Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Oleh karena itu dibutuhkan penanganan secara cepat dan tepat apabila dijumpai
kasus kehamilan dengan impending eklampsia. Pada makalah ini akan dibahas
sebuah kasus preeklampsia berat disertai tanda-tanda impending eklampsia serta
penatalaksanaan yang dilakukan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Etiologi
Meskipun etiologi terjadinya preeklamsia sampai sekarang belum jelas
namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan dasar terjadinya
preeklamsia.
4
a. Teori Genetik
Dari hasil penelitian dapat diduga preeklamsia merupakan penyakit yang
dapat diturunkan secara resesiv (disebut teori resesiv). Preeklamsia dapat
terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga preeklamsia, seperti ibu
penderita atau saudara perempuan penderita. Telah terbukti bahwa ibu yang
mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami
preeklmapsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami
preeklampsia.
b. Teori Imunologik
Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang
merupakan suatu benda asing. Disebabkan oleh adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang memodulasi sistem imun, sehingga tidak
bereaksi terhadap hasil konsepsi. HLA-G ini berfungsi untuk melindungi
tropoblas dari lisis oleh Natural Killer (NK) ibu. Pada hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di sel
desidua di daerah plasenta, menghambat invasi tropoblas dalam desidua, yang
penting dalam memudahkan vasodilatasi pembuluh darah dan matriks di
sekitarnya.
c. Teori Iskemia Plasenta
Iskemia plasenta pada preeklamsia terjadi karena pembuluh darah yang
mengalami dilatasi hanya terjadi pada arteri spirales di decidua, sedang
pembuluh darah di daerah myometrium yaitu arteri spirales dan arteri basalis
tidak melebar. Pelebaran arteri spirales adalah akibat fisiologik invasi sel
trofoblast ke dalam lapisan otot arteri spirales, sehingga arteri spirales
menjadi menurun tonusnya dan akhirnya melebar. Pada preeklamsia invasi
sel-sel trofoblast ini tidak terjadi sehingga tonus pembuluh darah tetap tinggi
dan seolah-olah terjadi vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan pembuluh darah
ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan darah plasenta sehingga terjadi
iskemia plasenta.
5
2.1.3. Epidemiologi
Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang.
Pada negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 %
6
sampai 0,7 %, sedang di negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu
0,05 % sampai 0,1 %. Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia
merupakan penyebab kematian ibu berkisar1,5 % sampai 25 %, sedangkan
kematian bayi antara 45 % sampai 50 %.2 Eklampsia menyebabkan 50.000
kematian/tahun di seluruh dunia, 10 % dari total kematian maternal.5
2.1.5. Klasifikasi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah kehamilan 20
minggu disertai dengan proteinuria. Preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Preeklampsia Ringan
a) Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang;
atau kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik
15 mmHg.
b) Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
7
c) Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan
1 kg per minggu.
d) Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau mid stream.
2. Preeklampsia Berat
Definisi: preeklamsi dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 gram/24
jam. Dibagi menjadi menjadi dua yaitu preeklamsia berat dengan impending
eklampsia dan preeklamsia berat tanpa impending eklampsia. Pre eklampsia
digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:
a) Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg atau
lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani perawatan di RS dan tirah
baring
b) Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4 dipstik
c) Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.
d) Kenaikan kreatinin serum
e) Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma,
dan pandangan kabur
f) Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen karena
teregangnya kapsula Glisson
g) Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
h) Hemolisis mikroangiopatik
i) Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT
j) Pertumbuhan janin terhambat
k) Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan trombosit
dengan cepat
l) Sindroma HELLP
8
j. Hematologic
Disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbuminemia,
hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole, dan hemolisis akibat
kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan
hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik.
k. Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan.
Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis
sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga
di bawah kapsula hepar dan disebut subskapular hematoma. Subkaspular
hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat
menimbulkan ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.1,2
l. Neurologic
Perubahan neurologic dapat berupa :
Nyeri kepala yang disebabkan oleh hiperperfusi otak, sehingga
menimbulkan vasogenik edema.
Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan
visus. Gangguan visus dapat berupa pandanngan kabur, skotomata,
amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan, dan ablasio retinae
(retinal detachment).
Hiperrefleksi sering dijumpai pada pre-eklampsia berat, tapi bukan faktor
prediksi terjadinya eklampsia.
13
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis dari impending eklampsia dapat ditentukan secara klinis
maupun laboratorium. Secara Klinis3:
a. Nyeri epigastrik
b. Gangguan penglihatan
c. Sakit kepala yang tidak respon terhadap terapi konvensional
14
2.1.8 Komplikasi
a. Penyulit ibu:1,2
Eklampsia
Sistem saraf pusat
Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi
ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retina
detachment dan kebutaan korteks.
