Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui asuhan bayi baru lahir
b. Untuk mengetahui pelayanan kesehatan pada bayi dan balita
c. Untuk mengetahui pertolongan pertama kegawat daruratan obstetric dan neonates
d. Untuk mengetahui pelayanan kontrasepsi dan rujukan
e. Untuk mengetahui system rujujan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kunjungan Penatalaksanaan
3
lubang
19. Kulit : Verniks, Warna, Pembekakan atau bercak hitam, Tanda-
Tanda lahir
20. Konseling : Jaga kehangatan, Pemberian ASI, Perawatan tali
pusat, Agar ibu mengawasi tanda-tanda bahaya
21. Tanda-tanda bahaya yang harus dikenali oleh ibu : Pemberian
ASI sulit, sulit menghisap atau lemah hisapan, Kesulitan bernafas
yaitu pernafasan cepat > 60 x/m atau menggunakan otot
tambahan, Letargi bayi terus menerus tidur tanpa bangun untuk
makan,Warna kulit abnormal kulit biru (sianosis) atau kuning,
Suhu-terlalu panas (febris) atau terlalu dingin (hipotermi), Tanda
dan perilaku abnormal atau tidak biasa, Ganggguan gastro
internal misalnya tidak bertinja selama 3 hari, muntah terus-
menerus, perut membengkak, tinja hijau tua dan darah berlendir,
Mata bengkak atau mengeluarkan cairan
22. Lakukan perawatan tali pusat Pertahankan sisa tali pusat dalam
keadaan terbuka agar terkena udara dan dengan kain bersih secara
longgar, Lipatlah popok di bawah tali pusat ,Jika tali pusat
terkena kotoran tinja, cuci dengan sabun dan air bersih dan
keringkan dengan benar
Gunakan tempat yang hangat dan bersih
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan
23. Memberikan Imunisasi HB-0
Kunjungan Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri,
Neonatal ke-2 ikterus, diare, berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI
(KN 2) 1. Memberikan ASI Bayi harus disusukan minimal 10-15 kali dalam
dilakukan 24 jam) dalam 2 minggu pasca persalinan
pada kurun 2. Menjaga keamanan bayi
waktu hari ke- 3. Menjaga suhu tubuh bayi
3 sampai Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
dengan hari ke ekslutif pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi
7 setelah bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan Buku KIA
lahir. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan
4
Pemeriksaan fisik
Kunjungan
Menjaga kebersihan bayi
Neonatal ke-
Memberitahu ibu tentang tanda-tanda bahaya Bayi baru lahir
3(KN-3)
Memberikan ASI Bayi harus disusukan minimal 10-15 kali dalam
dilakukan
24 jam) dalam 2 minggu pasca persalinan.
pada kurun
Menjaga keamanan bayi
waktu hari ke-
Menjaga suhu tubuh bayi
8 sampai
Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
dengan hari
ekslutif pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi
ke-28 setelah
baru lahir dirumah dengan menggunakan Buku KIA
lahir.
Memberitahu ibu tentang Imunisasi BCG
Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan
5
c. Pada proses persalinan, ibu dapat didampingi suami
2. Asuhan bayi baru lahir pada 6 jam sampai 28 hari:
a. Pemeriksaan neonatus pada periode ini dapat dilaksanakan di puskesmas atau
pustu atau polindes atau poskesdes dan atau melalui kunjungan rumah oleh
tenaga kesehatan
b. Pemeriksaan neonatus dilaksanakan di dekat ibu, bayi didampingi ibu atau
keluarga pada saat diperiksa atau diberikan pelayanan kesehatan
3) Jenis Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
1. Asuhan bayi baru lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan
Persalinan Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi baru
lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi
baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya atau rawat
gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada dalam jangkauan ibu
selama 24 jam).
4) Asuhan bayi baru lahir meliputi:
a. Pencegahan infeksi (PI)
b. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
c. Pemotongan dan perawatan tali pusat
d. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
e. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit
bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi
f. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri
g. Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan
h. Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata antibiotika dosis tunggal
i. Pemeriksaan bayi baru lahir
j. Pemberian ASI eksklusif
5) Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada
ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD. Langkah
IMD pada persalinan normal (partus spontan) :
a. Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin
b. Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix,
kemudian tali pusat diikat.
6
c. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan
KULIT bayi MELEKAT pada KULIT ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu.
Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.
d. Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri
mencari puting susu ibu.
e. Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum
menyusu.
f. Biarkan KULIT bayi bersentuhan dengan KULIT ibu minimal selama SATU
JAM; bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu
sampai 1 jam
g. Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi lebih
dekat dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu
selama 30 MENIT atau 1 JAM berikutnya.
6) Pelaksanaan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi
Hepatitis B (HB 0)
Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada periode setelah IMD
sampai 2-3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan
atau perawat.
a. Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg
intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi
vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
b. Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata (Oxytetrasiklin
1%).
c. Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan
Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur
ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan hati.
7) Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada
bayi.Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga
jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas
kesehatan selama 24 jam pertama.
Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya,
oleh dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau keluarga
dapat mendampingi tenaga kesehatan yang memeriksa.
7
Waktu pemeriksaan bayi baru lahir:
Bayi lahir di fasilitas kesehatan Bayi lahir di rumah
Baru lahir sebelum usia 6 jam Baru lahir sebelum usia 6 jam
Usia 6-48 jam Usia 6-48 jam
Usia 3-7 hari Usia 3-7 hari
Minggu ke 2 pasca lahir Minggu ke 2 pasca lahir
Langkah langkah pemeriksaan:
a. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang (tidak menangis).
b. Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai pernapasan dan tarikan
dinding dada bawah, denyut jantung serta perut.
c. Selalu mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir sebelum dan sesudah
memegang bayi.
8) Pencatatan dan Pelaporan
Hasil pemeriksaan dan tindakan tenaga kesehatan harus dicatat pada:
1. Buku KIA (buku kesehatan ibu dan anak)
a. Pencatatan pada ibu meliputi keadaan saat hamil, bersalin dan nifas
b. Pencatatan pada bayi meliputi identitas bayi, keterangan lahir, imunisasi,
pemeriksaan neonatus, catatan penyakit, dan masalah perkembangan serta
KMS
2. Formulir Bayi Baru Lahir
a. Pencatatan per individu bayi baru lahir, selain partograph
b. Catatan ini merupakan dokumen tenaga kesehatan
3. Formulir pencatatan bayi muda (MTBM)
a. Pencatatan per individu bayi
b. Dipergunakan untuk mencatat hasil kunjungan neonatal yang merupakan
dokumen tenaga kesehatan puskesmas
4. Register kohort bayi
a. Pencatatan sekelompok bayi di suatu wilayah kerja puskesmas
b. Catatan ini merupakan dokumen tenaga kesehatan puskesmas
9) Fasilitas
Peralatan yang diperlukan dalam melaksanakan asuhan bayi baru lahir harus tersedia
dalam satu ruangan dengan ibu, meliputi: Tempat (meja) resusitasi bayi, diletakkan di
dekat tempat ibu bersalin
8
a. Infant warmer atau dapat digunakan juga lampu pijar 60 watt dipasang sedemikian
rupa dengan jarak 60 cm dari bayi yang berfungsi untuk penerangan dan
memberikan kehangatan di atas tempat resusitasi
b. Alat resusitasi (balon sungkup) bayi baru lahir
c. Air bersih, sabun dan handuk bersih dan kering
d. Sarung tangan bersih
e. Kain bersih dan hangat
f. Stetoskop infant dan dewasa
g. Stop watch atau jam dengan jarum detik
h. Termometer
i. Timbangan bayi
j. Pengukur panjang bayi
k. Pengukur lingkar kepala 30
l. Alat suntik sekali pakai (disposible syringe) ukuran 1 ml/cc
m. Senter
n. Vitamin K1 (phytomenadione) ampul
o. Salep mata Oxytetrasiklin 1%
p. Vaksin Hepatitis B (HB) 0
q. Form pencatatan (Buku KIA, Formulir BBL, Formulir register kohort bayi)
Peralatan yang diperlukan untuk pemeriksaan kunjungan neonatal
meliputi:
a. Tempat periksa bayi
b. Lampu yang berfungsi untuk penerangan dan memberikan kehangatan.
