You are on page 1of 53

ASKEP KELUARGA DENGAN DIABETES MELITUS

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


PADA KELUARGA Tn.Z DENGAN ANGGOTA KELUARGA MENDERITA
PENYAKIT DIABETES MELITUS
DIABETES MELITUS

I. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Keluarga


1. Defenisi keluarga
a. Menurut Depkes. RI. 1998
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan
saling ke tergantungan.
b. Menurut S .G . Bailon dan Aracelis Maglaya 1989.
Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup bersama dalam satu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan ( Nasrul Effendi ,1998 : 33 ).

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah :


a. Unit terkecil dari masyarakat.
b. Terdiri atas dua orang atau lebih.
c. Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah.
d. Hidup dalam satu rumah tangga.
e. Dibawah asuhan seorang kepala keluarga.
f. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga.
g. Setiap anggota keluarga mempunyai perannya masing-masing.
h. Menciptakan dan mempertahankan kebudayaan
2. Keperawaatan kesehatan keluarga
Menurut S.G. Bailon dan Aracelis Maglaya 1978
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan
atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai
tujuan melalui perawatan sebagai sarana penyalur (Nasrul Effendi,1998:39)

3. Tipe keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara,
misalnya nenek, kakek, keponakandan sebagainya .
c. Keluarga berantai (serial family) ialah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang
menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga duda/janda (single family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau
kematian.
e. Keluarga berkomposisi (composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan
hidup secara bersamasama.
f. Keluarga kabitas (cahabitasia) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi
membentuk suatu keluarga .
4. Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga

Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga
meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga disepanjang waktu.
Perubahan ini terjadi melalui beberapa tahapan atau kurun waktu tertentu. Pada setiap tahapan
mempunyai tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan
sukses.
Perawat perlu memahami setiap tahapan perkembangan keluarga serta tugas perkembangannya.
Hal ini penting mengingat tugas perawat dalam mendeteksi adanya masalah keperawatan yang
dilakukan terkait erat dengan sifat masalah yaitu potensial atau aktual.

Tahap-tahap perkembangan keluarga


Tahap perkembangan dibagi menurut kurun waktu tertentu yang dianggap stabil. Menurut
Rodgers cit Friedman (1998), meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangan secara
unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama.

Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall dan Milller (Friedman, 1998)


I. Pasangan Baru
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan perempuan
(istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-
masing. Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena kenyataannya banyak keluarga
baru yang masih tinggal dengan orang tuanya.
Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi.
Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya.
Tugas perkembangan :
1. Membina hubungan intim dan memuaskan.
2. membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3. mendiskusikan rencana memiliki anak.
4. Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami, keluarga istri
dan keluarga sendiri.

II. Keluarga child bearing kelahiran anak pertama

Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak berumur 30 bulan
atau 2,5 tahun.
Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap ini adalah:
1. Persiapan menjadi orang tua.
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual dan
kegiatan.
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiaman orang tuan berinteraksi
dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang positif
dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua dapat tercapai.
III. Keluarga dengan anak pra sekolah
Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5
tahun.
Tugas perkembangan :

1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa
aman.
2. Membantu anak untuk bersosialisasi.
3. Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus terpenuhi.
4. Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat.
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.

IV. Keluarga dengan anak sekolah


Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada saat anak
berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal sehingga
keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki minat
sendiri. Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga.
1. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk kebutuhan
untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.

Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada anak
untuk bersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.

V. Keluarga dengan anak remaja


Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian. Tujuannya
untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri
menjadi orang dewasa.

Tugas perkembangan
1. Memberikan kebebasan yang seimbungan dengan tanggung jawab.
2. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3. Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk
bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.

VI. Keluarga dengan anak dewasa


Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir
meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada atau tidaknya anak
yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.

Tugas perkembangan
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Membantu orang tua memasuki masa tua.
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

VII. Keluarga usia pertengahan


Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat
pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini dianggap sulit
karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai orang tua.
Tugas perkembangan :
1. Mempertahankan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak.
3. Meningkatkan keakraban pasangan.
4. Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga rutin,
menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.

VIII. Keluarga usia lanjut


Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya
meninggal.
Tugas perkembangan :
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan.
3. Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5. Melakukan life review.
6. Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap
ini.
II. Konsep Dasar Diabetes Melitus

A. Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demam
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut
ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak
dan protein. (Askandar, 2000).

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kekurangan
produksi insulin (kuantitas / kualitas) baik oleh keturunan atau didapat. Konsentrasi glukosa yang
berlebih pada darah dapat menyebabkan kerusakan sel tubuh. Tapan (2006)

Price dan Wilson (1995) menambahkan bahwa DM merupakan gangguan metabolisme


yang dimanifestasikan dengan hilangnya toleransi karbohidrat yang terjadi secara genetis maupun
didapat. Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah
tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner dan
Suddarth, 2002).
Dari berbagai definisi diatas tentang DM diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DM
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini adalah hormon
insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat dimana
seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi dengan baik, karena proses autoimmune, dipengaruhi secara genetik dengan gejala
yang pada akhirnya menuju tahap perusakan imunologi sel sel yang memproduksi insulin.
B. Klasifikasi
Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National Institutes
of Health, sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) atau tipe
juvenil: Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin
untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset, karena
kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel beta
pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung mengalami
komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.

2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes melitus) Dikenal
dengan maturity concep dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara absolut melainkan
relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Terjadi pada
semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada kecenderungan familiar. NIDDM
dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah namun tetap
memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.

3. Gestational Diabetes Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational: Yaitu
intoleransi glukosa yang timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon
hormon pertumbuhan dan meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang
mengurangi keefektifitasan insulin.
4. Intoleransi glukosa Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu., yaitu
hiperglikemi yang terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat obatan, dan
bahan kimia. Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat
obatan yang mencetuskan terjadinya hiperglikemia antara lain: diuretik furosemid (lasik),
dan thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat (Long, 1996).

