You are on page 1of 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN ENCEPHALITIS

DI SUSUN OLEH :

NAMA : FEBRI YUDIARTO


KELAS : KONVERSI B
NPM : 1626010149.P

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


TRI MANDIRI SAKTI
TAHUN 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit
kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab
kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Ensefalitis adalah
radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia
atau virus (Arif Mansjur, 2000).
Di USA ensefalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20 % di USA,
persentase lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang belum berkembang. Ada banyak
tipe-tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak. Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat,
sakit kepala, muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada penglihatan,
pendengaran, bicara dan kejang.
Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna,
setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan menyebabkan
ensefalitis. Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan
menjadi enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus,
ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri. Encephalitis
Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV ( Herpes Simplek Virus ) yang
mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS
(Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80%
setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir
akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih
berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari
memberikan prognosis buruk, demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali
meninggal atau sembuh sengan gejala sisa yang berat. (Arif Mansjur, 2000).
Di Indonesia Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV (
Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama
pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan
kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan
dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering
ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang
lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma, pasien yang mengalami
koma seringkali meninggal atau sembuh sengan gejala sisa yang berat
Data statistik di RSUD koja jakarta pada bulan januari sampai April 2009,didapat
pasien yang dirawat diruang anak berjumlah 9 orang pasien,dengan angka insident infant 6
orang pasien,toddler 2 orang pasein,1pre sekolah pasien.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik memilih judul Asuhan Keperawatan
Anak Dengan Ensefalitis.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Anak dengan Enchepalitis.
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Enchepalitis.
b) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi Enchepalitis.
c) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi Enchepalitis.
d) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi Enchepalits.
e) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis Enchepalitis.
f) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostic Enchepalitis.
g) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan Enchepalitis.
h) Mahasiswa dapat menjelaskan teori Asuhan Keperawatan Enchepalitis.
i) Mahasiswa dapat memahmi dalam melakukan Asuhan Keperawatan Enchepalitis.

C. Ruang Lingkup Masalah


Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah hanya membahas tentang Asuhan
Keperawatan Anak dengan Enchepalitis meliputi pengertian, gejala umum, etiologi,
patofisiologi, perangkat diagnostic, penatalaksanaan, pencegahan, dan komplikasi pada anak
dengan Enchepalitis dan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, rencana keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi

D. Metode penulisan
Metode dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan dengan
tujuan mendapatkan gambaran secara tepat tentang asuhan keperawatan anak dengan
Enchepalitis, untuk memperoleh data, penyusun menggunakan metode kepustakaan dengan
mempelajari buku-buku referensi yang terkait dengan asuhan keperawatan Anak dengan
Enchepalitis.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ilmiah ini terdiri dari 3 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan yang terdiri dari
tujuan umum dan tujuan khusus, ruang lingkup, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari konsep dasar yang meliputi pengertian, etiologi,
tanda dan gejala, patofisiologi ( komplikasi, prognosis, pengobatan dan
pencegahan) serta Konsep dasar Asuhan Keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnose, implementasi, intervensi dan evaluasi
BAB V : Terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II
TINAJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
a. Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan
sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan oleh
sejumlah agen yang berbeda. (Donna.L. Wong, 2000).
b. Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat
disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena bakteri dapat
masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan
serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis
seperti pada imunisasi polio. Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria
fowleri, acantamuba culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka.( Dewanto,
2007).
c. Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).
d. Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang
ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi
dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh
bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary
amoebic. (Tarwoto & Wartonah, 2007).
e. Dari uraian diatas maka kelompok dapat mengambil kesimpulan bahwa ensefalitis
adalah inflamasi pada jaringan otak yang melibatkan meningen yang disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme.

2. Etiologi
a. Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan
virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan serebrosspinalis
yang harus diambil pada hari-hari pertama. Berbagai macam mikroorganisme dapat
menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan
virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli,
M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
b. Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid
fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan
tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau
reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Encephalitis dapat disebabkan karena:
a) Arbovirus
Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan serangga. Masa
inkubasinya antara 5 sampai 15 hari.
b) Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster. Enterovirus disamping
dapat menimbulkan encephalitis dapat pula mengakibatkan penyakit mumps
(gondongan).
c) Herpes simpleks
Herpes simpleks merupakan penyakit meningitis yang sangat mematikan di Amerika
Utara (Hickey dalam Donna, 1995).
d) Amuba
Amuba penyebab encephalitis adalah amuba Naegleria dan Acanthamoeba, keduanya
ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat berenang.
e) Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah masa inkubasi
yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

f) Jamur
Jamur yang dapat menimbulkan encephalitis adalah fungus Blastomyces dermatitidis,
biasanya menyerang pria yang bekerja di luar rumah. Tempat masuknya melalui
paru-paru atau lesi pada kulit.