c. Air bersih, sabun dan handuk kering
d. Sarung tangan bersih
e. Kain bersih
f. Stetoskop
g. Stop watch atau jam dengan jarum detik
h. Termometer
i. Timbangan bayi
j. Pengukur panjang bayi
k. Pengukur lingkar kepala
l. Alat suntik sekali pakai (disposable syringe) ukuran 1ml/cc
m. Vitamin K1 (phytomenadione) ampul
9
n. Salep mata Oxytetrasiklin 1%
o. Vaksin Hepatitis B (HB 0)
p. Form pencatatan (Buku KIA, Formulir bayi baru lahir, formulir MTBM,
Partograf, Formulir register kohort bayi)
2.2 Pelayanan Kesehatan Pada Bayi dan Balita
A. PELAYANAN KESEHATAN PADA BAYI
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29
hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi:
1. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari-2 bulan
2. Kunjungan bayi satu kali pada umue 3-5 bulan
3. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6-8
4. Kunjungan bayi satu kali pada umue 9-11 bulan
Pelayanan kesehatan kepada bayi meliputi:
Asuhan bayi baru lahir Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman
AsuhanPersalinan Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhanbayi
baru lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat.Pelaksanaan asuhan
bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yangsama dengan ibunya atau rawat
gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satukamar, bayi berada dalam jangkauan ibu
selama 24 jam). Asuhan bayibaru lahir meliputi:
1. Pelayanan neonatal esensial dan tatalaksana neonatal
meliputi:
1. Pertolongan persalinan yang atraumatik, bersih dan aman
2. Menjaga tubuh bayi tetap hangat dengan kontak dini
3. Membersihkan jalan nafas, mempertahankan bayi bernafas spontan
4. Pemberian ASI dini dalam 30 menit setelah melahirkan
Inisiasi menyusui dini ( IMD ) adalah proses bayi menyusu segera setelah
dilahirkan dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri. Inisiasi
menyusui dini (IMD ) akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian
ASI ekslusif. Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang
merekomendasikan inisiasi menyusui dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan,
karena IMD dapat menyelamatkan 22 % dari bayi yang meninggal sebelum usia 1
bulan. Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakkan bayi baru lahir di
10
dada ibunya dan membiarkan bayi mencari untuk menemukan putting susu ibun
untuk menyusu. IMD harus dilaksanakan langsung saat lahir, tanpa boleh ditunda
dangan kegiatan menimbang atau mengukur bayi. Bayi juga tidak boleh dibersihkan
hanya dikeringkan kecuali tangannya. Proses ini harus berlangsung skin to skin
antara bayi dan ibu.Menyusui 1 jam pertama kehidupan yang di awali dengan kontak
kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indicator global dan Ini merupakan hal
baru bagi Indonesia, dan merupakan program pemerintah khususnya Departemen
Kesehatan RI.
5. Melakukan penilaian terhadap bayi baru lahir
Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan
Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas
Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap megap atau lemah maka
segera lakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir.
6. Membebaskan Jalan Nafas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir, apabila bayi tidak
langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan nafas dengan cara
sebagai berikut :
Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher bayi lebih
lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke
belakang.
Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokkan bayi dengan jari tangan
yang dibungkus kassa steril.
Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi
dengan kain kering dan kasar.
Alat penghisap lendir mulut (De Lee) atau alat penghisap lainnya yang steril,
tabung oksigen dengan selangnya harus sudah ditempat
Segera lakukan usaha menghisap mulut dan hidung
Memantau dan mencatat usaha bernapas yang pertama (Apgar Score)
Warna kulit, adanya cairan atau mekonium dalam hidung atau mulut harus
diperhatikan.
17
Februari dan Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara
gratis dengan target pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan
demikian diharapkan balita akan terlindungi dari kekurangan vitamin
A terutama bagi balita dari keluarga menengah kebawah.
4. Pencegahan Muntah Dan Menceret
Penyakit ini paling sering menyerang Balita. Muntah menceret pada
bayi dan anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
Infeksi pada saluran cerna sendiri
Intoleransi terhadap makanan yang diberikan dan
Infeksi lainnya diluar saluran cerna.
Pada saat ini penanganan muntah menceret haruslah dilaksanakan
sesegera mungkin, yaitu dimulai pemberian terapi sejak dari rumah.
(therapy begin at home), seperti pemberian oralit, tablet zinc, dll.
5. Pencegahan Infeksi Saluran Nafas Akut
Penyakit ini merupakan penyakit yang tersering dijumpai pada anak
Balita, baik yang hanya berupa untuk pilek biasa sampai dengan adanya
infeksi pada saluran nafas bawah, yaitu infeksi yang mengenai paru-paru.
