Professional Documents
Culture Documents
KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 2 tahun
Agama : Islam
Alamat : Suradadi 3 / 1
MRS : 21 Oktober 2017
Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan utama
BAB cair
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Suradadi dengan BAB cair >5x/ hari sejak 1
hari SMRS. Lendir (+) darah (-) Demam sejak 2 hari, demam naik turun.
Minum (+). Muntah (+) tiap kali minum. BAK sedikit. Riw kejang (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah dirawat karena keluhan seperti ini.
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa pasien
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya untuk keluhan
yang sekarang, namun belum ada perbaikan
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan,
makanan dan cuaca.
II. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak lemas, kesadaran compos mentis,
frekuensi nadi 120 kali/menit
pernapasan 32 kali/menit
suhu 38,5oC
1
SpO2 100%
BB 15 kg
Kepala: Bentuk normocephal, simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut,
hematom (-)
Mata. konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-) ,pupil isokor kanan dan
kiri, refleks cahaya positif pada kedua mata, mata cowong (-/-)
Hidung. Septum di tengah, tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (-),
sekret (-).
Mulut.Mukosa bibir kering (-) lidah (-), faring dan tonsil tidak hiperemis
Leher.Pada inspeksi bentuk normal, pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar getah (-), JVP tidak meningkat
Thoraks.Pada inspeksi bentuk dada kanan dan kiri sama, pergerakan nafas
kanan dan kiri sama, iktus kordis tidak terlihat, auskultasi pernafasan
vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),wheezing (-/-), bunyi jantung I-II reguler,
murmur (-) gallop (-/-).
Abdomen. Pada inspeksi supel, perut tampak datar, , hepar dan lien tidak
teraba, perkusi seluruh lapang abdomen timpani, auskultasi bising usus
meningkat (+)
Pinggang. Nyeri ketok CVA (-/-)
Ekstremitas. Akral dingin (-/-), CRT <2 detik
IV. Diagnosis
Diare akut dehidrasi ringan sedang
2
V. Penatalaksanaan
Terapi IGD
Inf RL 45 tpm mikro
Inj sanmol 150 mg ekstra
Inj Ondancetron 1 mg ekstra
PO :
L-bio 2x1 sach
L-Zinc syr 1 x 10mg
VI. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
3
Follow up (22 Oktober 2017)
S O A P
Muntah (-) KU/Kes: S.sedang/CM Diare akut IVFD RL 45 tpm mikro
dehidrasi ringan
Demam (-) RR: 35 x/menit Inj Lapixime 3x400 mg
sedang
BAB cair (- HR: 132 x/menit PO :
) Spo2: 100% Sanmol 3x150 mg
Suhu 37 C L-Zinc 2x1 sach
Mata: ca -/-, SI-/-
Thorax: Cor BJ1=2 reg
Pulmo VBS +/+, Rh-/-,
Wh -/-
Abd: supel, NTE -
4
Follow up (23 oktober 2017)
S O A P
Muntah (-) KU/Kes: S.sedang/CM Diare akut IVFD RL 45 tpm mikro
dehidrasi ringan
Demam (-) RR: 35 x/menit Inj Lapixime 3x400 mg
sedang
BAB cair HR: 132 x/menit PO :
1x Spo2: 100% Sanmol 3x150 mg
Suhu 37,4 C L-Bio 2x1 sach
Mata: ca -/-, SI-/- L-Zinc syr 1x1 cth
Thorax: Cor BJ1=2 reg
Pulmo VBS +/+, Rh-/-,
Wh -/-
Abd: supel, NTE -
17.00
Pasien Ibu pasien ttd APS
meminta Obat pulang :
APS L-Bio 2x1
L-Zinc syr 1x1 cth
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya. Perlunya memberi inform consent
pada pasien adalah untuk:5
a) Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasien; 5
b) Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga
dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin
dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan semaksimal mungkin dan
bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti.5
Dalam keadaan gawat darurat Informed consent tetap merupakan hal yang paling
penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling utama
adalah tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun Informed
consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan
emergency care sebab dalam keadaan kritis dimana dokter berpacu dengan maut, ia
tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan sampai pasien benar-benar
menyadari kondisi dan kebutuhannya serta memberikan keputusannya. Dokter juga
tidak mempunyai banyak waktu untuk menunggu kedatangan keluarga pasien.
