You are on page 1of 19

Cleaning validation

Pengertian

Tujuan dari pelaksanaan Validasi Pembersihan (Cleaning Validation) adalah untuk


MEMBUKTIKAN bahwa prosedur yang ditetapkan untuk membersihkan suatu peralatan
pengolahan, hingga pengemasan primer mampu membersihkan sisa bahan aktif obat dan
deterjen yang digunakan untuk proses pencucian dan juga dapat mengendalikan cemaran
mikroba pada tingkat yang dapat diterima.

Tujuan lain :

Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif karena efek
pembersihan.
Operator/pelaksana yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur
pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.

Mengapa Prosedur Pembersihan harus divalidasi ?

1. Biasanya, peralatan yang digunakan untuk produksi, dipakai untuk berbagai macam
produk, sehingga sangat berisiko terjadi kontaminasi silang (cross contamination)
2. Dengan semakin canggihnya mesin dan tekhnologi pengolahan atau pengemasan,
semakin menambah luasnya area kontak antara bahan obat dengan permukaan mesin.
3. Semakin meningkatnya tuntutan c-GMP.

Prinsip dan Ruang Lingkup

Tersedianya prosedur pembersihan yang efektif untuk membersihkan peralatan pengolahan


hingga pengemasan primer adalah penting untuk mencegah risiko kontaminasi silang terhadap
produk berikutnya yang diproduksi di peralatan yang sama.

Kontaminasi dapat bersumber dari:


bahan aktif obat dari produk sebelumnya
bahan pembersih / deterjen
mikroba dari lingkungan
bahan lain (debu, pelumas)

Pembersihan dilakukan setelah pembuatan ataupun pengemasan suatu produk. Hasil


pembersihan efektif akan menghilangkan sisa cemaran bahan aktif obat sisa deterjen maupun
tingkat cemaran mikroba bila mengikuti prosedur yang telah divalidasi. Setelah zat penanda
(marker) ditetapkan sesuai tingkat kelarutan maupun toksisitasnya, maka prosedur penetapan
kadar residu disiapkan dan divalidasi.

Pengamatan dan pengujian dilakukan terhadap:

Pengamatan secara visual kebersihan permukaan alat yang kontak langsung dengan
produk
Kualitas air bilasan akhir
Residu yang diambil secara usap dan / atau bilas
Cemaran mikroba pada permukaan alat yang kontak dengan produk.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Validasi Pembersihan :

1. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran
mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses
pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat dicapai dan diverifikasi
2. Harus tersedia METODE ANALISA TERVALIDASI yang memiliki kepekaan untuk
mendeteksi residu atau cemaran. Batas deteksi masing-masing metode analisis
hendaklah cukup peka untuk mendeteksi tingkat residu atau cemaran yang dapat
diterima.
3. Hendaklah dipertimbangkan juga untuk bagian alat yang tidak bersentuhan langsung
dengan produk.
4. Interval waktu antara penggunaan alat dan pembersihan hendaklah divalidasi demikian
juga antara pembersihan dan penggunaan kembali. Hendaklah ditentukan metode dan
interval pembersihan
5. Untuk mesin yang sama (merek, jenis/type) hanya salah satu yang harus divalidasi. Jika
dalam proses menggunakan rangkaian mesin yang berbeda secara berkelanjutan (in line
machine), masing-masing mesin harus tetap divalidasi secara terpisah. Jika rangkaian
mesin merupakan kombinasi mesin yang permanen, validasi bisa dilaksanakan bersama-
sama.

Penetapan Senyawa Marker (active substance) yang divalidasi

Salah satu perubahan penting dalam CPOB 2012 adalah dimasukkannya (incorporasi)
Manajemen Risiko Mutu (Quality Risk Management/QRM), termasuk dalam pelaksanaan
Validasi Pembersihan. Dalam menentukan senyawa marker yang digunakan untuk
pelaksanaan validasi pembersihan, harus dilakukan KAJIAN terhadap active substance yang
digunakan berdasarkan NILAI RISIKO-nya.

Contoh :

Kita akan melaksanakan Validasi Pembersihan terhadap Protap Pembersihan Mesin Fluid Bed
Dryer (FBD) yang digunakan untuk mengeringkan granul dan film coating. Mesin ini digunakan
untuk proses pengeringan produk A, B, C, D, dan E; serta proses film coating untuk produk A, C,
dan E. Maka, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah MEMILIH produk mana yang
akan kita gunakan sebagai marker untuk menilai efektifitas prosedur pembersihan mesin FBD
yang sudah ditetapkan. Untuk menentukan senyawa marker tersebut digunakan Kajian Risiko,
sebagai berikut :
Penetapan Senyawa Marker berdasarkan Kajian Risiko Mutu

Metode Pengampilan Sampel (Cuplikan)