Gastrointestinal-hapatika: subskapular hematoma hepar, rupture
kapsul hepar
Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi
Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik,
depresi atau arrest, pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium
Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.
b. Penyulit janin
Penyulit yang terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth
restriction, solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress napas,
15
Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda intrauterine growth restriction (IUGR)
- NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
Adanya tanda-tanda Sindroma HELLP khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat
Pengobatan Medikamentosa :1,5
1. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
2. Infus Dekstrose 5% 20 tetes/menit
3. Pemberian MgSO4
Dosis Awal : Berikan MgSO4 4 g IV (bolus)
Dosis Pemeliharaan : MgSO4 2 g / jam IV
4. Bila tekanan darah 180/110 mmHg diberikan injeksi Clonidin 0,15
mg IV yang diencerkan 10 cc Dekstrose 5% diberikan sama dengan
perawatan konservatif dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 mg.
Terminasi kehamilan5
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar
keadaan obstetric pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
Induksi persalinan dengan drips Oksitosin bila :
- Kesejahteraan janin baik
- Skor pelvik (Bishop) 5
Operasi Seksio Sesarea bila :
- Kesejahteraan janin jelek
- Skor pelvik (Bishop) < 5
Tabel 1. Pelviks skor menurut Bishop1
19
2) Perawatan konservatif
Berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila
kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eclampsia dengan keadaan janin baik.1,5
A. Pengobatan dilakukan di Kamar Bersalin / Ruang Isolasi :5
a. Tirah baring dengan miring ke satu sisi (kiri)
b. Infus Dekstrose 5%, 20 tetes/menit
c. Pasang kateter tetap
d. Pemberian obat anti kejang : Magnesium Sulfat (MgSO4)
Langsung berikan dosis pemeliharaan MgSO4 2 g/jam IV
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium Glukonas
10% (1 gr dalam 10 cc) diberikan IV pelan (3 menit).
- Refleks patella (+)
- Frekuensi pernafasan > 16 x/menit
- Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.
e. Pemberian anti hipertensi (bila tekanan darah 180/110 mmHg)
Injeksi Clonidin 1 ampul (0,15 mg/cc) dilarutkan/diencerkan dalam
larutan Dekstrose 5% 10 cc. Mula-mula disuntikkan 5 cc IV
perlahan-lahan selama 5 menit. Kemudian setelah 5 menit tekanan
darah diukur bila belum ada penurunan, maka diberikan lagi 5 cc IV
perlahan-lahan selama 5 menit. Injeksi Clonidin dapat diberikan tiap
4 jam sampai tekanan darah diastolik normal.
f. Pemeriksaan Laboratorium :
Hb, Trombosit, Hematokrit, Asam Urat
Urine lengkap dan produksi urine 24 jam
Fungsi hati
Fungsi ginjal
20
2.1.10 Prognosis
Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu
antara 9,8 20,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2
48,9%. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan
antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat
mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak,
21
decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung.
Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.2
22
BAB III
LAPORAN KASUS
B. Identifikasi Suami
Nama Suami : Tn. Chandra Buana
Usia : 24 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
3.2. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Os mengeluh Sakit kepala dan mata kabur.
tidur. Os menyangkal ada riwayat darah tinggi sebelum hamil dan saat awal
kehamilan. Os juga menyangkal adanya rasa perut mules menjalar ke
pinggang belakang seperti ingin melahirkan, keluarnnya lendir bercampur
darah dari jalan lahir (-), riwayat keluar air-air dari jalan lahir (-).
E. Riwayat Menstruasi
Usia haid Pertama : 13 tahun
Siklus haid : 30 hari, teratur
Lama haid : 7 hari
Keluhan saat haid :-
HPHT : 20-12-2016
TP : 27-09-2017
F. Riwayat Perkawinan
Lama Pernikahan : 1 tahun
Usia Menikah : 20 tahun
G. Riwayat Kontrasepsi
Belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.
