Professional Documents
Culture Documents
DENGAN ENCEPHALITIS
DI SUSUN OLEH :
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit
kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab
kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Ensefalitis adalah
radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia
atau virus (Arif Mansjur, 2000).
Di USA ensefalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20 % di USA,
persentase lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang belum berkembang. Ada banyak
tipe-tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang
menyebabkan peradangan dari otak. Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat,
sakit kepala, muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada penglihatan,
pendengaran, bicara dan kejang.
Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna,
setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan menyebabkan
ensefalitis. Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan
menjadi enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus,
ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri. Encephalitis
Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV ( Herpes Simplek Virus ) yang
mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada neonates. EHS
(Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan kematian 70-80%
setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir
akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih
berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari
memberikan prognosis buruk, demikian juga koma, pasien yang mengalami koma seringkali
meninggal atau sembuh sengan gejala sisa yang berat. (Arif Mansjur, 2000).
Di Indonesia Encephalitis Herpes Simplek merupakan komplikasi dari infeksi HSV (
Herpes Simplek Virus ) yang mempunyai mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama
pada neonates. EHS (Encephalitis Herpes Simplek ) yang tidak diobati sangat buruk dengan
kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi 90% dalam 6 bulan. Pengobatan
dini dengan asiklovir akan menurunkan mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering
ditemukan dan lebih berat pada kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang
lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma, pasien yang mengalami
koma seringkali meninggal atau sembuh sengan gejala sisa yang berat
Data statistik di RSUD koja jakarta pada bulan januari sampai April 2009,didapat
pasien yang dirawat diruang anak berjumlah 9 orang pasien,dengan angka insident infant 6
orang pasien,toddler 2 orang pasein,1pre sekolah pasien.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik memilih judul Asuhan Keperawatan
Anak Dengan Ensefalitis.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Anak dengan Enchepalitis.
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Enchepalitis.
b) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi Enchepalitis.
c) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi Enchepalitis.
d) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi Enchepalits.
e) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis Enchepalitis.
f) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostic Enchepalitis.
g) Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan Enchepalitis.
h) Mahasiswa dapat menjelaskan teori Asuhan Keperawatan Enchepalitis.
i) Mahasiswa dapat memahmi dalam melakukan Asuhan Keperawatan Enchepalitis.
D. Metode penulisan
Metode dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan dengan
tujuan mendapatkan gambaran secara tepat tentang asuhan keperawatan anak dengan
Enchepalitis, untuk memperoleh data, penyusun menggunakan metode kepustakaan dengan
mempelajari buku-buku referensi yang terkait dengan asuhan keperawatan Anak dengan
Enchepalitis.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ilmiah ini terdiri dari 3 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan yang terdiri dari
tujuan umum dan tujuan khusus, ruang lingkup, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari konsep dasar yang meliputi pengertian, etiologi,
tanda dan gejala, patofisiologi ( komplikasi, prognosis, pengobatan dan
pencegahan) serta Konsep dasar Asuhan Keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnose, implementasi, intervensi dan evaluasi
BAB V : Terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
TINAJAUAN TEORITIS
2. Etiologi
a. Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan
virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan serebrosspinalis
yang harus diambil pada hari-hari pertama. Berbagai macam mikroorganisme dapat
menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan
virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli,
M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000).
b. Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid
fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan
tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau
reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Encephalitis dapat disebabkan karena:
a) Arbovirus
Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan serangga. Masa
inkubasinya antara 5 sampai 15 hari.
b) Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster. Enterovirus disamping
dapat menimbulkan encephalitis dapat pula mengakibatkan penyakit mumps
(gondongan).
c) Herpes simpleks
Herpes simpleks merupakan penyakit meningitis yang sangat mematikan di Amerika
Utara (Hickey dalam Donna, 1995).
d) Amuba
Amuba penyebab encephalitis adalah amuba Naegleria dan Acanthamoeba, keduanya
ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat berenang.
e) Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah masa inkubasi
yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
f) Jamur
Jamur yang dapat menimbulkan encephalitis adalah fungus Blastomyces dermatitidis,
biasanya menyerang pria yang bekerja di luar rumah. Tempat masuknya melalui
paru-paru atau lesi pada kulit.
3. Patofisiologi
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah,
saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang biak menimbulkan proses
peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan white matter dapat pula terjadi .
Reaksi peradangan juga mengakibatkan perdarahan , edema, nekrosis yang selanjutnya
dapat terjadi peningkatan tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi karena adanya
herniasi dan peningkatan tekanan intracranial. (Tarwoto Wartonah, 2007).
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke
dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
a. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ
tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput lender dan
menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal
berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri
tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit
kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai
meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat
disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa
gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai
tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf
otak.
4. Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas,
sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias
ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang
disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
Menurut (Hassan,1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di
muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan gejala :
kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan asimetri refleks
tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu :
a. Biakan :
a) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.
b) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat
gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
c) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
d) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif.
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM
dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang
ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
e. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang
merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor,
infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan
aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002).
f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula
didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex,
ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001) antara lain :
a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
a) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir
diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama
10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak
f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set
untuk menghilangkan edema otak.
h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.
Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip
dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-
3l/menit).
n. Penatalaksanaan shock septik.
o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang
mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat
diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena
atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum
seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat
per oral.
7. Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan
penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran,
demam dan kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan,
mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,s
akit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat.
Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan
luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack,
perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf
otak.
d. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu
terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahi rdalam usia
kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit
pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya
aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan
anak setelah lahir.
Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid,
1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak.
Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk
keadaan.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang
dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada
anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya dengan
penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983).
g. Riwayat social.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu status
mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien ataukeluarga
agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya.(Ignatavicius dan Bayne, 1991).
h. Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara
lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah, hipermetabolik
akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada
penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri
harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan
cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika ada
perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.
i. Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad apemeriksaan
neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :
a) Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau
penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh
gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural
akibat prosses peradangan otak.
b) Gangguan system pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan
kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila
tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan
(F. Sri Susilaningsih, 1994).
c) Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah
tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan
darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
d) Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial
yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan
sekresi asam lambung. Dapat pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga
terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
j. Pertumbuhan dan perkembangan.
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh
menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan
tahun emas untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini
harus diatasi untuk mencapai tugas tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian
pertumbuhna dan perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal
penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format
DDST.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret,
kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
c. Risiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik
d. Risiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
e. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan
penurunan tingkat kesadaran
f. Resiko kejang berulang
g. Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
h. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
i. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang
sensorik, tranmisi sensorik, dan integrasi sensori.
j. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit,
perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur
dan fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.
k. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.
3. Intervensi Keperawatan
(E, Marylinn, 2000)
a. Gangguan perfusi jaringan serebri yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik
Tahapan pelaksanaan terdiri dari :
a. Persiapan
Kesiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan
a) Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan.
diperlukan.
dilakukan.
f) Mengidentifikasi aspek hukum dan etika terhadap resiko dari potensial tindakan.
a) Independent
perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b) Interdependent
suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya : tenaga sosial, ahli
c) Dependent
c. Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat
5. Evaluasi
a. Pengertian
Untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, perawat dapat mengambil
yakni :
mencapai tujuan ).
c. Proses Evaluasi
(penentuan keputusan pada tahap evaluasi) pada tahap ini ada 3 kemungkinan
keputusan yakni :
3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah di tentukan ada dua komponen
Fokus tipe evaluasi hasil adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien
Perawat dalam mengevaluasi untuk melihat sejauh mana tujuan yang telah di capai oleh klien
setelah mendapatkan tindakan atau asuhan keperawatan. Evaluasi yang dapat di gunakan
yaitu evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif, evaluasi yang di lakukan pada akhir dari seluruh
proses asuhan keperawatan yang di berikan dan dilakukan secara terus menerus dengan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan
karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena bakteri dapat masuk melalui
fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk
(arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah.
Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi
polio. Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria fowleri, acantamuba
culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka.( Dewanto, 2007).
b. Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan virulogik
pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan serebrosspinalis yang harus
diambil pada hari-hari pertama. Berbagai macam mikroorganisme dapat
menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan
virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis
supuratif akut (Mansjoer, 2000).
c. Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah,
saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang biak menimbulkan proses
peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan white matter dapat pula terjadi .
Reaksi peradangan juga mengakibatkan perdarahan , edema, nekrosis yang selanjutnya
dapat terjadi peningkatan tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi karena adanya
herniasi dan peningkatan tekanan intracranial. (Tarwoto Wartonah, 2007).
d. Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa
trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala,
kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan
pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000).
e. Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun
termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan tahun emas
untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi
untuk mencapai tugas tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna dan
perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi.
Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format DDST.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk Perawat
Agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan
enchepalitis, serta meningkatkan pengetahuan dengan membaca buku-buku dan
mengikuti seminar serta menindaklanjuti masalah yang belum teratasi.
2. Untuk Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan teknik komunikasi terapeutik dalam melakukan
pengupulan data maupun dalam melakukan setiap tindakan keperawatan agar kualitas
pengumpulan data dapat lebih baik sehingga dapat melaksanakan asuhan keperawatan
dengan baik.
Arif, Mansur.2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Dewanto, George dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC
Muttaqin Arif. 2008. Bulu Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Tarwoto dan wartonah. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan . Jakarta:
Sagung Seto
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ensefalitis. (online). diakses tanggal 23 April 2014 pukul 10.00.
Pathway
Peningkatan TIK