You are on page 1of 14

Fiqih 2 TPQ Semester II

MANDI WAJIB

Mandi adalah mengalirkan air suci mensucikan ke seluruh tubuh. Dasar hukumnya
adalah firman Allah:

dan jika kamu junub maka mandilah (QS Al Maidah: 6)

Perkara yang mewajibkan mandi itu ada 6, yaitu:

Tiga diantaranya berlaku sama bagi pria maupun wanita, yaitu:

1. Bertemunya dua jenis kemaluan (bersetubuh),

2. Keluarnya mani,

3. Mati (bukan mati syahid). Dan

Tiga lainnya khusus bagi wanita:

4. Haidh,

5. Nifas,

6. Melahirkan

1. Bertemunya dua jenis kemaluan (jima)

Sesungguhnya agama Islam sangat memperhatikan kebersihan dan kesucian


dengan perhatian yang sempurna. Diluar islam, tidak ada yang mengatur perihal
mandi bagi para pengikutnya. Perhatian Islam atas kesucian merupakan bukti
otentik tentang konsistensi Islam atas kebersihan. Dan bahwa Islam adalah peri
hidup yang paling unggul dalam urusan keindahan dan kebersihan. Dalam syariat
Islam, kita mengenal beberapa jenis perintah yang terkait dengan menjaga diri
dari kotoran, najis dan hal hal yang tidak suci. Meski wudhu, mandi dan
membersihkan najis termasuk perkara ritual, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
semua itu berhubungan dengan kebersihan.

Jika seorang suami menyetubuhi istrinya, maka ia wajib mandi. Seseorang


dikatakan berjima, jika ia memasukkan pucuk dzakarnya ke dalam farji istrinya.
Manakala pucuk dzakarnya telah masuk farji istrinya ia diwajibkan mandi,
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:

1
Fiqih 2 TPQ Semester II

Dari Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya berkata, Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Jika dua khitan bertemu dan kepala
dzakar (penis) laki-laki tersembunyi dalam kemaluan wanita, maka wajib mandi.
(HR. Ibnu Majah)

Jika seorang laki-laki (suami) duduk di antara empat cabang (kedua kaki
dan kedua tangan) istrinya, kemudian menyetubuhinya maka sungguh ia telah
diwajibkan mandi, sekalipun tidak mengeluarkan mani. (HR. Bukhari dan
Muslim)

Sungguh, betapa banyaknya orang yang tidak mengetahui hukum jima


dengan tidak mengeluarkan mani seperti ini. Diantara mereka ada yang sudah
berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan tidak mandi jinabat, padahal ia
bersetubuh dengan istrinya tanpa mengeluarkan mani.

Sebagai seorang muslim wajib mengetahui permasalahan di atas dan


mengetahui batas-batas yang diperintahkan Rasul-Nya. Misalnya, jika seorang
suami bersetubuh dengan istrinya sekalipun tidak keluar mani, ia tetap wajib
mandi begitu pula istrinya.

Adapun pengertian atau definisi daripada Mandi wajib Islam adalah mandi
dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan
mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki.

Adapun tujuan daripada mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadats


besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah shalat.

2. Keluarnya mani

Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.

Air itu dikarenakan air. (HR. Muslim)

Maksudnya, mandi itu diwajibkan karena keluarnya air mani.

Mani lelaki berbentuk cairan pekat berwarna putih, adapun mani wanita encer
berwarna kuning. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Ummu Sulaim
Radhiallahu Anha bahwa ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam tentang seorang wanita yang bermimpi dalam tidur sebagaimana yang
dialami kaum pria (mimpi basah).

2
Fiqih 2 TPQ Semester II

Rasul bersabda: Jika ia melihat keluarnya mani maka wajib mandi.