1. Metode Apus (swab sampling method)

Prinsip: Residu diperoleh dengan mengapus (swab) langsung pada permukaan


alat/ruangan yang kontak dengan produk. Hasil swab dianalisis untuk kandungan residu
setelah melalui proses ekstraksi atau untuk kandungan mikro-organisme setelah melalui
kultur mikroba dan inkubasi.
Merupakan metode pengambilan sampel dengan cara menggunakan bahan apus (swab
material) yang dibasahi dengan pelarut yang langsung dapat menyerap residu dari
permukaan alat.
Bahan yang digunakan untuk sampling harus kompatibel dengan solvent dan metode
analisanya.
Tidak ada sisa-sisa serat yang mengganggu analisa.
Ukuran material harus disesuaikan dengan area sampling

Sedangkan bahan pelarut (solvent), harus :

Disesuaikan dengan spesifikasi bahan yang diperiksa.


Tidak mempengaruhi stabilitas bahan yang diuji.
Sebelum dilakukan validasi, harus dilakukan pemeriksaan/ uji perolehan kembali
(recovery test) dengan larutan yang diketahui kadarnya.
Kelebihan/kekurangan

Kelebihan :

Contoh yang sudah mengering atau sulit larut dapat dilepaskan dari permukaan secara
fisik.
Lokasi yang sulit dibersihkan dapat dicapai dengan swab sehingga memungkinkan
evaluasi paling langsung terhadap tingkat kontaminasi atau jumlah residu setiap
(permukaaan)

Kekurangan :

Adanya variasi hasil yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, tekanan (physical force)
yang digunakan dan totalitas permukaan yang di-swab.
Pelarut swab dapat mempengaruhi residu.
Proses analisis ekstraksi dapat mempengaruhi/mengurangi recovery rate (perolehan
kembali).
Sampel yang terbatas dapat mempengaruhi sensitivitas hasil analisis.

Metode pengambilan sampel dan pengujian:

Bersihkan kapas usap dengan merendam dalam methanol / pelarut sesuai validasi
metode selama 5 menit, sonifikasi dan peras.
Pada saat pengambilan sampel, basahkan kapas usap dalam metanol/pelarut sesuai
validasi, peras kelebihan pelarut dengan menekan di bibir bagian dalam wadah.
Sampel diambil di area kritis sesuai protokol.
Letakkan bingkai SS 5 x 5 cm di area yang akan diusap.
Usap luas area yang ditentukan sesuai arah berikut:


Masukkan kembali kapas usap ke dalam tabung bersih, tutup.
Sampel di uji dengan metode analisis yang telah divalidasi.

Contoh Pengambilan sambel dengan cara apus :


2. Metode Pembilasan Terakhir (Rinse sampling method)

Prinsip: Residu diperoleh dengan mengumpulkan pelarut pembilas yang telah kontak
dengan permukaan alat dimana produk diproses. Hasil bilas kemudian dianalisis untuk
kandungan residu dan atau kandungan mikroba.
Umumnya dilakukan untuk alat/mesin yang sulit dijangkau dengan cara apus (banyak
pipa, lekukan, dan lain-lain).
Pelarut pembilas harus tidak boleh menyebabkan penguraian/degradasi residu.
Pelarut pembilas harus kontak dengan permukaan alat dalam waktu yang cukup agar
residu dapat larut sempurna.

Kelebihan/kekurangan
Kelebihan :

Pengambilan contoh dimungkinkan terhadap permukaaan yang luas.


Keseluruhan lokasi dipermukaan dapat dicapai tanpa kesulitan sehingga memungkinkan
evaluasi dengan tingkat recovery rate yang tinggi .
Variasi hasil analisis lebih kecil dibanding dengan cara apus.
Jika dilakukan dengan benar, hasil pemeriksaan dapat mencerminkan kondisi seluruh
permukaan alat.

Kekurangan :

Tidak cocok untuk peralatan kompleks bermuatan instrumen atau komponen


listrik/elektronik. Misalnya mesin tablet, FBD, Granulator, mesin pengisi serbuk, dan lain-
lain.

Metode pengambilan sampel dan pengujian:

Kumpulkan 500 ml air bilasan terakhir dan 500 ml secara aseptis untuk uji cemaran
mikroba.
Ambil juga sampel Air Murni yang digunakan untuk membilas sebagai pembanding.
Air bilasan diuji terhadap parameter pH, konduktivitas, logam berat, nitrat, TOC, cemaran
mikroba dan dibandingkan dengan kualitas air murni yang digunakan dalam pembilasan.

