You are on page 1of 25

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM II

ISOLASI SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BUAH


MANGGIS
(Garcinia mangostana L.)

OLEH

Mifta Hul Jannah

1211013007

Shift : Selasa Pagi

LABORATORIUM KIMIA BAHAN ALAM


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Garcinia mangostana L.

1.1.Tinjauan Botani
1.1.1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Clusiaceae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L. (Backer,1963).

1.1.2. Karakterisasi/ morfologi


Pohon
Pohon mencapai tinggi 10-25 meter. Diameter batang 25-35 cm dan kulit
batang biasanya berwarna coklat gelap atau hampir hitam, kasar dan
cenderung mengelupas. Getah manggis berwarna kuning dan terdapat
pada semua jaringan utama tanaman (Shabella, 2011).
Batang
Manggis merupakan pohon dengan tinggi 6-20 m. Batang tegak, batang
pokok jelas, kulit batang berwarna cokelat, dan memiliki getah berwarna
kuning.
Daun
Daun manggis merupakan daun tunggal, lonjong, ujung runcing, pangkal
tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 20-25 cm, lebar 6-9 cm,
tebal, tngkai silindris, hijau (Hutapea, 1994).
Buah
Buah manggis berbentuk bulat atau agak pipih dengan diameter 3,5-8
cm. Berat buah bervariasi sekitar 75-150 gram, tergantung pada umur
pohon dan daerah geografisnya. Tebal kulit buah berkisar antara 0,8-1
cm, berwarna keunguan dan biasanya mengandung cairan kuning yang
rasanya pahit (Shabella, 2011).
Bentuk buah bulat dengan diameter 4-7 cm dan panjang 4-8 cm. Buah
yang telah matang kulitnya akan berwarna ungu. Bila dibelah kulit
sebelah dalam akan berwarna merah lembayung. Daging buah manggis
diperkirakan 1/3 dari total bobot buah. Tiap buah terdiri dari 4-8 segmen
aril dengan 1-2 segmen yang lebih besar karena mengandung biji
apomiksis (Nakasone dan Paul., 1999).
Buah berbentuk agak gepeng bulat, garis tengah 3,5-7 cm, berwarna ungu
tua, dengan kepala putik duduk (tetap), serta kelopak tetap, dinding buah
tebal, berdaging, dan warna ungu dengan getah kuning. Biji 1-3 yang
diselimuti oleh selaput biji yang tebal dan berair, berwarna putih, serta
dapat dimakan (termasuk biji yang gagal tumbuh sempuran).
(Steenis,1947)
Biji
Berat biji bervariasi antara 0,1-2,2 gram (Shabella, 2011).
Bunga
Bunga manggis tunggal, berkelamin dua, di ketiek daun, tangkai
silindris, panjang 1-2 cm, benang sari kuning, putiksatu putih, kuning.
Akarnya tunggang, putih kecoklatan (Hutapea, 1994).
Letak bunga tanaman manggis adalah terminal. Mahkota (petal) bunga
berwarna hijau dan mempunyai stigma 4-8 (Nakasone dan Paul, 1999).

Habitat
Habitat : banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan Asia
Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, Vietnam dan
Kamboja (Hartanto, 2011).
Tumbuhan manggis tersebar luas di Indonesia, baik di habitat alami
maupun yang dibudidayakan, tumbuhan ini dapat ditemukan sampai
ketinggian 600 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 20-
30C (Mardiana, 2011).

1.1.3. Nama daerah, nama ilmiah, dan nama luar negeri


Nama daerah :
Manggu (Jawa Barat),
Manggus (Lampung),
Manggusto (Sulawesi Utara),
Manggista (Sumatera Barat),
Manggoita (Aceh),
Manggustan (Maluku).

Nama ilmiah :
Manggis : Garcinia mangostana L.