Dengan malu-malu Ummu Sulaim Radhiallahu Anha bertanya: Apakah seorang


wanita juga mengalaminya (mimpi basah)? Rasul menjawab: Kalau begitu
bagaimana mungkin seorang anak bisa mirip ibunya? Sesungguhnya mani pria itu
pekat berwarna putih dan mani wanita encer berwarna kuning, siapa saja di antara
keduanya yang lebih awal atau lebih dominan maka kemiripan akan condong
kepadanya. (Muttafaqun Alaihi)

Beberapa karakteristik yang dijadikan patokan dalam mengenal mani adalah:

a) Memancar akibat dorongan syahwat disertai rasa lemah setelahnya.

b) Baunya seperti bau mayang kurma sebagaimana yang telah dijelaskan.

c) Keluarnya dengan memancar sedikit demi sedikit.

Salah satu dari ketiga karakteristik tersebut cukup untuk menentukan apakah yang
keluar itu mani ataukah bukan. Jika tidak ditemukan salah satu dari ketiga
karakter di atas maka tidak boleh dihukumi sebagai mani karena dengan begitu
hampir bisa dipastikan bahwa ia bukan mani. Ini berkaitan dengan mani pria.
Adapun mani wanita warnanya kuning dan encer. Kadangkala warnanya putih
bila kekuatannya melebihi kadar rata-rata.

Ada dua karakteristik yang jadi patokan dalam menentukan mani wanita.

a) Baunya seperti bau mani pria.

b) Nikmat saat mengeluarkannya dan merasakan lemah setelah itu.

3. Meninggal (bukan mati syahid)

Menurut sebagian ulama diantara hal yang mewajibkan mandi adalah mati,
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kepada wanita-wanita yang
sedang memandikan jenazah putri beliau:

Mandikanlah ia tiga kali, lima kali, tujuh kali ataupun lebih dari itu, jika
memang baik menurut pendapat-pendapatmu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berkenaan


dengan seorang laki-laki yang terlontar dari untanya sehingga menyebabkan dia
meninggal dunia:

3
Fiqih 2 TPQ Semester II

Mandikanlah ia dengan air yang dicampur daun bidara, dan kafanilah dengan
dua lembar kain. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari nash-nash hadits di atas para ulama berkata: Jenazah itu wajib
dimandikan, namun kewajiban ini berlaku bagi orang yang masih hidup, dan
merekalah yang menjadi sasaran perintah dalam memandikan jenazah, karena
orang mati sudah terputus beban taklifnya.

4. Haidh

Seorang wanita jika telah suci dari haidhnya, ia diwajibkan mandi,


sebagaimana firman Allah Taala:




)222 : (

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adalah


suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. (Al-Baqarah: 222)

Batasan waktu menjauhi dan tidak mendekati istri yang haidh adalah, {
} sampai mereka suci, yaitu, darah mereka telah berhenti, maka apabila

darah mereka telah berhenti, hilanglah penghalang yang berlaku saat darah masih
mengalir.

Syarat kehalalannya ada dua, terputusnya darah dan mandi suci darinya.
Ketika darahnya berhenti lenyaplah syarat pertama hingga tersisa syarat kedua.
Maka oleh karena itu Allah berfirman, { } Apabila mereka telah suci,
maksudnya mereka telah mandi, { } maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu, yaitu pada kemaluan
depan dan bukan lubang bagian belakang, karena bagian itu adalah tempatnya
bersenggama, ayat ini merupakan dalil atas wajibnya mandi bagi seorang wanita
yang haidh dan bahwasanya terputusnya darah adalah syarat sahnya mandi. Inilah
pendapat jumhur ulama

Dan tatkala larangan tersebut merupakan kasih sayang dari Allah Taala
kepada hamba-hambaNya dan pemeliharaan dari kotoran, maka Allah berfirman,
{ } Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat,
yaitu dari dosa-dosa mereka secara terus menerus, { }
dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri, yaitu yang bersuci dari dosa-dosa,
dan ini mencakup segala macam bersuci dari yang bersifat matrial seperti dari
najis maupun hadats.

