You are on page 1of 29

MASALAH MALPRAKTIK KEBIDANAN

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kode Etik Kebidanan

Disusun oleh:

KUSWATI

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.
Tujuan saya membuat makalah ini untuk menyelesaikan tugas etikolegal
sekaligus sebagai tambahan referensi bagi para mahasiswa yang membutuhkan
ilmu tambahan tentang Hukum Kesehatan khususnya Malpraktik Kebidanan.
Saya menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata
sempurna maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini dapat berguna dan membantu
proses pembelajaran.
Kudus, September 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan Makalah .................................................... 2
D. Manfaat Penulisan Makalah ................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Malpraktik .............................................................................. 3
B. Teori Persalinan ..................................................................... 7
BAB III PEMBAHASAN KASUS
A. Kasus Pertama ...................................................................... 12
B. Kasus Kedua ......................................................................... 16
C. Pembahasan .......................................................................... 21
D. Kritik dan Saran ..................................................................... 22
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 24
B. Saran .................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan
sosial masyarakat dunia juga mempengaruhi munculnya masalah /
penyimpangan etik sebagai akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan
yang menimbulkan konflik terhadap nilai. Arus kesejagatan ini tidak dapat
dibendung,pasti akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dengan
demikian penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi di dalam praktek
kebidanan misalnya dalam praktek mandiri,bidan yang bekerja di rumah
sakit, rumah bersalin atau institusi lainnya ada di bawah perlindungan
institusinya, bidan praktek mandiri mempunyai tanggung jawab yang lebih
besar karena harus mempertanggung jawabkan sendiri apa yang dilakukan.
Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas
mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya
terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.
Sebagai calon bidan yang ahli dan professional dalam melayani klien,
sudah menjadi suatu kewajiban kita untuk mengetahui lebih dahulu apa saja
wewenang yang boleh kita lakukan dan wewenang yang seharusnya
ditangani oleh seorang dokter SpOG sehingga kita harus meninjau agar
tindakan kita tidak menyalahi PERMENKES yang berlaku.
Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media
massa adanya peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di
Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis bidan
yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak
memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau
pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen
rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi
korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah
kasus-kasus itu terkategori malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian
(human error) dari seorang bidan / dokter. Sejauh ini di negara kita belum

1
ada ketentuan hukum tentang standar profesi kebidanan yang bisa mengatur
kesalahan profesi.
Kasus tindak pidana malpraktik merupakan kasus yang sangat sering
terjadi di Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir ini istilah malpraktik
cukup terkenal dan banyak dibicarakan masyarakat umum khusunya
malpraktik kebidanan antara bidan dan pasien. Melihat fenomena di atas,
maka kami melalui makalah ini akan membahas tentang salah satu kasus
malpraktik di Lorong Beringin Jaya Kelurahan 13 Ulu Kecamatan SU II
Palembang dan Desa Nobi-Nobi, Kecamatan Amanuban Tengah.

B. Rumusan Makalah
1. Apakah malpaktik dalam kebidanan?
2. Bagaimana penentuan kasus malpraktik?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Makalah ini bertujuan supaya mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan tentang malpraktik
2. Menjelaskan penentuan kasus malpraktik

D. Manfaat Penulisan Makalah


1. Mahasiswa kebidanan lebih mengerti dan memahami bagaimana
malpraktik yang ada pada profesi kebidanan.
2. Menjadi bahan renungan untuk selalu bersikap profesional dalam setiap
praktik kebidanan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Malpraktik
1. Pengertian Malpraktik
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan
tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti
salah sedangkan praktek mempunyai arti pelaksanaan atau
tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan
yang salah.Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah
tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah
dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat
oleh dokter/bidan pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya,
tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal
yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh dokter pada
umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian
dari seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi
kesehatan. Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan
berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul
dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau
dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut
pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang
hukum disebut yuridical malpractice.
2. Jenis-jenis Malpraktik
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3
kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni :
a. Criminal malpractice

3
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori
criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi
rumusan delik pidana yakni :
1) Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela.
2) Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa
kesengajaan, kecerobohan.
Criminal malpractice yang bersifat sengaja misalnya
melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia
jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal
263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299
KUHP)
Criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya
melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed
consent.
Criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya kurang hati-
hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice
adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat
dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana
kesehatan.
b. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil
malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak
memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar
janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil
malpractice antara lain:
1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi terlambat melakukannya
3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi tidak sempurna
4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak
seharusnya dilakukan.
4
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat
individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain
berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka
rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas
kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama
tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas
kewajibannya.
c. Administrative malpractice
Tenaga bidan dikatakan telah melakukan administrative
malpractice manakala tenaga bidan tersebut telah melanggar
hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police
power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi
tenaga bidan untuk menjalankan profesinya ( Surat Ijin Kerja, Surat
Ijin Praktek)batas kewenangan serta kewajiban tenaga bidan.
Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
3. Sanksi Hukum
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
900/MeNKESE/SK/VII/2002 Tentang Registrasi dan Praktik bidan pasal
42 mengatakan :
Bidan yang dengan sengaja:
1) Melakukan praktik kebidanan tampa mendapat pengakuan /
adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan / atau :
2) Melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 :
3) Melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 peraturan pemerintah
nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
Pasal 35, berbunyi :
1. Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
a. Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam izin praktik

