Professional Documents
Culture Documents
MANDI WAJIB
Mandi adalah mengalirkan air suci mensucikan ke seluruh tubuh. Dasar hukumnya
adalah firman Allah:
2. Keluarnya mani,
4. Haidh,
5. Nifas,
6. Melahirkan
1
Fiqih 2 TPQ Semester II
Dari Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya berkata, Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Jika dua khitan bertemu dan kepala
dzakar (penis) laki-laki tersembunyi dalam kemaluan wanita, maka wajib mandi.
(HR. Ibnu Majah)
Jika seorang laki-laki (suami) duduk di antara empat cabang (kedua kaki
dan kedua tangan) istrinya, kemudian menyetubuhinya maka sungguh ia telah
diwajibkan mandi, sekalipun tidak mengeluarkan mani. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Adapun pengertian atau definisi daripada Mandi wajib Islam adalah mandi
dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan
mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki.
2. Keluarnya mani
Mani lelaki berbentuk cairan pekat berwarna putih, adapun mani wanita encer
berwarna kuning. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Ummu Sulaim
Radhiallahu Anha bahwa ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam tentang seorang wanita yang bermimpi dalam tidur sebagaimana yang
dialami kaum pria (mimpi basah).
2
Fiqih 2 TPQ Semester II
Salah satu dari ketiga karakteristik tersebut cukup untuk menentukan apakah yang
keluar itu mani ataukah bukan. Jika tidak ditemukan salah satu dari ketiga
karakter di atas maka tidak boleh dihukumi sebagai mani karena dengan begitu
hampir bisa dipastikan bahwa ia bukan mani. Ini berkaitan dengan mani pria.
Adapun mani wanita warnanya kuning dan encer. Kadangkala warnanya putih
bila kekuatannya melebihi kadar rata-rata.
Ada dua karakteristik yang jadi patokan dalam menentukan mani wanita.
Menurut sebagian ulama diantara hal yang mewajibkan mandi adalah mati,
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kepada wanita-wanita yang
sedang memandikan jenazah putri beliau:
Mandikanlah ia tiga kali, lima kali, tujuh kali ataupun lebih dari itu, jika
memang baik menurut pendapat-pendapatmu. (HR. Bukhari dan Muslim)
3
Fiqih 2 TPQ Semester II
Mandikanlah ia dengan air yang dicampur daun bidara, dan kafanilah dengan
dua lembar kain. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari nash-nash hadits di atas para ulama berkata: Jenazah itu wajib
dimandikan, namun kewajiban ini berlaku bagi orang yang masih hidup, dan
merekalah yang menjadi sasaran perintah dalam memandikan jenazah, karena
orang mati sudah terputus beban taklifnya.
4. Haidh
)222 : (
Batasan waktu menjauhi dan tidak mendekati istri yang haidh adalah, {
} sampai mereka suci, yaitu, darah mereka telah berhenti, maka apabila
darah mereka telah berhenti, hilanglah penghalang yang berlaku saat darah masih
mengalir.
Syarat kehalalannya ada dua, terputusnya darah dan mandi suci darinya.
Ketika darahnya berhenti lenyaplah syarat pertama hingga tersisa syarat kedua.
Maka oleh karena itu Allah berfirman, { } Apabila mereka telah suci,
maksudnya mereka telah mandi, { } maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu, yaitu pada kemaluan
depan dan bukan lubang bagian belakang, karena bagian itu adalah tempatnya
bersenggama, ayat ini merupakan dalil atas wajibnya mandi bagi seorang wanita
yang haidh dan bahwasanya terputusnya darah adalah syarat sahnya mandi. Inilah
pendapat jumhur ulama
Dan tatkala larangan tersebut merupakan kasih sayang dari Allah Taala
kepada hamba-hambaNya dan pemeliharaan dari kotoran, maka Allah berfirman,
{ } Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat,
yaitu dari dosa-dosa mereka secara terus menerus, { }
dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri, yaitu yang bersuci dari dosa-dosa,
dan ini mencakup segala macam bersuci dari yang bersifat matrial seperti dari
najis maupun hadats.
