Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR HALAMAN...............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
A. Anatomi............................................................................................................................3
B. Definisi.............................................................................................................................4
C. Epidemiologi....................................................................................................................5
D. Etiologi.............................................................................................................................6
E. Patofisiologi.....................................................................................................................7
F. Manifestasi Klinis..........................................................................................................11
G. Diagnosis........................................................................................................................14
H. Penatalaksanaan.............................................................................................................16
I. Pencegahan.....................................................................................................................20
J. Prognosis........................................................................................................................21
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................23
1
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah infeksi virus yang biasanya timbul sebagai infeksi
varicella pada masa anak-anak. Penyebabnya adalah human herpes virus-3 (HHV-3)
atau yang biasa disebut virus Varicella zoster (VZV). Selama fase akut, virus
menyerang sistem nervus sensoris yang kemudian menetap di daerah genital,
trigeminal, atau ganglia radiks dorsalis dan sisanya bisa dorman untuk waktu yang
lama bahkan sampai tahunan. Seiring bertambahnya umur dan penurunan sistem imun
tubuh, virus akan teraktivasi kembali dan menyebabkan terjadinya erupsi seperti lesi
herpes zoster. Walaupun eritema akut telah berkurang dan bahkan menghilang, nyeri
bisa menetap atau berulang pada daerah bekas lesi herpes zoster. Kondisi ini biasa
disebut sebagai neuralgia post herpetic (PHN). Nyeri merupakan salah satu keluhan
terbanyak yang ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Nyeri pada PHN
menjadi sangat penting karena sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah medial dari
akar sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan saraf mandibularis
pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid. Akar sensoris saraf trigeminal
yang lebih besar disebut dengan portio major nervi trigemini yang memberi
penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari saraf spinal. Akar-akar
saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan dari
sini keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan
cabang mandibularis.
3
beberapa cabang yang menyebar di permukaan maksila bagian atas dari wajah
bagian lateral dari hidung dan bibir sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen
infra orbitalis, didapat beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-
gigi molar dari rahang atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan.
Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf mandibularis.
Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen ovale dari os sphenoid, selain
terdiri dari akar-akar saraf motoris dari saraf trigeminal, juga membawa serabut-
serabut sensoris untuk daerah buccal, ke rahang bawah dan bagian depan dari
lidah, gigi mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo temporalis yang memisahkan
diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas daun telinga maupun meatus
akustikus eksternus dan membrana tympani.
B. DEFINISI
Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dijumpai dalam
praktek sehari hari dan salah satunya dapat disebabkan oleh karena gangguan
pada cabang saraf no 5 yaitu Nervus Trigeminus. Gangguan tersebut dikenal
dengan penyakit Neuralgia Trigeminal atau dikenal dengan istilah lain Tic
Douloureux yang berupa adanya keluhan serangan nyeri hebat diwajah salah satu
sisi yang berulang dan dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai menit.
Narasi pertama yang dicatat adalah oleh seorang doker dari Jerman Johanes
Laurentius Bausch pada tahun 1671 yang mengalami nyeri disisi kanan wajahnya
sehingga dia tidak bisa berbicara dan makan dan akhirnya mengalami malnutrisi.
Kemudian istilah Tic Douloureux digunakan oleh seorang dokter dari Perancis
Nicolaus Andre pada tahun 1756.
Neuralgia paska herpetika adalah suatu kondisi nyeri yang menetap dalam
jangka waktu yang lama yaitu dapat berbulan-bulan dan bertahun-tahun sebagai
hasil reaktivasi dari infeksi virus Varicella zoster pada penyakit herpes zoster.
4
Definisi lain mengatakan neuralgia paska herpetika (NPH) merupakan rasa nyeri
yang persisten selama lebih dari 3 bulan setelah lesi vesikular pada kulit pecah
menjadi krusta dan ruam sudah menghilang. Herpes zoster berasal dari bahasa
Latin yaitu cingulum yang berarti korset atau ikat pinggang. Hal ini disebabkan
karena bentuk klinis dari penyakit ini bersifat unilateral dan melingkari tubuh
seperti korset. Zoster sendiri berarti ikat pinggang yang biasa digunakan oleh
tentara di Yunani dahulu kala.
