You are on page 1of 10

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevent Blkr.) adalah jenis ikan air tawar lokal yang digemari
oleh masyarakat seperti di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Barat, dan bahkan di beberapa Negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei
(Puslitbang Perikanan, 1992). Ikan jelawat pada awalnya adalah ikan liar yang hidup di
perairan sungai di Kalimantan Barat yang telah didomestikasikan dan saat ini telah berhasil
dibudidayakan. Dipilihnya ikan jelawat sebagai ikan budidaya karena didasarkan pada sifat-
sifat yang dimilikinya seperti ukurannya besar (Cholik et al. 2005), rasa dagingnya yang
memenuhi selera masyarakat setempat hingga Negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei
(Puslitbang Perikanan 1992), serta harga yang relatif tinggi mencapai Rp 50.000-Rp
65.000/kg.
Sehingga digolongkan pada ikan ekonomis penting. Sesuai dengan sifat biologisnya, ikan
jelawat juga memiliki prospek cukup baik untuk dibudidayakan. Seiring dengan
perkembangan budidaya perikanan air tawar, budidaya ikan jelawat juga mengalami
perkembangan, baik pada tingkat pembenihan maupun pembesarannya. Seiring dengan
prospek yang cukup baik dari ikan ini dan diikuti pula oleh permintaan pasarnya yang cukup
tinggi. Saat ini hasil tangkapan dari sungai-sungai di Kalimantan dan Sumatera telah dikirim
ke Malaysia sebanyak 25 ton/bulan untuk memenuhi kebutuhan pasar (Sunarno, 2001).
Permintaan pasar terhadap ikan ini cukup tinggi dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dan
sangat digemari oleh masyarakat di beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei,
sehingga merupakan komoditas yang sangat potensial dan mendorong minat masyarakat
untuk mengembangkannya (Aryani, 2007).

1.2. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui aspek-aspek biologi yang
terdapat pada ikan jelawat yang meliputi klasifikasi, morfologi, habitat, daur hidup dan
kebiasaan makan (food habit) serta cara pengembangbiakan ikan jelawat.
1.3. Manfaat

Manfaat yang diperoleh yaitu dapat menambah kemampuan serta wawasan mahasiswa
mengenai ikan jelawat sehingga diharapkan kedepannya dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat Kalimantan Timur akan ikan jelawat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Biologi dan Lingkungan Ikan Jelawat

2.1.1 Taksonomi

Webert & Beauport (1981) di dalam Onadara dan Sunarno (1988) mengklasifikasikan
ikan jelawat sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleotei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Cyprinoidae
Famili : Cyprinidae
Subfamili : Cyprinidae
Genus : Leptobarbus
Spesies : Leptobarbus hoeveni Blkr

Sedangkan nama lokal di Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung yaitu Lemak atau
Klemak. Manjuhan di Kalimantan Tengah, Sultan di Malaysia dan Pla Ba di Thailand. Namun
saat berukuran kecil antara 10-20 cm dinamakan Jelejar di Jambi, Sumatera Selatan dan
Lampung. Nama dagang internasionalnya adalah hovens carp.
2.1.2 Morfologi

Dilihat dari segi morfologi bentuk tubuh ikan jelawat yang agak bulat dan memanjang,
mencerminkan bahwa ikan ini termasuk perenang cepat. Kepala sebelah atas agak mendatar,
mulut berukuran sedang, garis literal tidak terputus, bagian punggung berwarna perak kehijauan
dan bagian perut putih keperakan. Pada sirip dada dan perut terdapat warna merah, gurat sisi
melengkung agak ke bawah dan berakhir pada bagian ekor bawah yang berwarna kemerah-
merahan serta mempunyai 2 pasang sungut. Di alam ikan jelawat dapat mencapai berat 15 kg
atau lebih perekornya (Anonim, 2004).

2.1.3 Habitat

Dijelaskan oleh Atmaja Hardjamulia (1992), ikan jelawat banyak ditemui di muara-
muara sungai dan daerah genangan air kawasan tengah hingga hilir. Habitat yang disukainya
adalah anak-anak sungai yang berlubuk dan berhutan di bagian pinggirnya. Untuk anakannya
banyak dijumpai di daerah genangan, dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Saat air menyusut,
anakan ikan jelawat secara bergeromol beruaya ke arah bagian hulu dari sungai.