3. Metode dengan menggunakan placebo

Prinsip: Residu diperoleh dari batch produk plasebo yang dibuat dengan cara simulasi
dala kondisi yang sebenarnya. Contoh produk sepanjang proses produksi melalui suatu
rangkaian alat kemudian dianalisis untuk kandungan residu atau kandungan mikro-
organisme.
Pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara pengolahan produk yang
bersangkutan tanpa bahan aktif dengan peralatan yang sudah dibersihkan kemudian
dianalisa.

Kelebihan/kekurangan

Kelebihan :

Contoh yang diambil merupakan simulasi proses produksi yang sebenarnya .


Memberi kemungkinan penilaian langsung terhadap efek kumulasi tahapan proses
produksi karena pendekatan validasi dilakukan pada suatu rangkaian peralatan.

Kekurangan :

Tingkat sensitivitas dari recovery rate (perolehan kembali) residu terlalu rendah karena
faktor pengenceran selama proses produksi.
Metode ini tidak disarankan, karena tidak reproducible.

Penetapan Kadar Cemaran Bahan Aktif Obat (BAO)


Dalam rangka mengevaluasi prosedur pembersihan, penting untuk menetapkan tingkat cemaran
bahan aktif obat yang dapat diterima Total cemaran pada peralatan dapat dihitung berdasarkan
hasil usap atau bilas yang mewakili seluruh permukaan.

Pendekatan skenario terburuk:


Perhitungan cemaran dilakukan secara terpisah untuk setiap alat yang dipakai dalam proses
pengolahan produk hingga pengemasan primer. Tingkat cemaran bahan aktif obat dihitung
berdasarkan luas permukaan alat yang kontak dengan produk dan ukuran bets terkecil yang
pada proses berikutnya setelah proses pembersihan alat.

Penetapan cemaran mikroba

Efektifitas prosedur pembersihan untuk mengendalikan tingkat cemaran mikroba dengan


menguji kebersihan permukaan setelah proses pembersihan alat dan pembilasan akhir.
Cemaran mikroba diperiksa setelah proses pencucian maupun pada akhir
penetapan lamanya status bersih.
Sampel untuk pengujian cemaran mikroba diambil dengan cara usap, rodac plates
ataupun dari air bilasan akhir.

Kriteria Keberterimaan

Kriteria keberterimaan ditetapkan secara rasional berdasarkan risiko terbawanya sisa


bahan aktif obat ke produk lain berikutnya serta risiko cemaran mikroba.
1. Kebersihan secara visual
Kriteria: tidak tampak sisa pengotor di permukaan peralatan setelah pembersihan yang
mungkin mencemari produk berikutnya.
2. Tingkat cemaran bahan aktif obat
Bila lebih dari satu produk diproses dengan peralatan yang sama, Batas ditetapkan
sebagai Maximum Allowable Carryover (MACO) untuk penetapan residu bahan aktif
obat.
3. Penetapan Batas Cemaran
Batas paling ketat diambil berdasarkan ketentuan:

Dosis terapetik harian


Bila dosis perhari dari produk yang dibuat berikutnya dan produk yang dibuat sebelum
pencucian alat diketahui, maka perhitungan MACO diperhitungkan sebagai bagian dari
Minimum Single Dose (MSD) dari produk (X) yang akan dihilangkan dalam Maximum
Daily Dose (MDD) dari produk berikutnya (Y):

Data toksisitas
Catatan Umum: menghasilkan angka carry over yang sangat tinggi dan tidak dapat
diterima, MACO dibatasi pada 1000 mg/kg.
Data toksisitas dapat digunakan untuk menghitung MACO jika dosis terapetik tidak
tersedia (misal untuk bahan antara atau prekursor). Dihitung dengan persamaan berikut:

Batas Umum 10 ppm


Secara umum, tidak lebih dari 10 mg/kg (= 10 ppm) zat penanda (marker) yang harus
dibersihkan dari produk sebelumnya
Batas visual
Batas visual ditetapkan 100 g/ 25 cm2.
Deterjen
Gunakan deterjen dengan komposisi yang diketahui. Bila tidak diketahui, deterjen food
grade dipilih yang diketahui tingkat toksisitasnya.
Batas residu deterjen adalah sebagai berikut:

1. Jika LD50 dari deterjen diketahui dan maximum daily dose dari produk berikutnya
tersedia, MACO dapat dihitung dengan perhitungan NOEL dan ADI seperti penjelasan
pada butir 2 di atas (data toksisitas).
2. Jika tidak ada data untuk maximum daily dose dari produk berikutnya, MACO dari
deterjen food grade dibatasi menjadi 10 mg/kg (produksi produk jadi dan API tanpa tahap
pemurnian selanjutnya) atau 100 mg/kg (produksi API).
3. Batas residu untuk deterjen dapat juga ditetapkan dengan cara TOC.
Batas Cemaran Mikroba (MAML : Maximum Allowable Microbial Limits)
Batas Cemaran Mikroba dihitung dengan mengacu pada ukuran Contoh seluas 25
cm. Batas berikut dipakai sebagai acuan:

LAPORAN VALIDASI PROSEDUR PEMBERSIHAN


Laporan Validasi memuat:

Hasil pengujian yang dilaksanakan sesuai protokol.