Nama luar negeri :


Inggris: Mangosteen
Melayu: Manggis
Vietnam: Mang Cut
Thailand: Mangkhut
Philipina: Manggis
Kamboja: Mongkhut
Spanyol: Mangostan
Perancis: Mangostanien

1.2. Kandungan kimia


Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Pradipta dkk. (2007),
diketahui bahwa kulit buah manggis ternyata memiliki kandungan
senyawa aktif yang termasuk golongan xanthone. Kandungan kimia kulit
manggis adalah xanton, mangostin, garsinon, flavonoid ,epikatekin, dan
tannin (Heyne, 1997; Soedibyo, 1998). Xanthone ialah suatu bahan kimia
aktif dengan strukturnya yang terdiri dari 3 cincin dan ini menjadikannya
sangat stabil ketika berada dalam tubuh manusia (Anonim, 2009a).
Senyawa xanthone yang telah teridentifikasi diantaranya adalah 1,3,6-
trihidroksi-7-metoksi-2.8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on dan
1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)-9Hxanten-9-on. Keduanya
lebih dikenal dengan nama alfamangostin dan gamma-mangostin (Jinsart,
1992).
Senyawa fenolik adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
hidroksil yang menempel di cincin aromatic. Alpha-mangostin merupakan
contoh senyawa golongan fenolik yang diisolasi dari buah manggis. Kulit
buah manggis kaya akan pektin, tanin, zat warna hitam, dan zat antibiotik
xanthone (Verheij, 1997).
Adanya kandungan tanin menyebabkan rasa dari kulit manggis menjadi
sangat pahit. Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol
yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat
membentuk kompleks dengan protein. Senyawa tanin umumnya dapat
larut dengan pelarut dari polar sampai semipolar. (Verheij, 1997).

Xanthone
Menurut Obolskiy et al. (2009), xanthone merupakan kelas
utama phenol dalam tanaman. Xanthone memiliki kandungan
senyawa yang meliputi mangostin, mangostenol, mangostinon A,
mangostenon B, trapezifolixanthone, tovophyllin B, alpha-
mangostin, -mangostin, garcinon B, mangostanol, flavonoid
epicatechin, dan gartanin. Senyawa tersebut sangat bermanfaat
untuk kesehatan. Dari seluruh senyawa yang ada, turunan xanthone
berupa alpha-mangostin merupakan komponen yang paling
banyak terdapat pada kulit manggis. Selain jumlahnya yang lebih
banyak, alpha-mangostin juga memiliki aktivitas biologi yang
paling baik.

