You are on page 1of 12

1.

Pengertian
Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam
cairan dan cairan tersbut terhisap masuk ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru. Pada
umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun
karena ada faktor-faktor lain seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah
pengaruh obat, atau bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan
(Wilianto, 2012). Hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan
fisiologi tubuh akibat tenggelam tetapi tidak terjadi kematian (Onyekwelu, 2008).
Near drowning didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang masih
bertahan hidup setelah mengalami sufokasi (kekurangan napas) akibat tenggelam
dalam air atau cairan lain. Sedangkan drowning sendiri didefinisikan sebagai
kematian sekunder karena asfiksia (sesak nafas) saat tenggelam dalam cairan,
biasanya air, dalam 24 jam setelah kejadian (Banerjee dalam Rauuf (2008).
Drowning (tenggelam) adalah masuknya cairan ke dalam saluran napas yang
mengakibatkan gangguan pertukaran udara di alveoli dan dapat terjadi mati lemas
(Arif Mansjoer, 2000)
Menurut WHO (2015), tenggelam merupakan gangguan sistem pernafasan
akibat terendam dalam media yang cair. Konsensus terbaru menyatakan definisi
terbaru dari tenggelam harus mencakup kasus fatal dan non fatal. Dampak tenggelam
dapat berupa kematian, morbiditas, dan non morbiditas. Ada juga konsensus yang
menyatakan bahwa istilah basah, kering, aktif, pasif, diam, dan menengah seharusnya
tidak digunakan lagi.
Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran
nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian.
Definisi tenggelam mengacu pada adanya cairan yang masuk hingga menutupi
lubang hidung dan mulut, sehingga tidak terbatas pada kasus tenggelam di kolam
renang, atau perairan seperti sungai, laut, dan danau saja, tetapi juga pada kondisi
terbenamnya tubuh dalam selokan atau kubangan dimana bagian wajah berada di
bawah permukaan air (Putra, 2014).
2. Klasifikasi
Klasifikasi tenggelam menurut Levin (dalam Arovah, 2009) adalah :

a. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban


1). Typical Drowning
Kondisi ketika cairan masuk ke dalam saluran pernapasan saat korban tenggelam.

2). Atypical Drowning

a). Dry Drowning yaitu Cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan hanya
sedikit bahkan tidak ada.

b). Immersion Syndrom yaitu Terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke
dalam air dingin (suhu < 20C), menyebabkan terpicunya reflex vagal sehingga
mengakibatkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah
kapiler dan mengarah ke terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi
serebaral.

c). Submersion of the Unconscious yaitu Sering terjadi pada korban yang
menderita epilepsy atau penyakit jantung khususnya coronary atheroma,
hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air.

d). Delayed Dead yaitu Kondisi ketika seorang korban masih hidup setelah lebih
dari 24 jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.

b. Berdasarkan Kondisi Kejadian


1). Tenggelam (Drowning)
Penderita meneguk air dalam jumlah yang banyak hingga air masuk ke dalam
saluran pernapasan. Bagian apiglotis akan mengalami spasme yang
mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup dan hanya dapat dilalui oleh udara
yang sangat sedikit.
2). Hampir Tenggelam (Near Drowning)
Kondisi korban masih bernafas dan membatukkan air keluar.

3. Etologi
Terdapat beberapa penyebab tenggelam antara lain (Levin dalam Arovah, 2009) :

a. Kemampuan fisik yang terganggu akibat pengaruh obat


b. Ketidakmampuan fisik akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang

4. Patofisiologi
Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu
tenggelam. Keadaan terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan
adanya gasping dan kemudian aspirasi, dan diikuti dengan henti nafas (apnea)
volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan asidosis yang persisten dapat
menyebabkan korban beresiko terhadap henti jantung dan kerusakan sistem syaraf
pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena
asfiksia membuat relaksi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan
edema paru.
Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut.
Pada tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan pada air
laut adalah hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga
menyebabkan hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan
hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi
dan hipertonis.

Aspirasi air yang masuk kedalam paru dapat menyebabkan vagotonia,


vasokontriksi paru, dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan
menggangu stabilitas alveolus dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air
segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan,
air garam dapat menghilangkan surfaktan, dan menghasilkan cairan eksudat yang
kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan membran basal alveolar sehingga
menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan penurunan
volume darah dan peningkatan konsentasi elektrolit serum.

Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor
yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu,
ventilasi, perfusi, dan oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat
survival korban.

a. Perubahan Pada Paru-Paru


Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 90% pada
korban hamper tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi
perjalanan klinis penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk
dan bahan asing lain dapat memberi cedera pada paru dan atau menimbulkan
obstruksi jalan nafas.

b. Perubahan Pada Kardiovaskuler


Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat.
Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau
karena hipoksia. Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir
tenggelam sebagian besar akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial
(PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-basa.

c. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat


Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi
penyebab kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi
otak dapat berlanjut akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan
tekanan intra kranial akibat edema serebral.Kesadaran korban yang tenggelam
dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2 3 menit
setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4 10
menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah 8
10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi
kemudian bangun dalam

d. Perubahan Pada Ginjal


Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria,
oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular
nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan
aliran darah ke ginjal.

e. Perubahan Cairan dan Elektrolit


Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu
menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang
diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan
elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan perubahan elektrolit dan
perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya. Hipernatremia
dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak. Sedangkan
aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan
hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat
hipoksia yang luas.

5. Pathway
6. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang sering muncul ialah tanda dan gejala sistem
kardiorespiratori dan neurologi. Distres respiratori awalnya tidak terlihat, hanya
terlihat adanya perpanjangan nilai RR tanpa hipoksemia. Pasien yang lebih parah
biasanya menunjukkan tanda hipoksemia, retraksi dinding dada, dan suara paru
abnormal. Manifestasi neurologi yang muncul seperti penurunan kesadaran, pasien
mulai meracau, iskemik-hipoksia pada sistem saraf pusat sehingga menunjukkan
tanda peningkatan ICP (Elzouki, 2012).

Sedangkan menurut sumber lain, manifestasi drowningyang muncul antara lain:


a. Frekuensi pernafasan berkisar dari pernapasan yang cepat dan dangkal sampai
apneu.
b. Syanosis
c. Peningkatan edema paru
d. Kolaps sirkulasi
e. Hipoksemia
f. Asidosis
g. Timbulnya hiperkapnia
h. Lunglai
i. Postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi
j. Koma dengan cedera otak yang irreversible

Tanda-tanda yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :


a. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah
b. Lebam mayat biasanya sianotrik kecuali mai tenggelam di air dingin berwarna
merah muda
c. Kulit telapak tangan/telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer
womans hands/feet)
d. Kadang terdapat cutis anserine/goose skin pada lengan, paha dan bahu mayat
e. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth)
yang bersifat melekat
f. Bila mayat dimiringkan, cairan akan keluar dari mulut/hidung
g. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air/bahan setempat berada
dalam genggaman tangan mayat
h. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti
i. Saluran napas mayat berisi buih, kadang berisi lumpur, pasir.
j. Lambung mayat berisi banyak cairan
k. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli
l. Organ dalam mayat mengalami kongesti

7. Pemeriksaan Diagnostik
Pasien dengan drowning harus melakukan X-ray dada dan monitoring saturasi
oksigen.Radiografi dada mungkin menunjukkan perubahan akut, seperti infiltrasi
alveolar bilateral.Selain itu, pemeriksaan sistem saraf pusat, EKG, dan analisis gas
darah juga diperlukan (Elzouki, 2012). Berikut pemeriksaan diagnostic lainnya yaitu:
a. Laboratorium
b. ABG + oksimetri, methemoglobinemia dan carboxyhemoglobinemia CBC
prothrombin time, partial thromboplastin time, fibrinogen, D-dimer, fibrin
c. Serum elektrolit, glukosa, laktat, factor koagulasi
d. Liver enzymes :
e. Aspartate aminotransferase dan alanine minotransferase,
f. Renal function tests (BUN, creatinine)
g. Drug screen and ethanol level
h. Continuous pulse oximetry and cardiorespiratory monitoring
i. Cardiac troponin I testing
j. Urinalisis
k. Imaging:
l. Foto thoraks : bukti aspirasi, edema pulmo, atelektasis, benda asing, evaluasi
penempatan endotrakea tube
m. CT scan kepala dan servikal bila curiga trauma
n. Extremity, abdominal, pelvic imaging bila ada indikasi
o. Echocardiography jika ada disfungsi miokard
p. EKG
q. Kateter swan-ganz untuk monitor cardiac output dan hemodinamik pada pasien
dg status CV tidak stabil atau pasien yang membutuhkan pengobatan inotropic
multiple dan vasoaktif

8. Penatalaksanaan

Algoritma Drowning sebagai berikut:


a. Bantuan Hidup Dasar
Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan
fokus utama pada perbaikan jalan nafas dan oksigenesasi buatan. Penilaian
pernapasan dilakukan dengan tiga langkah, yaitu:

1) Look yaitu melihat adanya pergerakan dada


2) Listen yaitu mendengar suara nafas
3) Feel yaitu merasakan ada tidaknya hembusan nafas

Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernafas
dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu
pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas
buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian nafas
buatan untuk mengurangi hipoksemia. Melakuakn pernapasan buatan dari mulut
ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban saat
pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dianjurkan hingga 10-
15 kali sekitasr 1 menit. Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak
sadar dan tidak bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam
mengalami henti jantung akibat hipoksia.

b. Bantuan hidup lanjut


Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan
tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau
tabung oksigen. Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah
pemberian oksigen ini keadaan korban belum membaik maka dapat dilakukan
intubasi trakeal.
Dalam Raoof (2008), penatalaksanaan pasien dengan neardrowning umumnya
terbagi menjadi tiga fase, antara lain perawatan prehospital, perawatan unit gawat
darurat, penatalaksanaan rawat inap.
1). Perawatan pre hospital
Pada fase ini, penatalaksanaan difokuskan pada Airway (A), Breathing (B),
dan Circulation (C).Pasien harus dipindahkan dari air secepatnya, namun
menyelamatkan pernafasan dapat dimulai walau korban masih berada
di air.Cara memindahkan pasien harus benar dengan meminimalkan gerakan pada
leher pasien untuk menghindari terjadinya cedera medula spinal.Ketika pasien
telah berada di permukaan yang datar, segera dilakukan CPR ketika nadi
tidak teraba.Akan tetapi, nadi mungkin lemah dan sulit teraba pada korban yang
mengalami hipotermia karena bradikardi dan atrial fibrilation (AF).Heimlich
Maneuver tidak banyak menguntungkan bila digunakan untuk mengeluarkan air
yang tertelan, teknik ini seharusnya hanya digunakan saat penyebab obstruksi
jalan nafas adalah benda asing. Oksigen tambahan (100%) dapat diberikan jika
tersedia.Pasien yang mengalami apneu harus dilakukan intubasi sesegera
mungkin.
2). Perawatan di unit gawat darurat
Ketika pasien sudah dipindah ke unit gawat darurat, harus dilakukan
pengkajian ulang secara hati-hati untuk mengetahui adanya tanda-tanda trauma
seperti trauma spinal, trauma dada, atau trauma abdomen.Pengkajian status
neurologi termasuk reflek batang otak dan GCS diperlukan untuk memastikan
prognosis pasien.

Pakaian yang basah harus dilepas, pasien dengan hipotermia harus


dihangatkan dengan menggunakan berbagai cara. Seperti selimut hangat, bantalan
pemanas, mandi air hangat, teknik forced warm air.Kadang-kadang peritoneal
lavage dan pleural lavage dengan larutan hangat juga digunakan.

Oksimetri nadi dan EKG digunakan untuk mendeteksi hipoksia dan aritmia
jantung. Analisis gas darah arteri, serum elektrolit, level etanol, pemeriksaan urin
biasanya dilakukan. Cervical spine imaging, radiografi dada, CT scan dilakukan
jika dicurigai adanya trauma.Pasien yang sudah terlihat membaik dapat
dipulangkan setelah dilakukan monitoring selama 7 sampai 12 jam.Pasien dengan
distres respiratori berat dan perubahan status mental diperlukan intubasi dan
ventilasi mekanik.

3. Perawatan rawat inap


Tujuan dari penatalaksanaan di rumah sakit ialah untuk mencegah cedera
neurologi sekunder, iskemia yang menetap, hipoksemia, edema serebral, asidosis,
dan abnormalitas elektrolit.Pasien dengan hipotermia diperlukan resusitasi sampai
suhu mencapai 32 atau 35oC. Pasien dengan hipotensi dilakukan resusitasi cairan
dan diberikan obat inotropik bila perlu. Radiografi dada biasanya menunjukkan
gambaran normal sampai edema pulmonar yang menyebar. Pneumonia pada
pasien diobati dengan antibiotik spektrum luas.
9. Komplikasi
Menurut Flags (2008) dan Szpilman (2012), setelah kejadian near-drowning,
seorang pasien beresiko terjadinya komplikasi seperti:
a. Hipoksia atau iskemik injuri cerebral
b. ARDS (acute respiratory distress syndrome)
c. Kerusakan pulomal sekunder akibat respirasi
d. Cardiak arrest
e. Anoksia
f. Shock
g. Myoglubinuria
h. Insufisiensi ginjal
i. Infeksi Sistemik dan intravaskuler koagulasi juga dapat terjadi selama 72 jam
pertama setelah resusitasi.
Ada juga komplikasi lain dari drowning yaitu:
a. Neurologic injury
b. Pulmonary edema and ARDS
c. Secondary pulmonary infection
d. Multiple organ system failure
e. Acute tubular necrosis (secondary to hypoxemia)
f. Myoglobinuria
g. Hemoglobinuria

You might also like