C. EPIDEMIOLOGI
Dalam studi potong lintang oleh Hicks at al pada 504 pasien dan 523 kontrol,
ditemukan bahwa pasien yang menderita herpes zoster banyak yang memiliki
hubungan darah dibandingkan kontrol (39% vs 11%, p<0,001). Resiko tinggi pada
pasien dengan hubungan darah yang lebih dari satu dengan pasien herpes zoster
5
dibandingkan dengan mereka yang memiliki hubungan darah tunggal dengan
pasien dengan herpes zoster. Sebuah penelitian dari Iceland menunjukkan variasi
resiko terjadinya PHN dengan kelompok umur yang berbeda. Tidak ada pasien
berusia <50 tahun yang menderita nyeri hebat. Pasien dengan usia >60 tahun
menunjukkan nyeri hebat. 6% pada 1 bulan dan 4% pada 3 bulan setelah onset
timbulnya herpes zoster.
D. ETIOLOGI
Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster. Virus
varisella zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang menginfeksi
manusia. Virus ini termasuk dalam famili herpesviridae. Struktur virus terdiri dari
sebuah icosahedral nucleocapsid yang dikelilingi oleh selubung lipid.
Ditengahnya terdapat DNA untai ganda. Virus varisella zoster memiliki diameter
sekitar 150-200 nm. Infeksi primernya secara klinis dikenal dengan Varicella
(chicken pox), umumnya terjadi pada anak-anak. Tipe Virus yang bersifat patogen
pada manusia adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut dengan varisella
zoster virus (VZV). Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan
ganglion kranialis terutama nervus kranialis V (trigeminus) pada ganglion gasseri
cabang oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada ganglion genikulatum.
6
Setelah infeksi primer, virus ini akan tetap berada di dalam akar saraf sensorik
untuk hidup. Setelah reaktivasi, virus bermigrasi ke saraf sensoris pada kulit,
menyebabkan ruam karakteristik dermatomal yang menyakitkan. Setelah resolusi,
banyak individu terus mengalami nyeri pada distribusi dari ruam (postherpetic
neuralgia). Faktor Resiko :
Usia
Jenis kelamin
Immunocompromise
E. PATOFISIOLOGI
Neuralgia paska herpetika (NPH) memiliki gejala utama adalah nyeri. Definisi
nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP) adalah suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut8. Berdasarkan definisi tersebut, nyeri memiliki 2 komponen
yaitu komponen sensorik (fisik) dan emosional (psikogenik). Klasifikasi nyeri
berdasarkan banyak indikator seperti waktu dan lamanya perlangsungan yaitu
7
nyeri transient, intermitten dan persisten, berdasarkan intensitas yaitu ringan,
sedang dan berat, berdasarkan kualitas yaitu tajam, tumpul dan terbakar,
berdasarkan penjalaran yaitu nyeri superfisial, viseral, lokal dan menyebar.
Berdasarkan mekanisme, nyeri terbagi menjadi nyeri nosiseptif, nyeri somatik,
nyeri viseral dan neuropati. Nyeri nosiseptif adalah tipe nyeri yang normal yang
timbul karena adanya kerusakan jaringan yang potensial dan mengaktivasi
nosiseptor dan selanjutnya berlangsung pada sistem saraf yang intak atau normal.
nyeri somatik merupakan jenis dari pada nyeri nosiseptif yang dimediasi oleh
serat aferen somatosensori. Nyeri ini mudah dilokalisir dengan kualitas nyeri yang
sifatnya tajam, menusuk atau seperti teriris. Contoh dari nyeri jenis ini adalah
nyeri post operasi, trauma, dan inflamasi lokal. Nyeri viseral merupakan nyeri
yang sulit dilokalisir dengan kualitas nyeri bersifat tumpul, keram, menusuk,
menyebar dan terkadang berkurang nyerinya sehingga tidak jelas dideskripsikan
karena terkadang nyerinya menyebar.