4
Fiqih 2 TPQ Semester II

5. Nifas (darah yang menyertai kelahiran)

Darah ini tentu saja paling mudah untuk dikenali, karena penyebabnya
sudah pasti, yaitu karena adanya proses persalinan. Syaikh Ibnu Utsaimin
Rahimahullahu mengatakan bahwa darah nifas itu adalah darah yang keluar
karena persalinan, baik itu bersamaan dengan proses persalinan ataupun sebelum
dan sesudah persalinan tersebut yang umumnya disertai rasa sakit. Pendapat ini
senada dengan pendapat Imam Ibnu Taimiyah yang mengemukakan bahwa darah
yang keluar dengan rasa sakit dan disertai oleh proses persalinan adalah darah
nifas, sedangkan bila tidak ada proses persalinan, maka itu bukan nifas.

Wanita yang selesai nifas, diwajibkan mandi. Berdasarkan perintah Nabi


Shallallahu Alaihi Wasallam kepada seorang wanita mustahadhah, apabila telah
sesuai dengan hari berhenti haidhnya hendaknya ia mandi. (Lihat, hadits Bukhari
dan Muslim, kitab al-Haidh)

Cara mandi wanita haidh dan wanita nifas sama dengan cara mandi wanita
jinabah. Hanya saja menurut sebagian ulama, bagi wanita haidh disunnahkan
(mustahab) untuk mandi dengan air yang dicampur daun bidara karena dapat lebih
membersihkan kotoran (bau darah).

Tidak ada batas minimal masa nifas, jika kurang dari 40 hari darah tersebut
berhenti maka seorang wanita wajib mandi dan bersuci, kemudian shalat dan
dihalalkan atasnya apa-apa yang dihalalkan bagi wanita yang suci. Adapun
batasan maksimalnya, para ulama berbeda pendapat tentangnya.

6. Melahirkan

Mandi Wiladah yaitu Mandi disebabkan illat bersalin. Ini adalah satu
pendapat yang masyhur dalam Syafiiyah, antaranya dalam Kitab-kitab populer
mereka seperti: Fathul Muien, Kifayatul Akhyar dan Al Ghoyah wa Taqriib.

Ini dinamakan mandi wajib karena bersalin, kemudian dikenakan juga


mandi karena selesainya Nifas (40 hari). Tapi mandi yang disyariatkan menurut
pendapat Jumhur ialah mandi Nifas saja. Jika bersalin tanpa darah atau bersalin
secara Caesar tanpa ada darah, maka menurut Hanabilah dan fatwa-fatwa seperti
Lajnah Daimah tidak wajib mandi, sebab illat mandi ialah adanya Nifas (bila
kering nifas, barulah mandi)

Permasalahan mandi wiladah dan nifas ini adalah khilaf pada tafsiran illat
(sebab) mandi bagi wanita: sama saja karena bersalin atau karena darah Nifas.

5
Fiqih 2 TPQ Semester II

Tiga Fardhu Mandi

Fardhu-fardhu mandi itu ada 3 hal, yaitu:

1. Niat,

2. Menghilangkan najis jika najis itu terdapat pada tubuhnya,

3. Meratakan air ke seluruh rambut dan kulit.

a. Niat

Para ulama mengatakan bahwa di antara fungsi niat adalah untuk


membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan manakah ibadah. Dan niat
letaknya di dalam hati. Dalam hal mandi tentu saja mesti dibedakan dengan mandi
biasa. Pembedanya adalah niat. Dalam hadits dari Umar bin Al Khattab, Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. (HR. Bukhari


dan Muslim)

Ulama Syafiiyyah seperti Imam An-Nawawi Rahimahullahu menyatakan,

Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup sebatas
ucapan lisan sementara hatinya tidak konsentrasi. Tidak disyaratkan harus
dilafadzkan. Dalam Ianatut Thalibin salah satu buku rujukan bagi syafiiyyah di
Indonesia, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi asy-Syafii juga menegaskan,

Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan diri


dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh dilakukan.
(Ianatut Thalibin)

b. Menghilangkan najis jika najis itu terdapat pada tubuhnya

Menghilangkan najis dari badan sesungguhnya merupakan syarat sahnya


mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan
sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis seperti; Kencing dan tinja
manusia, Rautsah (tinja kuda, keledai dan baghal -peranakan dari kuda dan

6
Fiqih 2 TPQ Semester II

keledai-), Madzi, Darah haidh dan nifas, Semua bangkai najis kecuali empat
bangkai: Manusia, hewan yang hidup di air, belalang dan hewan yang darahnya
tidak mengalir, Liur anjing yang masih menempel di badannya.

Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun
atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib
mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.

Perbedaan Hadats dan Najis

Karena sebenarnya tidak ada hubungan antara mandi dengan najis. Hadats
adalah sebuah hukum yang ditujukan pada tubuh seseorang dimana karena hukum
tersebut dia tidak boleh mengerjakan shalat. Dia terbagi menjadi dua: Hadats
akbar yaitu hadats yang hanya bisa diangkat dengan mandi junub, dan hadats
ashghar yaitu yang cukup diangkat dengan berwudhu atau yang biasa dikenal
dengan nama pembatal wudhu.

Adapun najis maka dia adalah semua perkara yang kotor dari kacamata
syariat, karenanya tidak semua hal yang kotor di mata manusia langsung
dikatakan najis, karena najis hanyalah yang dianggap kotor oleh syariat. Misalnya
tanah atau lumpur itu kotor di mata manusia, akan tetapi dia bukan najis karena
tidak dianggap kotor oleh syariat, bahkan tanah merupakan salah satu alat bersuci.

c. Meratakan air ke seluruh rambut dan kulit

Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air, yaitu mengenai
rambut dan kulit.

Inilah yang diterangkan dalam banyak hadits Nabi Shallallahu Alaihi


Wasallam. Diantaranya adalah hadits Dari Aisyah Radhiallahu Anha berkata,
Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bila mandi janabah (junub),
beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya, kemudian wudlu,
sebagaimana wudlunya ketika hendak shalat. Kemudian memasukkan jari-jarinya
ke dalam air dan menyela-nyela pangkal rambutnya. Lalu menuangkan air di atas
kepalanya tiga kali dengan cidukan kedua tangannya. Kemudian mengalirkan air
ke seluruh kulit (tubuh) nya. (Muttafaq Alaih)

Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan, Penguatan makna dalam hadits ini


menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.

Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan dengan air
itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan,



:

.

7
Fiqih 2 TPQ Semester II

Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut
kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub? Beliau
bersabda, Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu
tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.
(HR. Muslim)

Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya dianggap


sah, asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi seseorang yang
mandi di pancuran atau shower dan air mengenai seluruh tubuhnya, maka
mandinya sudah dianggap sah.

Lima Sunnah Mandi

Sunnah-sunnahnya mandi itu ada 5, yaitu: 1. Membaca basmalah, 2. Wudhu sebelum


mandi, 3. Menggosokkan tangan ke seluruh permukaan tubuh, 4. Bersambung tiada
henti (terputus), 5. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri.

1). Basmalah

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

)
. :

Segala perkara yang baik (menurut syara) yang tidak diawali di dalamnya
dengan Bismillahir rahmanir rahim, maka akan terputuslah (berkahnya).
(Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dari dua jalur. Ibnu Shalah berkata, Hadits
ini Hasan)

2). Wudhu (terlebih dahulu sebelum mandi),

Berdasarkan hadits pada bab fardhu-fardhu mandi.

3). Menjalankan (menggosokkan) tangan ke seluruh tubuh.

Menghindari pertentangan pendapat orang yang mewajibkannya, yaitu pendapat


ulama madzhab maliki.

