You are on page 1of 40

BAB I

KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 10 bulan
Agama : Islam
Alamat : Jatimulya 3 / 6
MRS : 16 Oktober 2017

Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan utama
BAB cair
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Suradadi dengan BAB cair >5x/ hari selama 4 hari.
Lendir (+) darah (-) Demam sejak 4 hari, demam naik turun. Minum (-) sedikit.
Muntah (-) BAK sedikit. Riw kejang (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah dirawat karena keluhan seperti ini.
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa pasien
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya untuk keluhan yang
sekarang, namun belum ada perbaikan
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan, makanan
dan cuaca.
II. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak lemas, kesadaran compos mentis,
frekuensi nadi 138 kali/menit
pernapasan 35 kali/menit
suhu 41,7oC
SpO2 100%

1
BB 7 kg
Kepala: Bentuk normocephal, simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, hematom
(-)
Mata. konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-) ,pupil isokor kanan dan kiri, refleks
cahaya positif pada kedua mata, mata cowong (+/+)
Hidung. Septum di tengah, tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (-), sekret (-).
Mulut.Mukosa bibir kering (+) lidah (-), faring dan tonsil tidak hiperemis
Leher.Pada inspeksi bentuk normal, pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah (-),
JVP tidak meningkat
Thoraks.Pada inspeksi bentuk dada kanan dan kiri sama, pergerakan nafas kanan dan
kiri sama, iktus kordis tidak terlihat, auskultasi pernafasan vesikuler (+/+), ronkhi (-/-
),wheezing (-/-), bunyi jantung I-II reguler, murmur (-) gallop (-/-).
Abdomen. Pada inspeksi supel, perut tampak datar, , hepar dan lien tidak teraba,
perkusi seluruh lapang abdomen timpani, auskultasi bising usus meningkat (+)
Pinggang. Nyeri ketok CVA (-/-)
Ekstremitas. Akral dingin (+/+), CRT >2 detik

III. Hasil Pemeriksaan laboratorium (16 Oktober 2017)


18 Juli 2017 Hasil Nilai Rujukan
MCH 23,6 pg 27-35 pg
MCHC 34,3 g/dL 30-40 g/dL
MCV 68,8 fl 80-100 fl
Leukosit 12.700/mm3 4.000 10.000/mm3
Eritrosit 3,53 x 106/mm3 4.25 5.40/mm3
Hemoglobin 8,3 g/dL 12.0 16.0
Hematokrit 24,2 % 37.0 47.0
Trombosit 143 x 103/mm3 150.000 450.000/mm3

IV. Diagnosis
Diare akut dehidrasi berat
Anemia defisiensi besi

V. Penatalaksanaan
Terapi IGD
2
Inf RL 30 cc/kg dalam 30 menit = 210 cc
Inf RL 70 cc/kg dalam 2,5 jam = 490 cc
Selanjutnya 20 tpm mikro
Inj sanmol 3 x 100 mg
O2 1 lpm nasal kanul
PO :
L-bio 2x1 sach
L-Zinc syr 1 x 10mg
Pro HCU

Konsul dr. Septiana Sp.A


Inj Lapixime 3x300 mg
Inj Sanmol 4x120 mg
L-Zinc 1x2 sach

VI. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

3
Follow up (17 Oktober 2017)
S O A P
Muntah 2x KU/Kes: S.sedang/CM Diare akut IVFD RL 20 tpm mikro
dehidrasi berat
Demam (+) RR: 35 x/menit Inj Lapixime 3x300 mg
Anemia
BAB cair HR: 132 x/menit Defisiensi Besi Inj Sanmol 4x120 mg
1x Spo2: 100% L-Zinc 1x2 sach
Suhu 37,5 C O2 aff
Mata: ca -/-, SI-/- Pindah ruang biasa
Thorax: Cor BJ1=2 reg
Pulmo VBS +/+, Rh-/-,
Wh -/-
Abd: supel, NTE +