Alpha-mangostin

Alpha-mangostin adalah senyawa utama yang terdapat pada kulit


buah manggis yang memiliki kerangka struktur senyawa golongan
xanthon. Kandungan alpha-mangostin pada kulit buah manggis bersifat
sebagai antibakteri. Penjelasan selanjutnya tentang antibakteri dibahas
dalam bagian manfaat.
Selain itu, alpha-mangostin memiliki tingkat toksisitas yang sangat
rendah. Studi sebelumnya juga telah menemukan bahwa alpha-mangostin
memiliki sifat insektisida terhadap dipteran, coleopteran, dan hama
hemipteran (Larson et al., 2010).
Alfa-mangostin memiliki aktivitas antioksidan dan penangkal
radikal bebas. Berkaitan dengan fakta tersebut, alfa-mangostin mampu
menghambat proses oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL) yang
sangat berperan dalam aterosklerosis (Nugroho.,2011).
1.3.Manfaat
Studi fitokimia menunjukkan bahwa senyawa antioksidan dalam Kulit
Buah Manggis, terutama xanthone, antosianin dan kelompok senyawa
fenolik lainnya memiliki sifat fungsional dan manfaat untuk kesehatan
seperti antidiabetes, antikanker, antiinflamasi, meningkatkan kekebalan
tubuh, antibakteri, antifungi, antiplasmodial, dan sebagainya (Permana.,
2012).
Khasiat dan manfaat manggis yaitu berkhasiat mengobati diare, radang
amandel, keputihan, disentri, nyeri urat, sembelit, dan mengatasi haid yang
tidak teratur. Di samping itu dapat juga digunakan sebagai peluruh dahak
dan obat sakit gigi (Anonim, 2008). Xanton dilaporkan memiliki aktivitas
farmakologi sebagai antibakteri, antifungi, antiinflamasi, antileukimia,
antiagregasi platelet, selain itu xanton dapat menstimulasi sistem saraf
pusat dan memiliki antituberkolosis secara in vitro pada bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Bruneton, 1999 ; Sluis,1985).
Antioksidan
Moongkarndi et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah
manggis berpotensi sebagai antioksidan. Selanjutnya, Weecharangsan et
al. (2006) menindak-lanjuti hasil penelitian tersebut dengan melakukan
penelitian aktivitas antioksidan beberapa ekstrak kulit buah manggis yaitu
ekstrak air, etanol 50 dan 95%, serta etil asetat. Metode yang digunakan
adalah penangkapan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa semua potensi sebagai penangkal radikal
bebas, dan ekstrak air dan etanol mempunyai potensi lebih besar.
Berkaitan dengan aktivitas antioksidan tersebut, kedua ekstrak tersebut
juga mampu menunjukkan aktivitas neuroprotektif pada sel NG108-15.
Seiring dengan hasil tersebut, Jung et al. (2006) melakukan penelitian
aktivitas antioksidan dari semua senyawa kandungan kulit buah manggis.
Dari hasil skrining aktivitas antioksidan dari senyawa-senyawa tersebut,
yang menunjukkan aktivitas poten adalah : 8 hidroksikudraxanton,
gartanin, alpha-mangostin, gamma-mangostin dan smeathxanton
(Nugroho.,2011).
Antihistamin
Dalam reaksi alergi, komponen utama yang mengambil peran
penting adalah sel mast, beserta mediator-mediator yang dilepaskannya
yaitu histamin dan serotonin. Alergi disebabkan oleh respon imunitas
terhadap suatu antigen ataupun alergen yang berinteraksi dengan limfosit
B yang dapat memproduksi imunoglobulin E (IgE).
Imunoglubulin E yang diproduksi kemudian menempel pada
reseptor FceRI pada permukaan membran sel mast. Setelah adanya
interaksi kembali antara antigen-antibodi, akan merangsang sel mast untuk
melepaskan histamin (Kresno, 2001; Subowo, 1993). Berhubungan
dengan reaksi alergi atau pelepasan histamin tersebut, Chairungsrilerd et
al. (1996a, 1996b, 1998) melakukan pengujian ekstrak metanol kulit buah
manggis terhadap kontraksi aorta dada kelinci terisolasi yang diinduksi
oleh histamine maupun serotonin. Dari analisa komponen-komponen aktif
dari fraksi lanjutan hasil dari kromatografi gel silika, mengindikasikan
bahwa senyawa aktifnya adalah alfa dan gamma mangostin. Alfa
mangostin sendiri mampu menunjukkan aktivitas penghambatan kontraksi
trakea marmut terisolasi dan aorta torak kelinci terisolasi, yang diinduksi
simetidin, antagonis reseptor histamin H. Namun, senyawa tersebut tidak
menunjukkan aktivitas pada kontraksi yang diinduksi karbakol, penilefrin
dan KCl. Alfa mangostin juga mampu menghambat ikatan [3H]mepiramin
terhadap sel otot polos aorta tikus. Senyawa terakhir tersebut merupakan
antagonis spesifik bagi reseptor histamin H. Dari analisa kinetika ikatan
[3H]mepiramin mengindikasikan bahwa alfa mangostin menghambat
secara kompetitif. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa alfa mangostin
tersebut dikategorikan sebagai pengeblok reseptor histaminergik
khususnya H, sedangkan gamma mangostin sebagai pengeblok reseptor
serotonergik khususnya 5-hidroksitriptamin 2A atau 5HT. Lebih lanjut,
Nakatani et al. (2002a) melakukan penelitian ke arah mekanisme ekstrak
kulit buah manggis tersebut. Pada penelitian tersebut ekstrak kulit manggis
yaitu : etanol 100%, 70 %, 40% dan air, diuji terhadap sintesa
prostaglandin E dan pelepasan histamin. Ekstrak etanol 40%
menunjukkan efek paling poten dalam menghambat pelepasan histamin
dari sel 2H3RBL yang diperantarai IgE. Semua ekstrak kulit buah manggis
mampu menghambat sintesa PGE2 dari sel glioma tikus yang diinduksi
ionophore A23187. Pada reaksi anafilaksis kutaneus pasif, semua ekstrak
kulit manggis juga menunjukkan aktivitas penghambatan reaksi tersebut.
Dari penelitian ini, ekstrak etanol 40 % buah manggis adalah paling poten
dalam menghambat sintesa PGE dan pelepasan histamin. (Nugroho.,2011).
Antibakteri
Suksamranm et all (2003) bersama kelompoknya melakukan
penelitian tentang alfa mangostin, gamma mangostin dan garsinon B dari
kulit manggis yang dapat menghambat kuat terhadap bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya dalam mengobati penyakit
infeksi, masyarakat sering menggunakan obat antibiotik seperti
Tetracycline, Ampicillin, Amoxicillin atau antibiotik lainnya yang mudah
diperoleh. Namun pemakaian antibiotik secara berlebihan dan kurang
terarah dapat mengakibatkan terjadinya resistensi pada beberapa antibiotic
tertentu yang dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan penyakit
itu. Oleh karena itu untuk mengatasinya diperlukan bahan alami sebagai
alternatif pengobatan. Pada jurnal ini juga dilakukan skrining fitokimia
untuk memastikan komponen kimia yang terkandung dalam kulit manggis
dan aktivitasnya dalam menghambat xantin oksidase serta kemampuan
antibakterinya terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Ekstrak kulit manggis 100 ppm memiliki aktivitas antibakteri
terhadap E. coli dan S. aureus; daya hambat terhadap E. coli ini setara
dengan 24,41 ppm Tetracycline; 59,29 ppm Ampicillin dan 85,57 ppm
Amoxicillin; daya hambat terhadap S. aureus setara dengan 33,70 ppm
Tetracycline; 85,69 ppm Ampicillin dan 11,11 ppm Amoxicillin.
Berdasarkan skrining fitokimia ekstrak kulit manggis menunjukkan
bahwa kulit buah manggis mengandung saponin, tanin, polifenol,
flavonoid dan alkaloid. Saponin merupakan zat aktif yang dapat
meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel.
Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri, maka bakteri tersebut
akan rusak atau lisis. Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang
mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein, sehingga
mengganggu proses metabolisme. Tanin dalam konsentrasi rendah mampu
menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi
mampu bertindak sebagai antibakteri dengan cara mengkoagulasi atau
menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang stabil
dengan protein bakteri. Selain itu, pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Rahmah.,2012).