C. Anatomi dan Fisiologi


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kirakira 15 cm, lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya ratarata 6090 gram. Terbentang pada
vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar
yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar
pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung.
Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.
Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin
dan glukagon langsung ke darah. Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem
endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 3 %
dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing
pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang terbesar
300, terbanyak adalah yang besarnya 100 225. Jumlah semua pulau langerhans di
pankreas diperkirakan antara 1 2 juta.
Pulau Langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a. Selsel A (alpha), jumlahnya sekitar 2040% ; memproduksi glukagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like
activity .
b. Sel sel B (betha), jumlahnya sekitar 6080 % , membuat insulin.
c. Selsel D (delta), jumlahnya sekitar 515 %, membuat somatostatin. Masing
masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di
bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak
mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada
tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan
reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin
merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A
dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri
dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Insulin dapat larut pada pH 47 dengan titik isoelektrik pada 5,3.
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang
besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin
dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi.
Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah
pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah,
sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi
insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino,
asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat
berbeda.
Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa
melalui membran sel ke jaringan terutama sel sel otot, fibroblas dan sel lemak.

D. Etiologi dan Predisposisi


DM dapat disebabkan oleh banyak faktor Noer (1996) menyebutkan bahwa ada 4
penyebab terjadinya DM, yaitu faktor keturunan, fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang
berkurang, kegemukan atau obesitas, perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi
insulin. Faktor keturunan dapat menjadi penyebab yang mengambil peranan paling penting dalam
terjadinya DM karena pola familial yang kuat (keturunan) mengakibatkan terjadinya kerusakan
sel-sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Sehingga terjadi kelainan dalam sekresi insulin
maupun kerja insulin (Long, 1996). Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang dapat
terjadi karena insulin diperlukan untuk transport glukosa, asam amino, kalium dan fosfat yang
melintasi membran sel untuk metabolisme intraseluler. Jika terjadi kekurangan insulin akibat
kerusakan fungsi sel pankreas akan menyebabkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat,
asam amino, kalium dan fosfat (Long, 1996).
Kegemukan atau obesitas dapat sebagai pencetus terjadinya DM karena insiden DM
menurun pada populasi dengan suplai yang rendah dan meningkat pada mereka yang mengalami
perubahan makanaan secara berlebihan. Obesitas merupakan faktor resiko tinggi DM karena
jumlah reseptor insulin menurun pada obesitas mengakibatkan intoleransi glukosa dan
hiperglikemia (Price dan Wilson, 1995).
Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin dapat mendukung
terjadinya DM karena toleransi glukosa secara berangsurangsur akan menurun bersamaan dengan
berjalannya usia seseorang mengakibatkan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dan lebih
lamanya keadaan hiperglikemi pada usia lanjut. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya pelepasan
insulin dari selsel beta, lambatnya pelepasan insulin dan penurunan sensitifitas perifer terhadap
insulin (Long, 1996). Etiologi pada DM telah dijabarkan oleh para ahli, yaitu berkaitan dengan
fungsi organ dan berbagai faktor resiko yang mendahului. Mansjoer (1996 : 588) menyatakan
bahwa Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM), atau DM yang tergantung pada insulin (tipe
I) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimmune. Sedangkan Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau tipe II disebabkan kegagalan relatif sel beta
dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel
beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya (terjadi defisiensi relatif
insulin). Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya DM, diantaranya :
1. Faktor genetik (herediter) Resiko terkena DM meningkat apabila ada anggota yang
terkena atau menderita DM, yaitu kesesuaian pada kembar monozigote dan autosomonal
dominan. Insulin Dependen Diabetes Melitus : <50 % dan Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus : 90100% (Long, 1996).
2. Faktor ras dan etnik tertentu NIDDM biasanya dialami oleh non kulit putih, pada
masyarakat Amerika angka kejadian NIDDM adalah 1:3, sedangkan pada populasi umum
adalah 1:200 (Long, 1996)
3. Faktor autoimmune Sel sel beta pankreas dihancurkan oleh proses autoimmune.
4. Proses radang atau infeksi Pada kasus pankreatitis akan terjadi hambatan sekresi insulin
5. Faktor obesitas, Jumlah reseptor insulin menurun pada orang yang kegemukan (Long,
1996).
6. Pada keadaan tertentu Misalnya pada wanita dalam masa kehamilan atau karena efek dari
obat obatan tertentu (Long, 1996).
E. Patofisiologi
F. Manifestasi Klinis
Gejala klasik pada DM adalah :
1. Poliuri (banyak buang air kecil), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk pada
malam hari.
2. Polidipsi (banyak minum), rasa haus meningkat.
3. Polifagi (banyak makan), rasa lapar meningkat.
4. Gejala lain yang dirasakan penderita.
5. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
6. Keletihan.
7. Penglihatan atau pandangan kabur.
8. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan
9. penurunan kesadaran.

Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :


1. Kehilangan berat badan.
2. Luka, goresan lama sembuh.
3. Kaki kesemutan, mati rasa, Infeksi kulit.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Obat Hipoglikemik oral
a) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat golongan
lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini
mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas,
karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang
berlebihan. Obat obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
b) Glibenklamida (5mg/tablet).
c) Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
d) Glikasida (80 mg/tablet).
e) Glikuidon (30 mg/tablet).

2. Golongan Biguanid / Metformin


Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan glukosa dari
jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan
berat badan.
3. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan, sehingga dapat
menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa
yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah
Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang
kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan
obat obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi
dengan obat obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana
sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita
hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan
pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
a) Insulin kerja cepat Jenis jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan
semilente.
b) Insulin kerja sedang Jenis jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
c) Insulin kerja lambat Jenis jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)

4. Penatalaksanaan secara keperawatan


a. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun telah
mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak
melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang,
dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein.
Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak
menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat
komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi serat.
b. Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin bekerja lebih
efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan
mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik,
tetapi jangan melakukan olahraga yang berat berat.

H. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik. (Carpenito, 2001)
1. Komplikasi Akut,
Ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan dengan
keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut
adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
a. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer, 2002 : 1258)
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah
satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan
asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)
c. Hypoglikemia Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) Terjadi
kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256)
2. Komplikasi kronik
Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian
tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu: (Long 1996)
a. Mikrovaskuler
1). Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahanperubahan mikrovaskuler adalah perubahan
pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka
mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran
protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
2.) Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan kabur sampai
kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalu disebabkan retinopati (Sjaifoellah,
1996 : 588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : 16)
3). Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom, Medulla
spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahanperubahan
metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia
dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long, 1996 : 17)
b. Makrovaskuler
1). Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan
kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah
akan naik atau Diabetes Melitus. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah
menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit
jantung koroner atau stroke
2). Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf-saraf sensorik, keadaan ini berperan
dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan
gangren. Infeksi dimulai dari celahcelah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel
sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus
demikian juga pada daerahdaerah yang terkena trauma (Long, 1996 : 17)
3). Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah keotak
menurun (Long, 1996 : 17)
III. Pengkajian Fokus Asuhan Keperawatan Keluarga
Pengkajian keperawatan keluarga adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis
untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan
asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga sesuai rencana
yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap
keluarga. Proses keperawatan merupakan kerangka kerja dalam melaksanakan tindakan yang
digunakan agar proses asuhan keperawatan dan kesehatan terhadap keluarga menjadi lebih
sistematis (Effendy, 1998 : 46).

A Pengkajian Keluarga
Friedman (1998) membagi proses pengkajian keperawatan keluarga kedalam tahap-tahap
meliputi mengidentifikasi data, tahap dan riwayat perkembangan, data lingkungan, struktur
keluarga, fungsi keluarga dan koping keluarga.
1. Mengidentifikasi data
Data-data dasar yang digunakan oleh perawat untuk mengukur keadaan pasien dengan
memakai norma kesehatan keluarga maupun social yang merupakan system integritas dan
kesanggupan untuk mengatasinya (Friedman, 1998).
Pengumpulan data pada keluarga dengan Diabetes Mellitus difokuskan pada komponen-
komponen yang berkaitan dengan diabetes Mellitus.
2. Data Identitas
a. Umur
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastic menurun dengan
cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia
rawan tersebut, terutama mereka yang berat badannya berlebih karena tubuh tidak peka
terhadap insulin, semakin bertambah usia semakin tinggi resiko diabetes (Setiono, 2005
:24).
b. Jenis Kelamin
Wanita pada umumnya cenderung mudah terserang Diabetes Mellitus bila dibandingkan
dengan pria, hal ini dikarenakan wanita lebih banyak mempunyai factor yang mendorong
terjadinya DM seperti obesitas saat kehamilan, strees, kelelahan, serta makanan yang
tidak terkontrol.
c. Pekerjaan
Penghasilan yang tidak seimbang mempengaruhi keluarga dalam melakukan perawatan
dan pengobatan pada anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus. Salah satu
penyebab ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan dan perawatan
adalah tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada dalam keluarga, misalnnya keuangan
(Effendy,1998).
d. Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi fungsi kognitif karena dengan pendidikan yang
rendah, daya ingat klien, afektif dan psikomotorik dalam pengelolaan penderita Diabetes
Mellitus dan akibatnya serta pentingnya fasilitas pelayanan kesehatan.
e. Hubungan (genogram)
Resiko terkena diabetes meningkat apabila ada anggota keluarga yang menderita diabetes.
Resiko juga meningkat pada keadaan kembar monozigot dan autosomal dominan.
f. Tipe atau Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga extended family yang mempunyai riwayat penyakit DM lebih cenderung
menderita DM dari pada keluarga yang ukurannya lebih kecil dan tidak mempunyai
riwayat DM.
g. Latar Belakang atau Kebiasaan Keluarga
1). Kebiasaan Makan
Pola makan keluarga telah tergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak
karbohidrat dan serat dari sayuran ke pola makan dengan komposisi makan yang terlalu
banyak mengandung protein, gula, lemak, garam, dan mengandung sedikit serat. Pola
makan seperti inilah yang beresiko terjadinya penyakit diabetes mellitus (Noer, 1996).
2). Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan
Pemanfaatan fasilitas kesehatan merupakan factor penting dalam pengelolaan pasien
dengan Diabetes Mellitus. Effendy (1998) menyatakan bahwa fasilitas kesehatan yang
terjangkau memberikan pengaruh yang besar terhadap perawatan dan pengobatan pada
keluarga yang anggota keluarganya menderita Diabetes Mellitus. Bila keluarga mampu
memanfaatkan fasilitas kesehatan, maka dengan rajin mereka akan melakukan control dan
memeriksakan dirinya secra teratur apabila ada keluhan lemas-lemas ke tempat pelayanan
kesehatan terdekat. Pada keluarga yang kurang mampu memanfaatkan pelayanan fasilitas
kesehatan, maka keluarga hanya memeriksakan kesehatan apabila sakit saja, termasuk
ketika merasakan adanya gejalagejala yang terkait dengan Diabetes Mellitus.
3). Pengobatan Tradisional
Cara-cara yang lazim digunakan adalah meminum jamu tradisional. Namun perlu
diperhatikan dalam melakukan pengobatan tersebut harus kontrol teratur agar
pengobatannya berhasil. Namun mayoritas penderita Diabetes Mellitus telah
memanfaatkan pengobatan modern untuk mengatasi gejala dan keluhan Diabetes Melitus.
h. Status Sosial Ekonomi.
Diabetes Mellitus sering terjadi pada keluarga yang mempunyai status ekonomi
menengah keatas. Karena factor lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat, seperti
makan berlebihan, berlemak, kurang aktivitas fisik, dan strees berperan penting sebagai
pemicu diabetes.

