Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya
disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau
kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem
pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional
(SKN), 2001, 27,6 %, kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan
pneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah: pneumonia
yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,
tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens
kolonisai bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan
respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai
penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae
dan Haemophilus influenzae. Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita
1
bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit
ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya
penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak
sempurna.
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada
berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya
organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya
bronkopneumonia ini.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli
histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh
berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies
bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing.
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Pneumonia adalah infeksi
saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak
dibedakan menjadi:
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial
3. Bronkopneumonia
3
Gambar 1. jenis-jenis pneumonia
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-
paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus,
2.2 EPIDEMIOLOGI
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN)
4
2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah: pneumonia
yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi,
tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens
kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi
2.3 ETIOLOGI
jamur, parasit ) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan
asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug or
radiation induced pneumonitis.6,9 Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan
penting pada perbedaan dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi,
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber
5
infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu.
Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp,
atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus
pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses
persalinan sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat
terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan penelitian pada pneumonia
anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan
bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak menyebabkan pneumonia antara lain adalah
Respiratory Synctial Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang
infeksi bakteri yang lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun.
Namun, secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data
6
Listeria moonocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks
7
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI. Jakarta:Cetakan Kedua;350-
365
2.4 PATOGENESIS
Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme yang
menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan
jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia,
melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian
ventilator oleh Enterobacter dan P. aeruginosa. Pada masa sekarang, terlihat perubahan pola
kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat menimbulkan
reseptor bagi flora normal gram positif orofaring. Hilangnya fibronektin menyebabkan
reseptor pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram negative. Sumber basil gram negative
dapat berasal dari lambung pasien sendiri atau alat respirasi yang tercemar.
terjadi pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau pada
pasien dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainya
8
adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau luka tusuk dada
penyebab infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus sisitial pernafasan sering terdapat pada
bayi berusia dibawah 6 bulan. H. influenza pada anak berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun,
M. pneumonia dan C. pneumonia pada orang dewasa muda dan H. influenza serta M.
catarrhalis pada pasie lanjut usia dengan penyakit paru kronis. H. influenza juga lebih sering
didapatkan pada pasien perokok. Bakteri gram negative lebih sering pada pasien lansia.
asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan
Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II.
invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus
ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan
reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
9
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru.
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
Gambar 3. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)
10
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
11
Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi
komplikasi sehingga perlu dirawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis
pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang
luas, gejala klinis yang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur
diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi,
Sakit kepala
Gelisah
Malaise
12
Kadang kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
Sesak nafas
Retraksi dada
Takipnea
Air hunger
Merintih
Sianosis
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak anak. Bila terdapat batuk, batuk
berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti
vokal fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup
pada daerah yang terkena, suara napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi
pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu
terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
2.6 DIAGNOSIS
13
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriskaan mikrobiologis dan / atau serologis
merupakan dasar yang optimal. Akan tetapi, penemunan bakteri penyebab tidak selalu mudah
karena memerlukan laboratorium menunjang yang memadai. Oleh karena itu pneumonia
pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem
respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah
demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas
Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara
berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan
berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan
menghitung napas anak dalam 1 menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai
dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas
( retraksi epigastrium ). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan 5 tahun adalah tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan
pedoman tersebut:
Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan 5 Tahun.
Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun
Pneumonia berat
bila ada sesak napas
14
ada napas cepat dengan laju napas
Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah
terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok
Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia dapat
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat
15
b. pada usia 1 tahun 5 tahun : 40 kali / menit
2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
Napas cepat
o crackles ( ronki )
16
kejang, letargi, atau tidak sadar
sianosis
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia
infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya
PMN berkisar antara 300 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa
anemia ringan dan laju endap darah ( LED ) yang meningkat. Trombositopeni
umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak dapat membedakan antara infeksi
17
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat
mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat
diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi
virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda, dimana kadar
CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis
3. Uji Serologis
bakteri tipik mempunyai sensitivitas yang rendah dan secara umum tidak
4. Pemeriksaan Mikrobiologis
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.
kuman ditemukan dalam darah, cairan pleura, atau aspirasi paru, kecuali pada
tambahan, misalnya efusi pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak
klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama
toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk
disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Bila berat dapat terjadi patchy
cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan
19
Bronkopneumonia : ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak bercak infiltrat halus yang dapat meluas
peribronkial.
Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu
paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan
pneumonia pada anak terbanyak di paru kanan, terutama lobus atas. Bila
ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut
berbagai ukuran.
Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada
beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen toraks
20
pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia
toraks yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis. Meskipun tidak terdapat
gambaran foto toraks yang khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular
fokal pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh infeksi Mikoplasma.
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya
1. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. panas badan
21
1. Pneumonia lobaris
Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang
pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39 40 oC dan biasanya tipe kontinua.
Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut dan
nyeri dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat
2. Bronkioloitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping
hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus
Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba tiba, wheezing
4. Tuberkulosis
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif
( > 10 mm atau pada keadaan imunosupresi > 5 mm ), demam 2 minggu atau lebih,
batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun,
tulang/sendi punggung, panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan
22
5. Atelektasis
seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan dangkal,
takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser
6. Gagal Jantung
2.10 PENATALAKSANAAN
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi terutama
makan/minum. Atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi. Dan terutama
pengobaatan kausal dengan antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan
suportif meliputi pemberian cairan intavena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat
pneumonia.
23
1. Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan
sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda
gagal nafas.
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan rumatan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan,
kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat
dipuasakan, tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oral dapat segera diberikan.
Pemberian asupan oral diberikan bertahap melalui NGT (selang nasogastrik) drip susu
atau makanan cair. Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan
rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal untuk
asidosis metabolik.
5. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan lainnya serta
misalnya amoksisilin atau kotrimoksasol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat
diberikan antibiotic tunggal oral dengan efektivitas yang mencapai 90%. Dosis amoksisilin
baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakn sebagai terapi alternative beta-laktam
24
untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap
kloramfenikol. Jika tidak responsive dapat diberikan antibiotic lain seperti, gentamisin,
amikasin atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotic
diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak
mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis,
antibiotic yang direkomendasikan adalah antibiotic spectrum luas seperti kombinasi beta-
sudah stabil, antibiotic dapat diganti dengan antibiotic oral selama 10 hari.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotic yang direkomendasikan adalah antibiotic
2.11 KOMPLIKASI
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah
empiema apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada
yang mendukung (bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada
perkusi, gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada).
Efusi pleura, abses paru dapat juga terjadi. Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi
miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan
gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena
25
miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan
2.12 PROGNOSIS
dapa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein dan
datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah
lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua duanya bekerja sinergis,
maka malnutrisi bersama sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar
dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
2.13 PENCEGAHAN
Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan pneumonia.
Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak, pertuis dan varisela sehingga
imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan penyakit tersebut akan membantu
Serikat. Vaksin ini memberikan perlindungan terhadap penyakit yang umum disebabkan oleh
26
Unites States ternyata mampu menurunkan bacteremia yang disebabkan secara keseluruhan
untuk semua anak dengan resiko tinggi yang berumur 6 bulan dan pada usia tua. Untuk
pneumonia, AAP juga merekomendasikan vaksinasi untuk semua anak usia 6 bulan sampai
polusi udara, membatasi penularan terutama di rumah sakit misalnya dengan membiasakan
cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan
bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Alsagaff Hood, Mukty H.Abdul.Pneumonia. Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru.
2. Garna H dan Heda M.2005. Pneumonia Dalam Pedoman Diagnosis Dan Terapi 3rd
3. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed.
4. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS,
et. al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit
5. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia
6. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000.
Hal. 74 92
7. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses proses Penyakit. Vol 2. 6th
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 810
8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.
9. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit:
28