4
Follow up (18 oktober 2017)
S O A P
Muntah 1x KU/Kes: S.sedang/CM Diare akut IVFD RL 20 tpm mikro
dehidrasi berat
Demam (+) RR: 35 x/menit Inj Lapixime 3x300 mg
Anemia
BAB cair (- HR: 132 x/menit Defisiensi Besi Inj Sanmol 4x120 mg
) Spo2: 100% L-Zinc 1x2 sach
Suhu 37,4 C
Mata: ca -/-, SI-/-
Thorax: Cor BJ1=2 reg
Pulmo VBS +/+, Rh-/-,
Wh -/-
Abd: supel, NTE -

5
Follow up (19 oktober 2017)

S O A P
Muntah (-) KU/Kes: S.sedang/CM Diare akut IVFD RL 20 tpm mikro
dehidrasi berat
Demam (-) RR: 35 x/menit Inj Lapixime 3x300 mg
Anemia
BAB cair (- HR: 132 x/menit Defisiensi Besi Inj Sanmol 4x120 mg
) Spo2: 100% L-Zinc 1x2 sach
Suhu 37,4 C
Mata: ca -/-, SI-/-
Thorax: Cor BJ1=2 reg
Pulmo VBS +/+, Rh-/-,
Wh -/-
Abd: supel, NTE -
BLPL
Obat pulang
Cefilla syr 2x1 cth
L-Bio 2x1 sach
L-Zinc 2x1 cth

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

DEFINISI
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih
dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau
normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang
dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.1

EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di
Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena
diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17%
kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia hasil Riskesdas 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%
dibanding pneumonia 24% untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2%
dibanding pneumonia 15,5%.1

CARA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO


7
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 4F
= fingers, flies, fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita
campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI.
Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya
kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi
atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit
pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik
yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus,
bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan
penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub tropik,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik (termasuk
Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan

8
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung
meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi
yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia.
Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera 0.1 biotipe Eltor telah
menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia< Timur Tengah dan di
beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella
dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di
Afrika tengah dan Asia selatan. Pada akhir tahun 1992, dikenal dtrain baru Vibrio cholera
0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1

ETIOLOGI
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman patogen
telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang disarana
kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi
tidak kurang dari 2 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit.
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh
bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan / atau
translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammtory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang
menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah
sebagai berikut:
Golongan Bakteri :
1. Aeromonas 8. Salmonella
2. Bacillus cereus 9. Shigella
3. Campylobacter jejuni 10. Staphylococcus aureus
4. Clostiridium perfringens 11. Vibrio cholera
5. Clostiridium defficile 12. Vibrio parahaemolyticus
6. Escherichia coli 13. Yersinia enterocolitica
7. Plesiomonas shigeloides
Golongan Virus :
1. Astovirus 2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
9
3. Enteric adenovirus 6. Norwalk virus
4. Coronavirus 7. Herpes simplex virus*
5. Rotavirus 8. Cytomegalovirus*
Golongan Parasit :
1. Balantidium coli 5. Giardia lamblia
2. Blastocystis homonis 6. Isospora belli
3. Cryptosporidium parvum 7. Strongyloides stercoralis
4. Entamoeba histolytica 8. Trichuris trichuria
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak,
yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan
diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus
pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukka berbagai tingkat penumpulan villus dan
infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak
berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum
penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah
gastroenteritis, walaupun pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama
infeksi virus Norwalk.
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus
halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus
yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matag sehingga
fungsinya belum baik. villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan
makanan dengan baik. selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan
beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare
osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi, yang
mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti
transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam
amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai
enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupaka pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan
demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan
10
rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks,
terutama laktosa.
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun penderita
terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal. Kenaikan kerentanan bayi
(dibanding dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa) sampai morbiditas berat dan
mortalitas gastroenteritis virus dapat berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan
fungsi cadangan usus, tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan
hospes nonspesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat memperbesar
permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan menaikkan risiko
alergi makanan.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut sarat otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri
ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
antara lain:

