You are on page 1of 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN FIBRIS KOMPULSION

I. Konsep Dasar Medik


A. Pengertian
Kejang adalah gejala dari satu atau beberapa penyakit yang dapat menimbulkan kelainan
struktur/anatomic, kimia dan atau fisiologik dari otak. (kapita selekta kedokteran, hal 781).
Fibris convulsion atau kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. ( Asuhan
keperawatan pada anak, Sujono Riyadi dan Sukarmin, hal 53-66 ).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak,
terutama pada anak golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. ( buku Ngastiyah, hal 229).
B. Anatomi Fisiologi

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari
semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak
(kranium) di bungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terletak dalam rongga kranium
(tengkorak)berkembang dari sebuah tabung yang mula nya memperlihatkan tiga gejala
pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri,korpus striatum, talamus, serta hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebriu, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varol, medula oblongat, dan serebelum.

Fisuri dan sulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah. Korteks serebli
terlipat secara tidak teratur. Lekukan di antara gulungan serebli di sebut sulkus. Sulkus yang
paling dalam membentuk fisuri longitudinalis dan lateralis. Daerah atau lobus letaknya sesuai
dengan tulang yang berada di atasnya (lobus frontalis, temporalis, parientalis, dan oksipitalis).

Fisuri longitudinalis merupakan celah dalam pada pada bidang medial lateralis
memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus parientalis
sebelah posterior. Sulkus senteralis memisahkan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus
sentralis juga memisahkan lobus frontalis dari lobus parietalis.

Serebrum

Serebrum (otak besar) merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk
telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-masing di sebut fosa
kranialis anterioratas dan fosa kranialis media. Otak mempunyai dua permukaan, permukaan
atas dan permukaan bawah. Kedua permukaan ini di lapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu)
yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang
mengandungserabut saraf.

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:

1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus sentralis.
2. lobus parientalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh korako-
oksipitalis.
3. lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus
oksipitalis.
4. oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya
area. Campbel membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area.
Secara umum korteks serebridibagi menjadi empat bagian:

1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus bagian
badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau juga korteks sensoris bagian fisura
lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2. korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuan otak
manusia dalam bidang intelektua, ingatan, berpikir, rangsangan di terima di olah dan di
simpan serta di hubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis
mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
3. korteks motoris menerima infuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah kontribusi
pada traktus piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.
4. korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental dan
kepribadian.
Pusat bicara. Kemampuan berbicara/bahasa hanya terdapat pada manusia dan mempunyai
pusat pada temporalis dan lobus parietalis. Gangguan terhadap hubungan antara korteks
berbicara sensoris dan motoris maka akan timbul gangguan kemampuan untuk berbicara
spontan.

Ganglia basalis. Kumpulan badan-badan sel saraf di dalam diensefalon dan mesensefalon
yang berfungsi pada aktifitas motorik (menghambat tonus otot,menentukan sikap),gerakan
dasar yang terjadi otomatis seperti ekspresi wajah dan lenggang lenggok waktu berjalan.

Substansi putih terletak lebih dalam dan terdiri dari serabut saraf milik sel-sel pada korteks.
Pada hemisfer otak terdiri dari serabut saraf yang bergerak dari korteks dan ke dalam korteks
menyambung berbagai pusat pada otak dengan sumsum tulang belakang.

Kapsula interna terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik yang
menyambung korteks serebri dengan batang otak dan sumsum tulang belakang. Pada saat
melintasi substansi kelabu, berkas saraf ini berpadu satu sama lain dengan erat.

Batang otak

Diensefalon ke atas berhubungan dengan serebelum dan medula oblongata ke bawah


dengan medula spinalis. Serebelum melekat pada batang otak di bagian media oblongata.
Pons varoli dan mesensefalon. Hubungan serebrum dengan medula oblongata disebut korpus
retiformi, serebrum dengan pos varoli disebut brakium pontis, dan serebrum dengan
mesensefalon disebut brakium konjungtiva.
Batang otak terdiri dari:

1. diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara serebelum dendan
mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis
terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap ke samping. Fungsi dari diensefalon:
a. vasokontriktor, mengecilkan pembuluh darah.
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks
d. Membantu kerja jantung
2. mesesefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas. Dua di
sebelah atas di sebut korpus kuadrigeminus inferior. Serat saraf okulomotorius berjalan ke
ventral di bagian medial. Serat nervus troklearis berjalan kearah dorsal menyilang garis
tengah ke sisi lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensevalon dengan pons
varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak tengah dan medula
oblongata. Di sini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks.
Fungsinya:

a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antar medula oblontata dengan
serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula oblongata
merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian atas medula oblongata yang
melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medula oblongata. Fungsi
medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokontriktor).
c. Pusat pernafasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks.
Serebelum

Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan
dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan di atas medula
oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi
dan integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentraldisebut vermis dan bagian yang
melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungandengan batang otak melalui
pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi). Permukaan luar serebelum berlipat-lipat
menyerupai serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum
ini mengandung zat kelabu.