3.Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga yang berisiko mengalami masalah Diabetes Mellitus
adalah tahap perkembangan keluarga dengan usia pertengahan dan lansia. Karena pada
tahap ini terjadi proses degeneratif yaitu suatu kemunduran fungsi system organ tubuh,
termasuk penurunan fungsi dari sel beta pancreas.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Diabetes Mellitus berkaitan erat dengan penyakit yang lain misalnya riwayat keluarga
dengan Diabetes Mellitus, Hiperensi, Penyakit ginjal, Stroke dan lain-lain.

4. Data Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Penataan perabot rumah yang tidak teratur, penerangan atau pencahayaan yang kurang,
keadaan lantai yang licin, merupakan factor yang meningkatkan resiko injury karena pada
pendrita Diabetes Mellitus yang lanjut akan mengalami gangguan pada system persepsi
sensori terutama visual seperti adanya keluhan pandangan kabur.
b. Karakteristik tetangga dan komunitasnya
Menjelaskan tentang karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat:
a) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat menjelaskan mengenai
waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga
yang ada dan sejauh mana keluarga berinteraksi dengan masyarakat setempat
b) Fasilitas pelayanan kesehatan Adanya fasilitas pelayanan kesehatan sangat
menentukan pemulihan kesehatan, pencegahan penyakit serta pengobatan.
c) Fasilitas transportasi
Transportasi yang memadai sangat berpengaruh terhadap kemampuan keluarga
untuk menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan.
d) Sistem pendukung
Pengelolaan pasien yang menderita Diabetes Mellitus di keluarga sangat
membutuhkan peran aktif seluruh anggota keluarga, petugas dari pelayanan
kesehatan yang ada di masyarakat. Semuanya berperan dalam pemberian edukasi,
motivasi dan memonitor atau mengontrol perkembangan kesehatan anggota
keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.

c. Struktur keluarga
Pola komunikasi
Interaksi antar anggota keluarga yang positif akan menimbulkan saling pengertian
satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga dan merupakan
tugas anggota keluarga yang dapat menurunkan tingkat stress yang menjadi pemicu
terjadinya suatu masalah kesehatan (Effendy, 1998).
d. Struktur kekuasaan
Pada masyarakat Indonesia kebanyakan pemegang kekuasaan yang lebih dominant adalah
patriarkal yaitu pemegang kekuasaan yang tertinggi di pihak ayah (Effendy, 1998).
e. Struktur peran
Friedman (1986), menyatakan peran atau status seseorang dalam keluarga dan masyarakat
mempengaruhi gaya hidupnya, peran dalam keluarga terbagi dalam peran sebagai suami,
ayah, istri, ibu, anak, kakak, adik, cucu, dan lain-lain.
f. Nilai-nilai dalam keluarga
Kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga adalah yang bertentangan dengan
masalah DM seperti halnya pergi ke dukun dan bukan pada petugas fasilitas kesehatan
(Effendy, 1998).
g. Fungsi keluarga
1). Fungsi Afektif
Bagaimana keluarga merasakan hal-hal yang dibutuhkan oleh individu lain dalam
keluarga tersebut. Keluarga yang kurang memperhatikan keluarga yang menderita
DM akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut (Noer, 1996).
2). Fungsi Sosialisasi
Keluarga yang memberikan kebebasan kepada anggota keluarga yang menderita DM
untuk berinteraksi dengan lingkungan akan mengurangi tingkat stress keluarga.
Biasanya penderita DM akan kehilangan semangat oleh karena merasa jenuh dengan
pengobatan yang berlaku seumur hidup.
3) Fungsi Perawatan Kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganan masalah Diabetes
Mellitus:
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Ketidak sanggupan keluarga mengenal masalah pada DM salah satu factor
penyebabnya adalah karena kurang pengetahuan tentang DM (Effendy, 1998).
Apabila keluarga tidak mampu mengenal masalah Diabetes Mellitus, penyakit
tersebut akan mengakibatkan komplikasi.
b. Mengambil keputusan bagi anggota keluarga yang sakit
Ketidak sanggupan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat dalam
melakukan tindakan disebabkan karena tidak memahami tentang sifat, berat,
dan luasnya masalah yang dihadapi dan masalah yang tidak begitu menonjol.
Penyakit Diabetes Mellitus yang tanpa penanganan akan mengakibatkan
komplikasi.
c. Merawat anggota keluarga yang sakit
Ketidak mampuan ini disebabkan karena tidak mengetahui keadaan penyakit,
tanda dan gejala, penyebab dan pengelolaan pada Diabetes Mellitus (Effendy,
1998).
d. Ketidak sanggupan keluarga dalam memelihara lingkungan yang dapat
berpengaruh terhadap kesehatan.
Ketidak mampuan ini disebabkan karena sumber-sumber dalam keluarga tidak
mencukupi, diantaranya adalah biaya (Effendy, 1998).
e. Ketidakmampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas kesehatan
Hal ini sangat penting sekali untuk keluarga yang mempunyai masalah
Diabetes Mellitus. Agar penderita dapat memeriksakan kesehatan secara rutin
dan sebagai tempat jika ada keluhan (Effendy, 1998).
f. Koping keluarga
Apabila terdapat stressor yang muncul dalam anggota keluarga, sedangkan
koping keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress pada anggota
keluarga yang menderita diabetes, karena salah satu cara mengatasi
kekambuhan yaitu dengan menjaga diit yang teratur, dan mengurangi stress.