Masa inkubasi dari varicella adalah 14-16 hari dengan periode penularan dari
10 sampai 21 hari setelah fase inisial. Penderita varicella tidak dapat menularkan
virusnya setelah lesi kulit sudah pecah dan menjadi krusta. Setelah masa initial
atau akut mereda dan membaik, VZV akan menginfeksi dan tinggal dalam radiks
ganglia dorsalis dalam jangka waktu bertahun-tahun sampai ada pemicu yang
mengaktivasi VZV kembali. Pengaktivasi kembali atau reaktivasi dari VZV inilah
yang disebut dengan herpes zoster (HZ).
8
Neuralgia pascaherpetika termasuk nyeri neuropatik, yakni nyeri yang
disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi primer pada sistem saraf. Pada nyeri
neuropatik terjadi kerusakan saraf perifer dan perubahan sinyal sistem saraf pusat,
sehingga terjadi letupan potensial aksi spontan, ambang aktivasi saraf yang
menurun, dan peningkatan respon terhadap stimulus. Mekanisme terjadinya
neuralgia pascaherpetika dapat berlainan pada setiap individu sehingga
manifestasi nyeri yang berhubungan dengan neuralgia pascaherpetika juga
berlainan. Replikasi virus di dalam ganglion dorsalis menyebabkan respon infl
amasi berupa pembengkakan, perdarahan, nekrosis dan kematian sel neuron.
Kemudian virus akan menyebar secara sentrifugal sepanjang saraf menuju ke
kulit, menyebabkan inflamasi dan kerusakan saraf perifer. Kadang-kadang virus
menyebar secara sentripetal ke arah medula spinalis (mengenai area sensorik dan
motorik) serta batang otak. Hal ini menyebabkan sensitisasi ataupun deaferenisasi
elemen saraf perifer dan sentral. Sensitisasi saraf perifer terutama terjadi pada
nosiseptor serabut saraf C yang halus dan tidak bermyelin. Sensitisasi ini
menyebabkan ambang sensoris terhadap suhu menurun, menimbulkan heat
hyperalgesia, yakni nyeri seperti terbakar. Selain itu juga terjadi letupan ektopik
dari nosiseptor C yang rusak sehingga timbul alodinia, yakni rasa nyeri akibat
stimulus yang pada keadaan normal tidak menimbulkan rasa nyeri. Sebagai respon
atas menghilangnya sebagian besar input serabut saraf C karena kerusakan
tersebut, terbentuk tunas-tunas serabut saraf A yang menerima rangsang non-
noksius mekanoseptor di lapisan superfisial kornu dorsalis medula spinalis.
9
Pertunasan ini menyebabkan hubungan antara serabut saraf A yang tidak
menghantarkan nyeri dengan serabut saraf C, sehingga stimulus yang tidak
menyebabkan nyeri (raba halus) dipersepsikan sebagai nyeri.
10
remodeling dan hipereksitabilitas membran sel. Lesi yang masih terhubung
dengan badan sel akan membentuk tunas-tunas baru. Tunastunas baru ini ada yang
mencapai organ target, sedangkan yang tidak mencapai organ target akan
membentuk neuroma, di neuroma ini akan terakumulasi berbagai kanal ion,
terutama kanal ion natrium, molekul-molekul transduser dan reseptor-reseptor
baru, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya letupan ektopik,
mekanosensitivitas abnormal, sensitivitas terhadap suhu dan kimia. Letupan
ektopik dan sensitisasi berbagai reseptor akan menyebabkan timbulnya nyeri
spontan dan nyeri yang diprovokasi. Letupan spontan pada neuron sentral yang
terdeaferenisasi akan menyebabkan terjadinya nyeri konstan pada area tersebut.