Evaluasi dan perbandingan terhadap hasil uji yang diharapkan dari kriteria
keberterimaan.
Evaluasi terhadap adanya penyimpangan dari protokol serta tindakan koreksi yang
diambil.
Dafter referensi bila diperlukan.
Laporan dievaluasi dan disetujui oleh Manajer Produksi, Teknik dan Pemastian Mutu.

Prinsip Utama dari Cleaning validation :

HOW CLEAN IS CLEAN


Media Fill, Langkah Krusial dalam Usaha Membangun
Kualitas Produk Steril

Jaminan kualitas suatu produk merupakan komposisi berbagai faktor, termasuk


pemilihan komponen dan material yang berkualitas, desain produk dan proses yang
baik, serta kontrol selama keseluruhan proses dan hasil uji produk akhir. Validasi
merupakan proses pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, prosedur,
kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam proses produksi
dan pengawasan dapat mencapai target yang ditetapkan. Proses validasi memberikan
jaminan bahwa produk akhir secara konsisten memenuhi spesifikasi dan persyaratan
kualitas yang telah ditetapkan sebelumnya. Media fill merupakan validasi yang perlu
dilakukan untuk memberikan jaminan sterilitas produk steril.
A. Produksi Steril
Metode first line untuk produksi sediaan steril adalah metode sterilisasi akhir, bila tidak
memungkinkan dilakukan metode ini, baru dilakukan metode aseptik. Hal ini disebabkan
resiko kontaminasi metode aseptik lebih besar daripada metode sterilisasi akhir,
tahap filling dalam metode aseptik merupakan proses perlindungan pasif dari
kontaminasi, sedangkan sterilisasi akhir merupakan proses aktif yang mengeradikasi
mikroorganisme pada produk akhir.
Jenis bentuk sediaan steril dapat bermacam-macam, antara lain:
1. Sediaan Parenteral
2. Sediaan Tetes Mata, Cuci Mata
3. Cairan Irigasi
4. Salep mata, salep luka bakar
5. Serbuk Steril
Sediaan steril juga dapat dikelompokkan berdasarkan cara penyuntikannya, antara lain:
1. 1. Sub Kutan :- disuntikkan bawah kulit
Volume maks = 1 ml
1. 2. Intra Muskuler : disuntikkan ke otot
Volume 2 ml 5 ml
3. Intra Vena : disuntikkan ke vena
Volume 1 ml 3 ml / hari
1. 4. Intra kutan : disuntikkan kedalam kulit
Volume : 0,1 ml 0,5 ml
5. Intra tekal : disuntikkan ke sumsum tulang belakang
Volume 1 ml 2 ml
1. 6. Intra artikuler : disuntikkan ke sendi
Volume 1 ml 2 ml
1. 7. Intra kardial : disuntikkan ke rongga jantung
Volume besar ( mis. Infus glukosa)
Sediaan steril sangat beresiko membahayakan bila tidak diproduksi dengan benar.
Persyaratan utama untuk sediaan steril adalah bebas mikroorganisme, bebas
endotoksin dan pirogen serta bebas partikel.
Menurut USP, produk steril dibagi menjadi beberapa golongan menurut resiko
pembuatannya, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Penggolongan Produk Steril berdasarkan Level Resiko Pembuatannya

Level Kategori

untuk penggunaan darurat, atau pada keadaan di mana low risk


compounding beresiko bila ditunda

tidak ada penyimpanan, atau peracikan dalam batch (jumlah besar)

proses compounding kurang dari 1 jam

menggunakan teknik aseptic

digunakan oleh pasien maksimal 1 jam setelah diracik

transfer dilakukan secara sederhana dari bahan steril atau


Immediate use radiofarmasetik untuk diagnostik

peracikan pada sistem tertutup

disiapkan pada ruangan sesuai ISO kelas 5

terdapat ruang antara sesuai ISO kelas 7 dan ruang sebelumnya sesuai
ISO kelas 8

Low risk contoh: single dose vial atau small volume parenteral lain

peracikan pada system tertutup

Low disiapkan pada ruangan sesuai ISO kelas 5


risk dengan beyond
use date <12 jam digunakan oleh pasien kurang dari 12 am setelah diracik

sediaan yang diracik dengan beberapa bahan tambahan

preparasi batch

proses pembuatan kompleks (contoh:TPN)

digunakan setelah beberapa hari

Medium risk disiapkan pada ruangan sesuai ISO kelas 5


terdapat ruang antara sesuai ISO kelas 7 dan ruang sebelumnya sesuai
ISO kelas 8

contoh: TPN

bahan dasar tidak steril

transfer pada system terbuka

disiapkan pada ruangan sesuai ISO kelas 5

terdapat ruang antara sesuai ISO kelas 7, dan ruang sebelumnya sesuai
High risk ISO kelas 8
B. Produksi pada Sistem Aseptis
Produksi aseptis adalah salah satu operasi dalam industri farmasi yang diatur dengan
sangat ketat. Proses inti yang sangat kritis terhadap kontaminasi mikroorganisme
adalah aseptic filling di mana sediaan, kontainer dan penutupnya disatukan setelah
beberapa tahap pencucian dan sterilisasi.