1.4.Teori
Fraksinasi
Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari
campuran (padat, cair,terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam
beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahanmenurut
kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot dari
tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedang
fraksi yang lebih ringan akan berada diatas.Fraksinasi bertingkat
biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton,
benzena,etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam
lemak, asam resin, lilin, tanin, danzat warna adalah bahan yang penting
dan dapat diekstraksi dengan pelarut organik (Adijuwanadan Nur
1989).
Fraksinasi bertingkat umumnya diawali dengan pelarut yang
kurang polar dan dilanjutkandengan pelarut yang lebih polar. Tingkat
polaritas pelarut dapat ditentukan dari nilai konstantadielektrik pelarut
(Lestari dan Pari 1990).
Empat tahapan fraksinasi bertingkat dengan menggunakan empat
macam pelarut yaitu:
(1) ekstraksi aseton
(2) fraksinasi n-heksan
(3) fraksinasi etil eter
(4)fraksinasi etil asetat (Lestari dan Pari 1990).
Macammacam proses fraksinasi:
a) Proses Fraksinasi Kering (Winterization)
Fraksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang
didasarkan pada berat molekul dankomposisi dari suatu material.
Proses ini lebih murah dibandingkan dengan proses yang
lain,namun hasil kemurnian fraksinasinya rendah.
b) Proses Fraksinasi Basah (Wet Fractination)
Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan
menggunakan zat pembasah (Wetting Agent) atau disebut juga
proses Hydrophilization atau
detergent proses. Hasil fraksi dari proses ini sama dengan proses
fraksinasi kering.
c) Proses Fraksinasi dengan menggunakan Solvent (pelarut)/ Solvent
Fractination
Ini adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan
pelarut. Dimana pelarut yang digunakanadalah aseton. Proses
fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi
lainnya karena menggunakan bahan pelarut
d) Proses Fraksinasi dengan Pengembunan (Fractional Condentation)
Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang
didasarkan pada titik didih dari sustu zat / bahan sehingga
dihasilkan suatu produk dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi
pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun
proses produksi lebih cepat dan kemurniannya lebih tinggi.

