You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kemlompok
umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. tidak hanya
berakibat pada tingginya angka kematian pada tingginya angka kematian pada korban
kecelakaan. khususnya,korban kecelakaan yang menderita cedera kepala.
menurut paparan dr andre kusuma spBS cedera kepala adalah proses patologis pada
jaringan otak yang bersifat non degeneratif, non-congentinal, di lihat dari keselamatan
mekanis dari luar,yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif,fisik, dan
psikososial yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau
berubahnya tingkat kesadaran.
Pengambilan data menggunakan kuesioner terstruktur. pengoahan data dengan
program SPSS windows 10.0 hasil penelitian didapatkan korban cidera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas terbanyak adalah kelompok umur 16-45 tahun (75,7 %) dan
jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan yaitu (60,7%) dengan jenis
perkerjaan terbanyak sebagai karyawan swasta/ perkerja berisiko (78,6%) dan
pengemudi merupakan korban terbanyak (76,4%) jenis korban terbnyak sepeda motor
(89,3%) dan korbn kendaraan mobil (48,6%) tingkat cidera kepala yang terbanyak
dialami korban cidera kepala sedang (46,4%) sebagian korbn besar menjalni rawat
inap (75,7%)
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah neurologis yang terjadi pada
pasien cidera kepala yaitu peningkatan intrakranial, gejala peningkatan intrakranial
berpa adanya bradikardi, kondisi inilah yang menyebabkan kematian pada pasien
cidera kepala .
Untuk mengurangi angka kematian pada cidera kepala dibutuhkan pengelolaan
yang cepat dan tepat. pengelolaan cidera kepala yang baik harus dimulai dari tempat
kejadian selama transportasi, di instalasi gawat darurat, hingga dilakukannya terapi
definitif. pengelolaan yang tepat dan benar akan mempengaruhi outcome
pasien.Tujuan utama pengelolaan cidera kepala adalah untuk mengoptimalkan
pemulihan cidera kepala ringan dan mencegah cidera kepala berat.

1
B. Tujuan Umum
Untuk memahami konsep dasar teori dan menerapkan Asuhan Keperawatan Cidera
Kepala .

C. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa Mampu menjelaskan konsep tentang cedera kepala antara lain : review
anatomi kepala, pengertian, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pemerisaan diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaan.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian kepada penderita cedera kepala.
3. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan cedera kepala.
4. Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan terhadap cedera kepala.
5. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan terhadap cedera kepala.
6. Mahasiswa mampu melakukan evalusi pada cedera kepala.
7. Mahasiswa melakukan dokumentasi cedera kepala.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Kepala

1. Kulit kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu: skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika
loose conentive tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranum.
2. Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal,parietal, oksipital, temporal.
3. Meningen
Selaput meningen yang menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
a) Dura mater
Adalah lapisan meninges yang terluar, strukturnya padat dan keras karena
mengandung serat kolagen. durameter adalah selaput penyusun meninges yang
paling tipis. durameter terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan luar yang melapisi
tengkorak dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar. diantara tulang
kepala dengan durameter terdapat rongga epidural. lapisan dalam durameter terdiri
dari beberapa lapis fibrosit pipih dan sel-sel luar dari lapisan arachnoid.
b) Selaput arakhnoid
Adalah penghubung antara durameter dan piameter didalamnya terdapat cairan
yang disebut liquorserebrospinalis, semacam cairan limfa yang mengisi sela-sela