Kesulitan makan - Thyrotoksikosis


Defek Anatomis - Penyakit Addison
- Malrotasi - Sindroma Adrenogenital
- Penyakit Hirchsprung Keracunan makanan
- Short Bowel Syndrome - Logam Berat
- Atrofi mirovilli - Mushrooms
- Stricture Neoplasma
Malabsorpsi - Neuroblastoma
- Defisiensi disakaridase - Phaeochromocytoma
- Malabsorpsi glukosa galaktosa - Sindroma Zolliger Ellison
- Cystic fibrosis Lain-lain :
- Cholestosis - Infeksi non gastrointestinal
- Penyakit Celiac - Alergi susu sapi
Endokrinopati - Penyakit Crohn
11
- Defisiensi imun
- Colitis ulserosa
- Gangguan motilitas usus
- Pellagra1

12
MEKANISME DIARE
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorbsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-
infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang
saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon
lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di
usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila
fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau
sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas,
inflamasi dan imunologi.
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti
celiac sprue, atau karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisiensi pada anak yang
lebih besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pad
ausus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara
lumen usus dan darah aka pada segmen usus jejunum yang bersifat
permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejunum, sehingga air akan
banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke
dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang
besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan

13
diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose,
laktose, maltose di segmen illeum dan melebihi kemampuan absorpsi
kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus
buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan,
akan memberikan dampak yang sama.
2. Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam
amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen
usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat
disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau
Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel
disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik
penyakit yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atropi villi. Lebih
lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan
enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal
membran brush border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti
protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insuficiensi eksokrin
pannkreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan
diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya
menyebabkan maldigesti, malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare
osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein dan karbohidrat
dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan
diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare
tersebut dapat disebabkan malabsorbsi karbohidrat oleh karena kerusakan
difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital
laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide
(misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada
hipermotalitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah
besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum
yang tinggi KH, setelah mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare.
Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan

14
gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi
laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan
sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi
villi.
Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri
dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu
bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan
fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion,
akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peingkatan pompa
natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-
ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar xAMP intraseluler,
meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan
sek mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit
malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crohn dapat menyebabkan
kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu,
lemak.
Blood-Borne Secretagogues
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya disebabkan
enterotoksin E coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di
negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan
disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang
menghasilkan hormon seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat
disebabkan neopplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP,
Polipeptida panreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhe
hypokalemia achlorhydria (WDHA)). Diare yang disebabkan tumor ini
termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan

15
mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat dan
dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare.
Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang
menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan
malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery
diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada aksus kolon iritable pada
bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit,
mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe
diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan
kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan
mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorbsi yaitu cytoskeleton dan
perubahan susunan protein. Peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak
pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu
perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu
bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga
akan menyebabkan hipersekresi chlorida yang akan diikuti natrium dan air.
Sebagai contoh C. Difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun
protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight
junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan
EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.

16
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III
dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan
alergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati,
sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss
enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan
respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi
akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan
melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi komplek antigen-antibodi dalam
jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen. Komplemen
yang diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang
akan merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi
tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat peran antibodi.
Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel
Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF,
MAF dan IFN- oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan
menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa
berkurang akibat kerusakan jaringan, merngsang sekresi klorida diikuti oleh
natrium dan air.1,2

MANIFESTASI KLINIS
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga meninngkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi

17
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara
lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis,
pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala neurologik dari
infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium
glutamat) hipotoni dan kelemahan otot (C. botulinum).
Manifestasi immun mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya
sembuh, contoh:
Tabel 1. Manifestasi immun mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait
Manifestasi Enteropatogen terkait
Reactive arthritis Salmonella, Shigella, Yersinia, Camphylobacter,
Clostridium difficile
Guillain Barre Syndrome Camphylobacter
Glomerulonephritis Shigella, Camphylobacter, Salmonella
IgA nephropathy Camphylobacter
Erythema nodusum Yersinia, Camphylobacter, Salmonella
Hemolytic anemia Camphylobacter, yersinia
Hemolytic Uremic Syndrome S. dysentrie, E. coli
Bila terjadi panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta
rektum menunjukkan terkenanya usus besar.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian
atas seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporodium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.1-3

