Professional Documents
Culture Documents
Nani Nuraenah
Email: naninuraenah@ymail.com
Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Politeknik Negeri Pontianak, Jalan Ahmad Yani, Pontianak 78124, Kalimantan Barat
Andri Nofreena
Email : andrinofreeana@gmail.com
Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Politeknik Negeri Pontianak, Jalan Ahmad Yani, Pontianak 78124, Kalimantan Barat
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah melihat formulasi terbaik tepung ubi jalar untuk
membentuk tekstur bakso ikan. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap yaitu (1) pembuatan
tepung ubi jalar; (2) pembuatan bakso ikan dengan penambahan tepung ubi jalar (0%, 4%,
6% dan 10%); (3) Pengujian bakso ikan meliputi uji Texture Profile Analysis (TPA), uji
sensori, uji lipat (folding test) dan uji gigit. Hasil formulasi bakso ikan yang terbaik
dianalisa kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Analisis data dari hasil uji
fisik (uji lipat dan uji gigit) dilakukan dengan analisis ragam (ANOVA), hasil data
pengujian organoleptik ditabulasi sesuai hasil rerata pada taraf kepercayaan 95% dan hasil
texture profile analysis (TPA) secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan analisis
statistik Uji ANOVA pada bakso ikan dengan penambahan tepung ubi jalar tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) terhadap uji lipat, sedangkan uji gigit
bakso ikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05). Hasil Analisa uji TPA
pada bakso ikan dengan penambahan tepung ubi jalar (0%, 4%, 6% dan 10%) memberikan
nilai hardness (202.75 - 319.75 N), Cohesiveness (0,51 0,75), adhesiveness (6,60 7,87
mJ), fracturability (62 - 233.25 N), chewiness (24.69 - 42.96 mJ), Springiness (21.13 -
23.09 mm), Gumminess (119.05- 194.25 N). Berdasarkan hasil indeks efektivitas
disimpulkan bahwa perlakuan terbaik adalah dengan penambahan tepung tapioka 6% dan
tepung ubi jalar 4% berdasarkan kenampakan, bau, tekstur, warna, rasa, uji TPA, uji lipat,
dan uji gigit.
Kata kunci: bakso ikan; pembentuk tekstur; substitusi tepung ubi jalar; TPA.
ABSTRACT
The aims of this research was to get the best formulation of sweet potato flour to
forming the texture of the fish ball. This research was conducted in three phases were (1)
20 Fitriyani, et al.
making sweet potato flour; (2) making fish balls with the substitusion of sweet potato flour
(0%, 4%, 6% and 10%); (3) The test of fishball include Texture Profile Analysis (TPA),
sensory test, folding test, and bite test. The best treatment analyzed in term of moisture
content, ash content, protein content, and fat content. Data analysis the result of physical
(folding test and bite test) was performed used analysis of variance (ANOVA), while data
organoleptic testing were tabulated according to the average level of 95% and texture
profile analysis (TPA) descriptively. The results showed that statistical analysis ANOVA
that the addition of sweet potato flour did not given the significant result to folding, while a
test bite of fishballs given a different effect in significantly (P <0.05). The test results
Textur profile Analysis (TPA) of the fishball with the additional of sweet potato flour was
hardness (202.75 - 319.75 N), cohesiveness (0,51 0,75), adhesiveness (6,60 7,87 mJ),
fracturability (62 - 233.25 N), chewiness (24.69 - 42.96 mJ), springiness (21.13 - 23.09
mm), and gumminess (119.05- 194.25 N). The proximate test from the fish balls best
treatment (6% starch and sweet potato starch 4%) are in accordance with the quality
standards SNI 01-3819-1995 fish balls.