3
membran araknoid. fungsinya adalah sebagai peredam getaran yang melindungi
otak saat kepala terbentur.
c) Pia mater
Adalah lapisan menings yang terdalam dan menyentuh otak. bentuk piameter di
sesuaikan dengan lipatan-lipatan pemukaan otak. piameter terdiri atas jaringan ikat
longgar yang mengandung banyak pembulu darah. piameter dilapisi oleh sel
gepeng yang berasal dari mesenkim. fungsiya adalah sebagai suplai makanan bagi
jaringan saraf karena banyak mengandung pembulu darah.
4. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana beratnya pada orang dewasa sekitar
14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu : proensefalon (otak depan) terdiri dari
serebrum dan diensefalon. Mesenfalon terdiri dari (otak tengah) dan rhombensefalon
(otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum. fisura membagi
otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi
motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berkaitan dengan fungsi sensorik dan
orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu Lobus oksiptal
bertugas dalam proses pengelihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisis sistem
aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesdara dan kewaspadaan. Pada medula
oblongata terdapat kardiorepiratorik. serebellum bertanggung jawab daam fungsi
koordinasi dan keseimbangan.
5. Cairan serebrospinal
Cairan serebroospinal dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi
sebanyak 20 ml/jam atau sekitar 500 ml/hari. CSS mengalir dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju vetrikel III, akuadius dar slvius menuju ventrikel IV.
CSS akan direbsorbsi kedalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang
terdapat pada sinus sagitalis superior.

B. Pengertian Cidera kepala


1. Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa perdarahan interstitial dalam substanti otak tanpa dikuti terputusnya kontinuitas
otak ( hudak dan gallo).
2. Cedera kepala juga dikena dengan cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak
karena trauma tumpul maupun trauma tajam.

4
3. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala
dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (susan martin, 1996, hal. 496)

C. Penyebab atau faktor predisposisi


1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cidera setempat dan menimbulkan cedera
lokal. kerusakan lokal meliputi contusio serebral, hematoma serebra, kerusakan otak
sekunder yang di sebabkan perluasan massa lesi, pergesekan otak hernia
2. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) : kerusakan
menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cidera akson, kerusakaan otak
hipoksia, pembekakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma
terjadi karena cidera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-
duanya.
3. Cidera kulit kepala
Luka pada kulit kepala merupakan tempat masuknya kuman yang dapat menyebabkan
infeksi intrakranial. trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio,laserasi, atau alfusi.
4. Cedera otak
Pertimbangan paling penting pada cidera kepala manapun adalah apakah otak telah
atau tidak mengalami cedera. cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak
bermakna. otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu
yang bermakna. sel-sel otak membutuhkan suplai darah terus menerus untuk
memperoleh nutrisi. kerusakan otak bersifat irefersibel (permanen dan tidak dapat
pulih). sel-sel otak yang mati diakibatkan karena aliran darah berhenti mengalir hanya
beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenarasi.
5. Komosio selebri (cidera kepala ringan) setelah cidera kepala ringan, akan terjadi
kehilangan fungsi neurologis sementara dan tanpa kerusakan struktur. komosio
(kommotio) umumnya meliputi suatu periode tidak sadar yang berakhir selama
beberapa detik sampai beberapa menit. keadaan komosio ditunjukan dengan gejala
pusing atau berkunang-kunang dan terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. jika
jaringan otak di lobus frontal terkena, klien akan berperilaku sedikit aneh, sementara
jika lobus temporal yang terkena akan menimbulkan amnesia atau disorientasi.

5
6. Kontusio serebri (cidera kepala berat)
Merupakan cidera kepala berat, dimana otak mengalami memar dengan
memungkikan adanya daerah yang mengalami perdarahan (hemorajik- hemorrhg).
klien berada pada periode tidak sadarkan diri. gejala akan timbul dan lebih khas. klien
terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasaan dangkal, kulit dingin
dan pucat. sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari. klien dapat diusahakan
bangun tetapi segera masuk kembali ke dalam keadaan tidak sadar. tekanan darah dan
suhu sub normal dan gambaran sama dengan syok. umunya, individu yang
mengalami cedera luas mengalami fungsi motorik abnormal, gerakan mata abnormal,
dan peningkatan TIK yang merupakan prognsis buruk. sebaliknya, klien dapat
mengalami pemulihan kesadaraan penuh dan mungkin melewati tahap peka rangsang
serebral. dalam tahap peka rangsang serebral, klien sadar tetapi sebaliknya mudah
terganggu oleh suatu bentuk stimulasi suara, cahaya, dan bunyi-bunyian dan kadang-
kadang menjadi hiperaktif. denyut nadi, pernafasaan,suhu,dan fungsi tubuh lainnya
berangsur-angsur kembali normal walaupun pemulihan sering terjadi dan sering
terlihat lambat. sisa sakit kepala dan vertigo biasanya terjadi. gangguan fungsi mental
atau kejang sering terjadi akibat kerusakan serebral yang tidak dapat diperbaiki.