3. Patofisiologi
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah,
saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang biak menimbulkan proses
peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan white matter dapat pula terjadi .
Reaksi peradangan juga mengakibatkan perdarahan , edema, nekrosis yang selanjutnya
dapat terjadi peningkatan tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi karena adanya
herniasi dan peningkatan tekanan intracranial. (Tarwoto Wartonah, 2007).

Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke
dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
a. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ
tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput lender dan
menyebar melalui system persarafan.

Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal
berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri
tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit
kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai
meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat
disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa
gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai
tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf
otak.
4. Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas,
sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias
ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang
disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Menurut (Hassan,1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di
muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.

Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan gejala :
kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan asimetri refleks
tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu :
a. Biakan :
a) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.
b) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat
gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
c) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
d) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM
dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang
ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
e. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang
merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor,
infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan
aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002).
f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula
didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex,
ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001) antara lain :
a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
a) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir
diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama
10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set
untuk menghilangkan edema otak.
h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.
Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip
dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-
3l/menit).
n. Penatalaksanaan shock septik.
o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang
mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat
diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena
atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum
seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat
per oral.

7. Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan
penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran,
demam dan kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan,
mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,s
akit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat.
Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan
luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack,
perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf
otak.
d. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu
terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahi rdalam usia
kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit
pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya
aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan
anak setelah lahir.
Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid,
1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak.
Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk
keadaan.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang
dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada
anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya dengan
penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983).
g. Riwayat social.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu status
mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien ataukeluarga
agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya.(Ignatavicius dan Bayne, 1991).
h. Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara
lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah, hipermetabolik
akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada
penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri
harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan
cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika ada
perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.
i. Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad apemeriksaan
neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :
a) Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau
penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh
gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural
akibat prosses peradangan otak.
b) Gangguan system pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan
kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila
tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan
(F. Sri Susilaningsih, 1994).
c) Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah
tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan
darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
d) Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial
yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan
sekresi asam lambung. Dapat pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga
terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
j. Pertumbuhan dan perkembangan.
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh
menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan
tahun emas untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini
harus diatasi untuk mencapai tugas tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian
pertumbuhna dan perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal
penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format
DDST.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,
kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
c. Risiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik
d. Risiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
e. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan
penurunan tingkat kesadaran
f. Resiko kejang berulang
g. Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
h. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
i. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang
sensorik, tranmisi sensorik, dan integrasi sensori.
j. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit,
perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur
dan fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.
k. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.

3. Intervensi Keperawatan
(E, Marylinn, 2000)
a. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial.

Tujuan : perfusi jaringan otak meningkat


Kriteria Hasil : tingkat kesadaran meningkat lebih sadar, disorientasi
negatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda
tanda vital dalam batas normal dan syok dapat dihindari.
Intervensi :

Intervensi Rasional

1. Monitor klien dengan ketat 1. Untuk mencegah nyeri


terutama setelah lumbal pungsi. kepala yang menyertai
Anjurkan klien berbaring minimal perubahan tekanan
4- 6 jam setelah lumbal pungsi. intrakranial
2. Monitor tanda-tanda peningkatan 2. Untuk mendeteksi tanda-
intrakranial selama perjalanan tanda syok, yang harus
penyakit (nadi lambat, tekanan dilaporkan ke dokter
darah meningkat, kesadaran untuk intervensi awal
menurun, napas irreguler, refleks
pupil menurun, kelemahan)

3. Monitor tanda-tanda vital dan 3. Perubahan-perubahan ini


neurologis tiap 5-30 menit. Catat menandakan ada
dan laporkan segera perubahan- perubahan tekanan
perubahan tekanan intrakranial ke intrakranial dan penting
dokter. untuk intervensi awal