C. Faktor-Faktor yang Membangun Kualitas Produk


Kesuksesan atau kegagalan pada produksi aseptis tidak dapat hanya dievaluasi dari
hasil uji produk akhir, namun merupakan fungsi kritis dari keadaan fasilitas produksi,
peralatan dan monitoring. Oleh karena itu, prinsip utama dalam proses produksi aseptis
adalah melakukan operasi sesempurna mungkin, sehingga setiap tahapan
meminimalisir resiko kontaminasi. Jaminan kualitas pada produksi steril dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Produk Steril


1. Personel
Personel (operator) merupakan salah satu sumber kontaminan terbesar pada produksi
aseptis. Sel skuamosa di tubuh manusia bahkan mengekupas dari tubuh dengan
kecepatan 106/ jam. Personel pada produksi aseptis harus sangat memperhatikan
prosedur cleaning dan gowning. Pakaian yang dikenakan tidak boleh melepaskan partikel,
tidak boleh memakai kosmetik dan perhiasan, memperhatikan higienitas tangan,
mengenakan masker, hair cover dan shoes coversdan memakai sarung tangan steril yang
tidak melepaskan partikel/ serbuk.

Gambar 2. Kontaminasi Serbuk dari Sarung Tangan

Gambar 3. Kontaminasi Partikel


2. Fasilitas
Bangunan yang digunakan untuk produksi sediaan steril harus memenuhi persyaratan
ISO (tabel 2), atau persyaratan CPOB (tabel 3, persyaratan partikel dan tabel 4,
persyaratan mikroorganisme)
Tabel 2. Persyaratan Kelas Partikel pada Produksi Steril menurut ISO
Clean Air Classification ISO Designation 0.5 m particles/m3

100 5 3,520

1,000 6 35,200

10,000 7 352,000

100,000 8 3,520,000
Tabel 3. Persyaratan Kelas Partikel pada Produksi Steril menurut PICS
partikulat at rest operational

0.5 m 5 m 0.5 m 5 m

A 3520 20 3520 20

B 3520 29 352000 2900

C 352000 2900 3520000 29000


Tidak Tidak
D 3520000 29000 didefinisikan didefinisikan
Tabel 4. Persyaratan Mikrooranisme pada Produksi Steril menurut PICS
cawan
settling kontak
plates (diam. (diam. 55
Air sample 90 mm) cfu/4 mm), Glove print 5
Level cfu/m3 jam cfu/plate jari cfu/glove