Korteks serebelum dibentuk oleh substansi grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu
granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang
keluar dari serebelum harus melewati serebelum.

Sinaps

Celah sinaps merupakan hubungan antara satu sel saraf dengan sel saraf yang lain
tempat terjadinya pemindahan imfuls. Dalam susunan saraf pusat hanya ada sinaps
interneural biasa, disingkat sinaps. Hubungan antara neuron ini dijumpai dalam berbagai
bentuk keanekaragaman gelembung sinaps morpologi membran dan hubungan antara
membran.

Saraf otak

Susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang ke luar dari otak dan melewati lubang yang
terdapat pada tulang tengkorak, berhubungan erat dengan otot pancaindra mata, telinga,
hidung, lidah, dan kulit. Didalam kepala ada dua saraf kranial. Beberapa diantaranya adalah
serabut campuran gabungan saraf motorik dan saraf sensorik tetapi ada yang terdiri dari saraf
motorik saja atau hanya sensorik saja (mis. Alat-alat pancaindra). Saraf kepala terdiri dari:

Nervus olfaktorius. sifatnya sensorik menyerupai hidung, membawa rangsangan


aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak. Saraf pembau yang keluar dari otak di bawah
dahi, disebut lobus olfaktorius. kemudian saraf ini melalui lubang yang ada di dalam tulang
tapis akan menuju rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel pancaindra.
Nervus optikus. Sifatnya sensoris, mensarafi bola mata, membawa rangsangan
penglihatan ke otak. Serabut mata yang serabut-serabut sarafnya keluar dari bukit 4 dari
pusat-pusat di dekat serabut-serabut tersebut, memiliki tangkai otak dan membentuk saluran
optik dan bertemu di tangkai hipofise serta membentang sebagai saraf mata, serabut tersebut
tidak semuanya bersilang. Sebagian serabut saraf terletak di sebelah sisi serabut yang berasal
dari saluran optik. Oleh sebab itu serabut saraf yang datang dari sebelah kanan retina tiap-tiap
mata terdapat di dalam optik kanan begitu pula sebaliknya retina kiri tiap-tiap mata terdapat
di sebelah kiri.

Nervus okulomotorius. Saraf ini bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot
penggerak bola mata). Didalam saraf ini terkandung serabut-serabut otonom (parasimpatis).
Saraf pengerak mata keluar dari sebelah tangkai otak dan menuju ke lekuk mata yang
berfungsi mengangkat kelopak mata atas, selain itu memsarafi otot miring atas mata dan otot
lurus sisi mata.

Nervus troklearis. Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata
yang pusatnya terletak di belakang pusat saraf pengerak mata dan saraf pengerak mata masuk
ke dalam lekuk mata menuju orbital miring atas mata.

Nervus trigeminus. Sifatnya majemuk (sensoris motorik), saraf ini mempunyai tiga
buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak terbesar
yang mempunyai dua buah akar saraf besar yang mengandung serabut saraf pengerak. Dan
diujung tulang belakang yang terkecil mengandung saraf pengerak. Di ujung tulang karang
bagian perasa membentuk sebuah ganglion yang dinamakan simpul saraf serta meninggalkan
rongga tengkorak.

1. nervus olfalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas,
selaput lendir kelopak mata, dan bola mata.
2. nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi gigi atas, bibir atas, palatum, batang
hidung, rongga hidung, dan sinus maksilaris.
3. nervus mandibularis: sifatnya majemuk (sensori dan motoris). Serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit
daerah temporal, dan dagu. Serabut rongga mulut dan lidah dapat membawa rangsangan
citarasa ke otak.
Nervus abdusen. sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
pengoyang sisi mata karena saraf ini keluar di sebelah bawah jembatan pontis menembus
selaput otak sela tursika. Sesudah sampai di lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.

Nervus fasialis. Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut-serabut motorisnya


mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-
serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala. Fungsinya sebagai mimik
wajah dan menghantarkan rasa pengecap.