4
Fiqih 2 TPQ Semester II
Darah ini tentu saja paling mudah untuk dikenali, karena penyebabnya
sudah pasti, yaitu karena adanya proses persalinan. Syaikh Ibnu Utsaimin
Rahimahullahu mengatakan bahwa darah nifas itu adalah darah yang keluar
karena persalinan, baik itu bersamaan dengan proses persalinan ataupun sebelum
dan sesudah persalinan tersebut yang umumnya disertai rasa sakit. Pendapat ini
senada dengan pendapat Imam Ibnu Taimiyah yang mengemukakan bahwa darah
yang keluar dengan rasa sakit dan disertai oleh proses persalinan adalah darah
nifas, sedangkan bila tidak ada proses persalinan, maka itu bukan nifas.
Cara mandi wanita haidh dan wanita nifas sama dengan cara mandi wanita
jinabah. Hanya saja menurut sebagian ulama, bagi wanita haidh disunnahkan
(mustahab) untuk mandi dengan air yang dicampur daun bidara karena dapat lebih
membersihkan kotoran (bau darah).
Tidak ada batas minimal masa nifas, jika kurang dari 40 hari darah tersebut
berhenti maka seorang wanita wajib mandi dan bersuci, kemudian shalat dan
dihalalkan atasnya apa-apa yang dihalalkan bagi wanita yang suci. Adapun
batasan maksimalnya, para ulama berbeda pendapat tentangnya.
6. Melahirkan
Mandi Wiladah yaitu Mandi disebabkan illat bersalin. Ini adalah satu
pendapat yang masyhur dalam Syafiiyah, antaranya dalam Kitab-kitab populer
mereka seperti: Fathul Muien, Kifayatul Akhyar dan Al Ghoyah wa Taqriib.
Permasalahan mandi wiladah dan nifas ini adalah khilaf pada tafsiran illat
(sebab) mandi bagi wanita: sama saja karena bersalin atau karena darah Nifas.
5
Fiqih 2 TPQ Semester II
1. Niat,
a. Niat
Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup sebatas
ucapan lisan sementara hatinya tidak konsentrasi. Tidak disyaratkan harus
dilafadzkan. Dalam Ianatut Thalibin salah satu buku rujukan bagi syafiiyyah di
Indonesia, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi asy-Syafii juga menegaskan,
6
Fiqih 2 TPQ Semester II
keledai-), Madzi, Darah haidh dan nifas, Semua bangkai najis kecuali empat
bangkai: Manusia, hewan yang hidup di air, belalang dan hewan yang darahnya
tidak mengalir, Liur anjing yang masih menempel di badannya.
Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun
atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib
mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
Karena sebenarnya tidak ada hubungan antara mandi dengan najis. Hadats
adalah sebuah hukum yang ditujukan pada tubuh seseorang dimana karena hukum
tersebut dia tidak boleh mengerjakan shalat. Dia terbagi menjadi dua: Hadats
akbar yaitu hadats yang hanya bisa diangkat dengan mandi junub, dan hadats
ashghar yaitu yang cukup diangkat dengan berwudhu atau yang biasa dikenal
dengan nama pembatal wudhu.
Adapun najis maka dia adalah semua perkara yang kotor dari kacamata
syariat, karenanya tidak semua hal yang kotor di mata manusia langsung
dikatakan najis, karena najis hanyalah yang dianggap kotor oleh syariat. Misalnya
tanah atau lumpur itu kotor di mata manusia, akan tetapi dia bukan najis karena
tidak dianggap kotor oleh syariat, bahkan tanah merupakan salah satu alat bersuci.
Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air, yaitu mengenai
rambut dan kulit.
Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan dengan air
itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan,
:
.