Di Indonesia ikan jelawat tersebar di perairan-perairan sungai dan daerah genangan atau
rawa di Kalimantan dan Sumatera. Penyebarannya juga merata di kawasan Asia Tenggara seperti
Vietnam, Thailand, Malaysia dan Kamboja.

2.1.4 Daur Hidup dan Kebiasaan Makan

Ikan jelawat merupakan ikan air tawar yang banyak terdapat di perairan umum di
Kalimantan dan Sumatera (Kottelat, Whiten, Kartikasari, dan Wirjoatmodjo,1993) serta
kawasan Asian tenggara lainnya seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Kamboja
(Puslitbang Perikanan,1992). Ikan ini banyak ditemui disungai, anak sungai, dan daerah
genangan kawasan hulu hingga hilir, bahkan dimuara muara sungai yang berlubuk dan
berhutan dipinggirannya.
Seperti jenis ikan lainnya, ikan jelawat juga memerlukan kondisi fisika dan kimia air
yang optimal. Biasanya ikan jelawat hidup diperairan yang bersuhu 25-37o C (Puslitbang
Perikanan, 1992), oksigen terlarut 4-9 ppm (Pantulu, 1976) dan ph air 6,3-7,5 (Arifin, 1968).
Namun demikian, untuk hidup normal dan tumbuh baik ikan ini memerlukan suhu 26-28,5o C
(Ondera dan Sunarno, 1987 dan Hardjamulia, 1992), oksigen terlarut 5-7 ppm (Puslitbang
Perikanan, 1992), dan pH air 7,0-7,5 (Ondara dan Soenarno, 1987). Walaupun diperlukan pH
air yang relatif normal untuk hidup dan tumbuh baik, ikan jelawat juga ditemui hidup pada
perairan yang agak masam (Arifin, 1968). Sesuai dengan hasil percobaan Gafar dan Husna
(1990), ternyata ikan jelawat memiliki daya adaptasi yang lebih baik terhadap pH rendah
dibandingkan dengan ikan mas (Cyprinus Carpio).

Ikan jelawat hidup di hulu sampai hilir sungai yang banyak ditemukan pepohonan
disekitarnya, dan hal ini sesuai dengan kebiasaan pakannya (food habit). Ikan jelawat
tergolong pada ikan Omnivora yang cenderung herbivora (Puslitbang Perikanan, 1992 dan
Balitkanwar, 1996). Berdasarkan hasil identifikasi pakan didalam saluran pencernaannya,
pakan yang ditemui adalah biji-bijian, buah-buahan dan tumbuhan air (Vaas et al., 1953 dan
Djajadiredja, 1977 dalam Gafar Nasution, 1990). Biji-bijian yang dimakannya berasal dari
tumbuhan air yang hidup disekitar sungai seperti biji tengkawang (Shorea palembanica),
karet (Hevea brasiliensis), perupuk (Coceceras barneense) dan putat (Barringtonia Spec)
(Tan, 1980). Selanjutnya, berbagai jenis plankton, alga dan larva serangga juga didapatkan
didalam lambungnya.

Pada kondisi budidaya, ikan jelawat juga dapat memakan semua jenis pakan yang
diberikan seperti singkong, daun singkong, bungkil kelapa, dan karet (Suhenda, Hardjamulia,
Kristanto, dan Wahyudin, 1994), ikan rucah, usus ayam (SEAFDEC-IDRC, 1985) dan pakan
berbentuk pellet (Sunarno dan Reksalegora, 1982). Sifat yang demikian akan menguntungkan
dalam budidaya ikan jelawat karena akan mempermudah dalam pencarian sumber bahan dan
penyiapan bahan pakan yang diperlukan.
III. PENGEMBANGBIAKAN IKAN JELAWAT
IV. PENUTUP

1. Ikan jelawat merupakan ikan asli perairan Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi dan digemari masyarakat sehingga sangat potensial untuk dikembangkan.

2. Dewasa ini budidaya ikan jelawat masih terkendala oleh ketersediaan benih, karena
keperluan benihnya masih sangat tergantung dari hasil penangkapan di perairan. Selain itu
ketersediaannya juga bersifat musiman dan ukurannya tidak seragam karena dapat
mempengaruhi ukuran makanan yang disesuaikan dengan bukaan mulut ikan.