Nervus Auditorius. Sifaynya sensoris, mensarafi alat pendengar, membawa


rangsangan dari pendengaran dan dari telinga keotak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.
Saraf ini mempunyai dua buah kumpulan serabut saraf yaitu rumah keong (koklea), disebut
akar tengah adalah saraf untuk mendengar dan pintu halaman (vestibulum), disebut akar
tengah adalah saraf untuk keseimbangan.

Nervus glosofaringeus. Sifatnya majemuk (sensois dan motoris), ia mengsarafi faring,


tonsil dan lidah. Saraf ini membawa rangsangan cita rasa keotak. Didalamnya mengandung
saraf-saraf otonom. Fungsinya sebagai saraf lidah tekak karna saraf ini melewati lorong
diantaranya tulang belakang dan karang. Terdapat dua buah simpul saraf yang diatas sekali
dinamakan Ganglion jularis atau Ganglion atas dan yang dibawah dinamakan Ganglion
petrosum atau Ganglion bawah. Saraf ini (saraf lidah tekak) berhubungan dengan nervus-
nervus fasialis dan saraf simpatis ranting 11 untuk ruang faring dan tekak.

Nervus asesorius. Sifatnya motoris dan mengsarafi muskulus sternokleidomastoid dan


muskulus trapezius. Fungsinya sebagai saraf tambahan. Terbagi atas dua bagian, bagian yang
berasal dari otak dan bagian yang berasal dari sumsum tulang belakang.

Nervus hipoglosus. Sifatnya motoris dan mensarafi otot-otot lidah. Fungsinya sebagai
saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung, akhirnya bersatu dan melewati
lubang dan terdapat di sisi fornamen oksipital. Saraf ini juga memberikan ranting-ranting
pada otot yang melekat pada tulang lidah dan otot lidah.
C. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengkibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi
kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang teah terjadi pada suhu 38o-
40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu pasien menderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit )
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobic, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar cranial seperti tonsillitis, otitis media
akut, bronchitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang
dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen
maupun limfogen.
Penyebab toksik keseluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan
menaikkan pengaturan suhu tubuh di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya
secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu
dibagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan
disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Pengeluaran
mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan
potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat dari
luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi
neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan
respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga
anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma
bronkus.
D. Patoflow

Infeksi pada bronkus, tonsil, telinga

Toksik mikroorganisme menyebar secara hematogen dan limfogen

Kenaikan suhu tubuh di hipotalamus dan jaringan lain ( hipertermi )

Pelepasan mediator kimia oleh neuron seperti prostaglandin, efinefrin

Peningkatan potensial membrane

Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium ke dalam sel neuron dengan cepat

Fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepat

Penurunan respon rangsangan dari luar spasma otot mulut, lidah, bronkus

Resiko cedera resiko penyempitan atau penutupan jalan napas


E. Etiologi
1. Riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua,
menunjukkan kecenderungan genetic.
2. Kenaikan suhu tubuh diatas 38oC disebabkan oleh proses ekstrakranium.
3. Infeksi, kerusakan jaringan otak dan factor lain yang dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi otak.

F. Manifestasi klinik
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang
bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39o atau lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik-klonik lama
beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pascakejang.
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organic
seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengaatan menyeluruh.

G. Pemeriksaan Diagnostic
1. EEG
2. CT atau MRI
3. Pemeriksaan CSS

H. Penatalaksanaan medic
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
1. Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dalam keadaan stasus konvulsivus, obat pilhan utama adalah diazepam
yang diberikan secara intravena. Jika tidak ada diazepam, dapat dierikan fenobarbital
secara intramuscular, atau Stesolid suppositoria 5-10mg
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang.
a. Semua pakaian ketat dibuka.
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
c. Usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen; bila perlu
dilakukan intubasi atau trakeostomi
d. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
e. Pasang pengaman tempat tidur.
Fungsi vital sepeti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi
jantung diawasi secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan monitoring
untuk kelainan metabolic dan elektrolit. Bila terdapat tekanan intracranial yang meninggi
jangan diberikan cairan dengan natrium yan terlalu tinggi. Jika suhu meningkat sampai
hiperpireksia dilakukan hibernasi dengan kompres alcohol dan es. Obat untuk hibernasi
adalah klorpromazim 2-4 mg/kgBB/haridibagi dalam 3 dosis; prometazon 4-
6mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis secara suntikan.