F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda khas dari herpes zooster pada fase prodromal adalah nyeri dan
parasthesia pada daerah dermatom yang terkena. Dworkin membagi neuralgia post
herpetik ke dalam tiga fase:
1. Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya
berlangsung < 4 minggu
2. Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi <
4 bulan
3. Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset
lesikulit atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
11
Pada umumnya penderita dengan herpes zoster berkunjung ke dokter ahli
penyakit kulit oleh karena terdapatnya gelembung-gelembung herpesnya. Keluhan
penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam
kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral
mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular.
Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga
sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya.
Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai mengering. Durasi
penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal
dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu.
Pada masa gelembung gelembung herpes menjadi kering, orang sakit mulai
menderita karena nyeri hebat yang yang dirasakan pada daerah kulit yang terkena.
Nyeri hebat itu bersifat neuralgik. Di mana nyeri ini sangat panas dan tajam, sifat
nyeri neuralgik ini menyerupai nyeri neuralgik idiopatik, terutama dalam hal
serangannya yaitu tiap serangan muncul secara tiba tiba dan tiap serangan terdiri
dari sekelompok serangan serangan kecil dan besar. Orang sakit dengan keluhan
sakit kepala di belakang atau di atas telinga dan tidak enak badan. Tetapi bila
penderita datang sebelum gelembung gelembung herpes timbul, untuk meramalkan
bahwa nanti akan muncul herpes adalah sulit sekali. Bedanya dengan neuralgia
trigeminus idiopatik ialah adanya gejala defisit sensorik. Dan fenomena paradoksal
inilah yang menjadi ciri khas dari neuralgia post herpatik, yaitu anestesia pada tempat
12
tempat bekas herpes tetapi pada timbulnya serangan neuralgia, justru tempat
tempat bekas herpes yang anestetik itu yang dirasakan sebagai tempat yang paling
nyeri. Neuralgia post herpatik sering terjadi di wajah dan kepala. Jika terdapat di dahi
dinamakan neuralgia postherpatikum oftalmikum dan yang di daun telinga neuralgia
postherpatikum otikum.
Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah gejala
prodromal rasa terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada kulit sesuai
dengan dermatom yang terkena. Biasanya keluhan penderita disertai dengan rasa
demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala
prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral mengikuti dermatom kulit
dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi vesikular. Nyeri yang timbul
mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat sehingga sentuhan ringan
saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya. Setelah 3-5 hari dari
awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10
hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai
berminggu-minggu. Intensitas dan durasi dari erupsi kulit oleh karena infeksi herpes
zoster dapat dikurangi dengan pemberian acyclovir (5x800mg/hari) atau dengan
famciclovir atau valacyclovir.
Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit yang dapat sangat
mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh
rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan hiperalgesia. Nyeri
yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai mood
sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun jangka
panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum
timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti
rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia
yang merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/
tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/
normal (allodinia), rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus
bertambah dalam menanggapi rangsang yang berulang.
13
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis :
2. Pemeriksaan Fisik :
Alodinia yaitu nyeri yang disebabkan oleh stimulus non toksik (non
noxious) seperti sentuhan ringan oleh sikat, bergesekan dengan pakaian
saat memakai pakaian, aliran angin sepoi-sepoi, hembusan nafas,
menyisir rambut, kepanasan). Alodinia dialami oleh kurang lebih 90%
penderita neuralgia post herpetika dan biasanya dirasakan pada daerah
yang masih mempunyai sensasi rasa. Sedangkan nyeri spontan
biasanya terjadi pada dermatom yang sensasinya telah terganggu.
14
Adapun perluasan nyeri ini biasanya mengenai dermatom torakal
(50%), kranial, servikal, lumbal (10-20%), dan sakral (2-8%).
