You are on page 1of 7

A.

Komplikasi Anemia dalam Kehamilan


1. Pada saat hamil
Ibu hamil yang mengalami anemia difisiensi besi sangat rentan atau beresiko
untuk terjadi abortus. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan zat besi berperan
sebagai hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa haemoglobin (Hb).
Seorang ibu yang dalam masa kehamilannya telah menderita kekurangan zat besi
tidak dapat memberi cadangan zat besi kepada bayinya dalam jumlah yang cukup
untuk beberapa bulan pertama. Kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat
menyebabkan gangguan ataupun hambatan pada pertumbuhan janin, baik sel tubuh
maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan.Hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna
lebih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan bahwa seorang ibu hamil yang mengalami
anemia pada usia kehamilan <20 minggu dapat menyebakan abortus. Ibu hamil yang
menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu
dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar (Lubis,
2003). Anemia yang terjadi pada saat hamil dapat memberikan efek buruk, baik pada
ibu atau pada janin yang dikandungnya. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen
pada metabolisme ibu dan janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka
berkurang pula kadar oksigen dalam darah. Keadaan ini jika berlangsung lama dapat
menyebabkan nekrosis pada jaringan, sehingga hasil konsepsi tidak bisa bertahan
lama pada ovarium. Gejala awal yang di timbulkan terjadinya perdarahan dalam
desidua basalis yang diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya yang menyebabkan
hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga bagian yang terlepas ini
merupakan benda asing dalam uterus.Ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut oleh karena adanya kontraksi uterus maka akan
memberi gejala umum berupa nyeri perut karena kontraksi disertai perdarahan dan
pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi (Proverawati dan Wati, 2011).
Pada ibu hamil, anemia dapat mengakibatkan keguguran, lahir mati, kelahiran
bayi dengan berat badan lahir rendah, perdarahan sebelum atau sewaktu melahirkan,
dan kematian ibu (Kodyat 1995 diacu dalam Khomsan 1997).
2. Pada persalinan
Pada anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini mempengaruhi
jumlah haemoglobin dalam darah. Berkurangnya jumlah haemoglobin menyebabkan
jumlah oksigen yang diikat dalam darah juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah
pengiriman oksigen ke organ - organ vital (Anderson, 1994).
Anemia dalam kehamilan dapat menyebabkan terjadinya hemorargi dan infeksi
dalam kehamilan. Anemia dalam kehamilan juga sering dihubungkan dengan
terjadinya retardasi pertumbuhan dalam rahim dan persalinan preterm.
Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan,
persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif seperti:
1) Gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak,
2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang
dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Sehingga dapat memberikan efek
buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan (Manuaba, 2001).
Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga akhir kehamilan
maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Pada ibu dengan anemia, saat
postpartum akan mengalami atonia uteri. Hal ini disebabkan karena oksigen yang
dikirim ke uterus kurang.
Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot - otot uterus tidak
berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan
perdarahan banyak .
3. Pada bayi
a. Pada BBLR
1) Pengaruh anemia ibu hamil trimester I
Kurangnya nutrisi pada trimester I terutama adanya anemia akan
menyebabkan terjadinya kegagalan organogenesis sehingga akan
mengganggu perkembangan janin pada tahap selanjutnya. Penelitian di
California menunjukkan bahwa risiko kelahiran BBLR dua kali lipat pada ibu
hamil triwulan II tetapi tidak berisiko pada kehamilan
2) Pengaruh anemia ibu hamil trimester II
Pada trimester II, terjadi kecepatan yang meningkat pada pertumbuhan
dan pembentukan janin, sehingga membentuk manusia dengan organorgan
tubuh yang mulai berfungsi. Pada masa ini zat besi yang diperlukan paling
besar karena mulai terjadi hemodilusi pada darah. Kebutuhan zat besi
pada keadaan ini adalah 5 mg/hr dengan kebutuhan basal 0,8 mg/hari.
Akibat anemia akan dapat menimbulkan hipoksia dan bekurangnya aliran
darah ke uterus yang akan menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke janin
terganggu sehingga dapat menimbulkan asfiksia sehingga pertumbuhan dan
perkembangan janin terhambat dan janin lahir dengan berat badan lahir
rendah dan prematur.
4. Pada saat Nifas
Anemia pada ibu nifas bisa saja terjadi. Menurut Prawirohardjo (2005), faktor
yang mempengaruhi anemia pada masa nifas adalah persalinan dengan perdarahan,
ibu hamil dengan anemia, nutrisi yang kurang, penyakit virus dan bakteri. Anemia
dalam masa nifas merupakan lanjutan daripada anemia yang diderita saat kehamilan,
yang menyebabkan banyak keluhan bagi ibu dan mengurangi presentasi kerja, baik
dalam pekerjaan rumah sehari-hari maupun dalam merawat bayi (Wijanarko, 2010).
Pengaruh anemia pada ibu nifas adalah terjadinya subvolusi uteri yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran
ASI berkurang dan mudah terjadi infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005). Praktik ASI
tidak eksklusif diperkirakan menjadi salah satu prediktor kejadian anemia setelah
melahirkan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008).
Pengeluaran ASI berkurang, terjadinya dekompensasi kordis mendadak setelah
persalinan dan mudah terjadi infeksi mamae. Di masa nifas anemia bisa menyebabkan
rahim susah berkontraksi, ini dikarenakan darah tidak cukup untuk memberikan
oksigen ke rahim.