18
Tabel 2. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab
Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
klinik
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Jarang + - Sering
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp
kramp kolik kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu + Busuk + Tidak Amis
khas
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- Seperti
hijau hijau berwarna hijau air
cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain Anorexia Kejang + Sepsis + Meteorismus Infeksi +
sistemik

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah.
Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang,

19
jarang atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman
yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai
seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan lain yang telah dilakukan
ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau
ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen
dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun cekung atau tidak, mata:
cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan
lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.
Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Score Maurice King, kriteria
MMWR dan lain-lain dapat dilihat pada tabel berikut.1,3
Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat, Kehilangan
dehidrasi, kehilangan Sedang, Kehilangan BB BB >9%
BB <3% 3%-9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apathis, letargi, tidak sadar
irritable
Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardia pada
kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil, tidak teraba
Pernapasan Normal Normal cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan llidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Cappillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotik

20
Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995


Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau tidak
haus banyak bisa minum
Periksa: turgor kulit Kembali cepat *Kemballi lambat *Kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan: Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan / Dehidrasi berat
sedang Bila ada 1 tanda * ditambah
Bila ada 1 tanda * 1 atau lebih tanda lain
ditambah 1 atau lebih
tanda lain
Terapi: Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

Tabel 5. Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan Maurice


King (1974)
Bagian tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan
diperiksa 0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, koma atau
apatis, ngantuk syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140
hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel
kemudian di jumlahkan.
Nilai: 0-2 = Ringan 3-6 = Sedang 7-12 = Berat
3. Laboratorium

21
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap,
kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja : pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi
bakteri yang menghasikan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E. histolytica, B.
coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam
tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang
berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptosporidium dan Strongyloides.1
Tabel 6. Test laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen
Test Laboratorium Organisme diduga / identifikasi
Mikroskopik : Lekosit pada tinja Invasive atau bakteri yang memproduksi
sitotoksin
Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytika, Cryptosporodium,
I. Belli, Cyclospora
Rhabditiform lava Stongyloides
Spiral atau basil gram (-) berbentuk S Campylobacter jejuni
Kultur tinja: Standar E. coli, Shigella, Salmonella,
Camphylobacter jejuni
Spesial Y. enterocolitica, V. Cholerae, V.
Parahaemolyticus, C. difficile, E.. coli, O 157

22
:H7
Enzym imunoassay atau latex aglutinasi Rotavirus, G. Lamblia, enteric adenovirus, C.
difficile
Serotyping E. coli, O 157 : H 7, EHEC, EPEC
Latex aglutinasi setelah broth enrichment Salmonella, Shigella
Test yang dilakukan di laboratorium riset Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC,
EAEC, PCR untuk genus yang virulen
Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya
proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon
terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif
pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman
yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC,
C. difficile, Y. Enterocolitica, V. Parahaemolyticus dan kemungkinan
Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya
adalah lekosit PMN, kecuali pada S. Typhii lekosit mononuklear. Tidak
semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang
terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya tidak memproduksi
lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan
untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja
bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang
disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis
dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau
yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di
saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan
spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan
sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang
membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair
sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi
dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial

23
mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten.
Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi
antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada
disentri amuba akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja,
KLB diare dan pada penderita immunocompromised.
Oleh karena bakteri tertentu seperti: Y. Enterocolitica, V. Cholerae, V.
Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli O157 : H 7 dan
Campylobacter membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk
identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu
dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile
sangat berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis.
Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam menegakkan diagnosis
pada penderita sengan simptom kolitis berat atau penyebab inflammatory
enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan
laboratorium pendahuluan.1

TERAPI
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia,
dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan di
rumah sakit-rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam
penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga
menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan
lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik
yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah

24
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang
terutama disebabkan karena disentrim yang menyebabkan berurangnya lebih banyak
elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-
akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan
tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus. Diare karena
virus tersebut tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena
itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas
yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma,
sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit
ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik
daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan
kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga
20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga
telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada
anak.
Tabel 7. Komposisi Oralit Baru
Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/liter
Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total osmolaritas 245
Ketentuan pemberian oralit formula baru:
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk
persediaan 24 jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan
sebagai berikut:
Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap kali BAB

25
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
harus dibuang.