4. Hindari posisi tungkai ditekuk 4. Untuk mencegah


atau gerakan-gerakan klien, peningkatan tekanan
anjurkan untuk tirah baring. intrakranial
5. Tinggikan sedikit kepala klien 5. Untuk mengurangi
dengan hati-hati, cegah gerakan tekanan intrakranial
yang tiba-tiba dan tidak perlu
dari kepala dan leher, hindari
fleksi leher
6. Bantu seluruh aktivitas dan 6. Untuk mencegah
gerakan-gerakan klien. keregangan otot yang
dapat menimbulkan
peningkatan tekanan
intrakranial
7. Beri penjelasan keadaan 7. Untuk mengurangi
lingkungan pada klien disoreintasi dan untuk
klarifikasi persepsi
sensorik yang terganggu
8. Evaluasi selama masa 8. Untuk merujuk ke
penyembuhan terhadap gangguan rehabilitasi
motorik, sensorik, dan intelektual

9. Kolaborasi pemberian steroid 9. Untuk menurunkan


osmotik. tekanan intrakranial.

b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi


sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
Tujuan : jalan napas kembali efektif
Kriteria Hasil : sesak napas negatif, frekuensi napas 16-20x/menit tidak menggunakan
otot bantu napas, dapat mendemontrasikan cara batuk efektif.
Intervensi Rasional

1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi 1. Memantau dan mengatasi


napas tambahan, perubahan komplikasi potensial.
irama dan kedalaman, Pengkajian fungsi
penggunaan otot-otot aksesori, pernapasan dengan interval
warna dan kekentalan sputum. yang teratur adalah penting
karena pernapasan yang
tidak efektif dan adanya
kegagalan, akibat adanya
kelemahan atau paralisis
pada otot-otot interkostal dan
diafragma berkembang
dengan cepat
2. Atur posisi fowler dan 2. Peninggian kepala tempat
semifowler tidur memudahkan
pernapasan, meningkatkan
ekspansi dada,
meningkatkan batuk lebih
efektif
3. Ajarkan cara batuk efektif 3. Klien berada pada resiko
tinggi bila tidak dapat batuk
dengan efektif untuk
membersihkan jalan napas
dan mengalami kesulitan
dalam menelan sehingga
menyebabkan aspirasi saliva
dan mencetus gagal napas
akut
4. Lakukan fisioterapi dada: 4. Terapi fisik dada membantu
vibrasi dada meningkatkan batuk lebih
efektif
5. Penuhi hidrasi cairan via oral 5. Pemenuhan cairan dapat
seperti minum air putih dan mengencerkan mukus yang
pertahankan asupan cairan kental, dan dapat membantu
2500 ml/hari pemenuhan cairan yang
banyak keluar dari tubuh
6. Lakukan pengisapan lendir 6. Pengisapan mungkin
dijalan napas diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan
jalan napas menjadi bersih

c. Resiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan


dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam waktu 5x24 jam.
Kriteria hasil : turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat
kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan albumin
dalam batas normal.