A. Komplikasi Ca Cervix pada Kehamilan


1. Pada saat hamil
a. Keguguran
Resiko paling menakutkan dari kanker serviks yang dialami pada masa
kehamilan adalah keguguran pada bayi. Hal ini dikarenakan pada beberapa kondisi
tertentu adanya kanker membuat janin dalam kandungan perlu diangkat dengan
alasan keamanan dan keselamatan. Bahkan penelitan menunjukan bahwa seorang
wanita yang menderita kanker serviks bahkan tidak memiliki kemungkinan untuk
hamil. Hal ini tentu menjadi hal yang sangat menakutkan. Akibat dari tahapan
tertentu perawatan dan penanganan kanker serviks akan memungkinkan
pengangkatan rahim harus dilakukan.
b. Hambatan Proses Perkembangan Janin
Adanya infeksi virus yang terjadi pada bagian rahim akan mungkin
mempengaruhi perkembangan janin didalamnya. Dimana kondisi ini akan
mengakibatkan adanya hambatan proses perkembangan janin dalam kandungan.
Kondisi ini pada umumnya disebabkan adanya neoplasma yang berbahaya.
Dampaknya janin anda tidak akan bertumbuh dan berkembang dengan normal
seperti bayi pada umumnya. Hal ini bisa memicu resiko bayi cacat pada saat
dilahirkan.
2. Pada saat Persalinan
Selain mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan. Adanya kanker
serviks pun bisa menyebabkan gangguan pada proses persalinan. Akibat adanya
jaringan sel kanker serviks proses persalinan yang normal akan dapat terkendala.
Masalah ini tentu akan menjadi ancaman yang mengerikan untuk anda. Jadi demikian
masalah kanker serviks yang terjadi tidak dapat disepelekan begitu saja. Diperlukan
penanganan yang efektif dengan berkonsultasi dengan dokter. Agar demikian masalah
ini bisa segera diatasi dengan baik.
3. Pada Bayi
Resiko pertama yang mungkin dialami dari kondisi kanker serviks yang terjadi
pada masa kehamilan adalah kelahiran bayi prematur. Kondisi ini tentu menjadi hal
yang menyeramkan terjadi pada buah hati anda. Bagaimanapun setiap orangtua
tentunya menginginkan yang terbaik untuk buah hatinya. Resiko kelahiran bayi
prematur akan mungkin membuat impian memiliki bayi yang lahir dengan sehat
menjadi hancur. Untuk itu, sebaiknya segera konsultasikan masalah kanker serviks
anda ke dokter. Bila perlu lakukan pemeriksaan secara rutin untuk mendeteksi
masalah gangguan pada organ kewanitaan sejak dini.
A. Komplikasi Mioma Uteri dalam Kehamilan
1. Pada saat Hamil
a. Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27 - 40% wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang
mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma
submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga
uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat
menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi
pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana
terjadi atrofi karena kompresi massa tumor (Stoval, 2001). Apabila penyebab
lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas
tersebut,maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi
(Strewart, 2001).
b. Pada wanita hamil yang memiliki Mioma Uteri mengembangkan janin dan
menghambat saluran makanan, itu akan mengganggu perkembangan janin
bahkan dapat menyebabkan kematian janin karena kekurangan makanan dan
oksigen.
c. Ketika kehamilan masih bertahan hingga menginjak masa menjelang
persalinan,mioma yang terdapat di dalam rahim juga dapat menimbulkan
resiko pendarahan saat persalinan. Selain itu, proses persalinan juga akan
menjadi semakin bermasalah karena kontraksi yang terganggu mioma.
d. Perkembangan pesat tumor mioma pada usia kehamilan yang baru menginjak
trimester pertama bisa memungkinkan gugurnya janin pada rahim ibu. Hal ini
karena janin muda yang terus terdesak oleh pertumbuhan mioma. Selain itu,
nutrisi yang seharusnyamengalir ke janin menjadi beralih ke tumor yang
sedang tumbuh sehingga janin kekurangan nutrisi yang sangat diperlukan
untuk berkemabang. Janin berhenti berkembang dan akhirnya mati.
e. Pengaruh penyakit mioma pada kehamilan yang sudah cukup tua atau pada
trimester ketiga akan menyebabkan tidak normalnya posisi bayi di dalam
rahim. Keberadaan mioma yang terus membesar membuat bayi harus berbagai
tempat atau bergeser sehingga posisinya menjadi sunsang atau melintang.

2. Pada saat Persalinan


a. Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II.
b. A t o n i a u t e r i t e r u t a m a p a d a p e r s a l i n a n : p e r d a r a h a n b a n y a k ,
b i a s a n y a p a d a mioma yang letaknya di dalam dinding rahim.
c. Kelainan letak plasenta
d. Pada kala III terjadi retensio plasenta, terutama pada mioma
submukosadan intramural yang mengakibatkan perdarahan aktif.
e. Persalinan prematuritas
3. Pada bayi
Akan terjadi BBLR , hal ini dikarenakan nutrisi untuk bayi akan diserap oleh
miom, sehingga bayi yang dilahirkan akan lahir dengan BBLR
4. Pada saat Nifas
Mioma dapat terinfeksi apabila terjadi abortus septik atau metritis masa nifas.Hal
ini paling sering terjadi apabila miomanya terletak dekat dengan tempat implantasi
plasenta atau terjadi perforasi mioma oleh instrumen, misalnya sonde atau kuret.
Apabila mioma mengalami infark, resiko infeksi meningkat dan kemungkinan
penyembuhan infeksi berkurang, kecuali apabila dilakukan histerektomi

You might also like