6. Vaksinasi Atau Imunisasi.
Pada saat sekarang ini vaksin yang dapat digunakan dalam pencegahan
penyakit telah banyak beredar di Indonesia, dan hasil daya lindung yang
ditimbulkannya juga telah terbukti bermanfaat.imunisasi wajib
diantaranya:
1. BCG :
Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit tuberkulosis.
Pada anak yang telah mendapat vaksinasi BCG diharapkan dianya
kan terhindar dari penyakit tuberkulosis, ataupun kalau terinfeksi
bentukna adalah ringan, tidak menimbulkan infeksi yang berat
seperti tuberkulosis otak, tulang ataupun melibatkan organ tubuh
yang lain.
18
Mengandung tiga macam virus hidup yang telah dilemahkan,
yang dapat digunakan dalam memberikan daya lindung terbadap
kelumpuhan dan kematian
3. Vaksin Hepatitis B :
Pemberian vaksin ini sangat bermanfaat untuk memberikan
perlindungan agar tidak terjadi penyakit hati yang kronis, yang rasa
berlanjut dengan terjadi karsinoma hati.
4. Vaksin campak:
Memberi kekebalan terhadap penyakit campak
5. DPT
Memberikan kekebalan terhadap penyakit dipteri pertusis dan
tetanus
7. Posyandu
1. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk
balita mencakup :
1)Penimbangan berat badan
2) Penentuan status pertumbuhan
3) Penyuluhan
4) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan
kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila
ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas
C. PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG BAYI DAN BALITA/ DETEKSI DINI
1. Pemantauan tumbuh kembang bayi, balita dan anak prasekolah/ deteksi
dini
Deteksi dini tumbuh kembang bayi, balita dan anak prasekolah adalah
kegiatan pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan
tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah.
Ada tiga jenis deteksi dini tubuh kembang yang dapat dikerjakan oleh
tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya, berupa:
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan,meliputi:
Pengukuran berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB)
Pengukuran lingkar kepala
19
2. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, meliputi:
a. Skrining / pemeriksaan perkembangan anak menggunakan kuesioner
pra skrining perkembangan (KPSP)
b. Tes daya dengar
c. Tes daya lihat
3. Deteksi dini penyimpangan mental omosional
Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah kegiatan /
pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah mental
emosional, autism dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
pada anak, agar dapat segera dilakukan tindakan intervensi. Bila
penyimpangan mental emosional terlambat diketahui, maka intervensinya
akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
D. IMUNISASI
Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuhkebal
terhadap infasi mikroorganisme (bakteri dan virus). Yang dapatmenyebabkan
infeksi sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kesempatanuntuk menyerang
tubuh kita. Dengan imunisasi tubuh kita akan terlindungi dariinfeksi begitu pula
orang lain. Karena tidak tertular dari kita
Tujuan Imunisasi yaitu untuk mengurangi angka oenderitaan suatu penyakit
yang sangat membahayakan kesehatan bahkan hingga menyebabkan kematian.
Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu:
1. Hepatitis.
2. Campak.
3. Polio.
4. Difteri.
5. Tetanus.
6. Batuk Rejan.
7. Gondongan
8. Cacar air
9. TBC
20
Macam-Macam Imunisasi
A. Imunisasi Aktif.
Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seorang karena tubuh yangsecara aktif
membentuk zat antibodi, contohnya: imunisasi polio ataucampak . Imunisasi aktif
juga dapat di bagi 2 macam:
Imunisasi aktif alamiahAdalah kekebalan tubuh yang secara ototmatis di peroleh
sembuhdari suatu penyakit
Imunisasi aktif buatan adalah kekebalan tubuh yang didapat setelah vaksinasi
B. Imunisasi Pasif
Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seseorang yang zat kekebalantubuhnya
di dapat dari luar.Contohnya Penyuntikan ATC (Anti tetanusSerum).Pada orang
yang mengalami luka kecelakaan. Contah lain adalah:Terdapat pada bayi yang baru
lahir dimana bayi tersebut menerimaberbagi jenis antibodi dari ibunya melalui darah
placenta selama masakandungan.misalnya antibodi terhadap campak. Imunisasi pasif
ini dibagi yaitu:
1. Imunisai pasif alamiahAdalah antibodi yang di dapat seorang karena di turunkan
oleh ibu yang merupakan orang tua kandung langsung ketika beradadalam
kandungan.