Keywords: fishball; forming of the texture; substitution sweet potato flour; TPA.
penambahan minyak goreng 10% dan air sederhana dan cepat (Hastings et al.,
es sedikit demi sedikit kemudian diaduk 1990). Hasil uji lipat dari bakso ikan
hingga homogen. Pengadukan adonan berkisar antara 2,2 2,5 (Gambar 1). Hal
dilakukan selama 5 menit. Adonan ini sesuai dengan pendapat Lee (1984)
kemudian dicetak secara manual bahwa uji lipat dengan nilai 3
menggunakan tangan. Adonan yang menunjukkan tingkat elastisitas yang
sudah dicetak dipanaskan dengan proses cukup baik.
pemanasan terbagi menjadi 2 yaitu Hasil uji lipat pada semua
pemanasan I dengan suhu 45- perlakuan memberikan hasil dengan
selama 5 menit dan dilanjutkan kualitas C (Sampel retak ketika dilipat 2
pemanasan II dengan suhu 80- menjadi tetapi kedua bagian masih
selama 15 menit. Bakso yang menyatu). Hasil analisis statistik Uji
dihasilkan didinginkan terlebih dahulu ANOVA menunjukkan penambahan
dan kemudian dilakukan pengujian. tepung ubi jalar tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05)
Analisa Data terhadap uji lipat bakso ikan yang
Analisis data hasil uji fisik (uji dihasilkan.
lipat dan uji gigit) dilakukan dengan
menggunakan analisis ragam (ANOVA). 2) Uji Gigit
Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, Uji gigit dilakukan untuk melihat
dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata mutu gel bakso ikan secara sensori,
Terkecil (BNT) untuk melihat perlakuan dimana uji lipat dilakukan dengan cara
mana yang berbeda. Data hasil pengujian memotong sampel antara gigi atas dan
organoleptic ditabulasi sesuai nilai gigi bawah (Poernomo et al. 2006).
mutunya dengan mencari hasil rerata Menurut Tan et al. (1987) dalam Chairita
pada taraf kepercayaan 95% dan texture (2008), nilai uji gigit yang dapat diterima
profile analysis (TPA) sesuai dengan untuk produk-produk komersial berada
nilai setiap parameter yang ditentukan pada kisaran nilai 5-6. Hasil dari uji gigit
dari alat CT 03. Sedangkan penentuan bakso ikan berkisar antara 3,8 4,4
perlakuan terbaik ditentukan dengan (Gambar 2).
menggunakan metode indek efektifitas Hasil uji gigit bakso ikan
(De Garmo, et al.,1984) dan hasil terbaik menunjukkan bahwa perlakuan tepung
akan dilakukan uji proksimat yang tapioka 10% (4,4) dan tepung tapioka 4%
dianalisis secara deskriptif. (4,2) memberikan hasil kekenyalannya
agak lemah (lunak). Sedangkan perlakuan
HASIL DAN PEMBAHASAN tepung tapioka 6% (3,8), dan tepung
tapioka 0% (3,9) memberikan hasil
Pengujian Kualitas Fisik Bakso Ikan
kekenyalannya lemah (agak lunak). Hasil
1) Uji Lipat (Folding Test) analisis statistik Uji ANOVA
menunjukkan penambahan tepung ubi
Uji lipat menunjukkan kekuatan
jalar memberikan pengaruh yang berbeda
dan elastisitas gel dan biasanya
nyata (P<0,05) terhadap uji gigit bakso
digunakan pada industri-industri karena
Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Filler Pembentuk Tekstur Bakso Ikan 23
ikan yang dihasilkan. Hasil uji lanjut dan P4 (tepung tapioka 0%, tepung ubi
menggunakan DMRT Duncan jalar 10%). Namun tidak memberikan
menunjukkan bahwa perlakuan P2 pengaruh berbeda nyata dengan
(tapioka 10%, tepung ubi jalar 0%) perlakuan P3 (tepung tapioka 4%, tepung
berbeda nyata dengan perlakuan P2 ubi jalar 6%). Hal ini dipengaruhi oleh
(tepung tapioka 6%, tepung ubi jalar 4%) presentase substitusi tepung tapioka dan
24 Fitriyani, et al.
terendah sekitar 6.60 mJ. Hal ini kerapuhan yang tinggi sehingga jumlah
disebabkan jumlah penambahan air dan tepung yang baik digunakan untuk bakso
tepung yang tidak sesuai akan sebaiknya 15% dari berat daging.
berpengaruh pada kelengketan bakso
ikan. 5) Uji Chewiness
Semakin rendah kandungan Chewiness atau kekenyalan
amilosa menyebabkan struktur gel yang merupakan parameter sekunder dari
terbentuk lemah, hal ini yang cohesiveness. Menurut Ross (2006),
menyebabkan padatan terlarut semakin chewiness pada sampel merupakan
besar dan akibatnya kelengketan semakin perkalian antara hardness, cohesiveness
tinggi (Rosa 2004 dalam Rahim 2007). dan springiness, sehingga perubahan nilai
Menurut Zhang et al., (2005), sifat chewiness pada sampel sangat
kelengketan pada bakso ikan dipengaruhi dipengaruhi oleh parameter-parameter
oleh tingginya sifat bio-adhesive yang tersebut. Nilai chewiness pada bakso ikan
dimiliki oleh tepung. Menurut Astawan yang dihasilkan sebesar 24.69-42.96 mJ.