4). Beruntun atau berturut-turut

Sebagaimana keterangan pada bab wudhu. Yakni berturutan dalam mensucikan


(membasuh/mengusap) anggota-anggota wudhu, selagi basuhan pertama belum
kering ketika beralih ke basuhan selanjutnya.

5). Mendahulukan bagian badan yang kanan daripada yang kiri.

8
Fiqih 2 TPQ Semester II

Aisyah Radhiallahu Anha berkata,

Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menyukai mendahulukan yang kanan dalam


segala hal, dalam bersuci (mandi/wudhu), menyisir dan memakai sandal. (HR.
Syaikhan)

Tambahan: Jika seorang telah wudhu sebelum mandi, dan disaat mandi ia tidak
melakukan hal-hal yang menyebabkan batalnya wudlu. Maka, ia tidak usah
wudlu lagi sehabis mandi.

Kebiasaan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam jika beliau mandi junub


adalah: Beliau memulainya dengan mencuci kedua tangan beliau, kemudian
beliau menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri lalu mencuci
kemaluanya, kemudian beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat, kemudian
beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jemarinya ke semua pangkal
rambut. Sampai setelah beliau memandang bahwa airnya sudah merata
mengenai semua rambut beliau, beliau lalu menyiram kepalanya sebanyak tiga
kali tuangan, kemudian beliau mencuci seluruh tubuh beliau, kemudian akhirnya
mencuci kedua kaki beliau. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

9
Fiqih 2 TPQ Semester II

Mandi-Mandi Sunnah

:


.

(Pasal) Mandi-mandi sunnah itu ada 17, yaitu:

a. Mandi (untuk shalat) Jumat

Mandi Jumat disunnahkan menurut mayoritas ulama. Sedangkan ulama lainnya


mewajibkan hal ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya mandi Jumat tidak
ditinggalkan. Inilah pilihan yang lebih selamat ketika menghadapi perselisihan ulama
yang ada.

Catatan penting yang perlu diperhatikan, mandi Jumat bukanlah syarat sahnya shalat
Jumat. Sebagaimana dinyatakan oleh Al Khatthabi dan selainnya bahwa para ulama
sepakat (berijma), mandi Jumat bukanlah syarat sahnya shalat Jumat. Shalat
tersebut tetap sah walaupun tanpa mandi Jumat.

Mandi Jumat disyariatkan bagi orang yang menghadiri shalat Jumat dan bukan
karena hari tersebut adalah hari Jumat. Sehingga wanita atau anak-anak yang tidak
punya kewajiban untuk shalat Jumat, tidak terkena perintah ini. (Lihat Ar
Roudhotun Nadiyah)

Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda:

Jika salah seorang di antara kalian mendatangi shalat jumat maka hendaknya dia
mandi. (HR. Al-Bukhari dan Muslim

b. Mandi pada hari Idul Fitri dan Idul Adha

Hari raya yang dimaksudkan adalah Idul Fithri dan Idul Adha. Mandi ketika itu
disunnahkan. Dalil tentang hal ini adalah atsar sahabat yang menunjukkan
dianjurkannya mandi ketika hari raya yaitu dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Umar
yang dikenal yang sangat ittiba (meneladani) Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.

10
Fiqih 2 TPQ Semester II

Riwayat dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu,

Seseorang pernah bertanya pada Ali radhiyallahu anhu mengenai mandi. Ali
menjawab, Mandilah setiap hari jika kamu mau. Orang tadi berkata, Bukan.
Maksudku, manakah mandi yang dianjurkan? Ali menjawab, Mandi pada hari
Jumat, hari Arofah, hari Idul Adha dan Idul Fithri. (HR. Al Baihaqi 3/278.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat Al Irwa
1/177)

Riwayat Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma,

Dari Nafi, (ia berkata bahwa) Abdullah bin Umar biasa mandi di hari Idul Fithri
sebelum ia berangkat pagi-pagi ke tanah lapang. (HR. Malik dalam Muwatha. An
Nawawi menyatakan bahwa atsar ini shahih)

c. Mandi ketika hendak shalat Istisqaa (shalat mohon hujan)