D. Klasifikasi
1. Berdasarkan keparahan cidera :
a. Cidera kepala ringan (CKR tidak ada fraktur tengorak)
1.) Tidak ada kontusio serebri,hematom
2.) GCS 13-15
3.) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi < 30 menit
b. Cidera kepala sedang (CKS)
1.) Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi < 24 jam
2.) Muntah
3.) GCS 9-12
4.) Dapat mengalami fraktur tengkorak,disorentasi ringan (bingung)
c. Cedera kepala berat (CKB)
1.) GCS 3-8
2.) Hilang kesadaran > 24 jam
3.) Adanya kontusia serebri,laserasi atau hematoma intrakarnial

6
2. Menurut jenis cedera
a. Cidera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang tenggkorak dan
jaringan otak.
b. Cidera kepala tertutup dapat di samakan dengan keluhan geger otak ringan dan
oedem serebral yang luas.

E. Manifestasi klinis
Pada pemeriksaan klinis biasanya yang dipakai untuk menentukan cedera kepala
menggunakan pemeriksaan GCS yang dikelompokan menjadi cedera kepala
ringan,sedang dan berat. Nyeri yang menetap atau setempat biasanya menunjukkan
adanya fraktur. (Smeltzer,suzana,2002).
1. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur
2. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keuar dari telinga dan hidung
3. Laserasi atau kontusio otak ditunjukan oleh cairan spinal berdarah

Kondisi cedera kepala yang dapat terjadi antara lain :

1. Komusio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, terapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat
(pingsan<10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
2. Kontusio Serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan <10 menit) atau terdapat
lesi neurologik yang jelas. Kontusio serebral terjadi dan sebagian besar terjadi
dilobus frontal dan lobus temporal walaupun, dapat juga terjadi pada setiap dari
otak. Kontusio serebri dala waktu beberapa jam atau hari, dapat berubah menjadi
perdarahan intraserebral yang membutuhkan tindakan operasi (brain injury
assosiation of michigan)
3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan duramater serta fraktur terbukapada
kranium (brain injury assosiation of michigan)
4. Epidra hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang,biasanya sumber perdarahanya adalah
robekan dari arteri meningea media. ditandai dengan penurunan kesadaran dengan

7
ketidaksamaan neurologis sisi kiri dan kanan (hemi parese/plegi, pupil anisokor
reflek patologi satu sisi). jika perdarahan > 20 cc atau .>1 cm midline shivt >5 mm
dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan
5. Sub dural hematom (SDH)
Hematum di bawah lapisan durameter dengan sumber perdarahan dapat berasal
dari bridging vein, a/v kortikal sinus venous. sub dural hematom adalah
terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena,perdarahan lambat dan
sedikit. periode akut dapat terjadi dalam 48 jam-2 hari, 2 minggu atau beberapa
bulan. gejalanya adalah bingung, nyeri kepala, mengantuk,berfikir lambat,kejang
dan edema pupil, dan secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai
adanya lateralisasi yang sering berupa hemiparese/plegi. indikasi jika perdarahan
tebalnya lebih 1 cm dan terjadi pergeseran < dari 5 mm.
6. Subarachnoid hematom (SAH)
Merupakan perdarahan vokal di daerah subarachnoid. gejala klinisnya menyerupai
kontusio serebri pada pemeriksaan CT Scan di dapatkan lesi hiperdens yang
mengikuti arah girus-girus serebri didaerah yang berdekatan dengan hematom.
7. Intracerebral hematom (ICH)
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak. pada
pemeriksaan CT Scan di dapatkan lesi perdarahan diantara neuron otak yang
relatif normal. indikasi dilakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter lebih
dari 3 cm, perifer adanya pergeseran garis tengah
8. Fraktur brasis kranii (Misulis KE, Head TC)
Fraktur dari dasar tengkorak biasanya melibatkan tulang temporal,
oksipital,spenoid, dan etmoid. terbagi menjadi fraktur basis kranii anterior dan
posterior. pada fraktur anterior melibatkan tulang spenoid dan etmoid. sedangkan
pada fraktur posterior melibatkan tulang temporal, oksipital, dan beberapa bagian
tulang spenoid.

