You are on page 1of 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi
dan mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah
yang lebih besar daripada kehamilan biasa.1

2,2 Epidemioogi
Epidemiologi statistik Amerika Serikat dengan mempelajari penghentian kehamilan
elektif, mola hidatidosa dipastikan terjadi pada kira-kira 1 dari 1200 kehamilan.
Statistik internasional frekuensi mola hidatidosa yang dilaporkan sangat bervariasi.
Beberapa variabilitas ini dapat dijelaskan oleh perbedaan metodologi (misalnya, studi
populasi vs populasi tunggal, identifikasi kasus). Frekuensi yang dilaporkan berkisar
dari 1 dari 100 kehamilan di Indonesia menjadi 1 dari 200 kehamilan di Meksiko
menjadi 1 dari 5000 kehamilan di Paraguay. Studi tentang bahan patologis dari aborsi
pertama dan kedua trimester membentuk frekuensi mol hidatidosa lengkap dan parsial
di Irlandia 1 per tahun di tahun 1945 dan 1 per 695 kehamilan. Demografi ras, seks,
dan usia terkait Perbedaan frekuensi mol hidatidosa antar kelompok etnis telah
dilaporkan secara internasional. Di Amerika Serikat, perbandingan frekuensi mol
hidatidosa di Afrika Amerika dan Kaukasia telah menghasilkan hasil yang
bertentangan. Jika ada perbedaan, apakah karena perbedaan genetik atau faktor
lingkungannya tidak jelas. Mola hidatidosa adalah penyakit kehamilan dan oleh
karena itu merupakan penyakit pada wanita. Mola hidatidosa lebih sering terjadi pada
ekstrem usia reproduksi. Wanita di usia remaja atau perimenopause awal mereka
paling berisiko. Wanita berusia di atas 35 tahun memiliki peningkatan risiko 2 kali
lipat. Wanita yang berusia di atas 40 tahun mengalami peningkatan risiko 5-10 kali
lipat dibandingkan wanita yang lebih muda. Paritas tidak mempengaruhi risikonya.2
2.3 Patofisiologi
Kehamilan mola hidatidosa terjadi kerana tidak sempurnanya peredaran darah fetus
yang terjadi pada sel telur patologik iaitu hasil pembuahan dimana embrionya mati
pada umur kehamilan 3-5 minggu dan kerana pembuluh darah villi tidak berfungsi
maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi.
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan
beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa
adalah mola lengkap dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus
menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik,
sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari pembuahan pada suatu telur
kosong (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu sperma haploid (23 X), yang
kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX).
Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY.Pada mola yang tidak lengkap atau
sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi
yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi
ini, berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara
bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan kemungkinan besar dalam keadaan cacat.

Gambar 1.Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa.

A. Sumber kromosom dari mola lengkap.

B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid.

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas
1. Teori missed abortion

Teori ini menyatakan bahwa janin mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga
terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya
terbentuklah gelembung-gelembung. Kematian ini disebabkan karena kekurangan
gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal
ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi
sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran
darah dan kematian.

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-


gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah
anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atu mata ikan. Ukuran
gelembung- gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara
mikroskopik terlihat trias iaitu poliferasi dari trofoblas; degenerasi hidropik dari
stroma villi dan kesembaban; serta hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel
Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial
giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan
kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan
beransur-ansur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.2,3,4

2.4 Diagnosis

Mola hidatidisa dapat ditegakkan setelah terjadinya pembuahan. Bila tes kehamilan
didapatkan positif, tetapi tidak terasa gerakan janin ataupun tidak ada detak jantung
janin yang terdeteksi, kemungkinan besar kehamilan ini mengarah ke mola hidatidosa.
Sleain itu, rahim juga akan kelihatan jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) juga dapat dilakukan untuk memastikan bahwa
pertumbuhannya adalah mola hidatidosa dan bukan janin atau kantung amnion .Tes
darah untuk mengukur kadar human chorionic gonadotropin dilakukan. hCG-hormon
biasanya diproduksi pada awal kehamilan. Jika mola hidatidosa ada, levelnya
biasanya sangat tinggi karena mola menghasilkan sejumlah besar hormon ini.5

2.5 Diagnosa banding


Terdapat beberapa kasus yang menyerupai mola hidatidosa dan sering diintepretasi
sebagai mola hidatidosa. Antaranya adalah abortus,hidramnion, dan kehamilan
dengan mioma uteri. Mola hidatidosa sering kali dimisintepretasi sebagai abortus
kerana terjadi pendarahan yang banyak dan jugabtimbulnya keluhan kurangnya gerak
anak dan juga denjut jantung janin yang hilang. Hidramnion adalh keadaan di mana
terjadi peningkatan cairan amnion. Ini secara tidak langsung menyebabkan
pembesaran ukutan rahim lebih besar dari usia kehamilan dan juga sulit untuk
merasakan gerakan bayi disebabkan cairan yang berlebihan. Mola hidatidosa juga
menyerupai kehamilan dengan mioma uteri dimana terdapat gejala seperti
pembesaran uterus lebih dari usia kehamilam dan keluarxdarah pervaginam.2

2.6 Etiologi

Mola hidatidosa disebabkan oleh sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah
kehilangan nucleon atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90
persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola bersifat
heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid yang

memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab.6


Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio
'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada
keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu. Peningkatan aktivitas
sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan
progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena sintesis hormone ini memerlukan
enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi
perkembangan kistateka-lutein di dalam ovarium. Penyebab mola hidatidosa tidak
diketahui secara pasti, namun factor penyebab yang kini telah diakui adalah:
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena
penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast

4. Keadaan sosioekonomi yang rendah

5. Defisiensi vitamin A

6. Kekurangan protein

7. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.6

2.7 Gejala Klinis

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari
kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak
berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang
menyebabkan 10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin

3. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan


BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit
lembab
4. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
5. Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai
dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai
sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten
selama berminggu- minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan
tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi
merupakan gejala yang sering dijumpai.

6. Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara


khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan
alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang
kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu
plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat
normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit
yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.

7. Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut
dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli
pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun
jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan
embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan
penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini
dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti
lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola
hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan
dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah
evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian. Sementara
sebagian lainnya mengalami proliferasi dan menimbulkan kematian wanita
tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
8. Kadang-kadang akan terjadi ekspulsi spontan dimana gelembung-
gelembung hidatidosa sudah keluar sebum mola tersebut keluar spontan atau
dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling
besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih
dari 28 minggu.7

2.8 Terapi
Dalam kasus mola hidatidosa yang dicurigai, penyelidikan lebih lanjut mencakup
penghitungan darah lengkap, pengukuran kreatinin dan elektrolit, tes fungsi tiroid hati,
ginjal, dan pengukuran beta-hCG kuantitatif awal. Scan ultrasound panggul dan perut
yang hati-hati harus dilakukan untuk mencari bukti adanya mol invasif, tidak
termasuk kehamilan yang berdampingan, dan mencari kemungkinan penyakit
metastasis. Computed tomography atau magnetic resonance imaging dapat
memberikan informasi lebih lanjut. Radiografi dada atau computed tomography harus
dipertimbangkan jika ada gejala yang menyarankan metastase paru.

Kuret suction adalah metode evakuasi yang disukai terlepas dari ukuran uterus pada
pasien yang ingin mempertahankan kesuburan. Cara terbaik adalah menghindari
persiapan serviks sebelumnya, obat-obatan oksitosik dan kuretase tajam atau evakuasi
medis, untuk meminimalkan risiko diseminasi jaringan yang menyebabkan penyakit
metastasis.. Agen oksitosin dan analog prostaglandin paling baik digunakan hanya
setelah evakuasi uterus bila ada perdarahan yang signifikan.

Total histerektomi perut adalah pilihan yang masuk akal bagi pasien yang tidak ingin
mempertahankan kesuburannya. Histerektomi sangat dianjurkan untuk pasien> 40
tahun yang risiko pengembangan GTD meningkat secara signifikan. Meskipun
histerektomi menghilangkan risiko penyakit invasif lokal, penyakit ini tidak
mencegah metastasis dan mengurangi risiko penyakit trofoblastik persisten hingga
50% .

Pedoman dari Royal College of Obstetricians and Gynecologists dan British Blood
Transfusion Society menganjurkan agar semua wanita Rhesus-negatif yang memiliki
kehamilan mola harus diberi imunoglobulin IU 250.000 setelah evakuasi bedah.7

2.9 Komplikasi
Perforasi uterus saat kuret suction terkadang terjadi karena rahimnya besar dan
berkabut. Jika perforasi dicatat, prosedur harus diselesaikan dengan panduan
laparoskopi. Perdarahan adalah komplikasi yang sering terjadi selama evakuasi
kehamilan mola. Untuk alasan ini, oksitosin intravena harus dimulai saat inisiasi
pengisapan. Metergine dan atau hemabate juga harus tersedia. Darah untuk
kemungkinan transfusi harus tersedia. Penyakit trofoblas ganas berkembang pada 20%
kehamilan mola. Untuk alasan ini, hCG kuantitatif harus dimonitor secara urut. Faktor
yang dilepaskan oleh jaringan molar bisa memicu koagulasi kaskade. Pasien harus
dipantau untuk koagulopati intravaskular diseminata (DIC). Emboli trofoblastik dapat
menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor risiko terbesar untuk komplikasi ini
adalah rahim yang lebih besar dari yang diperkirakan pada usia gestasi 16 minggu.
Kondisinya bisa berakibat fatal.6,7
Reference

1.AO Igwegbe and GU Eleje. Hydatidiform mole: A Review of Management


Outcomes in a Tertiary Hospital in South-East Nigeria. Ann Med Health Sci Res.
2013 Apr-Jun; 3(2): 210214
2.Lisa E Moore, MD, FACOG, and Enrique Hernandez, MD, FACOG, FACS.
Hydatidiform Mole. Medscape . Nov 2016
3.Mojgan Karimi-Zarchi, Mohammad Reza Mortazavizadeh, Malihe Soltani-
Gerdefaramrzi, Mitra Rouhi, Pouria Yazdian-Anari, and Mohammad Hosain
Ahmadiyeh. Investigation of Risk Factors, Stage and Outcome in Patients with
Gestational Trophoblastic Disease since 2001 to 2011 in Iran-Yazd. Int J Biomed Sci.
2015 Dec; 11(4): 166172.
4.John R. Lurain, Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology,
clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and
management of hydatidiform mole. Journal of Obstetrics ang Gynecology. December
2010Volume 203, Issue 6, Pages 531539
5.Pedro T. Ramirez.MD, David M Gershenson and Gloria Salvo. Gestational
Trophoblastic Disease. Merck Manual. March 201765.Jean-Jacques Candeliera, The
hydatidiform mole. Cell Adh Migr. 2016 Jan-Apr; 10(1-2): 226235.
6.Jean-Jacques Candeliera, The hydatidiform mole. Cell Adh Migr. 2016 Jan-Apr;
10(1-2): 226235.
7.Ayman A. Al-Talib. Clinical presentation and treatment outcome of molar
pregnancy: Ten years experience at a Tertiary Care Hospital in Dammam, Saudi
Arabia J Family Community Med. 2016 Sep-Dec; 23(3): 161165.

You might also like