(2002) dalam Noriandita dkk (2013) Nilai Chewiness pada perlakuan tepung
bahwa pati akan mengembang dengan tapioka 0% menunjukkan hasil yang
adanya air. Makin banyak air yang tinggi sekitar 42.96 mJ, sedangkan nilai
diserap, maka bakso yang dihasilkan akan Chewiness pada perlakuan tepung tapioka
menjadi tidak patah. Untuk itu 6% menunjukkan hasil yang terendah
perbandingan air yang digunakan harus sekitar 24.69 mJ. Hal ini menyatakan
sesuai dan apabila jumlah air lebih bahwa semakin banyak penambahan
banyak maka bakso akan menyebabkan tepung ubi jalar dan tepung tapioka
kelengketan. semakin tinggi nilai chewiness bakso ikan
tersebut.
4) Uji Fracturabiliy Tepung ubi jalar memiliki kadar
Fracturability menggambarkan pati yang lebih tinggi dibandingkan
kerapuhan atau kemudahhancuran dari dengan tepung tapioka. Menurut PT
bakso ikan yang akan diuji. Nilai Sorini corporation (1998) dalam
fracturability pada bakso ikan sebesar 62 Antarlina dan J.S. Utomo (1999), kadar
- 233.25 N. Nilai Fracturability pada pati tepung ubi jalar 77,629%, sedangkan
perlakuan tepung tapioka 0% menurut Singh et al. (2006) kadar pati
menunjukkan hasil yang tinggi sekitar tepung tapioka berkisar antara 72-81%.
233.25 N sedangkan nilai Fracturability Tekstur dipengaruhi oleh pati sebagai
pada perlakuan tepung tapioka 10% bahan pengisi. Pada saat dimasak, protein
menunjukkan hasil yang terendah sekitar daging akan mengalami pengkerutan dan
62 N. Hal ini dinyatakan bahwa semakin akan diisi oleh molekul-molekul pati
besar jumlah penambahan tepung ubi yang dapat mengompakkan tekstur
jalar dan tepung tapioka pada bakso ikan (Maharaja, 2008).
maka tingkat Fracturability/kerapuhan
semakin besar. Berdasarkan penelitian 6) Uji Springiness
Wibowo (1999), sifat fisiokimia dan Springiness merupakan derajat
reologi tapioka memiliki tingkat atau tingkat, dimana suatu sampel
Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Filler Pembentuk Tekstur Bakso Ikan 27
kembali pada bentuk asalnya (Lyon et al., tinggi sekitar 194.25 N, sedangkan nilai
1980). Nilai Springiness bakso ikan Gumminess pada perlakuan tepung
sebesar 21.13 - 23.09 mm. Nilai tapioka 6% menunjukkan hasil yang
Springiness pada perlakuan tepung terendah sekitar 119.05 N. Hal ini
tapioka 4% menunjukkan hasil yang dinyatakan bahwa semakin banyak
tinggi sekitar 23.09 mm, sedangkan nilai penambahan tepung ubi jalar memberikan
Springiness pada perlakuan tepung nilai gumminess yang tinggi pada bakso
tapioka 6% menunjukkan hasil yang ikan, ini diduga akibat kadar amilosa
terendah sekitar 21.13 mm. Hal ini pada tepung ubi jalar. Semakin rendah
menunjukkan bahwa dengan substitusi kandungan amilosa menyebabkan
tepung tapioka dan tepung ubi jalar pada struktur gel yang terbentuk lemah,
bakso ikan mempunyai sifat yang kenyal. sehingga menyebabkan padatan terlarut
Elastisitas bakso dipengaruhi oleh kadar semakin besar, akibatnya nilai gumminess
amilosa dan amilopektin pada tepung semakin tinggi (Rosa 2004 dalam Rahim
yang mengalami gelatinisasi. 2007). Gumminess bisa juga disebabkan
Amilopektin yang terdapat pada karena molekul amilopektin membentuk
tapioka dan ubi jalar memberikan sifat daerah amorf atau kurang kompak
elastisitas pada produk bakso ikan, sehingga lebih mudah ditembus air,
dimana tekstur gel berhubungan erat enzim, dan bahan kimia (Alam dkk 2007).