2. Imunisasi pasif buatan.Adalah kekebalan tubuh yang di peroleh karena suntikan
serumuntuk mencegah penyakit tertentu
Jenis-Jenis Imunisasi
A. Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).Diagnosis pre-eklamsia
ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu penambahan berat badan
yang berlebihan, edema, hipertensi dan proteinuria. Penambahan berat badan yang
berlebihan bila terjadi kenaikan 1 Kg seminggu berapa kali. Edema terlihat
sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka.
Tekanan darah > 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau
tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30
menit.(Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta,
2000).
B. Etiologi
Penyebab pre-eklamsi belum diketahui secara pasti, banyak teori yang coba
dikemukakan para ahli untuk menerangkan penyebab, namun belum ada jawaban
yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai adalah teori Iskhemik plasenta.
Namun teori ini juga belum mampu menerangkan semua hal yang berhubungan
dengan penyakit ini. (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo,
Fak. UI Jakarta, 1998).
22
C. Klasifikasi Pre-eklamsi
Pre-eklamsia digolongkan menjadi 2 golongan :
Pre-eklamsia ringan :
Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg dengan 2
kali pengukuran berjarak 1jam atau tekanan diastolik sampai
110mmHg.
Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau mencapai 140
mmHg.
Protein urin positif 1, edema umum, kaki, jari tangan dan muka.
Kenaikan BB > 1Kg/mgg.
Pre-eklampsia berat :
Tekanan diastolik >110 mmhg, Protein urin positif 3, oliguria (urine,
5gr/L). hiperlefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat
edema dan sianosis, nyeri kepala, gangguan kesadaran.
D. Patologi
Pre-eklamsi ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu,
sebagian besar pemeriksaaan anatomik patologik berasal dari penderita eklampsi
yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal
ternyata bahwa perubahan anatomi-patologik pada alat-alat itu pada pre-eklamsi
tidak banyak berbeda dari pada ditemukakan pada eklamsi. Perlu dikemukakan
disini bahwa tidak ada perubahan histopatologik khas pada pre-eklamsi dan
eklamsi. Perdarahan, infark, nerkosis ditemukan dalam berbagai alat tubuh.
Perubahan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola.
Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam
patogenesis kelainan-kelainan tersebut.
E. Perubahan-perubahan pada organ :
1. Perubahan hati
2. Retina
23
- Spasme areriol, edema sekitar diskus optikus
3. Otak
4. Paru-paru
5. Jantung
- Perdarahan sub-endokardial
- Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan asfiksia berat sampai kemaian janin
7. Perubahan ginjal
- Penyerapan air dan garam tubulus tetap terjadi retensi air dan garam
24
8. Perubahan pembuluh darah
- Gangguan penglihatan
- Gangguan kesadaran
G. Diagnosis
25
(Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1997).
H. Pencegahan Pre-Eklamsia
I. Penanganan
Jika salah satu diantara gejala atau tanda berikut ditemukan pada ibu hamil, dapat diduga ibu
tersebut mengalami preeklamsia
4. Keluhan subyektif (nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, edema paru,
sianosis, gangguan kesadaran).
5. Pada pemeriksaan, ditemukan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada
retina, dan trombosit kurang dari 100.000/ mm.
Diagnosis eklamsia harus dapat dibedakan dari epilepsy, kejang karena obat anesthesia, atau
koma karena sebab lain seperti diabetes. Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan
janin.
26
1. Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikkan intra muskulus pada
bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap jam menurut
keadaan. Obat tersebut selain menenangkan juga menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan dieresis.
2. Klorpomazin 50 mg intramuskulus.
3. Diazepam 20 mg intramuskulus.
1. Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri obat anti hipertensi
sampai tekanan diastolik di antara 90-100mmHg.
5. Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat dan berikan cairan IV
NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1 L/ 8 jam dan pantau kemungkinan edema paru.
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin.
9. Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (mis: furosemid 40 mg IV sekali saja jika
ada edema paru).
10. Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit (kemungkinan
terdapat koagulopati).
27
2. KEGAWATAN PADA HPP (HEMORRHAGIC POST PARTUM)
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan
struktur sekitarnya, atau keduanya.
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil,
tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Kadang-
kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga
secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan
akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti
12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit
dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan,
termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau
lebih.
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat
anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah
nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang
sangat banyak.