Kalaupun keluarga pasien telah hadir dan kemudian tidak menyetujui tindakan dokter,
maka berdasarkan doctrine of necessity, dokter tetap harus melakukan tindakan
medik. Hal ini dijabarkan dalam PerMenKes Nomor 585/PerMenKes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa dalam keadaan emergency tidak
diperlukan Informed consent. 8
7
Ketiadaan informed consent dapat menyebabkan tindakan malpraktek dokter,
khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya. Hukum
yang umum diberbagai Negara menyatakan bahwa akibat dari ketiadaan informed
consent setara dengan kelalaian/keteledoran. Akan tetapi, dalam beberapa hal,
ketiadaan informed consent tersebut setara dengan perbuatan kesengajaan, sehingga
derajat kesalahan dokter pelaku tindakan tersebut lebih tinggi. Tindakan malpraktek
dokter yang dianggap setara dengan kesengajaan adalah sebagai berikut :3
1. Pasien sebelumnya menyatakan tidak setuju terhadap tindakan dokter, tetapi
dokter tetap melakukan tindakan tersebut.
2. Jika dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading tentang risiko dan
akibat dari tindakan medis yang diambilnya.
3. Jika dokter dengan sengaja menyembunyikan risiko dan akibat dari tindakan
medis yang diambilnya.
4. Informed consent diberikan terhadap prosedur medis yang berbeda secara
substansial dengan yang dilakukan oleh dokter
8
a. Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut resiko atau efek samping
yang bermakna.
b. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
c. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan
kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien.
d. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
9
Serta alternatif tindakan lain dan risikonya.2
a. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan
dengan tindakan yang direncanakan.
b. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan.
c. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya.
10
atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed
consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang
memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa
pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas
terhadap pasien. Dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera
mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.2
Pemberi informasi tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi, dokter spesialis atau dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar
negeri, yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.2
Informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan :2
1. Keadaan darurat medis
2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada
pasien yang melepaskan haknya memberikan consent.
5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.
11
dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata
secara umum berlaku adagium barang siapa merugikan orang lain harus memberikan
ganti rugi.10 Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolak ukur yang dipergunakan
adalah kesalahan berat (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan)
pada pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk
menjatuhkan sanksi pidana.8
3. Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan
medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu
memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan
harus menghormatinya;
4. Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan adanya
pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan.
Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang
dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka
pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana
penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.4
5. Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum
antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih
banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah
untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh
dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya
juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi
terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.8
12
nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan
untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.2
2. Berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 45 dan
Pasal 25 huruf d dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005
tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 17 bahwa :11
Untuk menjalin komunikasi dua arah yang efektif dalam rangka memperoleh
persetujuan tindakan medik, baik dokter atau dokter gigi maupun pasien mempunyai
hak untuk didengar dan kewajiban untuk saling member informasi.
Setelah menerima informasi yang cukup dari dokter atau dokter gigi dan memahami
maknanya (well informed), pasien diharapkan dapat mengambil keputusan bagi
dirinya sendiri (the right to self determination) untuk menyetujui (consent) atau
menolah (refuse) tindakan medik yang akan dilakukan padanya.
Setiap tindakan medik yang akan dilakukan kepada pasien, mensyaratkan persetujuan
(otorisasi) dari yang bersangkutan. Dalam kondisi dimana pasien tidak dapat
memberikan persetujuan secara pribadi (dibawah umur atau keadaan fisik/mental
tidak memungkinkan), maka persetujuan dapat diberikan oleh keluarga yang
berwenang (suami/istri, bapak/ibu, anak atau saudara kandung) atau wali atau
pengampunya.
3. Sebagai suatu perbuatan hukum, persetujuan tindakan medik tentu harus
dilatarbelakangi oleh sektor yuridis agar dapat berlaku dan sesuai dengan
aturanhukum yang berlaku.
Di Indonesia, yang menjadi dasar hukum bagi suatu transaksi persetujuan tindakan
medik adalah sebagai berikut:11
A. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
B. Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
Pasal 45
(1). Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2). Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap.
13
(3). Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
(1). Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara
tertulis maupun lisan.
(2). Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko
tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh
yang berhak memberikan persetujuan.
(3). Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
C. UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(1). Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2). Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien.
(3). Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
D. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005
tentang penyelenggaraan praktik dokter dan dokter gigi:
Pasal 13 ayat (1) yang berbunyi dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan
praktek kedokteran didasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi
dengan pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pasal 17 ayat (1) : Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada
pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
Ayat (2) : Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mendapat
persetujuan pasien.
Ayat (3) : Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan
14
ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
E. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik
F. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 749a/Men.Kes/Per/XII/1989
tentang Rekam Medik/ Medical Record
G. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1951 tentang Kesehatan Kerja.
H. Surat Keputusan Dirjen Yan Dik No. HK.00.06.6.5.1866 Tahun 1999 tentang
Pedoman Persetujuan Tindakan Medik ditetapkan tanggal 21 April 1999 (selanjutnya
disebut Pedoman Pertindik)
I. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008 tentang persetujuan
tindakan Kedokteran dinyatakan dalam pasal 1, 2, dan 3 yaitu:
Pasal 1
15
penyakit mental sehingga mampu membuatkeputusan secara bebas.
Pasal 2
mendapat persetujuan.
dilakukan.
Pasal 3
memberikan persetujuan.
bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk itu.