B Diagnosa Keperawatan
Perubahan Arteroskleosis vasikuler Diagnosa keperawatan adalah pernayataan tentang
factor-faktor yang mempertahankan respon atau tanggapan yang tidak sehat dan menghalangi
perubahan yang diharapkan (Effendy, 1998). Diagnosa adalah yang mungkin timbul pada
keluarga dengan diabetes melitus antara lain (Doengoes, 2000: 51):
1. Kekurangan volume cairan, kemungkinan dibuktikan oleh peningkatan pengeluaran urine,
urine encer, kelemahan, haus, penurunan berat badan, kulit atau membrane mukosa
kering, turgor kulit buruk, hipotensi, takikardia, pelambatan pengisian kapiler.
Berhubungan dengan
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kemungkinan dibutuhkan oleh masukan
makanan yang tidak adekuat, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan 10-
20% atau lebih dari yang diharapkan, kelemahan, tonus otot buruk, diare berhubungan
dengan
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
e. ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan:


a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
e. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

4. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori, dapat diterapkan adanya tanda-tanda
dan gejala-gejala untuk membuat diagnosa aktual berhubungan dengan
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
e. ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
5. Kelelahan, kemungkinan dibuktikan oleh kurang energi yang berlebihan,
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja biasanya
biasanya berhubungan dengan
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
e. ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

C Rencana Keperawatan
a. Menyusun prioritas
Setelah menentukan diagnosis keperawatan, selanjutnya adalah melakukan prioritas
masalah kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan (Effendy, 1998):
1. Masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga tidak
dapat diatasi sekaligus.
2. Mempertimbangkan masalah yang dapat mengancam kesehatan.
3. Respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
4. Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.
5. Sumber daya keluarga yang menunjang masalah kesehatan keluarga atau keperawatan
keluarga.
6. Pengetahuan dan kebudayaan keluarga.
b. Kriteria prioritas masalah (Effendy, 1998: 52):
Kriteria masalah, dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, keadaan sakit atau kurang
sehat, dan situasi krisis. Bobot terbesar adalah kurang sehat kemudian ancaman kesehatan
dan yang ketiga adalah krisis.
Kemungkinan masalah diabetes mellitus dapat diubah, hal-hal yang harus diperhatikan:
1. Pengetahuan, teknologi, dan tindakan untuk menangani diabetes mellitus.
2. Sumber daya keluarga, diantaranya keuangan, tenaga, sarana dan prasarana.
3. Sumber daya keperawatan, diantaranya adalah pengetahuan tentang diabetes mellitus,
ketrampilan dalam perawatan.
4. Sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti posyandu,
polindes dan sebagainya.

c. Potensi masalah untuk dicegah


Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul dan dapat dikurangi / dicegah
melalui tindakan keperawatan dan kesehatan misalnya dengan memberikan informasi
tentang diabetes mellitus, cara mencegah dan merawat, serta menganjurkan keluarga
untuk memeriksakan kesehatan anggota keluarga dengan diabetes mellitus ke pelayanan
kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah
diabetes mellitus:
1. Kesulitan masalah diabetes mellitus, berkaitan dengan beratnya penyakit diabetes
mellitus yang menunjukkan kepada prognosa DM (Diabetes Mellitus).
2. Lamanya masalah berhubungan dengan terjadinya masalah diabetes mellitus, dan
kemungkinan masalah diabetes mellitus dapat dicegah.
3. Tindakan yang sudah dan sedang dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki
masalah diabetes mellitus dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga.
4. Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka
menambah potensi untuk mencegah masalah.
d. Masalah yang menonjol
Adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah diabetes mellitus dalam hal
beratnya dan mendesak untuk diatasi melalui intervensi keperawatan (Effendy, 1998:
49).
e. Penyusunan Tujuan
Perencanaan meliputi perumusan tujuan yang berorientasi pada klien, penyusunan tujuan
bersama tersebut terdiri atas kemungkinan sumber-sumber, menggambarkan pendekatan
alternatif untuk memenuhi tujuan, menyeleksi intervensi keperawatan yang spesifik dan
mengoperasionalkan perencanaan (menyusun prioritas dan menulis bagaimana rencana
tersebut dilaksanakan dalam fasenya).
a. Tujuan umum
Setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai diabetes mellitus, maka
keluarga mampu mengenal masalah diabetes mellitus, mampu mengambil keputusan
untuk mengambil tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang mengalami diabetes
mellitus.
b. Tujuan khusus
Masalah tentang diabetes mellitus dalam keluarga dapat teratasi atau tidak bertambah
buruk keadaanya.
f. Menentukan kriteria evaluasi
Kriteria yang akan dicapai adalah:
1. Respon verbal kognitif, keluarga dapat menyebutkan tentang masalah kesehatan
diabetes mellitus, yaitu pengertian, penyebab, tipe, tanda dan gejala, dan perawatan
diabetes mellitus.
2. Respon afektif dari keluarga, mampu mengungkapkan secara verbal akan mengambil
tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus.
3. Respon motorik keluarga dan evaluasi perilaku yaitu keluarga mampu melakukan
perawatan diabetes mellitus dan mencegah terjadinya komplikasi diabetes mellitus.

g. Menentukan standar evaluasi:


Pengertian, tipe-tipe, penyebab, tanda dan gejala, perawatan diabetes mellitus.

h. Fokus Intervensi
1. Kekurangan volume cairan
a. Afektif / pengetahuan
1). Berikan informasi kepada keluarga dan klien tentang manifestasi klinik
kekurangan volume cairan sebagai tanda memberatnya penyakit Diabetes
Mellitus.
2) Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang cara mengatasi
kekurangan volume cairan.
b. Kognitif / sikap
1. Anjurkan kepada klien untuk selalu memonitor keluaran urine.Motivasi klien
untuk menimbang berat badannya ke pelayanan kesehatan terdekat.

