You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tempe merupakan produk pangan khas Indonesia berbahan kedelai yang
diolah melalui fermentasi kapang Rhizopus oligosporus. Tempe memiliki
kandungan gizi yang cukup lengkap seperti lemak, protein, vitamin B12 dan
isoflavon yang telah terbukti secara ilmiah bermanfaat bagi kesehatan. Tempe
memiliki daya cerna lebih tinggi sebab telah melalui poses fermentasi. Saat ini,
tempe dimanfaatkan terbatas disebabkan umur simpan yang singkat sehingga
diversifikasi tempe diperlukan untuk memberikan nilai tambah tempe (Puspitarini,
2012).
Kandungan gizi tempe lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai yang
belum diolah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih
mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Proses fermentasi yang terjadi
pada tempe berfungsi untuk mengubah senyawa makromolekul komplek yang
terdapat pada kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa
yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida.
Spesies-spesies kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak memproduksi
racun, bahkan kapang itu mampu melindungi tempe terhadap kapang penghasil
aflatoksin, jamur yang dipakai untuk membuat tempe dapat menurunkan kadar
aflatoksin hingga 70%. Selain itu tempe juga mengandung senyawa anti bakteri
yang diproduksi kapang selama fermentasi berlangsung.
Hasil diversifikasi pangan berbasis tempe yang dikembangkan adalah sari
tempe yang diolah menjadi es krim sehingga memiliki umur simpan tinggi dan
berpotensi memberi nilai tambah. Es krim umumnya dibuat dari susu sapi segar
yang tinggi kolestrol. Oleh sebab itu untuk mendapat es krim berkualitas baik,
rendah kolestrol dan mempunyai kadar protein tinggi dapat ditambah bahan nabati
sari tempe (Puspitarini, 2012).
Potensi tingkat pertumbuhan pasar es krim sebanyak 20% setiap tahunnya.
Namun, off flavor sari tempe yang beraroma kurang disukai dan rasa pahit akibat
aktifitas enzim membuat penerimaannya rendah sehingga perlu dicari formulasi
yang tepat dengan penambahan sari jahe. Jahe memiliki keunggulan yaitu bau
khas dengan rendemen minyak atsiri 1.50-3.50% dan rendemen oleoresin yang
memberikan rasa pedas jahe berkisar antara 3.20-9.50% (Puspitarini, 2012).
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari
tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah
digunakan sejak dahulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna
sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis
makanan begitu juga karoten dan klorofil. Pada daftar FDA, pewarna alami dan
pewarna identik alami tergolong dalam uncertified color additives karena tidak
memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi. Klorofil memberikan warna hijau,
diperoleh dari daun dan banyak digunakan untuk makanan. Klorofil saat ini mulai
digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada
dedaunan, misalnya Daun pandan,
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana mengetahui rasa yang di berikan oleh pewarna alami yakni sari
pandan dan mendeskripsikan hasil organoleptik dan daya terima masyarakat
terhadap es krim sari tempe dan sari jahe?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui rasa yang di berikan
oleh pewarna alami yakni pandan pada es krim sari tempe dan sari jahe serta
mendeskripsikan hasil uji organoleptik dan daya terima masyarakat terhadap es
krim sari tempe dan sari jahe.
1.4. Manfaat
Menjadikan informasi kepada masyarakat bagaimana pembuatan es krim
memakai pewarna alami. Dapat bermanfaat pula bagi masyarakat tentang
pembuatan es krim dari baku temped an jahe menggunakan pewarna alami
pandan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Es Krim
Es krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan
udara. Sel-sel udara yang ada berperan untuk memberikan tekstur lembut pada es
krim tersebut. Tanpa adanya udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu
dingin dan terlalu berlemak. Sebaliknya, jika kandungan udara dalam es krim
terlalu banyak akan terasa lebih cair dan lebih hangat sehingga tidak enak
dimakan. Sedangkan, bila kandungan lemak susu terlalu rendah, akan membuat es
lebih besar dan teksturnya lebih kasar serta terasa lebih dingin. Emulsifier dan
stabilisator dapat menutupi sifat-sifat buruk yang diakibatkan kurangnya lemak
susu dan memberi rasa lengket (Marshall dkk, 1996).
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan es krim adalah lemak
susu, padatan susu tanpa lemak (skim), gula pasir, bahan penstabil, pengemulsi,
dan pencita rasa (Kalsum, 2012). Lemak susu berfungsi untuk membentuk
kehalusan tekstur es krim. Adapun bahan yang mengandung protein dapat
membantu proses emulsifikasi yaitu susu skim. Bahan pemanis berfungsi
memberi rasa manis dan tekstur yang lebih halus dan lembut. Dalam pembuatan
es krim bahan penstabil berfungsi untuk mencegah pembentukan kristal es yang
kasar (Crhistian 2011).
2.1.1 Komposisi Umum Es Krim
Bahan-bahan utama yang diperlukan dalam pembuatan es krim antara lain:
lemak, bahan kering tanpa lemak (BKTL), bahan pemanis, bahan penstabil, dan
bahan pengemulsi. Lemak susu (krim) merupakan sumber lemak yang paling baik
untuk mendapatkan es krim berkualitas baik. Pada produk es krim tidak diberikan
bahan tambahan makanan karena penguat cita rasa adalah suatu zat bahan
tambahan yang ditambahkan kedalam makanan yang dapat memperkuat aroma
dan rasa (Harris, 2011).
Menurut Harris (2011), es krim yang baik harus memenuhi persyaratan
komposisi umum Ice Cream Mix (ICM) atau campuran es krim seperti pada Tabel
2.1 berikut:

