akhir kehamilan dan saat akhir persalinan.
Dengan memahaminya, kita dapat mengetahui dan memperkirakan factor apa saja
yang menyebabkan terhambatnya persalinan. Pada akhir kehamilan, kepala janin
akan melewati jalan lahir, segmen bawah rahim yang cukup tebal dan serviks yang
belum membuka. Jaringan otot di fundus masih belum berkontraksi dengan kuat.
Setelah pembukaan lengkap, hubungan mekanis antara ukuran kepala janin, posisi
dan kapasitas pelvis yang disebut proporsi fetopelvik (fetopelvic proportion),
menjadi semakin nyata seraya janin turun. Abnormalitas dalam proporsi fetopelvik,
biasanya akan semakin nyata seraya kela II persalinan dimulai. 5
14
Penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelompok utama, disfungsi
uterus murni dan diproporsi fetoplevis. Namun pembagian ini terkadang tidak dapat
digunakan karena kedua kelainan tersebut terkadang terjadi bersamaan. 6
15
Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan persalinan normal
adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviksa adalah fase laten yang sesuai
dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap pembukaan.
Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman)
maksimum, dan fase deselerasi. 3
16
Fase Aktif Memanjang
Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena
kurva-kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan
serviks antara 3-4 cm. Dalam hal ini, fase aktif persalinan dari segi kecepatan
pembukaan serviks tertinggi. Secara konsistensi berawal dari saat pembukaan
serviks 3-4 cm atau lebih, diserati kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan
digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Demikian pula kurva-kurva ini
memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena awal persalinan dapat
secara meyakinkan didiagnosis secara pasti, berapa lama fase aktif harus
berlangsung. 3,
Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada
nulipara adalah 1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalah 1,5 cm/jam.
Secara spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3 4 cm
dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4 jam.
Pengamatan ini mungkin bermanfaat. Sokol dan rekan melaporkan bahwa 25%
persalinan nulipara dipersulit kelainan fase aktif, sedangkan pada multigravida
angkanya adalah 15%.8
Memahami analasisi Friedman mengenai fase aktif bahwa kecepatan
penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks, dan
keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada saat tahap akhir dilatasi
aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8 cm. Friedman membagi lagi masalah
fase aktif menjadi gangguan protraction (berkepanjangan/berlarut-larut) dan arest
(macet, tak maju). 3
Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatran pembukaan atau
penurunan yang lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan pembukaan kurang
dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm per jam. Untuk multipara,
protraksi didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam
atau penurunan kurang dari 2 cm per jam. Sementar itu, ia mendefinisikan arrest
sebagai berhentinya secara total pembukaan atau penurunan. Kemacetan
17
pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam, dan
kemacetan penurunan sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam. 3
Prognosis kelainan berkepanjangan dan macet ini cukup berbeda, dimana
disproporsi sepalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan kelainan protraksi.
Sedangkn disproporsi sefalopelfik terdiagnosa pada 45% ibu dengan persalinan
macet. Ketertkaitan atau faktor lain yang berperan dalam persalinan yang
berkepanjangan dan macet adalah sedasi berlebihan, anestesi regional dan
malposisi janin. Pada persalinan yang berkepanjang dan macet, Friedman
menganjurkan pemeriksaan fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi
sefalopelvik. Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berke3panjangan
adalah penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk
persalinan yang macet tanpa disproporsi sefalopelvik. 8,9
Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO
mengajukan penggunaan partograf dalam tatalksana persalinan. Dimana
berdasarkan partograf ini, partus lama dapat didagnosa bila pembukaan serviks
kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sementara itu, American College of
Obstetrician and Gynecologists memiliki kriteria diagnosa yang berbeda,. Kriteria
diagnosa tersebut ditampilkan pada table dibawah ini. 3
18
perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan
lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin sebaliknya pada seorang ibu,
dengan panggul sempit atau janin besar, atau denan kelainan gaya ekspulsif akibat
anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat memanjang. Kala II
pada persalinann nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila
menggunakan anestesi regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2 jam
pada penggunaan anestesia regional. 3
Selain kriteria diatas, terdapat pula sebuah alat bantu yang dapat mebantu
dalam mempermudah diagnosa persalinan lama. Alat bantu tersebut adalah
partograf. Partograf terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan.
Kedua enis gangguan dalam fase aktif dapat didagnosa dengan melihat grafik yang
19
terbentuk pada partograf. Protraction disorder padafase aktif (partus lama) dapat
didagnosa bila bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam.
Sedangkan arrest disorder (partus macet) didiagnosa bila tidak terjadi penambahan
pembukaan serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun penurunan kepala janin
dalam jangka waktu 1 jam. 9
20
ketuban dan lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu tidak memasuki
fase aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka disarankan agar janin dilahirkan
secara seksio sesarea. 10
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah
kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder
(partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam kelompok
partus tak maju, maka besar kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik. Disarankan
agar dilakukan seksion sesarea. Bila yang terjadi adalah partus lama, maka
dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila kontraksi efisien (lebih dari 3 kali dalam
10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), curigai kemungkinan adanya obstruksi,
malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka penyebabnya
kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat. Tatalaksana yang
dianjurkan adalah induksi persalinan dengan oksitosin. Pada kondisi Kala II
memanjang, perlu segera dilakukan upaya janin. Hal ini dikarenakan upaya
pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat meningkatkan risiko berkurangnya
aliran darah ke plasenta. Yang pertama kali harus diyakini pada kondisi kala II
memanjang adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua
hal tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dengan
oksitosin. 1,10
Bila percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan janin,
maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut tergantung
pada posisi kepala janin. Bila kepala janin teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis
pubis atau ujung penonjolan kepala janin berada di bawah station 0, maka janin
dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum atau dengan forseps. Bila kepala janin
teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala
janin berada diantara station ) dan station -2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi
vakum dan simfisiotomi. Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas
simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diatas station -2,
maka janin dilahirkan secara seksio sesaria. 9
21
3.9 Komplikasi Persalinan lama
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun
bagi anak yang dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat persalinan
lama antara lain adalah: 3
Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama,
terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion menembus
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia
dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion
yang terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari
tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus
dibatasi selama persalinan, terutama apabila terjadi persalinan lama.
Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama
partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan
riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul
semakin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi penurunan, segmen
bawah uterus dapat menjadi sangat teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura.
Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba
sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara
simfisi dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan
perabdominam segera.
Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan
cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan
yang terhambat disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus.
Pada situasi semacam ini, cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu identasi abdomen
dan menandakan akan rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini, kadang-
kadang dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan
secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera
menghasilkan prognosis yang lebih baik.
22
Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak maju
untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak diantaranya dan
dninding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan
sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah
melahirkan dengan timbulnya fistula vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal.
Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala dua yang
berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda selama mungkin,
penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang , kecuali di negara-negara yang
belum berkembang.
Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar
panggul atau persarafan atau fasi penghubungnya merupakan konsekuensi yang
tidak terelakkan pada persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya
sulit.saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapatkan tekanan langsung dari kepala
janin dan tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini
meregangkan dan melebarkan dar panggul, sehingga terjadi perubahan anatomik
dan fungsional otot, saraf dan jaringan ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran
bahwa efek-efek pada otot dasar panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan
inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul.
Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang
besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius. Kaput dapat hempir mencapai dasar
panggul sementara kepala belum engaged. Dokter yang kurang berpengalaman
dapat melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi
forceps.
Molase Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut
molase (molding, moulage). Perubahan ini biasanya tidak menimbulkan kerugian
23
yang nyata. Namun, apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat
menyebabkan ribekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin dan perdarahan
intrakranial pada janin.
3.10 Prognosis
Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak
memperburuk mortalitas dan morbiditas janin ataui ibu, namun Chelmow dkk
membantah anggapan bahwa pemanjangan fase laten tidak berbahaya. 2
24
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Diagnosis
4.1.1. Anamnesis
Teori Kasus
Riwayat Obstetri: pernah Merupakan kehamilan
mengalami persalinan lama, kedua pasien dengan usia
janin besar, CPD kehamilan 37-38 minggu
Riwayat tumor pada jalan lahir Tidak ada riwayat
makrosomia(janin besar),
tumor pada jalan lahir
Teori Kasus
HIS yang tidak adekuat Tinggi badan ibu 155 cm
Antropometri Ibu
Pemeriksaan leopold
- CPD dicurigai pada wanita dengan
tinggi badan kurang dari 158 cm. 7 Leopold I : teraba
- Wanita dengan dwarfisme yaitu bokong,
tinggi badan < 147 cm setelah Pada Palpasi didapatkan
dewasa, umumnya melahirkan TFU= 35 cm
dengan sectio. Leopold II : teraba
25
HIS 1 x 10 5-10
Teori Kasus
Kesempitan PAP, PTP, PBP pada Pemeriksaan dalam :
pengukuran panggul dalam vulvovagina normal, portio
CV < 10 tebal dan lunak, pembukaan
Distansia Interspinarum < 9 cm 2 cm (1 jari longgar),
atau spina ischiadika yang besar ketuban utuh, presentasi
dan menonjol kepala, penurunan hodge I.
Distansia intertuberosum < 8 cm Pemeriksaan panggul
dalam
Promontorium : tidak
teraba
Spina ischiadica agak
menonjol
Distansia
intertuberosum : tidak
dilakukan pemeriksaan
Teori Kasus
Distosia adalah persalinan yang Pasien sudah masuk dengan
abnormal atau sulit dan ditandai keadaan inpartu fase laten dimana
dengan terlalu lambatnya kemajuan
26
persalinan. 30% ibu dengan persalinan ditemukan pembukaan 2 cm saat
berkepanjangan mengalami PDV pukul 12.00
disproporsi sefalopelvik.
Kontraksi uterus (HIS) masih
Kriteria minimum Friedman untuk
belum adekuat (1 x 10 5-10).
fase laten ke dalam fase aktif adalah
kecepatan pembukaan serviks 1,2
Hingga pukul 24.00 His Inadekuat
cm/jam bagi nulipara dan 1,5 cm untuk
(3 x 10 20-30 pembukaan
ibu multipara.
serviks hanya sampai 6-7cm, serta
penurunan janin hanya sebatas
fase laten berkepanjangan sebagai
hodge I
apabila lama fase ini lebih dari 20 jam
pada nulipara dan 14 jam pada
multipara.
1.2 Tatalaksana
Teori Kasus
Secara umum penyebab Setelah kemajuan
persalinan lama dibagi menjadi persalinan diobservasi
dua kelainan yaitu disproporsi selama 8 jam (12.00-
sefalopelvik dan disfungsi uterus 20.00), dilakukan
27
(gangguan kontraksi) akselarasi persalinan
Dianjurkan dilakukan observasi berupa pemberian
selama 8 jam. Bila ibu tidak Oxytosin pada pukul
memasuki fase aktif setelah 20.00. 8tpm. Hingga pokul
delapan jam infus oksitosin, 24.00 (40tpm) kemajuan
maka disarankan agar janin persalinan pada pasien
dilahirkan secara seksio sesarea. yaitu his tidak adekuat (3 x
10 20-30)
pembukaan serviks 6-7
cm, serta penurunan bagian
terendah janin hanya
sebatas HI-II.
Pasien disiapkan untuk
Operasi Sectio Saecaria.
28
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
30