Vaccuum Rotary Evaporator


Vaccuum Rotary Evaporator adalah alat yang berfungsi untuk
memisahkan suatu larutan dari pelarutnya sehingga dihasilkan
ekstrak dengan kandungan kimia tertentu sesuai yang diinginkan
(Nugroho, et al. 1999).
Cairan yang ingin diuapkan biasanya ditempatkan dalam suatu labu
yang kemudian dipanaskan dengan bantuan penangas, dan diputar.
Uap cairan yang dihasilkan didinginkan oleh suatu pendingin
(kondensor) dan ditampung pada suatu tempat (receiver flask).
Kecepatan alat ini dalam melakukan evaporasi sangat cepat,
terutama bila dibantu oleh vakum. Terjadinya bumping dan
pembentukan busa juga dapat dihindari. Kelebihan lainnya dari alat
ini adalah diperolehnya kembali pelarut yang diuapkan (Nugroho,
et al. 1999).
Prinsip kerja alat ini didasarkan pada titik didih pelarut dan adanya
tekanan yang menyebabkan uap dari pelarut terkumpul di atas,
serta adanya kondensor (suhu dingin) yang menyebabkan uap ini
mengembun dan akhirnya jatuh ke tabung penerima (receiver
flask). Setelah pelarutnya diuapkan, akan dihasilkan ekstrak yang
dapat berbentuk padatan (solid) atau cairan (liquid). Biasanya
ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi awal ini (ekstraksi dari bahan
tumbuhan) disebut sebagai ekstrak kasar (crude extract) (Nugroho,
et al. 1999).

Kromatografi
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan tertentu dengan
menggunakan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan
tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara- cara
kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat- sifat dari fasa
gerak, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap
berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi
serapan (absorption chromatography) dan jika zat cair maka
kromatografi tersebut dikenal dengan kromatografi partisi
(partition chromatography) (Sastrohamidjojo,H.,1996).
Kromatografi Lapisan Tipis

Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) dapat dipakai dengan


dua tujuan:
dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil
kualitatif, kuantitatif dan preparatif.
dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga
yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau
kromatografi cair kinerja tinggi.

Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh


Egon Stahl dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas,
sehingga merupakan lapisan tipis. KLT merupakan kromatografi
serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena
bahan penyerap telah dilapisi air dari udara. Sistem ini segera
popular karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan
yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu, analisis cepat dan
daya pisah cukup baik (Sudjadi, 1986).

Pada hakikatnya Kromatografi Lapisan Tipis melibatkan


dua pengubah:

sifat fasa diam atau sifat lapisan


sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang.

Fasa diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai


permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi
sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair- cair).
Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering
berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem
kromatografi cair- cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai
sebagai penyerap pada KLT, yaitu: silika gel (asam silikat), alumina
(aluminium oksida), kiselgur (tanah diatome), dan selulosa. Fasa
gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran
pelarut (Sudjadi, 1986).

Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk


pemisahan dalam kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :
1. Silika gel
Ada beberapa jenis silika gel, yaitu :
a. Silika gel G
Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 % kalsium sulfat
sebagai perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion
logam, terutama ion besi. Kandungan ion besi dapat dihilangkan
dengan mengembangkan plat TLC silika gel G dengan sstem pelarut
metanol : asam HCl pekat 9 : 1(Keese,R. dkk, 1982).

b. Silika gel H

Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H
tidak menngandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai
untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida netral
(Keese,R. dkk, 1982).

c. Silika gel PF

Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian


rupa sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada plat ini dapat
mengadakan fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat
dikerjakan dengan menempatkan plat yang telah dikembangkan di
dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet yang
bergelombang pendek (Keese,R. dkk, 1982).

2. Alumina
Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh
peneliti dari Cekoslowakia, tidak sesering silika gel. Sebenarnya
alumina netral mempunyai kemampuan untuk memisahkan
bermacam-macam senyawa, seperti terpena, alkaloid, steroid, dan
senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai zat
perekat alumina tidak mengandung zat perekat, memepunyai sifat
alkalis dan dapat digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi
(Keese,R. dkk, 1982).
3. Kieselguhr
Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel
dan alumina, oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan
senyawa-senyawa polar (Adnan, M., 1997).
Menurut Markham, KLT memiliki peranan penting dalam metoda
pemisahan dan isolasi yaitu :

a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom

c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau


metilasi

d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi

e. Isolasi flavonoida murni skala kecil.

Prinsip Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan


partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak
(eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena
daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama
sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang
berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pemisahan (Sastrohamidjojo, 2001).

Prinsip Penampakan Noda

a. Pada UV 254 nm

Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan


sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu
UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV
dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi
cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi
dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke
keadaan semula sambil melepaskan energi (Sastrohamidjojo, 2001).

b. Pada UV 366 nm

Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan


berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor
yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi
cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi
dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan
semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada
lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
berfluororesensi pada sinar UV 366 nm (Sastrohamidjojo, 2001).
Harga Rf ( Retension factor)

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan


tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi
warna. Lazimnya identifikasi menggunakan harga Rf meskipun
harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan
pada kertas (Sastrohamidjojo, 2001).
Dapat didefenisikan sbb :

jarak yang ditempuh noda


Harga Rf adalah = jarak yang ditempuh eluen

(Sastrohamidjojo, 2001)
BAB II

PROSEDUR KERJA

2.1. Alat dan Bahan

Alat:
Wadah untuk maserasi,
corong,
botol 500 mL,
botol 100 mL,
vial,
pipet tetes
alat rotary evaporator,
chamber,
penotol.
Aluminium foil
Penangas air (Water bath)
plat KLT.

Bahan:
Kulit buah manggis kering (100 g),
n-heksan,
etil asetat,
2.2. Cara Kerja
Kulit buah manggis yang sudah digrinder ditimbang 150 gram.
Kemudian dimasukkan ke dalam botol 500mL dan dimaserasi dengan n-
heksan. Tutup dengan penutup botol + plastic. Sampel dalam botol
dikocok.
Selanjutnya sampel disaring menggunakan kertas saring dan
corong, kemudian di masukkan ke dalam botol 500mL. kemudian ampas
di maserasi lagi dengan pelarut etil asetat hingga 1cm diatas ampas.
Sampel dalam botol dikocok.
Sampel disaring, maserat etil asetat di rotary dengan menggunakan
alat rotary evaporator sampai sampel kental.
Kemudian dilakukan rekristalisasi yaitu dengan menambahkan
pelarut etil asetat dan dipanaskan, lalu tambahkan n-heksan dan
dipanaskan lagi.
Larutan bagian atas dimasukkan ke dalam botol 100mL sedangkan
larutan bagian bawah yang berwarna lebih gelap dimasukkan ke dalam
vial. Untuk sampel yang ada di dalam botol 100mL dilakukan
rekristalisasi berulang-ulang dengan penambahan n-heksan.
Kemudian setelah amorf terbentuk, amorf ditimbang dan dilakukan
pengecekan dengan KLT sehingga didapat nilai Rf -mangostin.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
1. Organoleptis
Bentuk : Amorf
Warna : kuning pucat
Rasa :-
Bau :-
2. Berat Senyawa Isolat
Berat Isolat + botol = 103,7163 g
Berat botol kosong = 101, 7780 g
Jadi berat isolat = 103,7163 g - 101, 7780 g = 1,9383 g