3. Untuk mengatasi kendala pembenihan tersebut diperlukan penelitian untuk menguasai


teknologi pembenihannya. Dengan penguasaan teknologi pembenihan ini diharapkan dapat
diproduksi benih Ikan Jelawat secara massal dan berkesinambungan, sehingga keperluan
benih tidak lagi tergantung dari hasil penangkapan di alam yang bersifat musiman

4. Dalam proses pemijahan buatan induk ikan jelawat digunakan hormon ovaprim yang
berguna untuk merangsang kerja hipothalamus dari ikan matang gonad untuk mengeluarkan
luteneizing hormon releasing hormon (LHRH) yang akan merangsang kelenjar hifofisa untuk
menghasilkan lebih banyak hormon gonadotropin yang berperan untuk merangsang
terjadinya pembuahan sel telur.

5. Sel telur yang sudah dibuahi akan mengalami masa inkubasi selama kurang lebih 24 jam
untuk kemudian menetas menjadi larva. Larva akan berkembang dari pro larva, post larva
dan akhirnya menjadi benih. Pada umumnya perkembangan larva sampai menjadi benih pada
ikan memerlukan waktu kurang lebih 10 15 hari.
DAFTAR PUSTAKA

Kottelat, M., A. J. Whiten, S. N. Kartikasari, and S. Wirdoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of


Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition Limited. 293 pp.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. 1992. Teknologi pembenihan ikan jelawat
(Leptobarbus hoeveni) secara terkontrol. Dept. Pertanian, Badan Litbang Pertanian. 11
halaman.
Pantulu, V. R. 1976. Floating cage culture of fish in the lower Mekong Basin. Paper Presented at
Food and Agricultural Organitation Technical Conference on Aquaculture, Kyoto 26
May-2 June 1976, FIR: Aq/Conf.76 10:8 pp

Arifin, Z. 1968. Survey benih-benih ikan di perairan bebas Sungai Batanghari di sekitar kota
Jambi. Laporan Lembaga Penelitian Perikanan Darat. 11 hal.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. 1992. Teknologi pembenihan ikan jelawat
(Leptobarbus hoeveni) secara terkontrol. Dept. Pertanian, Badan Litbang Pertanian. 11
halaman.

Ondara dan M. T. D. Sunarno. 1987b. Pemijahan ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) dengan
suntikan hormon dalam sangkar jaring terapung di Danau Teluk Jambi. Bulletin
Penelitian Perikanan Darat, 1(6): 21-2

Onadara dan Sunarno. 1988. Upaya Pembenihan Ikan Jelawat(Leptobarbus hoeveni Blkr).
Prosiding Seminar Nasional Ikan dan Udang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Bekerjasama dengan Universitas Padjajaran. Bandung.

Sunarno, M. T. D. 2001. Strategi Pemeliharaan Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni) Dalam


Keramba ini Di Danau Teluk Jambi. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. 7 (3). 2-9.

Gafar, A. K. dan Z. Nasution. 1990. Upaya domestikasi ikan perairan umum di Indonesia. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 9(4): 69-75.

Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. 1996. Penentuan kebutuhan kadar protein pakan untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni). Puslitbang
Perikanan, Badan Litbang Pertanian: 35-37.

Suhenda, N., A. Hardjamulia, A. H. Kristanto, dan E. Wahyudin. 1994. Pembesaran ikan jelawat
di kolam dengan menggunakan jenis pakan dan padat penebaran yang berbeda. Prosiding
seminar penelitian perikanan air tawar. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Puslitbang
Perikanan, Badan Litbang Pertanian: 195-199.
SEAFDEC-IDRC. 1985. Culture of sultan fish (Leptobarbus hoeveni Blkr.). Southteast Asian
Fisheries Development Center. 6pp.

Sunarno, M. T. D. 1982. Respon ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) terhadap bentuk makanan
yang diberikan. Pewarta BPPD, 1 : 35-36.

Aryani, N. 2007. Penggunaan Hormon LHRH dan Vitamin E untuk Meningkatkan Kualitas
Telur Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni Blkr). Sigmatek, Jurnal Sain dan Teknologi, 1 (1) :
36-51 hal.

You might also like