dengan kemampuan daya ikat air oleh
pati. Semakin besar daya ikat air maka Mutu Organoleptik Bakso Ikan
semakin besar pula kemampuan Uji organoleptik dilakukan pada
penguatan tekstur gel (Ibrahim, 2002). bakso ikan dengan menggunakan metode
Tingginya amilosa terlarut dan tingginya uji hedonic untuk melihat kesukaan
kemampuan pengembangan granula panelis pada bakso ikan yang
mampu meningkatkan elastisitas pada ditambahkan tepung ubi jalar dan tapioka
produk, sebaliknya tingginya amilopektin meliputi parameter rasa, kenampakan,
terlarut dapat mengganggu pembentukan tekstur, aroma, dan warna (Tabel 2).
gel dan menurunkan sifat elastisitas Rerata tingkat kesukaan panelis
produk (Eliason dan Gudmunsson 1996). terhadap rasa bakso ikan berkisar 5,0
(netral). Rasa yang dihasilkan dari bakso
7) Uji Gumminess ikan dipengaruhi oleh daging dan bahan
Gumminess merupakan energy tambahan seperti garam, merica, bawang
yang dibutuhkan untuk menghancurkan putih dan bawang merah serta bahan
makanan semi-padat ke keadaan siap pengisi yang ditambahkan selama
untuk ditelan dimana produk pada tingkat pengolahan. Menurut Laroche (1992),
kekerasan yang rendah dan kohesivitas pengaruh additif (garam, bumbu-bumbu,
yang tinggi (Szczesniak, 2002). Nilai penyedap) membantu pembentukan
Gumminess pada sampel bakso ikan citarasa dan aroma. Rerata nilai
adalah 119.05- 194.25 N. Nilai kenampakan pada produk bakso ikan
Gumminess pada perlakuan tepung berkisar 5,7 - 7.0 (agak suka suka). Hal
tapioka 0% menunjukkan hasil yang ini dinyatakan semakin banyak penamba-
28 Fitriyani, et al.
han tepung ubi jalar memberikan memberikan tekstur pada bakso ikan
karakteristik kenampakan bakso ikan tidak halus dan keras. Semakin tinggi
halus, rata antar permukaan, pecah, warna kadar gluten tepung yang digunakan
agak gelap dan sedikit keras. maka semakin baik tekstur bakso yang
Rerata nilai warna pada produk dihasilkan (Maharaja, 2008).
bakso berkisar 6,0 - 7.0 (agak suka - Menurut Winarno dan
suka). Hal ini dinyatakan bahwa semakin Pudjaatmaka (1989), tepung ubi jalar
banyak penambahan tepung ubi jalar tidak memiliki protein gliadin dan
memberikan warna cokelat kegelapan glutenin yang dapat membentuk gluten.
pada produk bakso ikan. Menurut Gluten merupakan komponen yang
Suismono (2001), warna tepung ubi jalar sangat penting dalam proses adonan yang
yang cokelat kegelapan disebabkan oleh akan mempengaruhi tekstur makanan
adanya reaksi pencoklatan (reaksi (Manley, 2000). Menurut Triatmojo
enzimatis). Terbentuknya warna cokelat (1992), adonan yang emulsinya stabil
pada ubi jalar dihindari dengan akan menyebabkan tekstur yang lebih
semaksimal mungkin tidak kontak udara baik. Tekstur dipengaruhi oleh tepung
dengan cara merendam ubi jalar yang sebagai bahan pengisi, dimana pada saat
telah dikupas dalam air bersih atau dimasak protein daging yang mengalami
dengan cara dikukus. Rerata nilai tekstur pengerutan akan diisi oleh molekul-
produk bakso berkisar 5,0 - 6.0 (netral molekul pati yang dapat mengkompakkan
agak suka). Hal ini karena tekstur yang tekstur. Menurut Koapaha (2009), bahan
dihasilkan pada bakso ikan dipengaruhi pengisi yang ditambahkan bertujuan
oleh tepung yang digunakan sebagai untuk memperbaiki daya mengikat air
bahan pengisi, dimana semakin banyak dan membentuk tekstur yang padat.