5
b. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar
profesi.
2. Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat
atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga
kesehatan dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 butir a.
Pasal 36, berbunyi :
1. Kepala dinas kesehatan kabupaten / kota dapat memberikan
peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap keputusan ini.
2. Peringatan lisan atau tertulis sebagiaman dimaksud pada ayat 1
diberikan paling banyak 3 kali dan apabila peringatan tersebut tidak
diindahkan kepala dinas kesehatan kabupaten / kota dapat
mencabut SIPB bidan yang bersangkutan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian
yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain
ditur dalam pasal 359 yang berbunyi: Barangsiapa karena kealpaannya
menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun".
Sedangkan kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan
jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang berbunyi : Barang siapa karena kealpaannya
menyebabkan orag lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun. Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu
tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembian bulan
atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinngi tiga
ratus juta rupiah .

6
B. Teori Persalinan
1. Pengertian
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan
janin turun ke dalam jalan lahir (Yanti, 2010). Persalinan merupakan
proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam
rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari pembukaan dan dilatasi
serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi dan
kekuatan yang teratur. berawal kekuatan yang muncul kecil, kemudian
terus meningkat sampai pada puncaknya pembukaan serviks lengkap
sehingga siap untuk pengeluaran janin dari rahim (Rohani dkk, 2011).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran
janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam
18-24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin (Saifuddin,
2010 & Sumarah dkk, 2009).
Menurut Evariny (2007), menyatakan bahwa persalinan normal
adalah persalinan dengan beberapa kriteria, antara lain :
a. Proses keluarnya bayi pada kehamilan cukup bulan, yaitu antara
37-42 minggu.
b. Lahir spontan yaitu kelahiran dengan tenaga mengejan dari ibu,
tanpa bantuan alat apapun seperti vakum, dengan presentasi
belakang kepala.
c. Prosesnya berlangsung antara 12-18 jam.
Tidak ada komplikasi atau masalah yang terjadi pada ibu
maupun bayinya
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
Menurut Widyastuti (2010) yang mempengaruhi persalinan
adalah:
a. Passage (Jalan Lahir)
Agar anak dapat melalui jalan lahir tanpa rintangan jalan tersebut
harus normal. Jalan lahir meliputi :
1) Panggul
Ukuran panggul dalam :

7
a) PAP : promontorium / conjungtiva diagnosis (normal 12,5
cm linea innominata teraba lingkaran)
b) PTP : Spina ischidica (normal tidak menonjol) lengkungan
sacrum (normal cukup)
c) PBP : Acrus pubis (normal 90) mobilitas os coccygeus
(normal cukup)
2) Dasar panggul
Terdiri dari otot-otot dan macam-macam jaringan untuk
dapat dilalui anak dengan mudah. Jika terjadi kekakuan pada
jaringan dan otot. Hal ini akan menjadi robek atau ruptur.
3) Bidang-bidang panggul
Bidang Hodge adalah bidang semu sebagai pedoman
untuk menentukan kemajuan persalinan, yaitu seberapa jauh
penurunan kepala melalui pemeriksaan dalam atau vaginal
toucher (VT) (Sumarah, dkk, 2009).
Menurut Sumarah, dkk (2009), menyatakan bidang hodge
terbagi empat antara lain sebagai berikut :
a) Bidang Hodge I : bidang setinggi pintu atas panggul (PAP)
b) Bidang Hodge II : bidang setinggi pinggir bawah simpisis,
berhimpitan dengan pintu atas panggul (PAP) (H I)
c) Bidang Hodge III : bidang setinggi spina ischiadika,
berhimpitan dengan pintu atas panggul PAP ( H I)
d) Bidang Hodge IV : bidang setinggi ujung os coccygis,
berhimpitan dengan pintu atas panggul (PAP) (H I)
4) Jalan lahir lunak
Menurut Rohani, dkk (2011), menyatakan bahwa jalan
lahir lunak pada panggul, terdiri atas :
a) Uterus
Pada primigravida pembukaan didahului oleh
pendataran servik, sedangkan pada multigravida
pembukaan servik dapat terjadi bersamaan dengan
pendataran. Pendataran servik (effacement) adalah
pemendekan saluran servik dari panjang sekitar 2 cm
menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi
8
hampir setipis kertas yang dinyatakan dalam persentase
dari angka 0% sampai 100 %.
Dilatasi servik adalah pembesaran atau pelebaran
muara dan saluran servik yang terjadi pada awal
persalinan, diameter meningkat dari 1 cm sampai 10 cm.
b) Otot dasar panggul
Otot dasar panggul terdiri atas otot-otot dan ligament
yaitu dinding panggul sebelah dalam dan yang menutupi
panggul bawah membentuk dasar panggul disebut pelvis.
Jaringan lunak terdiri atas segmen bawah uterus yang
dapat meregang, servik, otot dasar panggul, vagina dan
introitus.
Segmen bawah uterus bertahap membesar karena
mengakomodasi isi dalam rahim, sedangkan bagian atas
menebal dan kapasitas akomodasinya menurun. Kontraksi
korpus uteri menyebabkan janin tertekan ke bawah,
terdorong ke arah servik. Servik kemudian menipis dan
berdilatasi sehingga memungkinkan bagian terbawah janin
turun memasuki vagina.
c) Perineum
Adalah jaringan yang terletak di sebelah distal
diafragma pelvis. Perineum mengandung sejumlah otot
supervisial, dan berisi jaringan lemak. Saat persalinan, otot
ini sering mengalami kerusakan ketika janin dilahirkan.
b. Power (His)
His adalah kontraksi otot rahim pada persalinan. Kontraksi ini
yang bersifat otonom tidak di pengaruhi kemauan. Walaupun begitu
dapat di pengaruhi dari luar misalnya rangsangan oleh jari-jari
tangan.
Pembagian his dalam persalinan dan sifat - sifatnya :
1) His pendahuluan
His tidak kuat, tidak teratur menyebabkan show.
2) His pembukaan (kala I)