Dalam hal ini, mandi disunnahkan sebelum berangkat shalat, berdasarkan kiyas
kepada mandi untuk shalat jumat dan Ied.

d. Mandi ketika hendak shalat gerhana bulan (shalat Khusuuf)

e. Mandi ketika hendak shalat gerhana matahari (shalat Kusuuf)

Disunnahkan pula sebelum shalat gerhana matahari dan bulan untuk mandi. Adapun
dalilnya adalah kias kepada mandi pada hari jumat. Karena tujuannya sama, baik
dari segi disyariatkannya shalat berjamaah waktu itu, maupun karena berkumpulnya
orang banyak. Waktu mandi shalat gerhana matahari maupun bulan dimulai sejak
mulai terjadinya gerhana, dan berakhir dengan berakhirnya gerhana.

f. Mandi sehabis memandikan mayit

Dan disunnatkan pula mandi bagi orang yang baru saja memandikan mayit. Dari Abu
Hurairah, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

Barangsiapa memandikan mayit, maka hendaklah ia mandi. Barangsiapa yang


memikulnya, hendaklah ia berwudhu. (HR. Abu Daud no. 3161. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Hadits ini tidak diartikan sebagai mewajibkan, dikarenakan ada sabda Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam lainnya:

11
Fiqih 2 TPQ Semester II

)386/1 (

Kamu sekalian tidak berkewajiban mandi berkenaan dengan memandikan mayit


kamu, apabila kamu telah memandikannya. (HR. al-Hakim)

g. Mandi bagi orang kafir ketika masuk Islam

Para ulama berbeda pendapat apakah orang kafir yang masuk Islam wajib atau
disunnahkan untuk mandi. Namun hal penting yang harus diketahui bahwa di balik
perbedaan pendapat ini, mereka bersepakat bahwa orang kafir yang masuk Islam
disyariatkan untuk mandi.

Berdasarkan dalil hadits Qais bin Ashim Radhiallahu Anhu,

Aku mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Aku ingin masuk Islam. Lantas
beliau memerintahkan aku mandi dengan air dan bidara. (Hadits shahih
diriwayatkan Abu Daud (355), at-Tirmidziy (605), an-Nasa-iy (1/109), dan
Ahmad (34/216).

Demikian pula hadits Abu Hurairah Radhiallahu Anhu tentang masuk Islamnya
Tsumamah bin Atsal Radhiallahu Anhu, di mana Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam
memerintahkannya untuk mandi. (Diriwayatkan Abdurrazzaq dan asalnya
muttafaqun alaihi. Lihat Bulughul Maram pada kitab at-Thaharah bab al-
Ghasl wa Hukmu al-Junb)

h. Mandi bagi orang gila setelah sembuh

i. Mandi bagi orang pingsan setelah sadarnya

Dianjurkannya hal ini berdasarkan hadits Aisyah Radhiallahu Anha dalam hadits
yang cukup panjang.

Dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah berkata, Aku masuk menemui Aisyah
aku lalu berkata kepadanya, Maukah engkau menceritakan kepadaku tentang
peristiwa yang pernah terjadi ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sedang
sakit? Aisyah menjawab, Ya. Pernah suatu hari ketika sakit Nabi Shallallahu
Alaihi Wasallam semakin berat, beliau bertanya: Apakah orang-orang sudah
shalat? Kami menjawab, Belum, mereka masih menunggu tuan. Beliau pun
bersabda, Kalau begitu, bawakan aku air dalam bejana. Maka kami pun
melaksanakan apa yang diminta beliau. Beliau lalu mandi, lalu berusaha berdiri dan
berangkat, namun beliau jatuh pingsan. Ketika sudah sadarkan diri, beliau kembali
bertanya, Apakah orang-orang sudah shalat? Kami menjawab, Belum wahai
Rasulullah, mereka masih menunggu tuan. Kemudian beliau berkata lagi, Bawakan
aku air dalam bejana. Beliau lalu duduk dan mandi. Kemudian beliau berusaha
untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan
diri kembali, beliau berkata, Apakah orang-orang sudah shalat? Kami menjawab