Ditinjau dari kandungan gizi, es krim mengandung kalsium, fosfor,


protein, vitamin, dan mineral. Kandungan kalsium dan fosfor pada es krim
bermanfaat untuk menjaga kepadatan massa tulang, pencegahan osteoporosis,
kanker, serta hipertensi. Protein merupakan zat penting yang diperlukan seseorang
untuk memperbaiki jaringan otot yang digunakan. Nutrisi es krim terdapat pada
kandungannya yang berasal dari susu yaitu vitamin A, D, K dan B12. Vitamin A
baik untuk mata sehingga baik untuk pertumbuhan anak. Vitamin K membuka sel
darah yang tersumbat dengan vitamin B12 meningkatkan memori dan sistem.
Namun, di dalam es krim juga terkandung zat gizi lain yaitu lemak dan
karbohidrat, dimana kedua zat ini merupakan faktor pembatas terutama bagi
penggemar es krim yang sedang diet (Hartatie, 2011).
Sebagian besar es krim yang telah diolah masyarakat berbahan baku dari
susu hewani yang banyak mengandung lemak jenuh, sehingga setiap orang
kadang tidak mau terlalu sering mengkonsumsinya karena takut gemuk yang
disebabkan oleh kandungan lemak pada es krim tersebut. Oleh karena itu, perlu
ada alternatif lain pada pembuatan es krim dengan bahan nabati dari tumbuhan
sebagai campuran susu skim. Alternatif lain yang bisa digunakan yaitu dengan
membuat es krim dari sari tempe dan di campur dengan sari jahe.
2.2. Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang
difermentasikan menggunakan kapang rhizopus ("ragi tempe"). Selain itu,
terdapat pula makanan serupa tempe yang tidak berbahan kedelai yang juga
disebut tempe. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-
senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh
manusia. Tempe kaya akan serat, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai
macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk
menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia jamur
yang menghubungkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang kompak.
Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi pembuatan tempe
membuat tempe memiliki rasa khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak
masam Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia.
Terutama kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menemukan tempe
sebagai pengganti daging. Dengan ini sekarang tempe diproduksi di banyak
tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Namun demikian, beberapa negara
maju berlomba-lomba membuat varian dan mempatenkan tempe. Hal tersebut
dikhawatirkan dapat mengancam keberadaan tempe dari makanan rakyat menjadi
sumber komoditi yang bersifat monopoli pemegang lisensi.
Tidak jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namun demikian, makanan
tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan
budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam
bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 telah
ditemukan kata tempe, misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen
tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Hal
ini dan catatan sejarah yang tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada
mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam, berasal dari masyarakat pedesaan
tradisional Jawamungkin dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan
berkembang sebelum abad ke-16.
Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa
Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut
tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan
makanan tumpi tersebut. Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun
1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber lain mengatakan bahwa
pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu,
masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi
dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang
mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa
yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji 1 kedelai yang difermentasikan
menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe
menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang
bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.
Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda. Pada
tahun 1895, Prinsen Geerlings (ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda)
melakukan usaha yang pertama kali untuk mengidentifikasi kapang tempe.
Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh
para imigran dari Indonesia. Melalui Belanda, tempe telah populer di Eropa sejak
tahun 1946. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan tempe di Eropa, 53 di
Amerika, dan 8 di Jepang. Di beberapa negara lain, seperti Republik Rakyat Cina,
India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe
sudah mulai dikenal di kalangan terbatas. Pada tahun 1940-an dilakukan usaha
untuk memperkenalkan tempe ke Zimbabwe sebagai sumber protein yang murah.
Namun demikian, usaha ini tidaklah berhasil karena masyarakat setempat tidak
memiliki pengalaman mengkonsumsi makanan hasil fermentasi kapang.
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan
menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai
Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk
produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per
orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg.
Perhatian yang begitu besar terhadap tempe sebenarnya telah dimulai sejak
zaman pendudukan Jepang di Indonesia. Pada saat itu, para tawanan perang yang
diberi makan tempe terhindar dari disentri dan busung lapar. Menurut
Onghokham, dengan adanya tempe dan kandungan gizi yang dimilikinya, serta
harga yang sangat terjangkau, menyelamatkan masyarakat miskin dari malagizi
(malnutrition).
2.2.1 Khasiat dan Kandungan Gizi Tempe
Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat
menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif
(aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu
tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah,
pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak
banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim
pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan
karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh
dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik
untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga
bisa disebut sebagai makanan semua umur.
Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan
pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan
terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai
efisiensi protein, serta skor proteinnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah
dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam
kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan
diare kronis.
Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk
akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan
kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu
senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).
Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk
meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari
yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila
ditambah tempe.
Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu
gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-
tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak
balita.
Asam Lemak
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan
derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh
majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam
proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan,
sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak
terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan
terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif
sterol di dalam tubuh.
Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B
kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber
vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe
antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat
(niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Vitamin B12
umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan
nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin
B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari
bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada
pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama
fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali,
niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali
lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri
kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram
per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin
B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian
tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka
melibatkan tempe dalam menu hariannya.
Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup.
Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05
mg setiap 100 g tempe. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan
menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan
inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi,
kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk
isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan
antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi
pembentukan radikal bebas..
2.3. Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan rempah-rempah Indonesia
yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang
kesehatan. Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang
semu dan termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Jahe berasal dari
Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. ( Paimin, 2008).
2.3.1 Deskripsi jahe.
Tanaman jahe termasuk keluarga Zingiberaceae yaitu suatu tanaman
rumput - rumputan tegak dengan ketinggian 30 -75 cm, berdaun sempit
memanjang menyerupai pita, dengan panjang 15 23 cm, lebar lebih kurang dua
koma lima sentimeter, tersusun teratur dua baris berseling, berwarna hijau
bunganya kuning kehijauan dengan bibir bunga ungu gelap berbintik-bintik putih
kekuningan dan kepala sarinya berwarna ungu. Akarnya yang bercabang-cabang
dan berbau harum, berwarna kuning atau jingga dan berserat (Paimin, 2008).
2.3.2 Sistematika Tanaman Rimpang Jahe :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Musales
Family : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale

2.3.3 Kandungan Kimia.


Rimpang jahe mengandung 2 komponen, yaitu:
1. Volatile oil (minyak menguap)
Biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi aroma yang
khas pada jahe, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe. Jahe
kering mengandung minyak atsiri 1-3%, sedangkan jahe segar yang tidak dikuliti
kandungan minyak atsiri lebih banyak dari jahe kering. Bagian tepi dari umbi atau
di bawah kulit pada jaringan epidermis jahe mengandung lebih banyak minyak
atsiri dari bagian tengah demikian pula dengan baunya. Kandungan minyak atsiri
juga ditentukan umur panen dan jenis jahe. Pada umur panen muda, kandungan
minyak atsirinya tinggi. Sedangkan pada umur tua, kandungannyapun makin
menyusut walau baunya semakin menyengat.
2. Non-volatile oil (minyak tidak menguap)
Biasa disebut oleoresin salah satu senyawa kandungan jahe yang sering
diambil, dan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Sifat pedas tergantung dari
umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa pedas dan pahit. Oleoresin
merupakan minyak berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35%
yang diekstraksi dari bubuk jahe. Kandungan oleoresin dapat menentukan jenis
jahe. Jahe rasa pedasnya tinggi, seperti jahe emprit, mengandung oleoresin yang
tinggi dan jenis jahe badak rasa pedas kurang karena kandungan oleoresin sedikit.
Jenis pelarut yang digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan sinar
matahari atau dengan mesin mempengaruhi terhadap banyaknya oleoresin yang
dihasilkan. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman
jahe terutama golongan flavonoida, fenolik, terpenoida, dan minyak atsiri
(Benjelalai, 1984).
Senyawa fenol jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin, yang
berpengaruh dalam sifat pedas jahe (Kesumaningati, 2009), sedangkan senyawa
terpenoida adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai
bau, dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan minyak atsiri.
Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoida, disebut juga senyawa
essence dan memiliki bau spesifik. Senyawa monoterpenoid banyak
dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolitik, sedative, dan bahan
pemberi aroma makanan dan parfum. Menurut Nursal, 2006 senyawa-senyawa
metabolit sekunder golongan fenolik, flavanoiada, terpenoida dan minyak atsiri
yang terdapat pada ekstrak jahe diduga merupakan golongan senyawa bioaktif
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
2.3.4 Antioksidan Pada Jahe
Menurut Kusumaningati RW (2009) kemampuan jahe sebagai antioksidan
alami tidak terlepas dari kadar komponen fenolik total yang terkandung di
dalamnya, dimana jahe memiliki kadar fenol total yang tinggi dibandingkan kadar
fenol yang terdapat dalam tomat dan mengkudu. Gingerol dan shogaol telah
diidentifikasi sebagai komponen antioksidan fenolik jahe.
Rimpang jahe juga bersifat nefroprotektif terhadap mencit yang diinduksi
oleh gentamisin, dimana gentamisin meningkatkan Reactive Oxygen Species
(ROS) dan jahe yang mengandung flavanoida dapat menormalkan kadar serum
kreatinin, urea dan asam urat (Laksmi dkk, 2010).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat, Jenis dan Waktu Penelitian


3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini di laksanankan di Laboratorium Mikrobiologi. Jurusan
Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo.
3.1.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium.
3.1.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari mulai dari penyusunan
proposal sampai dengan penyusunan laporan akhir.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah tempe dan pewarna alami pandan.
3.3. Alat dan Bahan yang digunakan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Baskom
b. Sendok/pengaduk
c. Kaleng/rantang
d. Kompor
e. Gelas ukur
f. Blender
g. Pisau
h. Timbangan
i. Panci
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Tempe
b. Jahe
c. Gula pasir
d. Pewarna alami (pandan)
e. Air
f. Bahan tambahan es krim yaitu CMC, susu kedelai, susu skim, bubuk full
cream, whip cream.
3.4. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan sari tempe

Tempe

Dipotong dadu

Dilakukan proses blanching atau


direndam dalam air mendidih selama
15 menit pada suhu 650C

Ditiriskan, kemudian dihaluskan


dengan menggunakan air panas 800C
selama 15 menit (perbandingan air
dan tempe 3:1)

Disaring menggunakan kain saring


lalu di panaskan pada suhu 800C
selama 10 menit.
2. Pembuatan sari jahe

Jahe

Dipotong menjadi bagian-bagian


kecil.