Manifestasi klinis spesifik

1. Gangguan otak
a. Comotio cerebri / geger otak

8
1.) Tidak sadar < 10 menit
2.) Muntah-muntah, pusing
3.) Tidak ada tanda defisit neurologis
b. Contusio cerebri/ memar otak
1.) Tidak sadar > 10 menit, bila area yang terkena luas dapat berlangsung < 2-3 hari
setelah cidera
2.) Muntah-muntah, amnesia retrograde
3.) Ada tanda-tanda defisit neurologis

2. Perdarahan epidural/ hematoma epidural


a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tenggkorak bagian dalam dan
meningen paling luar. terjadi akibat robekan arteri meningeal
b. Gejala: penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis kacau mental sampai koma
c. Peningkatan tekanan intrakarnial yang mengakibatkan gangguan pernafasaan,
bradikardia, penurunan TTV.
d. Herniasi otak yang menimbulkan :
1.) Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang
2.) Isokor dan anisokor
3.) Ptosis
3. Hematoma subdural
a. Akumulasi darah antara durameter dan araknoit, karna robekan vena
b. Gejala : sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfasia.
4. Hematoma subdural :
a. Akut : gejala 24-28 jam setelah cidera, perlu intrafal segera
b. Sub akut : gejala terjadi 2 hari- 2 minggu setelah cidera
c. Kronis : 2 minggu - 3-4 bulan setelah cidera.
5. Hematoma intrakranial
a. Pengumpulan darah lebih dari 24 ml dalam parenkim otak
b. Penyebab : fraktur depresi tulang tenggkorak,cedera penetrasi peluru, gerakan
akselerasi deselarasi tiba- tiba
6. Fraktur tenggkorak
a. Fraktur liner atau simpel
1.) Melibatkan os temporal, parietal

9
2.) Jika garis fraktur meluas ke arah orbital sinus paranasal akan
mengakibatkan resiko perdarahan
b. Fraktur basirel
1.) Fraktur pada dasar tengkorak
2.) Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus memungkinkan bakteri masuk.

F. Patofisiologi
Patofisiologi cedera kepala menurut Suriadi dan Rita Yuliani, (2001). Kranium
merupakan struktur kuat yang berisi darah, jaringan otak dan jaringan serebrospinal.
Fungsi serebral tergantung pada adekuatnya nutrisi seperti oksigen, glukosa. Berat
ringannya cedera kepala tergantung pada trauma kranium atau otak. Cedera yang dialami
dapat gagar otak, memar otak atau laserasi, fraktur dan atau hematoma (injury vaskuler,
epudural ; epidural atau subdural hematoma). akibat adanya memar pada cerebral yang
akan berdampak pada perubahan vaskularisasi , anoxia, dilatasi dan edema. Kemudian
cedera kepala yang terjadi dapat berupa percepatan (akselerasi) atau perlambatan (
deselerasi). Trauma primer dan sekunder, Trauma promer adalah trauma yang langsung
mengenai kepala pada saat kejadian, sedangkan trauma sekunder adalah kelanjuta dari
trauma primer, trauma sekunder dapat terjadi karena meningktatnya tekanan intracranial.
Kerusakan otak, infeksi dan edema cerebral, epidura hematomamerupakan injury pada
kepala dengan adanya fraktur pada tulang tengkorak dan lesi antara tulang tengkorak dan
dura. Perdarahan ini dapat meluas hngga menekan cerebral karena adanya tekanan arteri
yang tinggi, gejalanya akan tampak seperti kebigungan dan kesadaran delirium, letargi
sukar dibangunkan dan akhirnya dapat terjadi koma. Nadi nafas dapat menjadi lambat,
pupil dilatasi dan adanya hemiparese. Subdural hematoma adalah cedera pada kepala
dimana adanya ruptur pembuluh darah vena dan perdarahan terjadi antara durameter dan
serebrum atau antara dan lapisan araknhiod. Terdapat dua tipe subdural hematoma yaitu
subdura hematomaakut dan kronis, biaakut dapat dikaitkan dengan kontusioatau selerasi
yang berkembang beberapa menit atau jam. Manifestasi tergantung pada besarnya
kerusakan pada otak, dapat berupa kejang, sakit kepala, muntah, meningkatnya lingkar
kepala , iritabel dan peraaan ngantuk . Cerebral hematoma adalah merupakan perdarahan
yang terjadi proses tersebut akan terjadi herniasi tak yang mendesak ruang sekitarnya dan
menyebabkan meningkatnya tekanan intra kranial dalam jangka waktu 24-72 jam akan
tampak perubahan satatus neurologis.