3. Pemeriksaan Penunjang :
3.1 Laboratorium :
3.2 Radiologi :
15
pembengkakan sedangkan yang lainnya mengalami degenerasi. Inflamasi
yang terjadi dapat berkembang ke meninges dan daerah keluarnya radix
dan bisa sampai ke kornu anterior dan daerah perivaskular medulla
spinalis. Perubahan patologi pada batang otak sama dengan radix spinal
dan medula spinalis. Dalam sebulan infeksi, fibrosis terjadi pada ganglia,
nervus perifer dan radiks saraf. Degenerasi terjadi pada cornu posterior
ipsilateral.
H. PENATALAKSANAAN
1) Non Medikamentosa :
16
2) Medikamentosa :
17
Bekerja sebagai agonis mu-opioid yang juga menghambat reuptake
norepinefrin dan serotonin. Pada sebuah penelitian, jika dosis
tramadol dititrasi hingga maksimum 400 mg/hari dibagi dalam 4
dosis. Namun, efek pada sistem saraf pusat dapat menimbulkan
terjadinya amnesia pada orang tua. Hal yang harus diperhatikan
bahwa pemberian opiat kuat lebih baik dikhususkan pada kasus
nyeri yang berat atau refrakter oleh karena efek toleransi dan
takifilaksisnya. Dosis yang digunakan maksimal 60 mg/hari.
Oxycodone berdasarkan penelitian menunjukkan efek yang lebih
baik dibandingkan plasebo dalam meredakan nyeri, allodinia,
gangguan tidur, dan kecacatan.
18
adalah kurang koordinasi/keseimbangan, berat badan bertambah,
retensi cairan, gangguan memori sementara.
19
Neuropatic pain tidak berespon baik pada analgetik biasa seperti
aspirin, parasetamol, ibuprofen. Analgetik yang lebih kuat seperti
codein dan tramadol lebih disarankan untuk digunakan. Adapun
obat-obat yang dapat digunakan untuk menenangkan dan menahan
nyeri seperti obatobat golongan tricyclic, anti-epileptic seperti
gabapentin, dan golongan opioid pain seperti morphine, codein,
tramadol. Terapi awal yang direkomendasikan untuk mengobati
neuropatic pain seperti PHN adalah Amitriptyline dan Pregabalin.
Kedua obat ini dapat mengobati nyeri secara signifikan namun
tidak dapat menghilangkan nyeri sepenuhnya. Kedua obat ini dapat
dikonsumsi dalam bentuk tablet atau sirup.
I. PENCEGAHAN
20
mereka yang berusia 60 tahun atau lebih. Dalam penelitian klinis yang melibatkan
ribuan lansia berusia 60 tahun atau lebih, vaksin ini mengurangi risiko herpes
zoster sebesar 51% dan risiko neuralgia pascaherpetika sebesar 67%. Efek
proteksi vaksin ini dilaporkan dapat mencapai 6 tahun atau bahkan lebih.
J. PROGNOSIS
PHN tidak dapat disembuhkan. Tetapi jika diterapi lebih awal maka
perbaikannya akan lebih besar. Banyak pasien dengan PHN mengalami perbaikan
nyeri dari waktu ke waktu. Hal ini tergantung dari durasi nyeri yang terjadi.
Apabila PHN tetap berlangsung selama 6 bulan setelah infeksi herpes zoster maka
kesempatan untuk mengalami perbaikan selama 12 bulan ke depan sebesar 60%.
Jika nyeri berlangsung lebih dari 1 tahun maka hanya sedikit perbaikan yang dapat
terjadi dan apabila setelah 3 tahun nyeri masih menetap maka secara praktis tidak
dapat disembuhkan.
BAB III
21
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Meliala L. Neuralgia Pasca Herpes. Nyeri Neuropatik patofisiologi dan
penatalaksanaan. Kelompok studi nyeri Perdossi 2001.
2. Martin. Neuralgia Paska Herpetika. Jakarta 2008 available from:
http://perdossijaya.org/perdossijaya/index.php?
view=article&catid=43%3Apaper&id
3. Mazzoni, P. Pearson, T. Rowland, L. Merritts Neurology Handbook. 2nd
Edition.