Untuk mencegah edema otak diberikan kortikosteroid dengan dosis 20-30


mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid misalnya
deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai membaik.

3. Memberikan pengobatan rumat


Setelah kejang diatasi harus disusul perawatan rumat. Daya kerja diazepam
sangat singkat, yatu berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikkan; oleh karena itu
harus diberikan obat antiepileptic dengan daya kerja lebih lama misalnya fenobarbital
atau defenilhildantoin.
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian , yaitu:
a. Pengobatan profilaksis intermiten.
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali di kemudian hari, pasien yang
menderita kejang demam sederhana diberikan obat antikonvulsan dan antipiretika,
yang harus diberikan kepada anak bila menderita demam lagi.
b. Pengobatan profilaksis jangka panjang.
Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik
yang stabil dan cukup didalam darah pasien untuk mencegah terulangnya kejang
dikemudian hari. Ini diberikan dalam keadaan :
1) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
2) Yang telah disepakati pada konsensus bersama ialah pada kejang demam yang
mempunyai ciri:
a) Terdapatnya gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi retardasi
perkembangan mikrosefali.
b) Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti
kelainan saraf yang sementara atau menetap.
c) Bila terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetic pada orang
tua atau saudara kandung.
d) Pada kasus tertentu yang dianggap perlu yaitu bila kadang-kadang terdapat
kejang berulang atau kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 12
bulan.

Obat yang digunakan untuk profilksis jangka panjang ialah :

1) Fenobarbital
2) Sodium valproat/asam valproat ( Epilin, depakene)
3) Feniton ( Dilantin )
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh
demam biasanya adalah respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian
antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit tersebut.
Secara akademis pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya
dilakukan fungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi
didalam otak misalnya meningitis. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan
lebih intensif seperti pungsi lumbal, darah lengkap, gula darah, kalium, magnesium,
kalium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi dan
lain-lain.