7
Fiqih 2 TPQ Semester II
Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut
kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub? Beliau
bersabda, Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu
tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.
(HR. Muslim)
1). Basmalah
)
. :
Segala perkara yang baik (menurut syara) yang tidak diawali di dalamnya
dengan Bismillahir rahmanir rahim, maka akan terputuslah (berkahnya).
(Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dari dua jalur. Ibnu Shalah berkata, Hadits
ini Hasan)
8
Fiqih 2 TPQ Semester II
Tambahan: Jika seorang telah wudhu sebelum mandi, dan disaat mandi ia tidak
melakukan hal-hal yang menyebabkan batalnya wudlu. Maka, ia tidak usah
wudlu lagi sehabis mandi.
9
Fiqih 2 TPQ Semester II
Mandi-Mandi Sunnah
:
.
Catatan penting yang perlu diperhatikan, mandi Jumat bukanlah syarat sahnya shalat
Jumat. Sebagaimana dinyatakan oleh Al Khatthabi dan selainnya bahwa para ulama
sepakat (berijma), mandi Jumat bukanlah syarat sahnya shalat Jumat. Shalat
tersebut tetap sah walaupun tanpa mandi Jumat.
Mandi Jumat disyariatkan bagi orang yang menghadiri shalat Jumat dan bukan
karena hari tersebut adalah hari Jumat. Sehingga wanita atau anak-anak yang tidak
punya kewajiban untuk shalat Jumat, tidak terkena perintah ini. (Lihat Ar
Roudhotun Nadiyah)
Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda:
Jika salah seorang di antara kalian mendatangi shalat jumat maka hendaknya dia
mandi. (HR. Al-Bukhari dan Muslim
Hari raya yang dimaksudkan adalah Idul Fithri dan Idul Adha. Mandi ketika itu
disunnahkan. Dalil tentang hal ini adalah atsar sahabat yang menunjukkan
dianjurkannya mandi ketika hari raya yaitu dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Umar
yang dikenal yang sangat ittiba (meneladani) Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
10
Fiqih 2 TPQ Semester II
Seseorang pernah bertanya pada Ali radhiyallahu anhu mengenai mandi. Ali
menjawab, Mandilah setiap hari jika kamu mau. Orang tadi berkata, Bukan.
Maksudku, manakah mandi yang dianjurkan? Ali menjawab, Mandi pada hari
Jumat, hari Arofah, hari Idul Adha dan Idul Fithri. (HR. Al Baihaqi 3/278.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat Al Irwa
1/177)
Dari Nafi, (ia berkata bahwa) Abdullah bin Umar biasa mandi di hari Idul Fithri
sebelum ia berangkat pagi-pagi ke tanah lapang. (HR. Malik dalam Muwatha. An
Nawawi menyatakan bahwa atsar ini shahih)
Dalam hal ini, mandi disunnahkan sebelum berangkat shalat, berdasarkan kiyas
kepada mandi untuk shalat jumat dan Ied.
Disunnahkan pula sebelum shalat gerhana matahari dan bulan untuk mandi. Adapun
dalilnya adalah kias kepada mandi pada hari jumat. Karena tujuannya sama, baik
dari segi disyariatkannya shalat berjamaah waktu itu, maupun karena berkumpulnya
orang banyak. Waktu mandi shalat gerhana matahari maupun bulan dimulai sejak
mulai terjadinya gerhana, dan berakhir dengan berakhirnya gerhana.
Dan disunnatkan pula mandi bagi orang yang baru saja memandikan mayit. Dari Abu
Hurairah, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
Hadits ini tidak diartikan sebagai mewajibkan, dikarenakan ada sabda Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam lainnya:
11
Fiqih 2 TPQ Semester II
)386/1 (
Para ulama berbeda pendapat apakah orang kafir yang masuk Islam wajib atau
disunnahkan untuk mandi. Namun hal penting yang harus diketahui bahwa di balik
perbedaan pendapat ini, mereka bersepakat bahwa orang kafir yang masuk Islam
disyariatkan untuk mandi.