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak.
Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki
evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian
zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan
menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa
pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan
jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Zinc termasuk micronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara
kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis,
zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan
seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga
berperan dala sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan
tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatn diare akut didasarkan
pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna
dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada
diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan
kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan
meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus.
Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti
Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh
karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga
dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak:
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau

26
oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dengan
air matang atau oralit.

ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umut anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang
hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu
makan menandakan fase kesembuhan.
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare
karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostiridium difficile yang
akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian
antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik,
serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian multipel
ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik yang sering
dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim
sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui
mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,
perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas
membrane terhadap antibiotik.

Nasihat pada ibu atau pengasuh: Kembali segera jika demam, tinja berdarah,
berulang, makan dan minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam 3 hari.

Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat
membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat
memperpendek lamanya sakit dan memberantas organisme peyebabnya. Dalam
merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi:
1. Terapi cairan dan elektrolit
2. Terapi diit
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba
Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan
negara berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya

27
masih dalam keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil
dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan.
Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare yang ada di masyarakat,
900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang dan 10
dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi serta penyakit
penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data diatas, sesuai
dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana
yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral serta melanjutkan pemberian
makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan antidiare tidak direkomendasikan dan
terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit
secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi, seperti: air tajin. Larutan gula garam, kuah sayur-sayuran
dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga
penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak
usia < 1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5 tahun adalah 100-200 ml, 5-12 tahun
adalah 200-300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB.
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak
boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir
atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu
selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap
2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.
Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus
diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali
sehari) serta rendah serat. Buah-buahan diberikan terutama pisang. Makanan
yang merangsang (pedas, asam, terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu
karena dapat menyebabkan diare bertambah berat. Bila dengan cara
pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah hebat dan keadaan
anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati
dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang.

28
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan - sedang :
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah
oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak
diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat
ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu : untuk umur < 1 tahun
adalah 300 ml, 1-5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa
adalah 2400 ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume
yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita
dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi.
Sebaliknya bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi bengkak,
pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih
atau air tawar. Bila oedem kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara
per-oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama
dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita
dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan penderita
membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan dirumah dengan
memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada pengobatan diare
tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi
berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik
adalah pemberian cairan parenteral.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan yang terbaika dalah dengan terapi rehidrasi parenteral.
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Disamping itu, semua anak harus diberi oralit
selama pemberian cairan intravena (+ 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum
dengan baik, biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak
yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan
basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan

29
pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan
Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun
1 jam pertama 30 cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Diatas 1
tahun jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan 2 jam berikutnya 70 cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan I.V. dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan
evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu : pengobatan diare
dengan dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.
4. Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
Pada tahun 1975 WHO dan Unicef menyetujui untuk mempromosikan CRO
tunggal yang mengandung (dalam mmol/L) Natrium 90, Kalium 20. Chlorida
80, Basa 30 dan Glukosa 111 (2%).
Komposisi ini dipilih untuk memungkinkan satu jenis larutan saja untuk
digunakan pada pengobatan diare yang disebabkan oleh bermacam sebab
bahan infeksius yang disertai dengan berbagai derajat kehilangan elektrolit.
Contoh diare Rotavirus berhubungan dengan kehilangan natrium bersama tinja
30-40 mEq/L, ETEC 50-60 mEq/L dan V. Cholera > 90-120 mEq/L. CRO
WHO (Oralit) telah terbukti selama lebih dari 25 tahun efektif baik untuk
terapi maupun rumatan pada anak dan dewasa dengan semua tipe diare
infeksi.
Walaupun demikian, dari hasil-hasil riset klinik berikutnya, pada metaanalisa
mendukung penggunaan CRO yang osmolaritasnya rendah. CRO dengan
osmolaritasnya yang lebih rendah berkaitan dengan muntah lebih sedikit,
keluaran tinja yang lebih sedikit, berkurangnya pemberian intravena
dibandingkan dengan CRO standard, pada bayi dan anak non kolera.
Pada kolera tidak ada perbedaan klinik antara penderita yang diberi CRO
osmolaritas rendah dengan CRO standard kecuali angka hiponatremi.
Atas dasar hasil tersebut WHO dan Unicef mengadakan konsultasi tentang
penggunaan CRO dengan osmolaritas lebih rendah untuk digunakan secara
global. Pada tahun 2002 WHO mengumumkan CRO formula baru yang sesuai
dengan rekomendasi tersebut dengan 75 mEq/L natrium, 75 mmol/L glucosa
dan osmolaritas total 245 mOsm/L. CRO formula baru ini juga
direkomendasikan untuk digunakan pada anak dan dewasa dengn kolera,