10
G. Pathway

11
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada cidera kepala yaitu:
1. Pengkajian neurologi.
2. pemeriksaan CT- scan/ X ray
a. Hematom serebral
b. Edema serebral
c. perdarahan intrakranial
d. Fraktur tulang tengkorak
3. MRI : Dengan / tanpa menggunakan kontral
4. Angiografi serebral : Menunjukan kelainan sirkulasi serebral
5. EEG : Memperhatikan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
6. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : Menentukan fungsi korteks dan batang
otak
7. PET (Positron Emission Tomography) : Menunjukan perubahan aktivitas
metaolisme pada otak.

I. Penatalaksanaan medis dan keperawatan


1. Angkat klien dengan papan datar untuk mempertahankan posisi kepala dan leher
sejajar
2. Traksi ringan pada kepala
3. Kolar servikal
4. Terapi untuk mempertahankan homestastis dan mencegah kerusakan otak
sekunder seperti stabilitas sistem kardiovaskular dan fungsi pernafasaan untuk
mempertahankan perfusi sereblar yang adekuat. kontrol perdarahan, perbaiki
hipovolemi, dan evaluasi gas darah arteri.
5. Tindakan terhadap peningkatan TIK, pertahankan oksigenasi yang adekuat,
pemberian manitol untuk mengurangi edema kepala dengan dehidrasi osmotik,
hipeventilasi, penggunaan steroit, meninggikan posisi kepala di tempat tidur,
colaborasi bedah neuro untuk mengangkat bekuan darah, dan jahitan terhadap
laserasi di kepala. pasang alat pemantau TIK selama pembedahan atau dengan
teknik aseptik di tempat tidur. rawat klien di ICU.

12
6. Tindakan perawatan pendukung yang lain, yaitu pemantauan ventilasi dan
pencegahan kejang serta pemantauan cairan,elektrolit, dan keseimbangan nutrisi.
lakukan intubasi dan ventilasi mekanik (ventilator) bila klien koma berat untuk
mengontrol jalan napas. hiperventilasi terkontrol mencangkup hipokapnia,
pencegahan vasodilatasi, penurunan volume darah serebral, dan penurunan TIK.
pemberian terapi antikonvulsan untuk mencegah kejang setelah trauma kepala
yang menyebabkan kerusakan otak sekunder karena hipoksia (seperti
klorpromazin tanpa tingkat kesadaran). pasang NGT bila terjadi penurunan
motilitas lambung dan peristaltik terbalik akibat cedera kepala.

J. Komplikasi
1. Epelipsi pasca trauma
Epilepsi paca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu
setelah otak mengalami cidera karena benturan dikepala. kejang bisa saja baru
terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cidera. kejang terjadi pada
sekitar 10% penderita yang mengalami cidera kepala hebat tanpa adanya luka
tembus dikepala dan pada 40% penderita yang memiliki luka tembus dikepala. obat-
obat anti kejang ( misalnya: fenitoin, karbamazepin atau valproat ) biasanya dapat
mengatasi kejang pasca trauma. obat-obat tersebut sering diberikan kepada
seseorang yang mengalami cidera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya
kejang. pengobatan ii sering kali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu
tak terhingga.
2. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya
cidera pada area bahasa di otak. penderita tidak mampu memahami atau
mengekspresian kata-kata. bagan otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah
lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. kerusakkan
pada bagian mana pun dari area tersebut karena stroke, tumor, cidera kepala atau
infeksi akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.