A <1 <1 <1 <1

B 10 5 5 5

C 100 50 25

D 200 100 50
3. Proses aseptik
Proses aseptik harus dapat memberikan produk bebas kontaminan
4. Alur proses
Alur dari proses mencakup beberapa hal, misalnya flow personil, flow material dan lay
out dari bangunan.
5. HVAC (Heat Ventilating and Air Conditioner)
Sistem HVAC merupakan pensupply udara pada fasilitas produksi. Udara merupakan
fasilitas penunjang yang dapat menjadi salah satu sumber terbesar kontaminan, baik
mikroorganisme maupun partikel. System HVAC harus telah terkualifikasi sebelum
dilakukannya media fill.
6. Repon terhadap deviasi dan Monitoring ruangan
Monitoring ruangan dilakukan secara rutin. Parameter yang diuji dalam monitoring
ruangan antara lain tekanan, jumlah partikel, jumlah mikroba, monitoring pembersihan
ruangan.
7. Prosedur desinfeksi dan pembersihan
Prosedur desinfeksi dan pembersihan pun perlu divalidasi terlebih dahulu. validasi
pembersihan dilakukan dengan metode swab atau metode final rinsing. Ada beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam validasi pembersihan, antara lain sifat material,
tingkat kemudahan dibersihkan, dan jenis peralatan produksi.
8. QA/QC sebagai bagian integral sebagai pelaku penjaminan kualitas produk.
9. Media Fill
Media Fill merupakan suatu validasi proses aseptis untuk menghasilkan prosuk steril
secara konsisten. Validasi dari proses aseptik telah menjadi subyek atau topik utama
pada industri parenteral selama 15 tahun ini. Validasi merupakan suatu program
terdokumentasi yang menjamin bahwa suatu prosees yang spesifik akan secara
konsisten menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi dan kualitas yang
ditetapkan. Sementara itu teknik aseptik merupakan suatu rangkaian prosedur dan
praktek yang spesifik yang dilakukan di bawah kondisi terkontrol untuk mencapai
tujuannya yaitu meminimalisir kontaminasi dari patogen atau kontaminan lainnya.
D. Media Fill, Validasi Sistem Aseptis
Quality harus dibangun pada setiap tahapan proses produksi, bila keseluruhan proses
tervalidasi, maka akan dihasilkan produk berkualitas. Sterilitas merupakan salah satu
parameter kualitas penting dalam sediaan steril Untuk mencapai jaminan sterilitas setiap
mekanisme kritis dan proses perlindungan total harus tervalidasi untuk menjamin bahwa
semua komponen dan proses telah berjalan sesuai tujuan. Bagian dari sistem aseptis
yang harus divalidasi adalah instrumentasi, fasilitas, pakaian yang dipakai di
ruangan aseptic filling, proses desinfeksi dan pembersihan, cairan dan lubrikan, dan
percobaan media fill.
Media fill merupakan metode pengukuran kontaminasi yang potensial terjadi dalam
keseluruhan proses produksi sediaan steril secara aseptis. Guideline FDA menyarankan
tes media fill untuk mengevaluasi overall sterility dari line produksi aseptis dan hasil tes ini
merupakan syarat kritis untuk jaminan kualitas terhadap produk. Tes media fill juga dapat
memberikan jaminan dan validasi terhadap teknik aseptik seluruh personil peracikan.
Tes media fill berupa simulasi proses untuk membuktikan bahwa produk memiliki
kualitas serta sterilitas yang konsisten, dalam tes ini, semua peralatan, bahan kemas,
prosedur dan personil yang terlibat dan digunakan dalam proses rutin disimulasikan
dengan akurat, benar-benar seperti proses produksi normal. Simulasi ini dilakukan
dengan mengganti obat dengan suatu placebo, yang berupa media pertumbuhan bakteri
(Gambar 4). Langkah uji media fill dapat secara umum dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 4. Media Fill


Pelaksanaan media fill sendiri memiliki beberapa prasyarat, studi kualifikasi dan validasi
yang harus dipenuhi untuk kesinambungan proses yang baik karena tanpa studi
kualifikasi dan validasi tersebut, proses investigasi pada penyebab kegagalan akan
menjadi sulit dan membutuhkan evaluasi pada aspek yang lebih luas.
Beberapa prasyarat tersebut meliputi:
a. Sterilisasi
Meliputi sterilisasi semua komponen, peralatan proses dan filling, ruangan, dan lain-lain
yang diperlukan pada aseptic processing area (APA). Metode sterile-in-place (SIP) merupakan
metode yang banyak diaplikasikan untuk peralatan di APA.
b. Sanitasi
Ada 2 konteks yang berbeda. Pertama, sanitasi dari dinding, lantai, peralatan, dan
barang lainnya yang terdapat pada APA baik untuk periode lama atau saat itu saja,
Sanitasi ini dapat dilakukan dengan fogging menggunakan formaldehida atau vapor-
phase hydrogen peroksida. Selain itu dapat dilakukan dengan menyeka atau
menggosok permukaan internal dari APA dengan sanitizing agent yang cocok (misalnya
fenol, aldehida, peroksida, dan lain-lain). Kedua, sanitasi dari barang yang penting untuk
operasi APA, baik sebelum dimasukkan atau dipindahkan dari APA sesudah digunakan
dengan sanitasi bagian eksteriornya.
c. Partikel
Banyak sumber dari kontaminasi partikel (serbuk kering steril, motor elektrik, dan lain-
lain) akan tetapi yang paling utama adalah personil. Desain dari HVAC dan evaluasi
ruangan harus diperhatikan untuk meminimalisasikan kontaminasi partikel tersebut.
d. Pelatihan
Tiap individu harus dilatih tidak hanya pada tugas spesifik mereka saja tetapi juga
masalah kontaminan, sterilitas, atau personel hygiene. Pakaian khusus untuk personil
(gowning) merupakan hal pertama yang perlu ditrainingkan.
e. Pemilihan media dan anaerob.
Pada umumnya media yang digunakan adalah Soybean Casein Digest Medium (SCDM) atau
yang dikenal sebagai Trypticase Soy Broth (TSB), cocok untuk media pertumbuhan dari
berbagai organism. Untuk kontaminasi anaerob digunakan media Fluid Thioglycolate
Medium (FTM).
1. Medium sterilisasi dan preparasi.
Medium yang digunakan ada 2 jenis yaitu filtrasi atau sterilisasi terminal. Sterlisasi filtrasi
akan menyaring medium melalui filter berukuran 0,2 m. Sterilisasi terminal akan
dilakukan pada medium di tempat dimana ia akan disalurkan atau dikeluarkan.
Preparasi medium pada kasus ini memerlukan validasi dari proses sterilisasi tersendiri.
g. Promosi media pertumbuhan.
Unit pertumbuhan diinokulasikan pada konsentrasi rendah (kurang dari 100 organisme
tiap container) menggunakan Bacillus subtilis dan Candida albicans. Studi dari promosi
media pertumbuhan ini dapat dilakukan sebelumnya, konkaren, atau setelah selesai
periode dari tes unit inkubasi.