24
H. Riwayat ANC
OS melakukan ANC 3 kali di Puskesmas
B. Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Polip (-/-)
Thoraks : BJ I/II Normal (+), reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), ronchii (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Sesuai status obstetric
Ekstremitas : Akral hangat, edema pretibial dan dorsum pedis
(+/+), CRT < 2 detik
25
C. Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Leopold I : TFU 3 jari dibawah proc.xyphoideus,teraba bokong
Leopold II : Situs memanjang, teraba punggung kiri
Leopold III : Teraba bulat, keras, melenting, kepala
Leopold IV : Konvergen, 5/5
HIS : (-)
DJJ : 138 x/menit
TFU : 24 cm
Pemeriksaan Dalam
Konsistensi porsio : lunak
Posisi : posterior
Pembukaan : kuncup (pembukaan 0 cm)
Pendataran : 0%
Selaput ketuban : belum dapat dinilai
Bagian terbawah : belum dapat dinilai
Penurunan : Hodge I
Penunjuk : belum dapat dinilai
*Bagian terbawah janin adalah kepala diketahui melalui pemeriksaan
leopold III
26
URIN
Urin Rutin
Makroskopis
Warna Kuning kecoklatan Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat Jenis 1,010 1,005-1,030
pH 6,5 4,5-7,5
Protein Urin +++ Negatif
3.6. Tatalaksana
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, dan denyut jantung janin
- Rencana pemeriksaan penunjang laboratorium (pemeriksaan darah rutin
dan urin rutin)
- Rencana operasi SC, 4 September 2017 Pukul 10.00 WIB
- Terapi medikamentosa:
IVFD RL gtt 20 x/menit Inj. Cefotaxim 2x1 gr
Nipedipin tab 3x10 mg Inj. MgSO4 40% 10cc
Inj. Dexamethason 2x6 mg Boka-Boki
1
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien juga didapatkan keluhan mata kabur, sakit kepala hebat, muntah
dan nyeri ulu hati. Diketahui bahwa preeklampsia berat dapat berlanjut menjadi
kondisi impending eklampsia yaitu keadaan jika pada kasus preeklampsia berat
dijumpai tanda-tanda seperti :
1. Nyeri kepala berat
2. Gangguan visus
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. Kenaikan progresif tekanan darah
kalsium ke dalam sel, sehingga akan terjadi vasodilatasi. Aksi ini dapat
menurunkan tekanan darah karena pada pasien yang menderita hipertensi terjadi
peningkatan resistensi perifer dikarenakan tingginya calcium intracellular yang
menyebabkan peningkatan tekanan otot polos arterial.
Saat rawat inap Os juga diberikan kortikosteroid dexametason 2x6mg selama
2 hari untuk pematangan paru pada janin dan selanjutnya dilakukan terminasi
kehamilan. Hal ini sudah tepat dan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
mengatakan Kortikosteroid yang diberikan pada ibu dengan risiko persalinan
preterm secara signifikan menurunkan insiden respiratory distress syndrome (RDS)
pada bayi baru lahir, hasil yang signifikan pada luaran bayi diperoleh apabila
persalinan terjadi setidaknya 48 jam setelah pemberian steroid dan pada usia
kehamilan di atas 24 minggu.8
Pasien kemudian mendapatkan tambahan terapi berupa injeksi MgSO4 40 %
10 cc di bokong kanan bokong kiri kemudian dilanjutkan setiap 6 jam pada bokong
kanan atau bokong kiri. Terapi yang diberikan sudah tepat dimana MgSO4 40 %
sebagai profilaksis antikejang, dimana cara kerja magnesium sulfat belum dapat
dimengerti sepenuhnya. Salah satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan
vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan
uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna
sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam
menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila NMDA
teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron,
yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.7
4
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan uraian mengenai kasus ini, dapat ditarik simpulan sebagai
berikut:
1. Diagnosis awal pada kasus ini adalah G1P0A0 hamil 33-34 minggu
dengan PEB + impending eklampsia, janin tunggal hidup. Sebaiknya
ditambahkan diagnosis persalinan dan melengkapi diagnosis janin,
serta penulisan diagnosis. Sebaiknya, diagnosis awal pada kasus ini
adalah: G1P0A0 hamil 33-34 minggu belum inpartu, Janin Tunggal
Hidup, presentasi kepala dengan PEB + impending eklampsia.
5.2. Saran
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam mendiagnosis dan penatalaksanaan kasus PEB + impending
eklampsia harus tepat agar kondisi ibu dan janin tidak lebih memburuk
dan dapat menimbulkan komplikasi.
2. Dapat dilakukan edukasi kepada ibu hamil agar Ibu hamil lebih rutin
untuk melakukan pemeriksaan kehamilan walau sudah memasuki
kehamilan tua. Sehingga apabila terjadi suatu keanehan dalam
kehamilan bisa langsung dilakukan pengobtan.
5
DAFTAR PUSTAKA