9
a) His pembukaan serviks - terjadi pembukaan lengkap 10
cm.
b) Mulai kuat, teratur dan sakit.
3) His pengeluaran (His mengedan kala II)
a) Sangat kuat, teratur, simetris, terkoordinasi dan lama.
b) His untuk pengeluaran janin.
c) His kontraksi otot perut, diafragma dan ligament.
4) His pelepasan uri (kala III)
Kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan plasenta.
5) His Pengiring (kala IV)
Kontraksi lemah, masih sedikit pengecilan uterus dalam
beberapa jam atau hari.
c. Passanger (buah kehamilan / janin)
Passanger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir
merupakan akibat interaksi beberapa faktor menurut Widyastuti
(2010), yakni :
1) Ukuran kepala
2) Presentasi / Letak
3) Sikap
4) Posisi janin
d. Psikologis
Keadaan psikologis ibu mempengaruhi proses persalinan.
Ibu bersalin yang didampingi oleh suami dan orang yang dicintainya
cenderung mengalami proses persalinan yang lebih lancer
disbanding dengan ibu bersalin tanpa pendamping. Ini menunjukkan
bahwa dukungan mental berdampak positif bagi keadaan psikis ibu,
yang berpengaruh tehadap kelancaran proses persalinan (Asrinah,
2010).
Perubahan psikologis dan perilaku ibu, terutama yang terjadi
selama fase laten, aktif, dan transisi pada kala 1 persalinan memiliki
karakteristik masing-masing. Sebagian besar ibu hamil yang
memasuki masa persalinan akan merasa takut. Apalagi untuk
seorang primigravida yang pertama kali beradaptasi dengan ruang
bersalin. Hal ini harus disadari dan tidak boleh diremehkan oleh
10
petugas kesehatan yang akan memberikan pertolongan persalinan.
Ibu hamil yang akan bersalin mengharapkan penolong yang dapat
dipercaya dan dapat memberikan bimbingan dan informasi
mengenai kedaannya.
Kondisi psikologis ibu bersalin dapat juga dipengaruhi oleh
dukungan dari pasangannya, orang terdekat, keluarga, penolong,
fasilitas dan lingkungan tempat bersalin, bayi yang dikandungnya
merupakan bayi yang diharapkan atau tidak.
e. Penolong
Kompetensi yang dimiliki penolong sangat bermanfaat untuk
memperlancar proses persalinan dan mencegah kematian maternal
dan neonatal. Dengan pengetahuan dan kompetensi yang baik
diharapkan kesalahan atau malpraktik dalam memberikan asuhan
tidak terjadi (Asrinah, 2010).
Tidak hanya aspek tindakan yang diberikan, tetapi aspek
konseling dan pemberian informasi yang jelas dibutuhkan oleh ibu
bersalin untuk megurangi tingkat kecemasan ibu dan keluarga.
Bidan mempunyai tanggungjawab yang besar dalam proses
persalinan. Langkah utama yang harus dikerjakan adalah mengkaji
perkembangan persalinan memberitahu perkembangannya baik
fisiologis maupun patologis pada ibu dan keluarga dengan bahasa
yang mudah dimengerti. Kesalahan yang dilakukan bidan dalam
mendiagnosis persalinan dapat menimbulkan kegelisahan dan
kecemasan pada ibu dan keluarga.

11
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Kasus Pertama
Kamis, 17 Maret 2016 18:11 WIB

Bidan Diduga Malpraktek, Bayi Ini Dilahirkan dalam Kondisi Leher Patah
Wartakota
Laporan wartawan Tribunsumsel.com, Slamet Teguh Rahayu

TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Bersiap menyambut kelahiran anak


keduanya, Irwansyah (35) dan istrinya Rusmiati (34) malah harus menahan
duka.

Rusmiati melahirkan bayi yang dikandungnya selama sembilan tersebut


sudah dalam keadaan tak bernyawa, usai menjalani persalinan di Praktek
Bidan Indayanti yang berada di Jalan KH Azhari Kelurahan 13 Ulu
Kecamatan Seberang Ulu (SU) II, Kamis (17/3/2016) siang.