Intervensi Rasional

1. Observasi tekstur dan turgo 1. Mengetahui status nutrisi


kulit. klien
2. Lakukan oral hygene 2. Kebersihan mulut
merangsang nafsu makan.
3. Observasi asupan dan 3. Mengetahui keseimbangan
pengeluaran. nutrisi klien
4. Observasi posisi dan 4. Untuk menghindari resiko
keberhasilan sonde infeksi/ iritasi
5. Tentukan kemampuan klien 5. Untuk menetapkan jenis
dalam mengunyah, menelan, makanan yang akan
dan refleks batuk. diberikan pada klien.
6. Kaji kememuan klien dalam 6. Dengan mengkaji faktor-
menelan, batuk, dan adanya faktor dapat menentukan
sekret. kemampuan menelan klien
dan mencegah resiko
aspirasi.
7. Auskultrasi bising usus, amati 7. Fungsi gastrointestinal
penurunan atau hiperaktivitas bergantung pada kerusakan
bising usus. otak. Bising usus
menentukan respon
pemberian makan atau
terjadinya komplikasi
misalnya pada ileus.
8. Timbang berat badan sesuai 8. Untuk menevaluasi
indikasi. efektivitas dari asupan
makanan.
9. Beri makan dengan cara 9. Menurunkan resiko
meninggikan kepala. regurgitasi atau aspirasi
10. Letakkan posis kepala lebih 10. Untuk klien lebih mudah
tinggi pada waktu, selama dan untuk menelan karena gaya
sesudah makan gravitasi.
11. Stimulasi bibir untuk menutup 11. Membantu dalam melatih
dan membuka mulut secara kembali sensorik dan
manual dengan menekan meningkatkan kontrol
ringan di atas bibir/ di bawah muskular.
dagu jika dibutuhkan.
12. Letakkan makanan pada area 12. Memberi stimulus sensorik
mulut tang tidak terganggu. (termasuk rasa kecap) yang
dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan
meningkatkan masukan.
13. Beri makan dengan perlahan 13. Klien dapat berkonsentrasi
pada lingkungan yang tenang. pada mekanisme makan
tanpa adanya distraksi dari
luar.
14. Mulailah untuk memberi 14. Makan lunak/ cair mudah
makan per oral setengah cair untuk dikendalikan di dalam
dan makanan lunak ketika mulut dan menurunkan
klien dapat menelan air. terjadinya aspirasi.
15. Anjurkan klien menggunakan 15. Menguatkan otot fasial dan
sedotan untuk minum. otot menelan dan
menurunkan resiko
terjadinya terdesak.
16. Anjurkan klien untuk 16. Dapat meningkatkan pelesan
berpatisipasi dalam program endofin dalam otak yang
latihan/ kegiatan meningkatkan nafsu makan.
17. Kolaborasi dengan tim dokter 17. Mungkin diperlukan untuk
untuk memberikan cairan memberikan cairan
melalui IV atau makanan pengganti dan juga makan
melalui slang. jika klien tidak mampu untuk
memasukan segala sesuatu
melalui mulut.

d. Resiko terjadi cidera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status


mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang
disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteri hasil : klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang.

Intervensi Rasional

1. Monitor kejang pada tangan, 1. Gambaran iritabilitas sistem


kaki, mulut, dan otot-otot saraf pusat memerlukan
muka lainnya. evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk
mencegah terjadi nya
komplikasi
2. Persiapkan lingkungan yang 2. Melindungi klien bila
aman seperti batasan ranjang, kejang terjadi
papan pengaman, dan alat
suction selalu berada dekat
klien
3. Pertahankan bedrest total 3. Mengurangi resiko
selama fase akut jatuh/cedera jika terjadi
vertigo dan ataksia
4. Kolaborasi pemberian terapi: 4. Untuk mencegah atau
diazepam, fenobarbital mengurangi kejang. Catatan:
fenobarbital dapat
menyebabkan depresi
pernapasan dan sedasi.

e. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi lapisan otak


Tujuan : keluahan nyeri berkurang/rasa sakit terkendali
Kriteria hasil : klien dapat tidur dengan tenaang, wajah rileks, dan klien
memverbalisasikan penurunan rasa sakit

Intervensi Rasional

1. Usahakan membuat 1. Menurunkan reaksi terhadap


lingkungan yang aman dan rangsangan eksternal atau
tenang. kesensitifan terhadap cahaya
dan menganjurkan klien
untuk beristirahat

2. Kompres dingin (es) pada 2. Dapat menyebabkan


kepala vasokontriksi pembuluh
darah otak
3. Lakukan penatalaksanaan 3. Membantu menurunkan
nyeri dengan metode distraksi (memutuskan) stimulasi
dan relaksasi napas dalam sensasi nyeri
4. Lakukan latihan gerak aktif 4. Dapat membantu relaksasi
atau pasif sesuai kondisi otot-otot yang tegang dan
dengan lembut dan hati-hati dapat menurunkan nyeri/rasa
tidak nyaman
5. Kolaborasi pemberian 5. Mungkin diperlukan untuk
analgesik menurunkan rasa sakit.

f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,


penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif.

