You are on page 1of 3

Isu dan aturan main

ndonesia meratifikasi Persetujuan ASEAN Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas (ASEAN
Agreement on Transboundary Haze Pollution-AATHP) melalui rapat paripurna di DPR RI.

Keputusan Sidang Paripurna DPR RI juga menandai dimulainya satu babak baru perjalanan
kepemimpinan Indonesia dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan di
tingkat regional ASEAN.

Momentum pengesahan RUU ini menjadi sangat penting mengingat Indonesia merupakan
satu-satunya negara yang belum meratifikasi Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap
Lintas Batas.

Sebelumnya Indonesia telah meratifikasi ASEAN Charter (Piagam ASEAN) melalui UU No.
38 Tahun 2008. UU ini yang menjadi payung berbagai perjanjian kerja sama di tingkat
ASEAN termasuk AATHP.

Melalui pengesahan Persetujuan ASEAN, Indonesia sebagai negara dengan luas lahan dan
hutan terbesar di kawasan, akan bekerja sama dalam kerangka ASEAN dan dapat
memanfaatkan bantuan internasional guna meningkatkan upaya pengendalian kebakaran
lahan dan/atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas.

Diawali dari kebakaran besar-besaran di tahun 1997 yang mengakibatkan pencemaran asap
lintas batas di beberapa negara ASEAN, pada tahun 2002 seluruh Negara anggota ASEAN
menyepakati untuk menandatangani ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution
(AATHP) di Kuala Lumpur, Malaysia yang berlaku secara resmi sejak 2003.

Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA dalam Pendapat Akhir
Presiden Republik Indonesia mengatakan Pengesahan ASEAN Agreement on
Transboundary Haze Pollution (AATHP) ini merupakan langkah yang tepat bagi Indonesia
untuk menunjukkan keseriusan dalam penanggulangan asap lintas batas.

Lebih lanjut Menteri LH mengatakan, "Selama ini Pemerintah Indonesia telah melakukan
serangkaian kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, dimana upaya
Pemerintah Indonesia tersebut memperoleh apresiasi dalam berbagai forum ASEAN,
terutama tahun 2003 sampai 2014.

AATHP memiliki sejarah yang panjang sebelum ditandatangani dan diratifikasi oleh negara-
negara ASEAN. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia pada 1997
menjadi pemicu munculnya pembahasan isu ini pada tingkat regional ASEAN.

Isu pencemaran udara lintas negara dimasukkan menjadi salah satu agenda pembahasan pada
Pertemuan Tingkat Tinggi Informal ASEAN II di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 1997.
Pertemuan tersebut ditindaklanjuti dengan Hanoi Plan of Action 1997 yang mencakup upaya
mengatasi masalah pencemaran asap lintas batas sebagai akibat kebakaran hutan dan/atau
lahan.

Sebagai tindak lanjut Hanoi Plan of Action, negara anggota ASEAN kemudian menyusun
AATHP yang bertujuan mencegah dan menanggulangi pencemaran asap lintas batas akibat
kebakaran hutan dan lahan yang harus dilaksanakan melalui upaya nasional, regional, dan
internasional secara intensif. Persetujuan secara resmi (enter into force) berlaku pada 25
November 2003.

AATHP terdiri atas 32 pasal dan satu lampiran yang mengatur tentang pemantauan,
penilaian, pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat nasional dan bersama, kerja sama
teknis, dan penelitian ilmiah terkait dengan pengendalian kebakaran lahan dan hutan,
termasuk pemadaman kebakaran.

Dengan diratifikasinya AATHP, Indonesia tidak dapat lagi hanya semata-mata dituding
sebagai negara pencemar (source state) dan hanya menjadi tanggung jawab Indonesia sendiri.
Namun, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi telah menjadi tanggung jawab bersama
negara-negara ASEAN. Sebab itu, harus ada solidaritas dari negara-negara anggota ASEAN.

Dalam kasus kabakaran yang terjadi kali ini, tak hanya Malaysia dan Singapura, negara-
negara anggota ASEAN yang lain juga dituntut solidaritasnya untuk mengatasi kebakaran
hutan dan lahan yang sedang berlangsung di Indonesia. Namun, sejauh ini tampaknya itu
belum kelihatan.

Solidaritas dari negara-negara angota ASEAN yang diberikan, juga bukan hanya terbatas
bantuan alat dan personel untuk pemadaman kebakaran. Lebih penting lagi adalah kebijakan
negara-negara anggota untuk menyepakati persetujuan tentang pemberantasan lalu lintas
perdagangan kayu ilegal (illegal timber trade) yang dari tahun ke tahun terus marak
berlangsung antarnegara ASEAN. Seperti diketahui, illegal timber trade memiliki kaitan erat
dengan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia.

Di samping itu, UU ratifikasi atas AATHP merupakan undang-undang yang progresif karena
memiliki yurisdiksi lintas negara (extraterritorial jurisdiction). AATHP memungkinkan
Indonesia dan negara anggota ASEAN yang lainnya menghukum perusahaan yang berasal
dari salah satu negara ASEAN yang membakar hutan di Indonesia.

Misalnya, perusahaan Singapura yang membakar hutan di luar Singapura dan menyebabkan
pencemaran udara di Singapura dapat terancam sanksi administrasi, perdata, hingga pidana.
Terlebih, Singapura sendiri telah menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Nasional
tentang Polusi Asap Lintas Negara (Transboundary Haze Pollution Act 2014).

Saat api sedang melalap hutan Indonesia, pada 27-28 Februari 2014 berlangsung konferensi
internasional dengan topik "Transboundary Pollution: Evolving Issues of International Law
and Policy", yang juga membahas respons Singapura yang baru menyelesaikan Rancangan
Undang-Undang Nasional tentang Polusi Asap Lintas Negara (Transboundary Haze
Pollution Act 2014) yang memiliki yurisdiksi lintas negara.

Dengan telah diratifikasinya AATHP, Pemerintah Indonesia tidak memiliki alasan lagi untuk
berdebat di forum ASEAN bahwa perusahaan yang memiliki hubungan dengan Singapura
dibiarkan membakar hutan di Indonesia. Seperti diketahui, tidak sedikit perusahaan-
perusahaan perkebunan yang berasal dari Singapura dan Malaysia yang beroperasi di
Indonesia diduga terlibat dalam pembakaran hutan dan lahan.

Bahkan, beberapa pengusaha Indonesia yang dikategorikan "hitam" bermukim di Singapura.


Pengusaha-pengusaha tersebut kemudian masuk kembali ke Indonesia dengan menggunakan
perusahaan yang didirikan di Singapura, dan diduga terlibat dalam pembakaran hutan untuk
pembukaan lahan perkebunan.

Jika Indonesia mampu membuktikan keterlibatan pengusaha-pengusaha tersebut, tidak


menutup kemungkinan bagi Indonesia menaikkan bargaining position-nya untuk menekan
Singapura agar menandatangani perjanjian ekstradisi yang sudah sejak lama terkatung-
katung.

Di saat kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di Indonesia, kini dituntut solidaritas
negara-negara ASEAN dan komitmennya untuk melaksanakan Perjanjian ASEAN
Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP)

You might also like