Irwansyahpun harus bertambah sakit hatinya, karena melihat bayi laki-laki


tersebut, harus lahir dalam keadaan leher yang patah, sekujur tubuh yang
mengalami luka, dan tali pusar yang telah terlepas.

Melihat apa yang dialami putranya tersebut, membuat Irwansyah tak terima,
dan menduga bidan Indayanti telah melakukan malpraktek.

"Tadi siang istri saya sudah kesakitan, jadi saya memutuskan untuk
membawa istri saya untuk menjalani proses persalinan di bidan tersebut.
Kata bidan itu anak kami lahir sungsang, namun saat keluar bayi kami sudah
dalam keadaan tak bernyawa," ujar warga Lorong Beringin Jaya Kelurahan
13 Ulu Kecamatan SU II saat dibincangi Tribunsumsel.

Irwansyahpun menduga ada kesalahan dalam proses persalinan yang


dilakukan.

Irwasnyah juga tidak bisa terima dengan alasan bidan, yang mengatakan,
jika bayinya memang sudah meninggal sebelum dilahirkan.

"Kata bidan itu, anak kami sudah meninggal tiga hari di dalam kandungan.
Kalau memang demikian, kenapa istri saya masih merasakan kesakitan
sebelum melahirkan. Bayi kami juga lahirnya mengenaskan pak,"
ungkapnya.

Penulis: Slamet Teguh Rahayu


Editor: Eko Sutriyanto
Sumber: Tribun Sumsel

12
Pemecahan Masalah:
Bagi keluarga korban yang akan melakukan tuntutan terhadap tenaga bidan
sebagai terdakwa yang telah melakukan ciminal malpractice, harusnya dapat
membuktikan apakah perbuatan tenaga bidan tersebut telah memenuhi
unsur tidak pidana yakni :
1. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan
yang tercela. Berdasarkan kasus di atas, bidan Indayanti hanya berniat
untuk menolong, namun pada pertolongan kasus seharusnya bidan,
sudah melakukan pengkajian dengan lengkap dan memberitahukan
hasilnya pada keluarga.
2. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea)
yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Berdasarkan
kasus di atas Bidan belum menjelaskan bahwa bayi sudah meninggal
dalam kandungan sebelum dilahirkan dan tidak menjelaskan pula
tindakan yang dilakukan dengan memotong leher bayi, karena
keterangan dari keluarga bahwa anaknya lahir sungsang dan sudah
meninggal dunia. Selanjutnya apabila keluarga menuduh bidan tersebut
telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal
dunia, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan
tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau
kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya criminal malpractice yang bersifat
negligence (lalai)pembuktianya dapat dilakukan dengan :
1. Cara langsung: Membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur
adanya 4D yakni :
a. Duty (kewajiban) : Dalam hubungan perjanjian bidan Indayanti
dengan pasien Rusmiati, bidan Indayanti haruslah bertindak
berdasarkan adanya indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan
teliti, bekerja sesuai standar profesi, sudah ada informed consent.
Berdasarkan poin-poin di atas penggugat harus mengkaji lebih
lanjut untuk didapatkan bukti yang jelas apakah bidan Indayanti
telah memenuhi tindakan yang seharusnya dilakukan oleh seorang
bidan atau tidak.
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
13
Jika seorang tenaga bidan melakukan asuhan kebidanan
menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa
yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka
tenaga bidan tersebut dapat dipersalahkan. Dalam kasus di atas
bidan Indayanti telah memenuhi poin ini, tidak memberitahukan
kepada keluarga mengenai tindakan pertolongan kelahiran bayi
yang akan dilakukan pada keluarga sehingga melalui point ini bidan
Indayanti dapat dipersalahkan/digunakan sebagai berkas tuntutan
dari keluarga ke bidan Indayanti.
c. Direct Causation (penyebab langsung)
d. Damage (kerugian)
Tenaga bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada
hubungan (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian
(damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau
tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan
jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar
menyalahkan tenaga bidan. Berdasarkan teori ini yang dihubungkan
dengan kasus maka, hasil negative dari kasus ini yang berupa leher
bayi patah, luka pada bayi, tali pusar yang telah terlepas dan
meninggalnya bayi dapat digunakan langsung sebagai dasar
menyalahkan bidan Indayanti, namun pengkajian secara
menyeluruh tetap harus dilakukan oleh penggugat mengenai
hubungan langsung antara penyebab dan kerugian yang diderita
oleh penggugat (keluarga Ny. Rusmiyati) untuk didapatkan bukti
yang jelas untuk pengajuan tuntutan.
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah
bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan bidan (doktrin res ipsa loquitur). Dalam kasus ini
hasil layanan bidan adalah leher bayi patah, luka pada bayi dan tali
pusar yang telah terlepas. Dalam hal ini dapat diterapkan karena fakta-
fakta yang ada memenuhi kriteria: fakta tidak mungkin ada/terjadi
apabila tenaga bidan tidak lalai, fakta itu terjadi memang berada dalam