Tujuan : tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi


pencernaan dan kandung kemih optimal, serta peningkatan kemampuan fisik
Kriteria Hasil: skala ketergantungan klien meningkat menjadi bantuan minimal

Intervensi Rasional

1. Tinjau kemampuan fisik dan 1. Mengidentifikasi kerusakan


kerusakan yang terjadi fungsi dan menentukan
pilihan intervensi
2. Kaji tingkat imobilisasi, 2. Tingkat ketergantungan
gunakan skala ketergantungan minimal care (hanya
memerlukan bantuan
minimal)

3. Berikan perubahan posisi yang 3. Perubahan posisi teratur


teratur pada klien dapat mendistribusikan berat
badan secara menyeluruh
dan memfasilitasi peredaran
darah serta mencegah
dekubitus
4. Pertahankan kesejajaran tubuh 4. Mencegah terjadinya
yang adekuat, berikan latihan kontraktur atau footdrop,
ROM pasif jika klien sudah serta dapat mempercepat
bebas panas dan kejang pengembalian fungsi tubuh
nantinya.
5. Berikan perawatan kulit secara 5. Memfasilitasi sirkulasi dan
adekuat, lakukan masase, ganti mencegah gangguan
pakaian klien dengan bahan integritas kulit
linen dan pertahankan tempat
tidur dalam keadaan kering
6. Berikan perawatan mata, 6. Melindungi mata dari
bersihkan mata, dan tutup kerusakan akibat terbukanya
dengan kapas yang basah mata terus menerus
sesekali
7. Kaji adanya nyeri, kemerahan, 7. Indikasi adanya kerusakan
bengkak pada area kulit kulit

g. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.


Tujuan : mengakui dan mendiskusikan rasa takut. Mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang situasi. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai
pada tingkat dapat diatasi.
Intervensi Rasional
1. Kaji status mental dan tingkat 1. Gangguan tingkat kesadaran
ansietas dari pasien/keluarga. dapat mempengaruhi
Catat adanya tanda-tanda ekspresi rasa takut tetapi
verbal atau non verbal. tidak menyangkal
keberadaannya. Derajat
ansietas akan dipengaruhi
bagaimana informasi
tersebut diterima oleh
individu.
2. Berikan penjelasan hubungan 2. Meningkatkan pemahaman,
antara proses penyakit dan mengurangi resa takut karena
gejalanya. ketidaktahuan dan dapat
membantu menurunkan
ansietas.
3. Jawab setiap pertanyaan 3. Penting untuk menciptakan
dengan penuh perhatian dan kepercayaan karena diagnosa
berikan informasi tentang enfeksi otak mungkin
prognosa penyakit menakutkan, ketulusan dan
informasi yang akurat dapat
memberikan keyakinan pada
pasien dan juga keluarga.
4. Jelaskan dan persiapkan untuk 4. Dapat meringankan ansietas
tindakan prosedur sebelum terutama ketika pemeriksaan
duilakukan. tersebut melibatkan otak.
5. Berikan kesempatan 5. Mengungkap ,rasa takut
pasien/keluarga untuik secara terbuka di mana rasa
mengumgkapkan isi pikiran takut dapat ditunjukkan.
dan perasaan takutnya.
6. Libatkan pasien/keluarga 6. Meningkatkan perasaan
dalam perawatan. control terhadap diri dan
meningkatkan kemandirian.
7. Berikan petunjuk mengenai 7. Memberikan jaminan bahwa
sumber-sumbner penyokong bantuan yang diperlukan
yang ada, seperti keluarga, adalah penting untuk
konselor professional dan peningkatan/menyokong
sebagainya mekanisme koping pasien.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik
Tahapan pelaksanaan terdiri dari :
a. Persiapan
Kesiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan
a) Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap

perencanaan.

b) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang

diperlukan.

c) Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin


timbul.

d) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.

e) Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang

dilakukan.

f) Mengidentifikasi aspek hukum dan etika terhadap resiko dari potensial tindakan.

b. Implementasi adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi

kebutuhan fisik dan emosional. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan

kewenangan dan tanggung jawab secara profesional sebagaimana terdapat dalam

standar praktek keperawatan meliputi :

a) Independent

Tindakan keperawatan independent adalah suatu tindakan yang dilaksanakan oleh

perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

b) Interdependent

Interdependen tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan

suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya : tenaga sosial, ahli

gizi fisioterapi dan dokter.

c) Dependent

Tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan rencana medis.

c. Dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat

terhadap kejadian dalam proses keperawatan.

5. Evaluasi

a. Pengertian

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksananya

sudah berhasil dicapai.


b. Tujuan evaluasi

Untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, perawat dapat mengambil

keputusan berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan

yakni :

a) Meyakini rencana tindakan keperawatan klien, tujuan yang ditetapkan.

b) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien menemui kesulitan untuk

mencapai tujuan ).

c. Proses Evaluasi

a) Mengukur pencapaian tujuan.

b) Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan

(penentuan keputusan pada tahap evaluasi) pada tahap ini ada 3 kemungkinan

keputusan yakni :

1) Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam tujuan.

2) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan.

3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah di tentukan ada dua komponen

untuk mengevaluasi kwalitas tindakan keperawatan yaitu :

(a) Proses (Formatif)

Fokus tipe evaluasi hasil adalah aktivitas dari proses keperawatan dan

kuantitas pelayanan tindakan keperawatan sistem penulisan pada tahap

evaluasi ini dapat menggunakan sistem subjektif, objektif, analisa

perencanaan (SOAP) atau model dokumentasi lainnya.

(b) Hasil (sumatif)

Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien

pada akhir tindakan keperawatan klien-tife ini dilaksanakan secara

paripurna pada akhir tindakan keperawatan, sumatif valuasi adalah

objektif, fleksibel dan efisien.


d. Komponen Evaluasi

Dibagi menjadi 5 komponen yaitu

a) Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.

b) Mengungkapkan data menyertai keadaan klien terbaru.

c) Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.

d) Merangkum hasil dan membuat kumpulan.

e) Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.

Perawat dalam mengevaluasi untuk melihat sejauh mana tujuan yang telah di capai oleh klien

setelah mendapatkan tindakan atau asuhan keperawatan. Evaluasi yang dapat di gunakan

yaitu evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif, evaluasi yang di lakukan pada akhir dari seluruh

proses asuhan keperawatan yang di berikan dan dilakukan secara terus menerus dengan

menilai respon terhadap tindakan yang di lakukan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan
karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena bakteri dapat masuk melalui
fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk
(arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah.
Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi
polio. Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria fowleri, acantamuba
culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka.( Dewanto, 2007).
b. Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan virulogik
pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan serebrosspinalis yang harus
diambil pada hari-hari pertama. Berbagai macam mikroorganisme dapat
menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan
virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis
supuratif akut (Mansjoer, 2000).
c. Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah,
saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang biak menimbulkan proses
peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan white matter dapat pula terjadi .
Reaksi peradangan juga mengakibatkan perdarahan , edema, nekrosis yang selanjutnya
dapat terjadi peningkatan tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi karena adanya
herniasi dan peningkatan tekanan intracranial. (Tarwoto Wartonah, 2007).
d. Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa
trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala,
kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
e. Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun
termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan tahun emas
untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi
untuk mencapai tugas tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna dan
perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi.
Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format DDST.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan
enchepalitis, serta meningkatkan pengetahuan dengan membaca buku-buku dan
mengikuti seminar serta menindaklanjuti masalah yang belum teratasi.

2. Untuk Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan teknik komunikasi terapeutik dalam melakukan
pengupulan data maupun dalam melakukan setiap tindakan keperawatan agar kualitas
pengumpulan data dapat lebih baik sehingga dapat melaksanakan asuhan keperawatan
dengan baik.

3. Untuk Klien dan Keluarga


Diharapkan klien dapat menjaga gaya hidup yang bersih / kebiasaan agar tidak terkena
komplikasi dan jika ada keluhan-keluhan segera menghubungi petugas kesehatan,
puskesmas maupun rumah sakit terdekat.
4. Untuk Institusi
Diharapkan kepada institusi khususnya keperawatan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita sebagai tenaga perawat dan sebagai
tambahan informasi bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansur.2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Dewanto, George dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Muttaqin Arif. 2008. Bulu Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Tarwoto dan wartonah. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan . Jakarta:

Sagung Seto

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ensefalitis. (online). diakses tanggal 23 April 2014 pukul 10.00.
Pathway

Penyebab (virus, toxin, racun) Masuk

melalui kulit, sel nafas, sel cerna

Infeksi yang menyebar Infeksi yang menyebar


melalui darah melalui sitem saraf

Peradangan SSP Gangguan tumbang

Peningkatan TIK

Perubahan perfusi Gangguan Disfungsi hipotalamus Nyeri kepala jaringan


pertukaran gas

Gangguan Gangguan perfusi Gangguan rasa


transmisi impuls jar. cerebral nyeri
Pe suhu tubuh Hipermetabolik

Kejang Perubahan nutrisi Mual, muntah

Kelemahan neurologis Imobilisasi

Gangguan integritas kulit Gangguan cairan dan elektrolit

You might also like