3. Randemen
berat isolat yang didapatkan
x100%
berat sampel awal
1,9383 g
x100% = 1,9383%
100 g
= 1,9383 %
4. Kelarutan
Senyawa alfa mangostin tidak larut dalam air, larut dalam alkohol,
eter, aseton, etil, asetat dan Kloroform.
5. Profil KLT

jarak yang ditempuh noda


Rf =
jarak yang ditempuh eluen
0,3 cm
Rf 1 = = 0,0576
5,2 cm
2 cm
Rf 2 = = 0,3846
5,2 cm
4,3cm
Rf 3 = = 0,8269
5,2 cm
5 cm
Rf 4 = = 0,9615
5,2cm

Jadi, nilai Rf dari alfa mangostin dari kulit buah manggis adalah 0,3846
yaitu nilai Rf dari noda ke 2 ( noda yang paling besar) karena senyawa alfa
mangostin merupakan senyawa mayor dalam kulit buah manggis sehingga
memiliki bercak noda yang paling besar. Adapun eluan yang digunakan Adalah n-
heksan : etil asetat dengan perbandingan 4:1.
3.2. Pembahasan

Isolasi senyawa Fenolik (-mangostin) dilakukan pada praktikum ini


berasal dari sampel kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang telah
dikeringkan dan digerinder sampai halus. Adapun tujuan pengeringan ini adalah
untuk meninaktivasi enzim yang terkandung di dalam jaringannya, selain itu juga
untuk mencegah tumbuhnya jamur, sehingga sampel bisa digunakan untuk waktu
yang lama. Didalam langkah kerja juga di haruskan sampelnya dalam keadaan
halus dengan tujuan adalah agar luas permukaan sampel bertambah sehingga
mempermudah proses pelarutan senyawa-senyawa yang terkandung didalam
sampel.

Sebelum mengisolasi senyawa -mangostin dilakukan ekstraksi dingin,


yaitu dengan maserasi. Pada tahap awal, dihilangkan senyawa-senyawa non-polar,
seperti lemak dengan menggunakan pelarut n-heksan. Karena yang diisolasi
adalah bagian kulit, kita ketahui bahwa bagian kulit memiliki banyak kandungan
lain selain senyawa utama contohnya seperti lemak. Kemudian dimaserasi
dengan etil asetat bertujuan untuk menarik senyawa alfa mangostin yang
cenderung bersifat semi polar. Dalam melakukan maserasi ini juga dibantu dengan
pengocokan, sehingga senyawa yang diinginkan lebih mudah tertarik.

Maserat diuapkan dengan rotary evaporator sehingga didapatkan fraksi


kentalnya, dan fraksi ini di kristalisasi dengan menggunakan 2 pelarut berbeda
kepolarannya, yaitu etil asetat dan h-heksan. Rekristalisasi dilakukan berulang-
ulang, sampai didapatkan senyawa murni.

Setelah itu dilakukan pengecekan KLT dengan menggunakan eluen n-


heksan : etil asetat dengan perbandingan 4:1. Didapatkanlah 4 buah noda dengan
nilai Rf yang berbeda. Namun yang diduga adalah senyawa alfa mangostin yaitu
noda ke 2 dimana noda ini adalah yang paling besar dengan nilai Rf sebesar
0,3846. Kemungkinan ini karena alfa mangostin adalah senyawa mayor yang
terdapat dalam kulit buah manggis. Perbedaan eluen yang digunakan
menyebabkan perbedaan nilai Rf dari alfa mangostin. Jika dibandingkan dengan
hasil kelompok lain dengan eluen yang sama didapatkan nilai Rf dari alfa
mangostin berkisar 0,3 0,4.