14
tanggung jawab tenaga bidan, fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari
pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.
Bagi bidan yang harus dilakukan menangani kasus ini terkait atas
tuduhan kepada bidan yang merupakan criminal malpractice adalah :
1. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/
menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya bidan mengajukan
bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko
medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak
mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan. Dalam informal defence ini
hendaknya bidan Indayati menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya,
apakah itu merupakan kesengajaan, atau resiko medik atau hal-hal yang
lain.
2. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan
atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal
tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau
melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung
jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah
pengaruh daya paksa. Dalam informal defence ini hendaknya bidan
Indayati menjelaskan, apakah hal ini merupakan pengaruh paksaan
sehingga bidan Indayanti dapat membebaskan diri atau tidak dalam
pengaruh paksaan sehingga bidan Indayanti harus memperjelas apa
yang terjadi sebenarnya sehingga layak untuk mendapat hukuman atau
tidak.
3. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya bukan perjanjian akan berhasil.
4. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent
5. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis
6. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter
7. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan
segala kebutuhannya

15
B. Kasus Kedua

VoxNtt.com | Merajut Keberagaman

Jasad Yohana Da Silva, korban dugaan kelalaian usai melahirkan di RSUD


Soe.
Istri dan Anak Meninggal, Yafred Nekat Polisikan Dokter dan Bidan RSUD
SoE

May 3, 2017 Berita Terkini, HEADLINE, NTT NEWS 142,161 Views

Soe, Vox NTT-Yafred Nuban warga RT 14 / RW 07, Desa Nobi-Nobi,


Kecamatan Amanuban Tengah melaporkan seorang dokter dan 4 bidan di
RSUD Soe ke polisi karena merasa tidak puas dengan pelayanan rumah
sakit tersebut.

Pria berumur 37 tahun ini nekat melapor ke polisi setelah istrinya Yohana Da
Silva dan bayi mereka yang baru lahir meninggal dunia akibat pendarahan
hebat pada 25 April 2017 di ruang bersalin RSUD SoE.

Saya merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan baik bidan
maupun dokter karena tidak profesional sehingga istri dan anak saya
meninggal,tutur Yafred dengan nada sedih.

Yafred merasa ada yang janggal dalam penanganan yang dilakukan seorang
dokter yang diketahui berinisial EM, dua bidan senior serta dua orang bidan
praktek yang terkesan lalai menangani proses kelahiran tersebut.

Saya memilih untuk lapor ke aparat hukum karena saya melihat sendiri ada
kelalaian dari dokter maupun bidan yang menangani proses kelahiran anak
saya sehingga mereka berdua meninggal dunia. Biarkan masalah ini proses
untuk mengetahui sebab kematian istri dan anak,kata Yafred Yafred kepada
wartawan di Mapolres TTS, Rabu (3/5/2017).

Kronologis

Dikisahkan, dia membawa istrinya untuk bersalin ke RSUD SoE pada


tanggal 25 April 2017 sekitar pukul 10. 00 Wita dan langsung dibawa ke
ruang persalinan.

Keesokan harinya tepatnya tanggal 26 April 2017 sekitar pukul 12.00 Wita
diberikan obat perangsang oleh dokter untuk membantu kelancaran
persalinan.

Selang beberapa saat kemudian terjadinya reaksi sehingga Yohana


mengeluh sakit pada bagian perut sementara dokter EM sudah
meninggalkan ruang persalinan dan menitipkan kepada 4 orang bidan untuk
memantau perkembangan Yohana.

16
Jenazah istri dan anak Yafred (Foto: Paul/Vox NTT)
Awalnya setelah masuk di ruang bersalin, dokter tawarkan ke saya untuk
kasih obat perangsang. Karena saya juga tidak tahu makanya saya
setuju,kata Yafred yang diamini oleh martuanya Magdalena Da Silva Diaz.

Setelah memberi obat perangsang dokter EM keluar dari ruang persalinan


dan menitipkan pasien kepada 4 orang bidan untuk memantau
perkembangan selanjutnya.

Sekitar pukul 17:00 Wita, istri Yafred, Yohana Da Silva merasa sudah
hendak melahirkan dengan rasa sakit yang tidak tertahan lagi.

Melihat kondisi sang istri, Yafred memanggil bidan untuk memberikan


pertolongan. Tetapi saat itu bidan menjawab belum waktunya untuk bersalin.

Menurut Yafred saat itu bidan-bidan itu malah asyik mencatok rambut
mereka. Sempat mengecek dengan tangannya di bagian vital Yohana
namun bidan kembali beralasan belum waktunya melahirkan.

Waktu itu saya panggil bidan karena saya lihat istri saya sudah tidak tahan
sakit, bidan datang dan kasi masuk tangan lalu bidannya bilang, sabar itu
belum waktunya, lalu bidan itu pergi untuk lanjut catok rambut,kata Yafred.

Selanjutnya kata Yafred, sekitar pukul 19.00 wita karena istrinya sudah tidak
tahan sakit Yafred kembali memanggil bidan untuk mengecek kondisi
Yohana.

Tetap dengan cara yang sama bidan tersebut memasukan tangannya ke


organ vital dan seketika itu juga darah pun mengalir begitu banyak disertai
pices.

Waktu bidan kasih masuk tangan lagi setelah itu darah mulai keluar begitu
banyak dan juga dengan tai, sehingga saya keluar ruang karena tidak bisa
liat kondisi istri saya lagi,tutur Yafred.