13
3. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan
atau serangkaian gerakan. kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh
kerusakkan pada lobus parietalis atau lobus frontalis. pengobatan ditujukan pada
penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.
4. Agnosis
Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan
sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal
dari benda tersebut. penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu
dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum ( misalnya sendok atau pesil),
meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut.
penyebabnya adalh kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana
ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya di simpan. aknosis sering kali terjadi
segera setelah terjadinya cidera kepla atau stroke. tidak ada pengobatan khusus,
beberapa penderita mengalami perbaikan secra spontan.
5. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingt
peristiwa yang baru saja terjadi atau sudah lama berlalu. penyebabnya masih belum
dapat sepenuhnya dimengerti. cidera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan
akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesia retrograt )
atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadiya kecelakaan (amnesia pasca
trauma). amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam
(tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. pada
cedera otak yang hebat, amnesia bisa bersifat menetap.
6. Fistel karotis-kavernosus
Ditandai oleh trias gejala : eksoftalmus,kemosis,dan bruit orbita, dapat timbul segera
atau beberapa hari setelah cedera. angiografi perlu di lakukan untuk konfirmasi
diagnosis dan terapi dengan okulasi balon endovaskuler untuk mencegah hilangnya
penglihatan yang permanent.

14
7. Diabetes insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,menyebabkan perhentian
sekresi hormone anti diuretik. pasien mengepresikan sejumlah besar volume urine
encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volume.
8. Kejang pasca trauma
Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu 1) atau lanjut (setelah 1
minggu). kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut, kejang dini
menunjukan resiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus di
pertahankan dengan antikonvulsan.
9. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan
terjadi pada 2-6 % pasien dengan cidera kepala tertutup. kebocoran ini berhenti
spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85% pasien. drainase lumbal
dapat mempercepat proses ini. walaupun pasien ini memiliki risiko meningitis yang
meningkat, pemberian antibiotik profilaksis masih controfesial. otoreal atau rinorea
cairan serebro spinal yang menetap atau meningitis berulag merupakan indikasi untuk
reparative.
10. Edema cerebral dan herniasi
penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema terjadi 72 jam setelah
terjadi cidera. perubahan TD, frekuensi Nadi, Pernafasaan tidak teratur merupakan
gejala klinis adanya peningkatan TIK. penekanan di kranium di kompensasi oleh
tertekanya Venosus dan cairan otak bergeser. peningkatan tekanan terus menerus
menyebabkan aliran darah otak menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi
dan edema otak.
11. Defisit neurologis dan psikologis
tanda awal penurunan fungsi neurologis : perubahan TK kesadaran, nyeri kepala
hebat, mual/muntah proyektil (tanda dari peningkatan TIK).

15
BAB III
PENGKAJIAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien berisi biodata pasien yaitu nama, umur jenis kelahi, tempat tanggal
lahir, golongan darah pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan,
perkerjaan, TB/BB, alamat.
2. Identitas penanggung jawab yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan
dengan klien, pendidikan terakhir, perkerjaan, alamat.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya penurunan kesadaran, letargi, mual, muntah, sakit kepala, wajah, tidak
simestris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan , sulit
menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bisa beristirahat, kesulitan
mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit mencerna/ menelan makanan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien parah mengalami penyakit sistem persyarafan, riwayat trauma masa lalu,
riwayat penyakit sistemik/ pernafasan cardiovaskuler dan metabolik
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat penyakit menular
4. Pengkajian persistem dan pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran (GCS)
No Komponen Nilai Hasil
1. Verbal 1 Tidak berespon.
2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan .
3 Bicara kacau/ kata-kata tidak tepat/tidak
nyambung dengan pernyataan.
4 Bicara membingungkan, jawaban tidak
tepat.
5 Orientasi baik

2. Motorik 1 Tidak berespon.

16
2 Ekstensi abnormal.
3 Fleksi abnormal.
4 Menarik area nyeri.
5 Melokalisasi nyeri.
6 Dengan perintah
3. Reaksi membuka 1 Tidak berespon.
mata (EYE) 2 Rangsang nyeri.
3 Dengan perintah (rangsangan
suara/sentuh).
4 Spontan .

b. Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang digunakan
secara internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat ( antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakkan trace 1
Tak ada gerakkan 0

5. Aspek neurologis
a. Kaji GCS
b. Disorientasi tempat/waktu
c. Refleksi patologis dan fisiologis
d. Perubahan status mental
e. Nervus cranial XII ( sensasi, pola bicara abnormal )
f. Status motorik
Skala kelemahan otot
0 : tidak ada kontrak
1 : ada kontraksi
2 : bergerak tak bisa menahan gravitasi

17
3 : bergerak mampu menahan gravitasi
4 : abnormal
g. Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia, kehilangan sebagian
lapang pandang :
1). 5-6 cm : kerusakan batang otak
2). Mengecil : metabolis abnormal dan disfungsi encephalo
3). Pin-Point
h. Perubahan tanda-tanda vital
i. Apraksia, hemiparese, quadriplegia
j. Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
k. Tanda-tanda peningkatan TIK
1) Penurunan kesadaran
2) Gelisah letargi
3) Sakit kepala
4) Muntah proyektil
5) Pupil edema
6) Pelambatan nadi
7) Pelebaran tekanan nadi
8) Peningkatan tekanan darah sistolik
6. Aspek kardiovaskuler
a. Perubahan TD (menurun/meningkat)
b. Denyut nadi : Bradikardi, tachi kardia, irama tidak teratur.
c. TD naik, TIK naik.
7. Sistem pernafasan
a. Perubahan pola nafas ( apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas berbunyi
stridor, tersedak.
b. Irama, frekwansi, kedalaman, bunyi nafas
c. Ronki, mengi positif
8. Kebutuhan Dasar
a. Eliminasi
Perubahan pada BAB/BAK
1) Inkontinensia, obstipasi
2) Hematuria

18
b. Nutrisi : mual,muntah, gangguan mencerna/menelan makanan, kaji bising usus.
c. Istirahat : kelemhanan, mobilusasi, tidak kurang
9. Pengkajian psikologi
a. Gangguan emosi/ apatis, delirium
b. Perubahan tingkah laku atau kepribadian
10. Pengkajian social
a. Hubungan dengan orang terdekat
b. Kemampuan komunikasi, afatis motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, disartria,
anomia.
11. Nyeri / kenyaman
a. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda.
b. Respons menarik pada rangsangan nyeri yang hebat.
c. Gelisah
12. Nervus Cranial
a. N.I : penuran daya penciuman
b. N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
c. N.III : N.IV , N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
d. N.V : gangguan mengunyah
e. N.VII , N.XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3
anterior lidah
f. N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
g. N.IX, N.X , N.XI jarang ditemukan .

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. X ray/ CT Scan
1.) Hematom serebral
2.) Edem serebral
3.) Perdarahan intrakranial
4.) Fraktur tulang tengkorak
b. MRI : dengan/ tanpa menggunakan kontras

19
c. Angiografi serebral : menun jukkan kelainan sirkulasi serebral
d. EEG : memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
e. BAER ( Brain Auditory Evoked Respons ) : menentukan fungsi korteks dan
batang atak
f. PET ( Positron Emission Tomograpfy ) : menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak
2. Pemeriksaan laboraturium
a. AGD : PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi ( mempertahan
kan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat )
atau untuk melihat masalah oksigen yang dapaty meningkatkan TIK
b. Elektrolit Serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi
natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti dengan diuresis Na,
peningkatan letargi , konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.
c. Hematologi : leukosit, Hb, albumin, Globulin, Protein serum
d. CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid ( warna,
komposisi, tekanan )
e. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan
kesadaran
f. Kadar antikonvulsan darah : untuk mengetahuin tingkat terapi yang cukup efektif
mengatasi kejang .

C. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan nafas b/d benda asing
2. nyeri akut b/d agen cidera fisik
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
4. Imobilitas fisik b/d nyeri
5. Resiko kekurangan cairan
6. Resiko infeksi

20
21

You might also like