Hasil isolat yang didapatkan adalah sebanyak 1,9383 g dengan randemen


sekitar 1,9383 % .
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung senyawa
kimia -mangostin yang merupakan salah satu senyawa golongan
fenolik.
Isolat -mangostin yang diperoleh berupa amorf yang berwarna kuning
dan bersifat semi polar yang larut dalam etil asetat.
Hasil isolasi -mangostin dari kulit buah manggis adalah sebanyak
1,9383 g atau sekitar 1,9383 % dalam 100 g sampel yang digunakan.
Nilai Rf yang didapat dari cek KLT pada -mangostin yaitu 0,3846.

4.2. Saran
Pahami teori dasar objek praktikum dengan baik
Pahami prosedur kerja dengan baik
Berhati-hati dan teliti dalam bekerja
Mentaati dan melaksanakan semua peraturan yang ada jika sedang
berada di dalam labor untuk keamanan diri dan sekitar
.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M., 1997, Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan, Penerbit
Andi, Yogyakarta.

Backer, C.A, Bakhuizen van den Brink, 1963, Flora of Java


(Spermatophytes Only), Vol. I, Wolter-Noordhoff, NVP., Groningen

Bruneton, J., 1999, Pharmacognosy Phytochemistry Medicinal Plants,Translated


by Caroline K Hatton,2nd edition, Lavoiser, France, pp303-304.

Hutapea, J.R., 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia Jilid III, Departemen
Kesehatan RI dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Larson, Ryan T., Jeffrey M. Lorch., Julia W. Pridgeon., dkk. 2010. The Biological
Activity of alpha-Mangostin, a Larvicidal Botanic Mosquito Sterol Carrier
Protein-2 Inhibitor. J. Med. Entomol. 47(2): 249257 (2010); DOI:
10.1603/ME09160.

Nakasone, H. Y and R.E. Paull. 1999. Tropical Fruits. GAB Inc. New York. p:
359-369.

Nimaa, Dahlia Khairu., Subakir dan Suhardjono. 2011. Perbandingan Ekstrak


Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn) dengan Ketokonazole
2% dalam Menghambat Pertumbuhan Pityrosporum Ovale pada
Ketombe. Semarang: Universitas Diponegoro.

Nugroho, Agung Endro. 2011. Manggis (Garcinia mangostana L.) : dari Kulit
Buah yang Terbuang Hingga Menjadi Kandidat Suatu Obat. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.

Sastrohamidjojo, 2001, Kimia Organik, Liberty, Yogyakarta.

Permana, Asep W., Siti Mariana Widayanti., Prabawati Sulusi., dan Dondy A S.
2012. Sifat Antioksidan Bubuk Kulit Buah Manggis (Garcinia
Mangostana L.) Instan dan Aplikasinya Untuk Minuman Fungsional
Berkarbonasi. Bogor: J. Pascapanen 9(2) 2012: 88 95.

Rahmah, Sylvia Aulia., Suharti dan Subandi. 2012. Uji Aantibakteri dan Daya
Inhibisi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap
Aktivitas Xantin Oksidase Yang Diisolasi dari Air Susu Sapi Segar.
Malang: Universitas Negeri Malang.

Shabella, R., 2011, Terapi Kulit Manggis, Galmas Publisher, Yogyakarta.

Steenis, C.G.G.J. van, 1947.Flora voor de scholen in Indonesia. Noordhoff


Kolff N.V. , Batavia.

Verheij, E.W.M. 1992. Garcinia mangostana L. p. 177-181. In. E.W.M. Verheij


and R.E. Coronel (Eds). Edible Fruit and Nuts. Plant Resources of South
East Asia 2. Bogor. Indonesia.

You might also like