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam
bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang dapat
diartikan sebagai ucapan setuju.
5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.
Peraturan Informed Consent apabila dijalankan dengan baik antara dokter dan pasien
akan sama-sama terlindungi secara Hukum. Tetapi apabila terdapat perbuatan diluar
peraturan yang sudah dibuat tentu dianggap melanggar Hukum. Dalam pelanggaran
Informed Consent telah diatur dalam pasal 19 Permenkes No. 290 Tahun 2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran, dinyatakan terhadap dokter yang melakukan
tindakan tanpa Informed Consent dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan,
teguran tertulis sampai dengan pencabutan Surat Ijin Praktik
16
Jika dilihat melalui hukum perdata, maka medcal informed consent adalah informasi
kesehatan yang diberikan kepada pasien (informed) untuk melakukan sebuat tindakan
medis dan diperlukan persetujuan pasien untuk melakukan tindakan medis tersebut
(consent). dalam pasal 1320 KUHPerdata, informed sebagai bagian dari informed
consent adalah hal yang diperjanjikan dalam persetujuan tindakan medis itu sendiri
karena dalam formulir persetujuan tindakan medis misalnya, isinya sangat terbatas,
yaitu hanya persetujuan pasien terhadap suatu tindakan medis tanpa dijelaskan lebih
mendetail bagaimana prosedurnya, efek samping, alternatif tindakan lain dan hal
lainnya. Detail mengenai tindakan medis tersebut berada pada informasi yang
disampaikan oleh dokter tersebut. Informasi kesehatan tersebut tidak diberikan tertulis
dalam formulir persetujuan tindakan medis karena tiap-tiap pasien, penjelasan
mengenai kesehatan dan tindakan medisnya pasti berbeda, walaupun penyakitnya
sama. Perbedaan penjelasan tersebut bisa disebabkan oleh faktor usia, ketahanan
tubuh, parah tidaknya penyakit dan lain-lain.
Consent dalam medical informed consent merupakan persetujuan yang
diberikan oleh pasien setelah diberikan informasi kesehatan oleh dokter. Dalam Pasal
1320 KUHPerdata, ada 4 syarat sahnya perjanjian yaitu: kesepakatan, kecakapan
untuk membuat perikatan, adanya hal tertentu yang diperjanjikan dan sebab yang
halal. Dalam informed consent sudah terpenuhi seluruh syarat sahnya perjanjian.
Informed consent sendiri sudah memenuhi syarat kesepakatan dan hal tertentu,
kemudian suatu tindakan medis harus dilakukan dengan tidak melanggar hukum yang
ada dan memnuhi syarat sebab yang halal. Syarat terakhir, pihak pihak yang
melakukan perjanjian harus cakap dapat terpenuhi dalam perjanjian medis karena bagi
pihak-pihak yang tidak cakap dapat diwakili oleh keluarganya dalam memberikan
persetujuan tindakan medis.
17
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. Menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dlam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban :
a. Memberikan pelayanan medis
b. sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan
medis pasien;
c. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan;
d. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
e. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
f. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
18
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
kewajiban;
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
19
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Howard, B., Dickler, MD., David, K., Susan, E., Bernard, S., et all. Universal
Use of Short and Readable Informed Consent Documents: How Do We Get
There? Association of American Medical Colleges.
http://www.aamc.org/research/clinicalresearch/hdickler-mtgsumrpt53007.pdf,
diakses 15 November 2009
2. Wakenfield John, et al.. Queensland Health: Guide to Informed Decision-
Making in Healthcare. Centre for Healthcare Improvement. 1st Edition.
Queensland. Queensland Government. February 2012. p.1-34, 45-48, 55-59
3. Escobodo Crisol, Guerrero Javier, Lujan Gilbert, et. al. Ethical Issues with
Informed Consent. University of Texas. Texas. Available from http:// www.
ethicalissues-pdf.com.
4. Bab XX-Penganiayaan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Indonesia.
5. Persetujuan Tindakan Kedokteran. Dalam: Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/III/2008. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. 2008.
6. Noor M Azis. Laporan Penelitian Hukum terntang Hubungan Tenaga Medik,
Rumah Sakit dan Pasien. Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian
Hukum dan HAM RI. Jakarta. November 2010.
7. Hicks Lorna. Informed Consent. Duke University. Available from http://
informconsent_pdf.com.
8. Organisasi dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi.
Dalam: Peraturan Konsil Kodekteran Indonesia Nomor
15/KKI/PER/VIII/2006. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2006.
9. The Process of Obtaining Inform Consent. Research Ethics Review
Committee. World Health Organization. Available:
http://www.who.int/rpc/research_ethics .
10. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksana Kode Etik
Indonesia. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. Ikatan Dokter
Indonesia. Jakarta.
11. Praktik Kedokteran. Dalam : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2004. Dewan Perwakilan Republik Indonesia. 2004.
20
21