Lebih lanjut kata Yafred, setelah melihat kondisi Yohana yang sudah lemas,
sesak nafas, pucat serta pendarahan hebat, salah seorang bidan berusaha
menelpon dokter EM sembari 3 orang bidan lainnya berupaya membantu
persalinan Yohana.

Pemecahan Masalah:
Bagi keluarga korban yang akan melakukan tuntutan terhadap tenaga bidan
sebagai terdakwa yang telah melakukan ciminal malpractice, harusnya dapat
membuktikan apakah perbuatan tenaga bidan tersebut telah memenuhi
unsur tidak pidana yakni :
1. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan
yang tercela. Berdasarkan kasus di atas, dr. ME dan para bidan kurang
17
responsif terhadap kondisi pasien, namun dalam kondisi tersebut dokter
dan bidan harusnya sudah menentukan diagnosa potensial pada pasien
sehingga dapat melakukan antisipasi segera, dan tindakan tidak serius
dalam mengobservasi kondisi pasien juga mempengaruhi informasi hasil
pemeriksaan yang disampaikan kepada pada keluarga.
2. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea)
yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Berdasarkan
kasus di atas ada beberapa unsur kesengajaan yang dilakukan oleh dr.
EM dan para bidan, dimana dokter menyarankan pemberian obat
perangsang tanpa memberitahu maksud dan tujuan dari obat
perangsang tersebut dengan baik dan benar kepada keluarga pasien
sehingga keluarga pasien yang tidak mengetahui, terpaksa harus
menyetujui demi keselamatan korban dan dokter menyerahkan pasien
kepada bidan begitu saja dan perilaku bidan yang kurang profesional
dalam bekerja (mencatok rambut). Selanjutnya apabila keluarga
menuduh dr. EM dan para bidan tersebut telah melakukan kealpaan
sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, maka yang harus
dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang
dilakukan dengan sikap batin berupa sengaja, ceroboh dan alpa atau
kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya criminal malpractice yang bersifat
negligence (lalai)pembuktianya dapat dilakukan dengan :
1. Cara langsung: Membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur
adanya 4D yakni :
a. Duty (kewajiban) : Dalam hubungan perjanjian dr. EM dan para
bidan dengan pasien dan keluarga pasien, dr. EM dan para bidan
haruslah bertindak berdasarkan adanya indikasi medis, menentukan
diagnosa potensial sehingga dapat dilakukanantipasi dengan
segera. dr. EM dan para bidan harusnya bekerja sesuai standar
profesi, sudah ada informed consent. Berdasarkan poin-poin di atas
penggugat harus menyampaikan kronologis peristiwa yang dialmi
dengan sejelas-jelasnya apakah dr. EM dan para bidan telah
memenuhi tindakan yang seharusnya dilakukan oleh seorang dokter
dan/atau bidan atau tidak.
18
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga dokter dan bidan melakukan asuhan yang
menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa
yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka
tenaga bidan tersebut dapat dipersalahkan. Dalam kasus di atas dr.
EM dan para bidan telah memenuhi poin ini, tidak memberitahukan
kepada keluarga mengenai fungsi obat perangsang persalinan dan
para bidan seolah tidak peduli dengan kondisi pasien (hanya fokus
dengan adanya tanda-tanda persalinan atau tidak) dan lebih
memilih mencatok rambutnya sehingga melalui point ini dr. EM dan
para bidan dapat dipersalahkan/digunakan sebagai berkas tuntutan
dari keluarga ke dr. EM dan bidan.
c. Direct Causation (penyebab langsung)
d. Damage (kerugian)
Tenaga bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada
hubungan (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian
(damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau
tindakan sela diantaranya, dan hal ini haruslah dibuktikan dengan
jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar
menyalahkan tenaga bidan. Berdasarkan teori ini yang dihubungkan
dengan kasus maka, hasil negatif dari kasus ini yang berupa
perdarahan hebat disertai feses hingga menyebabkan
meninggalnya pasien dapat digunakan langsung sebagai dasar
menyalahkan dr. EM dan para bidan, namun pengkajian secara
menyeluruh tetap harus dilakukan oleh penggugat mengenai
hubungan langsung antara penyebab dan kerugian yang diderita
oleh penggugat untuk didapatkan bukti yang jelas untuk pengajuan
tuntutan.
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah
bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan bidan (doktrin res ipsa loquitur). Dalam kasus ini
hasil layanan bidan adalah perdarahan hebat disertai keluarnya feses
hingga pasien meninggal. Dalam hal ini dapat diterapkan karena fakta-
19
fakta yang ada memenuhi kriteria: fakta tidak mungkin ada/terjadi
apabila tenaga bidan tidak lalai, fakta itu terjadi memang berada dalam
tanggung jawab tenaga bidan, fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari
pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.
Bagi bidan yang harus dilakukan menangani kasus ini terkait atas
tuduhan kepada bidan yang merupakan criminal malpractice adalah :
1. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/
menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya dr. EM dan para
bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan
tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan
alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea)
sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
Dalam informal defence ini hendaknya dr. EM dan para bidan
menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, apakah itu merupakan
kesengajaan, atau resiko medik atau hal-hal yang lain.
2. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan
atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal
tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau
melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung
jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah
pengaruh daya paksa. Dalam informal defence ini hendaknya bidan
Indayati menjelaskan, apakah hal ini merupakan pengaruh paksaan
sehingga bidan Indayati dapat membebaskan diri atau tidak dalam
pengaruh paksaan sehingga dr. EM dan para Indayati harus
memperjelas apa yang terjadi sebenarnya sehingga layak untuk
mendapat hukuman atau tidak.
3. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya bukan perjanjian akan berhasil.
4. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent
5. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis
6. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter
7. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan
segala kebutuhannya
20
C. Pembahasan
Pelayanan yang berkualitas adalah adalah pelayanan yang dapat
memuaskan pasien. Pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Standar merupakan tingakat pencapaian tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal. Standard
pelayanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang
diharapkan, yaitu yang menyangkut masukan, proses, dan luaran dari
system pelayanan kesehatan.
Seorang bidan atau tenaga kesehatan lainnya harus senantiasa
melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi, memperhatikan semua
aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yaitu promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif serta menggunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk keperluan pasien.
Dengan demikian, seorang bidan yang memberikan pelayanan di
bawah standar merupakan suatu tindakan malpraktik dan dapat dikenakan
pasal 350 KUHP. Malpraktik adalah merupakan suatu tindakan tenaga
professional (profesi) yang bertentangan dengan standard, kode etik profesi,
undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang
mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain.
Suatu pelanggaran merupakan malpraktik hukum pidana atau perdata,
maka kasus diteruskan ke pengadilan. Dalam hal ini perlu dicegah oleh
karena kurangnya pegetahuan pihak penegak hukum tentang ilmu dan
teknologi kedokteran sehingga menyebabkan bidan yang ditindak menerima
hukuman yang dianggap tidak adil. Selain itu pengetahuan masyarakat
umum tentang etika kebidanan sangat terbatas sehingga kadang-kadang
terjadi ada kasus pelanggaran etika murni keburu dajukan ke pengadilan
sebelum ditangani Majelis Disispilin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis
Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM). Namun
bila pelanggaran etika tidak murni, dibahas dulu di Majelis Disispilin Tenaga
Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika
Pelayanan Medis (MP2EPM sebelum diteruskan kepada penyidik). Jadi
awalnya penanganan kasus-kasus tersebut tidak perlu dicampuri pihak luar.
Masalah yang terjadi pada pasien dengan putusnya kepala bayi pada
saat proses persalinan merupakan kasus malpraktik karena kelalaian dari
21
tenaga kesehatan (dokter dan bidan) sehingga menyebabkan suami korban
sangat terpuruk dengan meninggalnya istri dan anaknya.
Suami korban merasa tidak bisa menerima dan mengajukan kasus ini
untuk ditindak lanjuti. Keluarga korban meminta agar bidan tersebut kalau
perlu di cabut surat ijin prakteknya. Pada dasarnya kelalaian dapat terjadi
apabila dokter dan bidan melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh
ahlinya atau dokter yang memiliki kewenangan khusus menangani yang
sudah menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawabnya.Sedangkan
kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian diatur dalam Pasal 136 yang
berbunyi: Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang
disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
kelalaian atau kurang hati-hatinya.