Aku mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Aku ingin masuk Islam. Lantas
beliau memerintahkan aku mandi dengan air dan bidara. (Hadits shahih
diriwayatkan Abu Daud (355), at-Tirmidziy (605), an-Nasa-iy (1/109), dan
Ahmad (34/216).
Demikian pula hadits Abu Hurairah Radhiallahu Anhu tentang masuk Islamnya
Tsumamah bin Atsal Radhiallahu Anhu, di mana Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam
memerintahkannya untuk mandi. (Diriwayatkan Abdurrazzaq dan asalnya
muttafaqun alaihi. Lihat Bulughul Maram pada kitab at-Thaharah bab al-
Ghasl wa Hukmu al-Junb)
Dianjurkannya hal ini berdasarkan hadits Aisyah Radhiallahu Anha dalam hadits
yang cukup panjang.
Dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah berkata, Aku masuk menemui Aisyah
aku lalu berkata kepadanya, Maukah engkau menceritakan kepadaku tentang
peristiwa yang pernah terjadi ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sedang
sakit? Aisyah menjawab, Ya. Pernah suatu hari ketika sakit Nabi Shallallahu
Alaihi Wasallam semakin berat, beliau bertanya: Apakah orang-orang sudah
shalat? Kami menjawab, Belum, mereka masih menunggu tuan. Beliau pun
bersabda, Kalau begitu, bawakan aku air dalam bejana. Maka kami pun
melaksanakan apa yang diminta beliau. Beliau lalu mandi, lalu berusaha berdiri dan
berangkat, namun beliau jatuh pingsan. Ketika sudah sadarkan diri, beliau kembali
bertanya, Apakah orang-orang sudah shalat? Kami menjawab, Belum wahai
Rasulullah, mereka masih menunggu tuan. Kemudian beliau berkata lagi, Bawakan
aku air dalam bejana. Beliau lalu duduk dan mandi. Kemudian beliau berusaha
untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan
diri kembali, beliau berkata, Apakah orang-orang sudah shalat? Kami menjawab
12
Fiqih 2 TPQ Semester II
lagi, Belum wahai Rasulullah, mereka masih menunggu tuan. Kemudian beliau
berkata lagi, Bawakan aku air dalam bejana. Beliau lalu duduk dan mandi.
Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh dan
pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri, beliau pun bersabda, Apakah orang-orang
sudah shalat? Saat itu orang-orang sudah menunggu Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam di masjid untuk shalat Isya di waktu yang akhir. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dalilnya ialah sebuah hadits yang telah diriwayatkan oleh Tirmidzi, dari Zaid bin
Tsabit al-Anshari Radhiallahu Anhu:
Bahawasanya Zaid bin Thabit telah melihat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam
menanggalkan pakaiannya kerana hendak memakai ihram dan mengucap talbiah
dengan suara yang nyaring dan mandi ihram. (HR. Tirmidzi)
Bahwasanya Ibnu Umar Radhiallahu Anhu tidak memasuki kota Mekah sebelum
bermalam di Dzu Thuwa sampai pagi, lalu mandi. Kemudian, barulah masuk ke kota
Mekah siang harinya. Dan pernah ia bercerita tentang Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam, bahwa beliau melakukan hal seperti itu. (HR. al-Bukhari dan Muslim,
sedang lafazh hadits ini menurut Muslim)
Bahwasanya Ali Radhiallahu Anhu mandi pada hari raya Fithri dan Adhha, hari
jumat, hari Arafah, dan apabila hendak berihram).
13
Fiqih 2 TPQ Semester II
p. Mandi untuk saI (Berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa 7 kali)
Dikiaskan kepada mandi yang mustahab sebelum memasuki kota Mekah. Sebab,
masing-masing adalah negeri yang dimuliakan.
(shl/darussalam)
14