penambahan tepung ubi jalar akan Rerata nilai aroma produk bakso ikan
Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Filler Pembentuk Tekstur Bakso Ikan 29
berkisar 6,0 (agak suka). Selama minimal 9%. Analisa kadar karbohidrat
pemasakan akan terjadi berbagai reaksi sekitar 2,44%, yang menurut penelitian
antara bahan pengisi dan daging, Astuti (2009) bahwa nilai kadar
sehingga aroma daging berkurang selama karbohidrat bakso ikan berkisar antara
pengolahan (Sudrajat, 2007). Penelitian 12,22-14,05%. Hasil analisa kadar
Nintami dan Rustanti (2012) protein lemak, air dan abu bakso ikan
menunjukkan penambahan tepung ubi yang dihasilkan ini sudah sesuai dengan
jalar membuat aroma menjadi berbau SNI 01-3819-1995.
langu yang berasal dari oksidasi lemak,
sehingga menyebabkan timbulnya KESIMPULAN
hidroperoksida saat proses pemanasan.
Hasil indeks efektivitas
Perlakuan Terbaik Indeks Efektivitas menunjukkan perlakuan terbaik dalah
dengan penambahan tepung tapioka 6%
Perlakuan terbaik ditentukan
dan tepung ubi jalar 4%, meliputi
dengan menggunakan metode indeks
kenampakan, bau, tekstur, warna, rasa, uji
efektivitas (De Garmo et al 1984). Hasil
TPA, uji lipat, dan uji gigit. Uji lipat
perlakuan terbaik sesuai dengan metode
bakso ikan dengan penambahan tepung
De Garmo yaitu pada perlakuan P2
ubi jalar tidak memberikan pengaruh
(tepung tapioka 6% dan Tepung ubi Jalar
yang berbeda nyata (P>0,05), sedangkan
4%) dilihat parameter kenampakan, bau,
hasil analisis statistik Uji ANOVA bahwa
tekstur, warna, rasa, uji lipat dan uji gigit.
uji gigit bakso ikan dengan penambahan
Hasil yang terbaik akan dianalisis uji
tepung ubi jalar memberikan pengaruh
proksimat bakso ikan (Tabel 3).
yang berbeda nyata (P<0,05). Hasil uji
Hasil analisis kadar air bakso ikan
Texture Profile Analysis (TPA) bakso
diperoleh sekitar 72,11%. Hasil ini tidak
ikan dengan formulasi tepung ubi jalar
melewati batas standar kadar air yang
dan Tapioka memberikan nilai
ditetapkan SNI yaitu maksimal 80%.
Springiness sebesar 21.13 - 23.09 mm,
Hasil kadar lemak bakso ikan diperoleh
nilai hardness sebesar 232.7 N,
sekitar 0,84%. Hal ini menunjukkan
sedangkan nilai cohesiveness bakso ikan
bahwa nilai kadar lemak bakso ikan
yang dihasilkan adalah 0,51 0,75.
sesuai pada standar kadar lemak bakso
ikan dalam SNI 01-3819-1995 yaitu DAFTAR PUSTAKA
maksimum 1%. Sementara hasil analisis
kadar abu bakso ikan diperoleh sekitar Alam N, Saleh, M.S, Haryadi dan
1,19%, hasil ini tidak melewati batas Santoso, U. 2007. Sifat Fisiko
standar kadar abu alam SNI Maksimal Kimia dan Sensoris Instant
3%. Starch Noodle (ISN) Pati Aren
Pada Berbagai Cara Pembuatan.
Kadar protein bakso ikan sebesar
Journal Agroland 14 (14): 269-
23,41% menunjukkan adanya 274.
peningkatan protein dari standar yang di Antarlina, SS dan J.S. Utomo.1999.
tetapkan dalam SNI 01-3819-1995 Proses Pembuatan dan
tentang syarat mutu bakso ikan, yaitu
30 Fitriyani, et al.