D. Kritik dan Saran


1. Kritik
Seperti yang dua kasus di atas bahwa bidan sudah membuka
praktik mandiri dan bekerja di rumah sakit termasuk juga dokternya yang
menjadi tersangka boleh dikatakaan sudah sangat senior dan
berpengalaman dalam memberikan pelayanan apalagi sudah bekerja
begitu lama di lahan. Akan tetapi, walaupun demikian tidak memberikan
jaminan bahwa bidan tersebut sudah kompoten. Karna walaupun sudah
sangat berpengalaman namun tidak hati-hati dalam artian ceroboh
dalam menangani pasien tentunya akan tetap dikenai yang namanya
malpraktik atau dalam hal ini tidak bekerja sesuai standar kebidanan.
Karena harusnya dokter dan para bidan tersebut dari awal
anamnesa sudah harus tahu komplikasi yang akan terjadi pada saat
persalinan nantinya pada ibu dan bayi,misalnya pada dua kasus ini:
pada kasus pertama dengan kelainan letak lintang posisi bayi jika bidan
tidak bisa menangani sendiri dan fasilitas yang dimilikinya kurang
lengkap, alangkah baiknya segera dirujuk atau ditangani lebih dini.
Melakukan tindakan pertolongan persalinan aborsi tanpa memberitahu
keluarga korban tentang hasil pemeriksaan yang lebih adalah tindakan
yang tercela. Demikian pula, pada kasus yang kedua seharusnya dokter