Diblender selama 10 menit dengan


menambahkan air 1:3.

Disaring sarinya kemudian


diendapkan 30 menit untuk diambil
filtratnya.
3. Pembuatan es krim

Sari tempe dan sari jahe

Dicampurkan sari tempe dan sari jahe dengan


perbandingan 9:1 kemudian tambahkan 1 liter
susu kedelai, susu skim 15/30 gr, 60 gr gula, 3
gr CMC, 50 gr susu bubuk full cream, 25 gr
whip cream dan pandan.

Adonan es krim yang telah jadi di diamkan


beberapa menit

Dimasukkan dalam refrigerator dengan suhu 5oC


selama 12 jam.

Setelah setengah beku, es krim diblender sampai


halus

Dimasukkan dalam wadah dan disimpan kembali


didalam refrigerator

Es krim yang telah padat siap diuji oleh peneliti


Pengujian es krim meliputi uji kadar protein,
viskositas atau kekentalan, organoleptik dan
daya terima
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Affandy. 2012. Analisis Isoflavon dan Antioksidan Kedelai dan Tempe. Skripsi.
Unika Atmajaya: Jakarta.

Benjelalai. 1984. Pengantar ilmu pangan; Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah- mada
University Press.Yogyakarta.

Christian, K. 2011. Pembuatan es krim vegetarian dengan bahan baku sari


kedelai dan sari brokoli (kajian proporsi bahan baku dan konsentrasi
CMC). Skripsi. Universitas Brawijaya: Malang.

Denyer, C.V.,P. Jackson,D.M. Loakes,M.R. Ellisdan D.A.B. Yound. 1994.


Isolation of antirhinoviral sesquiterpenes from ginger (Zingiber
officinale). J Nat Products.

Harris, A. (2011). Pengaruh Substitusi Ubi Jalar (Ipomea batatas) dengan Susu
Skim Terhadap Pembuatan Es Krim. Makassar: Universitas
Hasanuddin.

Hartatie, E.S. 2011. Kajian Formulasi (Bahan Baku, Bahan Pemantap) dan
Metode Pembuatan Terhadap Kualitas Es Krim. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.

He, X.,W.B. Matthew,L. Lian dan L. Lin. 1998. High performance liquid
chromatography-electrospray mass spectrometric analysis of pungent
constituents of ginger. J. Chromatogra.

Kalsum, Umi. 2012. Kualitas Organoleptik dan Kecepatan Meleleh dengan


Penambahan Tepung Porang (Amorphopallus onchopillus) sebagai
Bahan Stabil. Makassar: Universitas Hassanudin.

Kusumaningati RW, 2009 . Analisa Kandungan Fenol Total Jahe (Zingiber


officinale Rosc.) Secara in Vitro, Fakultas Kedokteran UI. Jakarta

Laksmi B.V.S dan Sudhakar M. 2010 . Protective Effect of Zingiber officinale on


Gentamicin-Induced Nephrotoxicity in Rats. International Journal of
Pharmacology. 6(1):58-62.

Marshall, R.T. dan Arbuckle, W.S. (1996). Ice Cream. Edisi Kelima. New York:
International Thompson Publishing. New York. Hal. 56-58.

Nursal, Wulandari S, Juwita WS, 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber


officinale Roxb.) dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri
Escherichia coli dan Bacillus subtilis.Jurnal Biogenesis.Vol,2(2):64-66
Paimin F B., Murhananto, 2008 . Seri Agribisnis Budi Daya Pengolahan,
Perdagangan Jahe. Cetakan XVII. Penebar Swadaya. Jakarta : 5 20.

Puspitarini, R. 2012. Kandungan Serat, Lemak, Sifat Fisik, Dan Tingkat


Penerimaan Es Krim Dengan Penambahan Berbagai Jenis Bekatul
Beras Dan Ketan. Skripsi. Universitas Diponegoro: Semarang.

Rismunandar, 1998. Rempah-Rempah Ekspor Komoditi Indonesia. Sinar Baru:


Bandung.

Sudarmadji, S.B.H dan Suhaidi, 1984. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty: Yogyakarta

You might also like