c. Psikomotor / ketrampilan
(1) Anjurkan kepada keluarga untuk membawa klien ke pelayanan kesehatan.
(2) Motivasi klien untuk patuh atau kooperatif dalam regimen pengobatan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(a) Afektif / pengetahuan
(1) Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga klien tentang pengertian pentingnya gizi bagi
penderita Diabetes Mellitus.
(2) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara diit yang benar bagi penderita Diabetes
Mellitus.
(b) Kognitif / sikap
(1) Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang adanya resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh pada penderita Diabetes Mellitus.
(2) Demonstrasikan cara diit yang benar bagi klien dan keluarga.
(c) Psikomotor / ketrampilan
(1) Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
(2) Motivasi klien untuk melakukan cara diit yang benar bagi penderita Diabetes Mellitus.
3) Resiko infeksi
(a) Afektif / pengetahuan
(1) Berikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga tentang adanya resiko tinggi infeksi pada
luka penderita Diabetes Mellitus.
(2) Ajarkan pada klien cara mencegah infeksi pada luka penderita Diabetes Mellitus.
(b) Kognitif / sikap
(1) Ajarkan cara perawatan luka yang benar pada klien dan keluarga agar terhindar dari infeksi.
(2) Motivasi klien dan keluarga untuk mendemonstrasikan cara perawatan luka yang benar.
(c) Psikomotor / ketrampilan
(1) Anjurkan keluarga untuk membawa klien ke pelayanan kesehatan agar mendapatkan perawatan
luka yang benar.
(2) Rujuk ke pelayanan kesehatan .
4) Resiko gangguan persepsi sensori
(a) Afektif / pengetahuan
(1) Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang gangguan persepsi sensori
visual (pandangan kabur) sebagai manifestasi penyakit Diabetes Mellitus.
(2) Anjurkan klien untuk memeriksakan kesehatan matanya ke pelayanan terdekat.
(b) Kognitif / sikap
(1) Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang adanya penurunan ketajaman penglihatan
sebagai manifestasi dari terjadinyya komplikasi Diabetes Mellitus yang lanjut.
(2) Anjurkan kepada klien untuk menggunakan alat bantu penglihatan jika terjadi gangguan
penglihatan.
(c) Psikomotor / ketrampilan
(1) Anjurkan keluarga untuk membawa klien ke pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan lanjutan,
penggunaan kacamata dan penggunaan obat.
(2) Motivasi klien untuk patuh dalam pengobatan.
5) Kelelahan, kelemahan
(a) Afektif / pengetahuan
(1) Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga klien tentang pengertian pentingnya gizi bagi
penderita Diabetes Mellitus.
(2) - Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
(b) Kognitif / sikap
(1) Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
(2) Demonstrasikan cara diit yang benar bagi klien dan keluarga.
(c) Psikomotor / ketrampilan
(1) Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
(2) Motivasi klien untuk melakukan cara diit yang benar bagi penderita Diabetes Mellitus.
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN KELUARGA

I. Data Umum
1. Nama KK : Tn. S
2. Umur : 60 Tahun
3. Alamat : Gemarang barat, Watualang, Ngawi
4. Pekerjaan : Tani
5. Pendidikan : SD
6. Komposisi keluarga :

Hub. Riw.
No Nama Umur L/P Pendidikan Pekerjaan
keluarga kesehatan
1. Tn. S 62 L KK SD Tani Hipertensi
2. Ny. S 57 P Istri SD - DM

Genogram

Tn.SD

Tn. SY
Keterangan :

: laki-laki
: perempuan

: meninggal

: penderita Diabetes Melitus


: menikah
: tinggal serumah
7. Tipe keluarga : Keluarga inti
8. Suku Bangsa : Jawa
9. Agama : Islam
10. Status sosial ekonomi keluarga
Penghasilan keluarga Tn. S Rp 500.000 per bulan. Dana keluarga digunakan untuk kebutuhan
dasar (makan, minum, pakaian).
11. Aktifitas rekreasi keluarga
Anggota keluarga Tn. S yaitu istri, tidak mempunyai aktivitas rekreasi kecuali hanya nonton
Televisi.

II. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga


1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga Tn. S adalah keluarga dengan usia lanjut usia.
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tugas perkembangan dalam keluarga Tn. S yang belum terpenuhi adalah perawatan pada usia
lanjut dalam keluarga dengan penyakit kronis pada istrinya (Ny.S) yaitu Diabetes Militus.
3. Riwayat keluarga
Riwayat kesehatan keluarga :
a. Keluarga Tn. S dan Ny. S, tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan.
b. Tn. S menderita penyakit hipertensi.
c. Ny. S menderita penyakit Diabetes Melitus
Dalam keluarga Tn. S biasanya menggunakan sumber pelayanan kesehatan keluarga yaitu
puskesmas.
4. Riwayat keluarga sebelumnya
Keluarga Ny. S tidak ada yang menderita penyakit keturunan, bawaan maupun menular.
III. Lingkungan
1. Karakteristik rumah dan denah rumah
Tipe rumah semi permanen dengan lantai dari tanah.
Septik Tank

Denah rumah

a. Janis bangunan : semi permanen


b. Status rumah : rumah pribadi
c. Atap rumah : genteng
d. Ventilasi : cukup.
e. Cahaya : cukup
f. Penerangan : cukup
g. Lantai : Bata / tanah
h. Saluran limbah : dibuang kebelakang rumah.
i. Jamban : jenis kloset angsatrin
2. Karakteristik tetangga dan keluarga
Interaksi tetangga dengan keluarga Tn. S cukup harmonis, dibuktikan Tn. S rajin mengikuti
pertemuan rutin warga. Tn S dan Ny. S rajin mengikuti Posyandu Lansia.
3. Mobilitas geografis keluarga
Keluarga Tn. S dalam aktivitas sehari-hari menggunakan fasilitas sepeda
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga Tn. S tidak mempunyai waktu tertentu untuk mengadakan pertemuan khusus dalam
keluarga, mereka cukup melakukan komunikasi setiap hari dengan anggota keluarga. Sedangkan
interaksi dengan tetangga cukup baik dengan mengikuti pertemuan RT.
5. Sistem pendukung keluarga
Anggota keluarga Tn. S termasuk dalam kategori kurang sehat karena Tn. S menderita
hipertensi sedangkan Ny. S menderita penyakit Diabetes Melitus. Fasilitas kesehatan yang dapat
digunakan keluarga adalah Puskesmas.