30
meskipun post marketing surveilans sedang dilakukan untuk memastikan
keamanan dan indikasinya.
5. CRO baru
Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat untuk
kotransport natrium (contoh : asam amino glycine, alanine, glutamin) atau
substitusi glukosa dengan komplek karbohidrat (CRO berbasis beras atau
cereal). Asam amino tidak menunjukkan lebih efektif dari CRO tradisional
dan lebih mahal. CRO berbasis beras dapat direkomendasikan bila cukup
latihan dan penyediaan dirumah dapat dilakukan, dan mungkin sangat efektif
untuk mengobati dehidrasi karena kolera.
Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket dinegara
berkembang dan secara komersial tersedia CRO dinegara maju, maka CRO
standard tetap merupakan pilihan utama dari sebagian besar klinisi.
Potential aditive pada CRO termasuk mampu melepaskan SCFA (amylase
resistent starch derivat dari jagung) dan partilly hydrolized guar gum.
Mekanisme kerja yang diharapkan adalah meningkatkan uptake natrium oleh
kolon terikat pada transport SCFA. Kemungkinan lain dari perbaikan
komposisi CRO masa depan adalah penambahan probiotik, prebiotik, seng dan
protein polimer.
6. Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian
penyakit infeksi yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen
berbagai enzim dalam tubuh, yang penting antara lain untuk sintesis DNA.
Pada sistematik review dari 10 RCT yang semuanya dilakukan di negara
berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa suplementasi seng dengan
dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat
menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%,
kurang lebih sama dengan hasil yang dicapai upaya preventive yang lain
seperti perbaikan higiene sanitasi dan pemberian ASI. Sejak tahun 2004,
WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan
diare dengan dosis 20 mg perhari selama 10-14 hari, dan pada bayi < 6 bulan
dengan dosis 10 mg perhari selama 10-14 hari.
7. Pemberian makanan selama diare

31
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak anak
mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya
timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan
akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan
menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status
gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan
makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi
lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang
diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan
pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada umumnya makanan
yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat.
Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak
mau. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum
paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau
bebas laktosa secara rutin tidak diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa
atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu
menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi
dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam
(pH < 6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare
berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali
dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak
atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit
harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali
atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan
makanan tambahan seperti serealia pada umumnya dapat ditoleransi dengan
baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari : makanan pokok setempat, misalnya nasi,
kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya
dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan.
Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur
makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta
ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik

32
untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang
mengandung banyak gula seperti sati buah manis yang diperdagangkan,
minuman ringan, sebaiknya dihindari.
8. Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia
hebat. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat
gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan
untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan
ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini
biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari
biasanya.
9. Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti:
antibiotika, antdiare, adsorben, antiemetik dan obat yang memperngaruhi
mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja,
banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak
direkomendasikan untuk anak umut kurang dari 2-3 tahun. Secara umum
dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare
akut.

Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited
dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.
Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti
V. Cholera, Shigella, Eterotoksigenik E. Coli, Salmonella, Campylobacter dan
sebagainya.1

33
Tabel 8. Antibiotik pada diare
Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline Erythromycin
12,5 mg/kgBB 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella dysentery Ciprofloxacin Pivmecillinam
15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus
berat)
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak.
beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori
ini adalah :
Adsorben
(Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine).
Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya
untuk mengikat dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang
menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi
mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari
penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas
(Contoh: loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine, tinctura
opii, paregoric, codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare
pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. lebih
dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat datal atau

34
dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme
penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satu pun dari
obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada
anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi cara ini jarang digunakan.
Kombinasi obat
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau bahan
lain. Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk digunakan
pada berbagai macam diare. Kombinasi obat semacam ini tidak rasional,
mahal dan lebih banyak efek samping daripada bila obat ini digunakan sendiri-
sendiri. Oleh karena itu tidak ada tempat untuk menggunakan obat ini pada
anak dengan diare.
Obat-obat lain:

Antimuntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang
dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian
terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan
pada anak dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila
penderita telah terehidrasi.
Cardiac stimulan
Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan
hipovolemi. Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral
dengan elektrolit yang seimbang. Penggunaan cardiac stimulan dan
obat vasoaktif seperti adrenalin, nicotinamide, tidak pernah
diindikasikan.
Darah atau plasma
Darah, plasma atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak
dengan dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah
penggantian dari kehilangan air dan elektrolit. Walaupun demikian,

35
terapi rehidrasi tersebut dapat diberikan untuk penderita dengan
hipovolemia oleh karena renjatan septik.
Steroid
Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan.1,2

KOMPLIKASI
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa
diantaranya membutuhkan pengobatan khusus.
Gangguan Elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-
lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit
adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali
natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline 5% dextrosa,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus
setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet nnormal dapat mulai
diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na < 130 mmol/L). Hiponatremi sering
terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema.
Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila
tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :
memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 kadar
Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan
dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh
melebihi 2 mEq/L/jam.

36
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium
glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor
detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K : jika
kalium 2,5 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5
mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4
jam. Dosisnya : (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq /kgBB/24 jam) diberikan
dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 +
1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium
selama diare dan sesudah diare berhenti.1

KEGAGALAN UPAYA REHIDRASI ORAL


Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya
pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang
menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa.
Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh
karena: hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40oC, hipernatremi
atau hiponatremi.1

PENCEGAHAN
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang efektif meliputi:

37
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang
air besar dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dan dapat mengurangi resiko diare antara lai:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 th.
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c. Imunisas campak.
Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik dan
seng dalam pencegahan diare.1,2

PROBIOTIK
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora
intestinal yang lebih baik. pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian
probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI.
Pada sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society
of Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-
laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra
dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula yang
disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophilus bila
diberikan pad abayi dan anak usia 5- 24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat
menurunkan angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga
berkurang dari 39% pada kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok probiotik.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui:
perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba
terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen

38
pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa
usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif
terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk
efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada
percobaan klinis dikatakan aman.
Surveilans diperlukan untuk mencari kemungkinan efek samping seperti
infeksi pada kelompok resiko tinggi antara lain bayi prematur dan pasien immuno
compromised.1

PREBIOTIK
Prebiotik bukan merupaan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan.
Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang
pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan.
Oligosacharida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik
oleh karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobaacilli dan Bifidobacteria
didalam kolon bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru th.
2003, bayi-bayi dikomunitas yang diberi cereal yang disuplementasi dengan
Fruktooligosakarida ( FOS ) tidak menunjukkan peurunan angka kejadian diare.
Penemuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian RCT
yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya
menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita
yang mendapat FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo.
Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu
menunggu penelitian-penelitian selanjutnya.1

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. Buku


Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Edisi 1 Cetakan Ketiga. 2012.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. h.87-133.
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial. Edisi Keenam. 2014. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
h. 481-6.
3. Behrman R, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak, Ed 15, Vol
3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. h. 929-35.

40

You might also like