Gambar 5. Langkah Uji Media Fill


Media yang telah difilling selanjutnya diinkubasikan pada temperature kamar selama 7
hari dan 7 hari berikutnya pada suhu 30-35 o C atau 14 hari pada suhu 25-35 o C. bila
dalam penyimpanan ternyata tumbuh mikroorganisme dalam media berarti keseluruhan
proses belum dapat memberikan jaminan sterilitas secara konsisten pada produk.
Evaluasi yang perlu dilakukan pada percobaan media fill tidak hanya pada hasil inspeksi
hasil akhir filling saja, sebab kualitas produk dibangun dari keseluruhan proses, dan
segala faktor yang dapat mempengaruhi kualitas produk. Beberapa evaluasi yang
dilakukan pada media fill antara lain:
1. Integritas Filter
Proses produksi sediaan steril secara aseptis pada umumnya menggunakan proses
filtrasi untuk mensterilkan bahan yang akan difilling. Filter yang digunakan berukuran 0.2
m, yang merupakan ukuran yang cukup efektif untuk menghilangkan mikroorganisme.
Proses filtrasi memiliki perana yang sangat penting untuk menjaga kualitas produk agar
tetap steril. Oleh karena itu diperlukan uji untuk memastikan filter yang digunakan masih
memiliki efisiensi yang cukup baik dalam menyaring mikroorganisme maupun partikel.
Uji integritas filter dilakukan dengan metode bubble point test. Uji ini dapat menentukan
pada tekanan berapakah bahan (media) dapat melewati filter. Persyaratannya adalah
tekanan> 3.2 mBar, apabila tekanan lebih kecil daripada nilai tersebut, dapat
diasumsikan pada tekanan rendah bahan dapat didiring melewati filter, sehingga
kemungkinan filter bocor, sehingga efektivitasnya dalam menghilangkan ikroorganisme
pun menjadi berkurang.
2. Ruang dan Perlengkapan
1. Settling plate
Uji Settling plate dilakukan dengan menempatkan cawan petri berisi media agar
pertumbuhan bakteri pada tempat-tempat kritikal, lalu diinkubasi dan dilakukan
pengamatan terhadap media tersebut, apakah terjadi kontaminasi atau tidak.
1. Swab
Uji swab dilakukan dengan menggunakan swab kit, yang dibuat dengan memasukkan
batang apus ke dalam tabung reaksi bertutup yang berisi WFI 10 mL, lalu disterilisasi
dengan menggunakan autoklaf. Swab test dilakukan dengan menswab area kritikal pada
ruang produksi.
1. Air sampler
Air sampler merupakan suatu alat untuk pengujian mikroba dalam udara yang terdapat
dalam ruangan, prinsipnya yaitu dengan menyedot sejumlah tertentu udara dalam
ruangan, ke dalam alat yang sebelumnya telah dipasangi media agar, sehingga apabila
terdapat kontaminasi akan teramati pada media agar. Alat air sampler dapat dilihat pada
gambar 6.