12
Fiqih 2 TPQ Semester II

lagi, Belum wahai Rasulullah, mereka masih menunggu tuan. Kemudian beliau
berkata lagi, Bawakan aku air dalam bejana. Beliau lalu duduk dan mandi.
Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh dan
pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri, beliau pun bersabda, Apakah orang-orang
sudah shalat? Saat itu orang-orang sudah menunggu Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam di masjid untuk shalat Isya di waktu yang akhir. (HR. Bukhari dan
Muslim)

j. Mandi ketika hendak ihram (haji dan umrah)

Dalilnya ialah sebuah hadits yang telah diriwayatkan oleh Tirmidzi, dari Zaid bin
Tsabit al-Anshari Radhiallahu Anhu:

Bahawasanya Zaid bin Thabit telah melihat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam
menanggalkan pakaiannya kerana hendak memakai ihram dan mengucap talbiah
dengan suara yang nyaring dan mandi ihram. (HR. Tirmidzi)

k. Mandi ketika hendak masuk Makkah

Dalilnya ialah atsar berikut:

Bahwasanya Ibnu Umar Radhiallahu Anhu tidak memasuki kota Mekah sebelum
bermalam di Dzu Thuwa sampai pagi, lalu mandi. Kemudian, barulah masuk ke kota
Mekah siang harinya. Dan pernah ia bercerita tentang Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam, bahwa beliau melakukan hal seperti itu. (HR. al-Bukhari dan Muslim,
sedang lafazh hadits ini menurut Muslim)

l. Mandi ketika hendak wuquf di Arafah

Sesudah tergelincir matahari. Dan yang terbaik hendaklah dilakukan di Namirah


dekat Arafah. Sedang dalilnya ialah:

Bahwasanya Ali Radhiallahu Anhu mandi pada hari raya Fithri dan Adhha, hari
jumat, hari Arafah, dan apabila hendak berihram).

Sedang Malik dalam Muwaththanya (1/322) meriwayatkan dari Nafi:

13
Fiqih 2 TPQ Semester II

Bahwasanya Abdullah bin Umar Radhiallahu Anhuma mandi untuk ihramnya


sebelum berihram, dan juga ketika hendak memasuki kota Mekah, dan ketika hendak
berwuquf pada sore hari Arafah.

m. Mandi ketika hendak bermalam di Muzdalifah

n. Mandi untuk melemparkan jumrah yang 3

o. Mandi untuk thawaf (Thawaf quddum, ifaadhah dan wadaa)

p. Mandi untuk saI (Berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa 7 kali)

Mandi ketika hendak bermalam di Muzdalifah, Mandi untuk melemparkan jumrah


yang 3, Mandi untuk thawaf (Thawaf quddum, ifaadhah dan wadaa), Mandi untuk
saI (Berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa 7 kali) dikiyaskan oleh
pengarang Matan Abi Syuja kepada mandi jumat, shalat Id karena itu semua
merupakan tempat-tempat berkumpulnya orang banyak. Tapi kiyas ini lemah.

q. Mandi untuk masuk kota Madinah

Dikiaskan kepada mandi yang mustahab sebelum memasuki kota Mekah. Sebab,
masing-masing adalah negeri yang dimuliakan.

Insya Allah bersambung..

Wallahu Taala Alam

Disampaikan pada kajian Muslimah.

(shl/darussalam)

- See more at: http://darussalam-online.com/kajian/perkara-yang-mewajibkan-mandi-


wajib-dan-sunnah-dalam-mandi-dan-mandi-mandi-sunnah/#sthash.7AcXoj0p.dpuf

14

You might also like