I. Komplikasi
1. Epilepsi
2. Penekanan terhadap pusat pernapasan
II. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1. Riwayat Penyakit
Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam yang dialami
oleh anak ( suhu rectal diatas 38oC ). Demam ini dilatarbelakangi adanya penyakit lain
yang terdapat pada luar cranial seperti tonsillitis, faringitis. Sebelum serangan kejang
pada pengkajian status kesehatan biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa. Anak
masih menjalani aktifitas sehari-hari seperti bermain dengan teman sebaya, pergi ke
sekolah.
2. Pengkajian Fungsional
Pengkajian fungsional yang sering menglami gangguan adalah terjadi penurunan
kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga kalau dibuktikan dengan tes Glasgow Coma
Scala skor yang dihasilkan berkisar antara 5-10 dengan tingkat kesadaran dari apatis
sampai somnolen atau mungkin dapat koma. Kemungkinan ada gangguan jalan napas
yang dibuktikan dengan peningkatan frekuensi pernapasan > 30 x/menit dengan irama
cepat dan dangkal, lidah terlihat menekuk menutup faring. Pada kebutuha rasa aman dan
nyaman anak mengalami gangguan akibat hipertermi, sedangkan keamanan terjadi
ancaman karena anak mengalami kehilangan kesadaran yang tiba-tiba yang beresiko
terjadinya cedera secara fisik maupun fisiologi. Untuk pengkajian pola kebutuhan atau
fungsi yang lain kemungkinan belum terjadi gangguan kalau ada mungkin sebatas
ancaman seperti penurunan personal hygiene, aktifitas, intake nutrisi.
3. Pengkajian tumbuh kembang anak
Secara umum kejang demam tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Ini dipahami dengan catatan kejang yang dialami anak tidak terlalu sering terjadi atau
masih dalam batasan yang dikemukakan oleh Livingstone (1 tahun tidak lebih dari 4 kali)
atau penyakit yang melatar belakangi timbulnya kejang seperti tonsillitis, faringitis segera
dapat diatasi. Kalu kondisi tersebut tidak terjadi anak dapat mudah mengalami
keterlambatan pertumbuhan misalnya berat badan yang kurang karena ketidakcukupan
asupan nutrisi sebagai dampak anoreksia, tinggi badan yang kurang dari umur yang
semestinya sebagai akibat penurunan asupan mineral.
Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi diatas anak juga dapat
mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan kepercayaan diri akibat sering
kambuhnya penyakit sehingga anak lebih nbanyak berdiam diri bersama ibunya kalau
disekolah, tidak mau berinteraksi dengan teman sebaya. Saat dirawat di rumah sakit anak
terlihat pendiam, sulit berinteraksi dengan orang yang ada disekitar, jarang menyentuh
mainan. Kemungkinan dapat juga terjadi gangguan perkembangan yang lain seperti
kemampuan motorik kasar seperti meloncat, berlari.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah,
spasme otot bronkus.
b. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah.
c. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau pada tempat
lain.
d. Resiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) berhubungan dengan penurunan
asupan nutrisi.
e. Resiko gangguan perkembangan (kepercayaan diri) berhubungan dengan peningkatan
frekuensi kekambuhan.
f. Resiko cedera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon
terhadap lingkunagan.
C. Rencana Keperawatan
a. Resiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah,
spasme otot bronkus.
Hasil yang diharapkan : Frekuensi pernapasan meningkat 28-35x/menit, Irama
pernapasan regular dan tidak cepat, Anak tidak terlihat terengah-engah
Rencana Tindakan :
1. Monitor jalan napas, frekuensi pernapasan, irama pernapasan tiap 15 menit pada saat
penurunan kesadaran.
R/ : frekuensi pernapasan yang meningkat tinggi dengan irama yang cepat sebagai
salah satu indikasi sumbatan jalan napas oleh benda asing, contohnya lidah.
2. Tempatkan anak pada posisi semifowler dengan kepala hiperekstensi.
R/ : posisi semifowler akan menurunkan tahanan tekanan intraabdominal terhadap
paru-paru. Hiperekstensi membuat jalan napas dalam posisi lurus dan bebas dari
hambatan.
3. Pasang tongspatel saat timbul serangan kejang.
R/ : mencegah lidah tertekuk yang dapat menutup jalan napas.
4. Bebaskan anak dari pakaian ketat.
R/ : mengurangi tekanan terhadap rongga thorak sehingga terjadi keterbatasan
pengembangan paru.
5. Kolaborasi pemberian anti kejang. Contohnya pemberian diazepam
R/ : diazepam bekerja menurunkan tingkat fase depolarisasi yang cepat disistem
persarafan pusat sehingga dapat terjadi penurunan spasme pada otot dan persarafan
perifer.
b. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah.
Hasil yang diharapkan : Jaringan perifer (kulit) terlihat merah dan segar, akral teraba
hangat. Hasil pemeriksaan AGD : pH darah 7,35-7,45, PO2 35-45 mmHg, HCO3o 21-25.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengisian kapiler perifer.
R/ : kapiler kecil mempunyai volume darah yang relatif kecil dan cukup sensitive
sebagai tanda terhadap penurunan oksigen darah.
2. Pemberian oksigen dengan memakai masker atau nasal bicanual dengan dosisi rata-
rata 3 liter/menit.
R/ : oksigen tabung mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari oksigen lingkungan
sehingga mudah masuk ke paru-paru. Pemberian dengan masker karena mempunyai
presentasi sekitar 35% yang dapat masuk ke saluran pernapasan.