22
dapat lebih menjelaskan terlebih dahulu secara singkat dan jelas
sehingga suami korban dapat mengambil keputusan yang tepat pula,
dan para bidan seharusnya berlaku profesional dengan mementingkan
keselamatan pasien daripada harus mencatok rambutnya.
Hal ini sudah patologi dan dianggap malpraktik apabila dokter dan
bidan melakukan tindakan tindakan segera sebagaimana wewenangnya
misalnya operasi caesar oleh dokter obsgyn dibantu oleh bidan.
Sehingga, dalam kasus ini karena kelalaian dokter dan para bidan
menyebabkan keluarga pasien menuntut dalam hal ini terjadi
ketidakpuasan dalam mutu pelayanan kebidanan dan tentunya
melanggar kode etik kebidanan.
2. Saran
a. Sebagai tenaga kesehatan tentunya sebelum kita terjun ke
masyrakat kita harus membekali diri kita dengan pengetahuan dan
keterampilan. Dan tidak berhenti untuk selalu mengupdate info-info
terbaru tentang kebidanan. Dan terus mengembangkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi.
b. Dalam memberikan pelayanan kita harus bekerja sesuai dengan
kode etik kebidanan dan standar asuhan kebidanan sehingga akan
tercipta mutu dalam pelayanan.
c. Kita tidak boleh terlalu sombong dengan mengganggap diri sudah
sangat kompoten karena hal demikian akan terkadang membuat
kita terjatuh. Jadi intinya, kita tetap harus berhati-hati, tidak ceroboh
dan berusaha untk terus melakukan yang terbaik
d. Terakhir, kita adalah seorang bidan, dimana bidan adalah yang
paling dekat dengan perempuan. Oleh karena itu, kita harus bekerja
dengan hati nurani penuh kasih sayang. Dan memberikan sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan pasien.
e. Dan jangan lupa unuk selalu melakukan informed consent sebelum
melakukan tindakan, melakukan pengkajian secara menyeluruh dan
menyampaikan hasil observasi pada keluarga pasien termasuk
setiap tindakan yang akan diberikan kepada pasien.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seorang dokter atau bidan harus berhati-hati dalam memberikan
pelayanan pada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakan yang di
berikan tidak merugikan pasien dan berdampak pada kesehatan pasien.
Oleh karena itu bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan
pasien sehingga kita mampu memberikan pelayanan yang komprehensif dan
berkualitas Bidan harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang
cukup mendalam agar setiap tindakannya sesuai dengan standar profesi dan
kewenangannya.
Selain itu, perlu dipahami bahwa bidan tidak diberikan kewenangan
dalam melakukan tindakan menolong persalinan letak sungsang karena
secara Undang-Undang Kesehatan dan Etika Profesi seorang bidan tidak
mempunyai kewenangan untuk memberikan pertolongan persalinan
patologis. Bidan tidak mempunyai kewenangan dalam menolong persalinan
letak sungsang karena risiko yang ditimbulkannya sangat besar, secara hak
pasien telah dirugikan, terutama tentang persyaratan pasien memperoleh
pelayanan kesehatan secara aman.
Dalam kasus tertentu, pasien tidak memperoleh hak secara utuh
dalam memperoleh informasi tentang kondisi kesehatan karena kelalaian /
kesalahan diagnosis bidan sehingga pasien tidak bisa menentukan atau
menolak pelayanaan apa yang sebaiknya diperolehnya. Seorang bidan
apabila melakukan pertolongan persalinan letak sungsang akan memperoleh
sangsi hukum sesuai Undang-Undang kesehatan yang dilanggar serta
sangsi Administratif tentang pelanggaran Kode Etik dan profesi Kebidanan.

B. Saran
Marilah kita jadikan kasus ini sebagai pelajaran bagi kita sebagai
tenaga kesehatan khususnya bidan karena profesi kita sangat dibutuhkan
oleh masyarakat dan nyawa mereka ada di tangan kita.
Dan ketika kita melakukan suatu tindakan sekecil apapun itu kita tetap
harus mengikut standar profesi kita yang telah ditentukan. Karena

24
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyrakat akan menghasilkan
mutu sesuai kebutuhan pasien dan melindung kita dari hal yang tidak
diinginkan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Asinah, Nur Ai. dkk. 2012. Asuhan persalinan Normal. Bandung: PT. Refika
Aditama

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


900/MeNKESE/SK/VII/2002 Tentang Registrasi dan Praktik bidan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Marimbi, Hanum. 2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Yogyakarta:
Mitra Cendekia Press

Marmi. 2014. Etika Profesi Bidan. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Peraturan Pemerintah nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

Rohani dkk.2011. Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba Medika

Saifuddin, Abdul Bari. 2010 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Soedirman, Yanti dan W.E. Nurul. 2010. Etika Profesi dan Hukum Kebidanan.
Yogyakarta:Pustaka Riham

Sumarah, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta: Fitramaya

Widyastuti, Y. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta:


Pustaka Rihana

Yanti. 2010. Buku Ajar Asuhan kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Pustaka


Rihana

tribunnews.com. Regional Sumatera/Bidan Diduga Malpraktek, Bayi Ini


Dilahirkan dalam Kondisi Leher Patah. Kamis, 17 Maret 2016 18:11 WIB,
diakses Rabu, 27 September 2017

VoxNtt.com | Home / Berita Terkini / Istri dan Anak Meninggal, Yafred Nekat
Polisikan Dokter dan Bidan RSUD SoE, May/3/2017, diakses pada 17
September 2017

26

You might also like