IV. Struktur Keluarga


1. Struktur peran (formal dan informal)
Formal
Tn. S, sebagai suami, kepala keluarga dan pencari nafkah.
Ny. S, sebagai istri.
Tn. S, mengikuti kegiatan di kampung (arisan RT)
2. Nilai dan norma keluarga
Keluarga beragama Islam, menghormati dan menjalankan norma agama dalam menjalani
kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat
3. Pola komunikasi keluarga
Komunikasi yang biasa digunakan sehari-hari adalah bahasa jawa. Hubungan komunikasi antar
anggota keluarga cukup baik.
4. Struktur kekuatan keluarga
Anggota keluarga satu dengan yang lain saling membantu dan mendukung
Ny. S jarang melakukan kontrol terhadap kadar gula darah karena kurang mempunyai biaya.

V. Fungsi Keluarga
1. Fungsi afektif
Setiap anggota keluarga saling menyayangi dan menghormati
2. Fungsi sosial
Setiap keluarga saling menjaga hubungan sosial yang baik dengan warga sekitar dengan
mengikuti kegiatan dalam masyarakat (pertemuan rutin, , arisan)
3. Fungsi pemenuhan (perawatan/pemeliharaan) kesehatan
a. Keluarga Tn.S mengetahui bahwa Ny. S menderita penyakit Diabetes Melitus.
b. Keluarga Tn. S kurang cepat dalam mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan karena
sangat tergantung pada kondisi keuangan.
c. Keluarga Tn. S belum tahu cara merawat penyakit Diabetes Melitus terutama untuk masalah
diet, kurang teratur dalam berobat dan tidak teratur kontrol gula darah.
d. Keluarga Tn. S belum mampu memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang sehat terutama
untuk ventilasi kurang dan lantai masih dari tanah, karena terbentur masalah biaya.
e. Keluarga Tn. S jarang menggunakan fasiltas kesehatan karena terkendala biaya.
4. Fungsi reproduksi
Tn. S mempunyai 2 (dua) orang anak yang masing masing sudah berkeluarga dan mempunyai
rumah sendiri
Ny. S Sudah menopouse.
5. Fungsi ekonomi
Kebutuhan ekonomi dicukupi lewat penghasilan Tn. S kadang kadang dibantu oleh anaknya
Tn. S, terutama untuk membeli obat Diabetes Melitus.

VI. Stress dan koping keluarga


1. Stressor jangka pendek
Tn.S tidak mempunyai pekerjaan tetap.
2. Stressor jangka panjang
Tn. S selalu mengatakan bahwa anaknya yang kedua nakal dan selalu menjadi beban orang tua.
3. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Keluarga Tn. S cukup tenang dalam menghadapi permasalahan keluarga.
4. Strategi koping yang digunakan
Apabila menghadapi masalah yang berat Tn. S menghibur diri dengan menonton televisi atau
keluar rumah pergi ke warung kopi.
VII. Pemeriksaan Fisik
Tn. S

1. Vital sign :

TD : 180/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36 o C
RR : 18 x/menit

2. Kepala

Rambut : rambut bersih.


. Mata : Visus 5/5, tidak ada kelainan, sclera putih.
Telinga : Telinga bersih, pendengaran cukup baik, tidak ada penyakit.
. Hidung : Hidung bersih, penciuman masih normal.
Mulut : Mulut bersih, gigi ada beberapa yang tanggal.

3. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, bentuk leher normal.

4. Dada

Paru :
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada luka
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara paru vesikuler dan bronchovesikuler. tidak terdengar suara
wheezing
. Jantung :
Inspeksi : denyut jantung normal, tidak ada dorongan.
Palpasi : tidak ada pulsasi
Perkusi : ukuran dan bentuk jantung dalam batas normal
Auskultasi : terdengar suara lup dan dup, suara jantung tunggal.

5. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk dan gerakan normal., simetris.


Palpasi : Ukuran normal, tidak ada benjolan.
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : peristaltik normal

6. Ekstremitas :

a. Atas
1) Kanan : Tidak ada keluhan
2) Kiri : Tidak ada keluhan
b. Bawah
1) Kanan : Tidak ada keluhan
2) Kiri : Tidak ada keluhan.

5 5
c. Kekuatan otot =
5 5

7. Genetalia : Tidak terkaji

Ny. S

8. Vital sign :

TD : 140/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36 o C
RR : 18 x/menit

9. Kepala
Rambut : rambut bersih.
. Mata : Visus 5/5, tidak ada kelainan, sclera putih.
Telinga : Telinga bersih, pendengaran cukup baik, tidak ada penyakit.
. Hidung : Hidung bersih, penciuman masih normal.
Mulut : Mulut bersih, gigi ada beberapa yang tanggal.

10. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, bentuk leher normal.

11. Dada

Paru :
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada luka
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara paru vesikuler dan bronchovesikuler. tidak terdengar suara
wheezing
. Jantung :
Inspeksi : denyut jantung normal, tidak ada dorongan.
Palpasi : tidak ada pulsasi
Perkusi : ukuran dan bentuk jantung dalam batas normal
Auskultasi : terdengar suara lup dan dup, suara jantung tunggal.

12. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk dan gerakan normal., simetris.


Palpasi : Ukuran normal, tidak ada benjolan.
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : peristaltik normal

13. Ekstremitas :

d. Atas
1) Kanan : Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak tangan kanan
2) Kiri : Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak tangan kiri
e. Bawah
1) Kanan : Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak kaki kanan
2) Kiri : Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak kaki kiri.