3. Hindarkan anak dari rangsangan yang berlebihan baik suara, mekanik maupun
cahaya.
R/ : rangsangan akan meningkatkan fase eksitasi persarafan yang dapat menaikkan
kebutuhan oksigen jaringan.
4. Tempatkan pasien pada ruangan dengan sirkulasi udara yang baik (ventilasi
memenuhi dari luas ruangan).
R/ : meningkatkan jumlah udara yang masuk dan mencegah hipoksemia jaringan.
c. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau pada tempat
lain.
Hasil yang diharapkan : Suhu tubuh perektal 36-37oC, kening anak tidak teraba panas.
Tidak terdapat pembengkakan, kemerahan pada tonsil atau telinga. Data penunjang hasil
laboratorium angka leukosit 5.000-11.000 mg/dl.
Rencana Tindakan :
1. Pantau suhu tubuh anak tiap setengah jam.
R/ : peningkatan suhu tubuh yang melebihi 39oC dapat beresiko terjadinya kerusakan
saraf pusat kerena akan meningkatkan neurotransmitter yang dapat meningkatkan
eksitasi neuron.
2. Kompres anak dengan air hangat.
R/ : pada saat dikompres panas tubuh anak akan berpindah ke media yang digunakan
untuk mengompres karena suhu tubuh relative lebih tinggi.
3. Beri anak pakaian yang tipis dari bahan yang halus seperti katun.
R/ : pakaian yang tipis akan memudahkan perpindahan panas dari tubuh ke
lingkungan. Bahan katun akan menghindai iritasi kulit pada anak karena panas yang
tinggi akan membuat kulit sensitive terhadap cidera.
4. Jaga kebutuhan cairan anak tercukupi melalui pemberian intravena.
R/ : cairan yang cukup akan menjaga kelembaban sel, sehingga sel tubuh tidak
mudah rusak akibat suhu tubuh yang tinggi. Cairan intravena juga berfungsi
mengembalikan cairan yang banyak hilang lewat evaporasi ke lingkungan.
5. Kolaborasi pemberian antipiretik.
R/ : antipiretik akan mempengaruhi ambang panas pada hipotalamus. Antipiretik juga
akan mempengaruhi penurunan neurotransmitter seperti prostaglandin yang
berkontribusi timbulnya nyeri saat demam.
d. Resiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) berhubungan dengan penurunan
asupan nutrisi.
Hasil yang diharapkan : orang tua anak menyampaikan anaknya sudah mau makan,, porsi
makan yang dihabiskan setiap kali makan misalnya 1 porsi habis (rata-rata 700 kkal
perhari), berat badan anak pada daerah hijau (di KMS).
Rencana Tindakan :
1. Kaji berat badan dan jumlah asupan kalori anak.
R/ : berat badan sebagai satu indicator jumlah massa sel tubuh, kalau berat badan
rendah menunjukkan terjadi penurunan jumlah dan massa sel tubuh yang tidak sesuai
dengan umur. Asupan kalori sebagai bahan dasar pembentukan massa sel tubuh.
2. Ciptakan suasana yang menarik dan nyaman saat makan seperti dibawa ke ruangan
yang banyak gambar untuk anak sambil diajak bermain.
R/ : dapat membantu peningkatan respon korteks serebri terhadap selera makanan
sebagai dampak rasa senang pada anak.
3. Anjurkan orang tua untuk memberikan anak makan pada kondisi sangat hangat.
R/ : makanan hangat akan mengurangi kekentalan sekresi mucus pada faring dan
mengurangi respon mual gaster.
4. Anjurkan orang tua memberikan makan pada anak dengan porsi sering dan sedikit
(setiap jam anak diprogramkan makan).
R/ : mengurangi massa makanan yang banyak pada lambung yang dapat menurunkan
rangsangan nafsu makan pada otak bagian bawah.
e. Resiko gangguan perkembangan (kepercayaan diri) berhubungan dengan peningkatan
frekuensi kekambuhan.
Hasil yang diharapkan : anak terlihat aktif berinteraksi dengan orang disekitar saat di
rawat di rumah sakit, frekuensi kekambuhan kejang demam berkisar 1-3 kali setahun.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat perkembangan anak terutama kepercayaan diri dan frekuensi demam.
R/ : fase ini bila tidak teratasi dapat terjadi krisis kepercayaan diri pada anak.
Frekuensi demam yang meningkat dapat menurunkan penampilan anak.
2. Berikan anak terapi bermain dengan teman sebaya di rumah sakit yang melibatkan
banyak anak seperti bermain lempar bola.
R/ : meningkatkan interaksi anak terhadap teman sebaya tanpa melalui paksaan dan
doktrin dari orangtua.
3. Beri anak reward apabila anak berhasil melakukan aktivitas positif misalnya
melempar bola dengan tepat dan support anak apabila belum berhasil.
R/ : meningkatkan nilai positif yang ada pada anak dan memperbaiki kelemahan
dengan kemauan yang kuat.
f. Resiko cedera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon
terhadap lingkungan.
Hasil yang diharapkan : anak tidak terluka atau jatuh saat serangan kejang.
Rencana Tindakan :
1. Tempatkan anak pada tempat tidur yang lunak dan rata seperti bahan matras.
R/ : menjaga posisi tubuh lurus yang dapat berdampak pada lurusnya jalan napas.
2. Pasang pengaman di kedua sisi tepat tidur.
R/ : mencegah anak terjatuh
3. Jaga anak saat timbul serangan kejang.
R/ : menjaga jalan napas dan mencegah anak terjatuh.
Daftar Pustaka

Kapita selekta kedokteran, hal 781


Asuhan keperawatan pada anak, Sujono Riyadi dan Sukarmin, hal 53-66
Buku Ngastiyah, hal 229
TUGAS TERSTRUKTUR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN FIBRIS KOMPULSION

Dosen Pembimbing : Veronika Herawati, S.Kep. Ners

OLEH :

1. Kristina Etik
2. Marta Devi Karsila
3. Trilia Libata
4. Sri Ningsih

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA INSAN

PONTIANAK

2011

You might also like