4. Lippincott Williams & Wilkins : 2006.
5. Gilhus. E, Barnes. M, brainin, M. European Handbook of Neurogical
Management. Vol.1, willey Blackwell : 2010.
6. Anderson. E, Varicella-Zoster virus.available from :
http://emedicine.medscape.com/article/231927-overview
7. McElveen W Alvin. Postherpetic Neuralgia Overview.
http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview. Updated: July 3,
2012.
8. Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia:Diagnosis and
Therapuetic Considerations. Alternative Medicine Review Vol.11. 2006;102.
9. Kaur J, Jyotika J. Approach To A Patient With Postherpetic Neuralgia-A
Review. Journal Of Pakistan Association of Dermatologist. 2012;146
10. Sumaryo Sugastiasri. Prevention and Treatment of Post Herpetic Neuralgia to
be Travelling. Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas
kedokteran Universitas Diponegoro. RSUP dr.Karyadi. Semarang.2011
11. Gharibo Christofer MD, Kim Caroline MD. Neuropathic Pain of Post
Neuropathic Neuralgia. Pain Medicine News Special Edition. December 2011.
12. Demarin V, Basic Kes V. Postherpetic Neuralgia. Acta Clin Croat. University
Departement of Neurology.Croatia. 2007;279.
13. Alaydrus Zen Muhammad. Neuralgia Post Herpetik. 2012 diunduh dari
www.scribd.com, Juni 2013
14. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. Thieme Stugart. New York.2004;108-
9.
15. Wahyudi H, Selvarasan S. Patofisiologi dan Faktor Resiko Neuralgia Paska
Herpetika. Bagian.SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Udayana.
23
2012. Diunduh dari http://theherijournals.blogspot.com/2013/01/patofisiologi-
dan-faktor-risiko.html
16. McElveen W Alvin. Postherpetic Neuralgia Clinical Presentation.
(http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated: July 3,
2012
17. Sumaryo Sugastiasri. Prevention and Treatment of Post Herpetic Neuralgia to
be Travelling. Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas
kedokteran Universitas Diponegoro. RSUP dr.Karyadi. Semarang.2011
18. Staff of the Pain Relief Foundation, Walton Centre Pain Team, Walton Center
for Neurology and Neurosurgery.
19. Herpes zoster and Postherpetic Neuralgia. Dealing with pain series 2003:
Herpes zoster & PHN. Clinical Sciences Centre, University Hospital Aintree,
Lower line, Liver Pool L9 7LJ,UK : 1. (www.painrelieffoundation.org.uk)
20. Symptom of PostHerpetic Neuralgia
(http://www.nhs.uk/Conditions/postherpeticneuralgia/ Pages/symptoms.aspx).
Last reviewed: 01/08/2012.
21. McElveen W Alvin. Postherpetic Neuralgia Workup
(http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated: July 3,
2012.
22. Ropper H. Allan, Samuels A. Martin. Headache and Other Craniofacial Pains.
Adams & Victors Principles of Neurology, 9th Edition. Chap.10 : 20-21.
23. Treating PostHerpetic Neuralgia.
(http://www.nhs.uk/Conditions/postherpeticneuralgia/Pages/treatment.aspx).
Last reviewed: 01/08/2012.
24. Mardani Agil Zulfah. Terapi Post Herpetic Neuralgia/PHN atau Nyeri Paskah
Herpes/NPH.2009. (diunduh dari www.scribd.com, Juni 2013)
25. McElveen W Alvin. Postherpetic Neuralgia Medication
(http://emedicine.medscape.com/article/1143066-overview). Updated: July 3,
2012
26. Regina, Lorettha Wijaya. Neuralgia Pascaherpetika. CDK-194/ vol. 39 no. 6,
th. 2012. Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran/RS Atma Jaya, Jakarta, Indonesia
24