5 5
f. Kekuatan otot =
5 5

14. Genetalia : Tidak terkaji

VIII. Pemeriksaan Penunjang


Gula Darah Acak = 280 mg/dl
Klien mengatakan sudah lama menderita penyakit Diabetes Melitus dan sudah berobat tapi tidak
sembuh sembuh.
Klien jarang kontrol kadar gula darah.
Kadang kadang klien berhenti minum obat karena belum bisa beli obat.

IX. Terapi
Ny. S mendapat obat oral :
Ibuprofen 200 mg : 2 x 1 tab / hari
Glibenclamid : 2 x1 tab / hari
Vit B1 : 2 x1 tab / hari

X. Harapan keluarga
Keluarga Tn. S mengharapkan bisa mencukupi kebutuhan sehari hari termasuk untuk
kebutuhan berobat Ny.S dan untuk memperbaiki rumah.
ANALISA DATA
NO DATA MASALAH PENYEBAB
1 DS : Resiko syock Kekurangan
Klien mengatakan sering hyperglikemi insulin
kesemutan
Klien mengatakan telapak
kaki sakit transport glukosa
Klien mengatakan sudah menurun
lama tidak periksa kadar
gula.
DO : hiperglikemia
Keluarga Tn.S tidak tahu
resiko dari penyakit DM
TD : 140/80 mmHg
syock
GDA : 280 mg/dl
Klien tidak punya
pedoman diet.
Ketidak mampuan
Riwayat Diabetes Melitus
keluarga mengenal
masalah kesehatan
pada penyakit
diabetes miletus.
PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN
DIABETES MELITUS
Diagnosa keperawatan Tujuan Ktriteria evaluasi
No
keluarga Umum Khusus Kriteria Standar
1 Resiko syock hyperglikemi Setelah Setelah Verbal Keluarga 1.Observ
b d Ketidak mampuan dilakukan dilakukan mengetahui dan penyeb
keluarga merawat anggota tindakan kunjungan 2x memahami tentang hipergl
keluarga yang sakit keperawatan, diharapkan resiko yang bisa 2.Gali pe
DS : klien tidak keluarga dapat : terjadi pada keluarg
Klien mengatakan sering mengalami menjelaskan penyakit Diabetes resiko s
kesemutan syock resiko pada Melitus apbila gula hypergl
Klien mengatakan telapak hyperglikemi Diabetes Melitus darahnya tinggi. Diabete
kaki sakit 3.Jelaska
Klien mengatakan sudah resiko g
lama tidak periksa kadar tinggi
gula. 4.Berikan
DO : 5.Beri ke
Keluarga Tn.S tidak tahu keluarg
resiko dari penyakit DM
TD : 140/80 mmHg
GDA : 280 mg/dl
Klien tidak punya pedoman
diet.
Riwayat Diabetes Melitus
PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN DIABETES
MELITUS
No Diagnosa keperawatan Tujuan khusus Tanggal Implementasi Evalu
1 Resiko syock hyperglikemi Setelah dilakukan 21 1. Mengobservasi adanya 21 Januari 2012
b d Ketidak mampuan kunjungan 2x Januari penyebab resiko syock S:
keluarga merawat anggota diharapkan 2012 hiperglikemi Ny. S mengatak
keluarga yang sakit keluarga dapat : 2. Menggali pengetahuan dan tahu kalau
DS : menjelaskan resiko keluarga mengenai penyakit Diabe
Klien mengatakan sering syock hiperglikemi Diabetes Melitus O:
kesemutan pada Diabetes 3. Menjelaskan mengenai TD : 140/80 mm
Klien mengatakan telapak Melitus resiko syock Ny. S dapat me
kaki sakit hiperglikemi pada kembali tentang
Klien mengatakan sudah Diabetes Melitus hiperglikemi pa
lama tidak periksa kadar 4. Memberikan pedoman Melitus
gula. diet untuk Diabetes Ny.S bersedia c
DO : Melitus secara rutin.
Keluarga Tn.S tidak tahu 5. Memberikan Ny.S bersedia m
resiko dari penyakit DM kesempatan kepada secara teratur
TD : 140/80 mmHg keluarga untuk Ny.S bersedia m
GDA : 280 mg/dl bertanya diet sesuai petu
Klien tidak punya pedoman A:
diet. Masalah teratas
Riwayat Diabetes Melitus P:
Modifikasi Inte
1. Anjurkan pada
rutin berolah ra
2. Anjurkan pada
aktif datang ke
Lansia
DAFTAR PUSTAKA

Tjokronegoro, Arjatmo, 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta
: EGC..

Doenges, Marilyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC.

Effendi, Nasrul, 1998.Perawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta : Depkes RI.

http://www.ilmukeperawatan.com. Diakses pada tanggal 6 Pebruari 2012 jam 16.04 WIB.

Ikram, Ainal, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi
ketiga, Jakarta : FKUI.

Luecknote, Annette Geisler, 1997. Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta :
EGC.

Diposkan oleh SANUSI di 00.33


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Total Tayangan

45009

TANGGAL HARI INI

INFO MENARIK

Ads Powered
by:KumpulBlogger.com

INFO UNTUK ANDA

INVESTASI 95 RIBU HASIL 30 JUTA/BULAN, MAU ?


KUNJUNGI WWW.NGALIRTERUS.COM

INVESTASI 95 RIBU HASIL 30 JUTA/BULAN, MAU ?


KESEMPATAN TERAKHIR, HANYA HARI INI.

DAFTAR 95 RIBU, KERJA 2 JAM DAPET 500 RIBU, MAU?


TERBATAS UTK 20 ORANG, KHUSUS HARI INI

MAU GAJI 20 JUTA ? KERJA 2 JAM MODAL CUMA 95 RIBU


KUNJUNGI WWW.NGALIRTERUS.COM

Frandroid.com

Beranda

Mengenai Saya

SANUSI
Ngawi, Jawa Timur, Indonesia
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Template Awesome Inc.. Gambar template oleh molotovcoketail. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like