Gambar 6. Air Sampler


3. Personel
1. Uji fingerprint
Telapak tangan manusia merupakan salah satu kontaminan terbesar bagi produk, oleh
karena itu sanitasi tangan harus sangat diperhatikan dalam produksi steril. Salah satu uji
terbaru yang diberlakukan oleh USP adalah uji fingerprint. Uji fingerprint dilakukan dengan
menyentuhkan jari tangan operator pada media pertumbuhan bakteri. Diinkubasi dan
selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap media tersebut, apakan terjadi kontaminasi
atau tidak. Uji fingerprintdilakukan terhadap tangan telanjang dan tangan ketika masih
menggunakan sarung tangan, sebelum dan sesudah proses filling.
1. Uji Swab pada pakaian operator
Uji swab menggunakan swab kit dilakukan dengan menswab area sebesar 25cm bagian
kritikal pada baju, masker dan bagian tubuh, misalnya dahi operator yang beresiko
besar menjadi sumber kontaminan bagi produk.
Pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan media antara lain selectivity,
clarity dan filterability.
1. Selectivity, berarti media yang digunakan merupakan media umum yang dapat menjadi media
pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme.
2. Clarity, media yang digunakan harus jernih, kejernihan media ini akan mempermudah inspeksi
hasil filling, sebab pengamatan adanya kontaminasi dilakukan dengan mengamati terjadinya
kekeruhan media.
3. Filterability, sebelum proses filling, media mengalami proses filtrasi, oleh karena itu
kemudahan untuk difiltrasi merupakan alah satu pertimbangan penting dalam pemilihan
media.
Media yang umum digunakan adalah TSB (Tryptic Soy Broth) untuk proses aerobik dan
FTG (Fluid Thio Glycolate) untuk proses anaerobik. Masalah yang mugkin terjadi adalah
fenomena positif palsu yaitu tumbuhnya mikroorganisme pada media, yang sebenarnya
berasal dari media sendiri dan proses filtrasi yang dilakukan pada media sulit, sebab
banyak media yang tertahan pada filter. Namun perkembangan ilmu pengetahuan telah
mampu menjawab permasalahan ini yaitu dengan memformulasi media yang diproses
melalui iradiasi sinar , sehingga media benar-benar bebas kontaminan, termasuk
kontaminan Mycoplasma. Terobosan lain dalam perkembangan media fill adalah media
yang mudah dilarutkan dengan air tanpa pemanasan dan mudah difiltrasi. Media yang
digunakan dalam tes media fill harus mempunyai CoA dan USPs growth Promotion
Standard. Hasil tes media fill harus didokumentasikan sebagai bagian integral dari
program aseptic quality assurance. Dokumentasi tersebut mencakup Standard Operating
Procedure (SOPs), batch record, kondisi lingkungan produksi lot number dari media, data
hasil uji dan interpretasinya.
Volume yang diisikan pada uji media fill sebaiknya disesuaikan dengan volume produk
yang biasa diproduksi pada line tersebut, namun bila volume sampel terlalu banyak
maka volume yang diisikan boleh lebih kecil, dengan syarat, pada saat penyimpana
botol dibalik, sehingga media mengalami kontak dengan seluruh permukaan dalam
botol/vial. Jumlah sampel yang difillingsebanyak menurut Japan Pharmacopeia,
sebanyak 5000 botol, lalu diinspeksi sebanyak 4750 botol, sedangkan menurut PICS
sampel yang difilling sebaiknya 5000-10000 botol. Namun apabila produksi yang biasa
dilakukan pada lini tersebut < 5000, maka jumlah sampel yang difilling
sebanyak batch produksi. Setelah uji media fill selesai dilaksanakan (hingga proses
inspeksi), maka media yang telah difilling ke dalam wadah harus disterilisasi kembali,
baru boleh dibuang untuk menghindari terjadinya kontaminasi produk lain.
Uji Media Fill mempersyaratkan bahwa kontaminasi hanya boleh terjadi pada 0.1 % dari
total sampel, sehingga bila memakai persyaratan Japan Pharmacopeia, dari 4750 vial,
hanya boleh terkontaminasi 1 vial, sedangkan menurut PICS, dari 5000-10000 vial,
hanya boleh terkontaminasi sebanyak 1 vial. Apabila sampel yang diisikan < 5000,
sesuai batch produksi, maka tidak boleh terkontaminasi satupun. Lini produksi steril
aseptis yag baru dapat lolos uji media fillsebanyak 3 batch berturut-turut, sedangkan lini
lama perlu melakukan tes media fill secara rutin yaitu, sekali setahun untuk produk yang
beresiko rendah dan menengah, sedangkan untuk produk beresiko tinggi, minimal
dilakukan uji media fill dua kali dalam setahun. Apabila uji media fill yang dilakukan gagal,
maka perlu dilakukan evaluasi terhadap metode aseptis yang dilaksanakan di lini
tersebut, proses sanitasi, konstruksi bangunan, desain gowning yang kurang baik, sistem
HVAC, efisiensi HEPA filter atau adanya kegagalan mekanis.
Media Fill sebagai bagian integral dari proses validasi produksi aseptis juga harus
terdokumentasi dengan baik. Dokumentasi yang perlu dilakukan antara lain, SOP
(Standard Operating Procedure), batch records, monitoring ruangan, lot number dari media, produk
yang terkontaminasi, hasil monitoring personil dan HVAC. Uji media fill benar-benar harus
dilakukan dengan ketat, untuk menciptakan culture of quality pada produk steril yang
diproduksi secara aseptis.
VALIDASI PROSES
6.41 Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi dan kesimpulan
hendaklah dicatat.

6.42 Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru diadopsi,
hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok
untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan
dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu.

6.43 Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan


peralatan atau bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau
reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi.

6.44 Hendaklah secara kritis dilakukan revalidasi secara periodik untuk


memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu mencapai hasil yang
diinginkan.

You might also like