A. Klasifikasi
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri,
retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam
pertama
B. Etiologi
28
1. Atonia uteri
Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah)
Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan
sebab utama dari perdarahan post partum.
a. Regangan rahim yang berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau anak terlalu besar
b. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan kasep.
c. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
a. Robekan Perineum
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perineum
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak
mengenai sfingter ani
29
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas, sehingga
sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau
melingkar.
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus,
persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus
dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.
b. Hematoma vulva
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada
daerah jahitan perineum.
d. Robekan serviks
3. Retensio plasenta
plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar
dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara
plasenta dan uterus.
Faktor predisposisi :
a. Plasenta previa
b. Bekas SC
c. Kuret berulang
d. Multiparitas
Penyebab :
a. Fungsional
30
1. HIS kurang kuat
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta adhesiva
b. Patologi- Anatomis
Plasenta akreta ada yang komplit ialah kalau seluruh permukaannya melekat dengan erat pada
dinding rahim dan ada yang parsialis ialah kalau hanya beberapa bagian dari permukaannya
lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang terjadi komplit
begitu juga placenta increta dan percreta jarang terjadi. Sebabnya plasenta akreta adalah
kelainan decidua misalnya desidua yang terlalu tipis. Plasenta akreta menyebabkan retensio
plasenta.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera
melakukan plasenta manual.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
konstraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan
eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual atau kuret dan pemberian uterotonika.
Penyebab pendarahan pasca persalinan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila
penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal
31
yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap
dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas
jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal.
Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi
hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta
perpanjangan tes protombin dan PTT (partial thromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam
kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah
dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan
heparinisasi atau EACA (epsilon amino caproic acid).
1. Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan
perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 10
hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan
perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada
perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan
yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa
plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong
persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta
dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan
adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu
diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal
dalam rongga rahim.
Pada subinvolusio proses mengecilnya uterus terganggu. Faktor yang menyebabkan itu antara
lain tertinggalny aplasenta dan selaput ketuban dalam uterus. Pada peristiwa ini lochea
32
bertambah banyak dan tidak jarang terjadi perdarahan. Pada pemeriksaan ditemukanuterus
lebih besar dan lebih lembek daripada seharusnya, mengingat lamanya masa nifas.
3. Anemia
3. Plasenta lengkap
1. Perdarahan pervagina
C. Diagnosis
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang
menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan
jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang
mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya
perdarahan postpartum selalu ada.
33
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan
segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes
karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat
merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk
menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung
dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan
di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah
uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan
lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam.
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus
didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi
dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam
dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat
ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
1. Bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal
2. Pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
4. Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada
darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih
terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah
pengganti.
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala
II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter
spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan
34
ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan
yang terjadi.
2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya
pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
5. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi
6. Atasi syok
7. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus,
berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan
permenit.
8. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih
dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama
yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. 13
Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut :
35
b. Sekaligus merangsang konstraksi uterus dengan cara :
- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c
c. Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif
laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan
histerektomi.
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang
dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai
pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit
dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru
dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan
catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak
robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
36
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia
perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu
kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem /
pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan
cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan
sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan
dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.
Penangana hematoma :
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang
kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.
2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera
dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian
hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma
kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit
sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat
dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa
tersebut diluar.
Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster. Kemudian serviks ditarik
sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit
dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.
37
1. kalau placenta dalam jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala
perlepasan, maka dilakukan pelepasan, maka dilakukan manual plasenta.
a. Teknik pelepasan placenta secara manual: alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula
tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia
disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus
uteri. Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh
asisten.
b. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan
sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas.
c. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian
plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding
rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan
ditarik ke luar.
2. Plasenta akreta
Terapi : Plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual tetapi plasenta akreta
komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat menimbulkan perforasi
dinding rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi.
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan
melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit
rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk
terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasca persalinan. Antisipasi
terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap
penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien
tersebut ada dalam keadaan optimal.
38
2. Mengenal factor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas, anak besar,
hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan pasca persalinan
sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari
persalinan dukun
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi
tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis
dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
4. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan.
Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV
atau dilatasi dan kuretase
5. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus
600 mg/hari selama 10 hari. 5
39
PENANGANAN SECARA UMUM HEMORAGIC POST PARTUM:
2) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya
pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
5) Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi
6) Atasi syok
7) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus,
berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan
permenit.
8) Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea, sampai asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya
kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru.
Asfiksia neonatarum dapat disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah adanya
(1) penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gangguan atau penyakit paru, dan
gangguan kontraksi uterus;
40
(3) factor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta;
(4) factor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan pada tali pusat, seperti tali pusat
menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir;
serta
(5) factor persalinan seperti partus lama atau partus dengan tindakan tertentu.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut :
Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi system jantung dan paru dengan melakukan
resusitasi, memberikan oksigen yang cukup, serta memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam.
Mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga proses oksigenasi cukup agar sirkulasi
darah tetap baik. Cara mengatasi asfiksia adalah sebagai berikut.
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lender pada hidung kemudian mulut.
4. Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan masukkan ke dalam incubator.
Asfiksia Sedang APGAR skor (4-6)
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila belum ada reaksi, bantu
pernapasan dengan masker (ambubag).
4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan natrium bikarbonat 7,5%
sebanyak 6cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4cc disuntikkan melalui vena umbilikalis secara
perlahan-lahan untuk mencegah tekanan intracranial meningkat.
41
Asfiksia Berat APGAR skor (0-3)
5) Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%
sebanyak 6cc. Selanjutnya berikan dekstrosa 40% sebanyak 4cc.
A. Pelayanan Kontrasepsi
1. Tujuan umum :
2. Tujuan pokok :
Penurunan angka kelahiran yang bermakna. Guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh
kebijaksanaan mengkatagorikan tiga fase untuk mencapai sasaran yaitu:
Maksud kebijaksanaan tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan
pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua. Fase
Menunda / Mencegah Kehamilan Fase menunda kehamilan bagi PUS dengan usia istri
kurang dari 20 tahun dianjurkan.untuk menunda kehamilannya.
42
Alasan menunda / mencegah kehamilan:
1. Umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai anak dulu
karena berbagai alasan.
4. Pengggunaan IUD Mini bagi yang belum mempunyai anak pada masa ini dapat
dianjurkan, terlebih bagi calon peserta dengan kontra indikasi terhadap Pil oral.
Periode usia isteri antara 20 30 / 35 tahun merupakan periode usia paling baik untuk
melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2 4 tahun. Ini
dikenal sebagai Catur warga. Alasan menjarangkan kehamilan: Umur antara 20 30 tahun
merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan. Segera setelah anak
pertama lahir, maka dianjurkan untuk memakai IUD sebagai pilihan utama.
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan : Efektivitas cukup tinggi. Reversibilitas cukup tinggi
karena peserta masih mengharapkan punya anak lagi.
Dapat dipakai 2 sampai 4 tahun yaitu sesuai dengan jarak kehamilan anak yang direncanakan.
43
Tidak menghambat air susu ibu ( ASI ), karena ASI adalah makanan terbaik untuk bayi
sampai umur 2 tahun dan akan mem pengaruhi angka kesakitan dan kematian anak.
Periode umur isteri di atas 30 tahun, terutama di atas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri
kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak. Alasan mengakhiri kesuburan :
1. Ibu-ibu dengan usia di atas 30 tahun dianjurkan untuk tidak hami1 / tidak punya anak
lagi, karena alasan medis dan alasan lainnya.
3. Pil oral kurang dianjurkan karena usia ibu yang relatif tua dan mempunyai
kemungkinan timbulnya akibat sampingan dan komplikasi.
3. Tidak menambah kelainan yang sudah ada. Pada masa usia tua kelainan seperti
penyakit jantung, darah tinggi, keganasan dan metabolik biasanya meningkat, oleh karena itu
sebaiknya tidak diberikan cara kontrasepsi yang menambah kelainan tersebut.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi yang baik ialah :
2. Dapat diandalkan.
4. Murah.
44
5. Dapat diterima oleh orang banyak.
a. Umur.
b. Gaya hidup.
c. Frekuensi senggama.
f. Sikap kewanitaan.
g. Sikap kepriaan.
a. Status kesehatan.
b. Riwayat haid.
c. Riwayat keluarga.
d. Pemeriksaan fisik.
e. Pemeriksaan panggul.
a. Efektivitas.
c. Kerugian.
45
e. Biaya
C. Macam-Macam KB
1. Suntikan KB
Suntik kb biasanya mengandung 150 mg./3ml. depo medroxy progesterone acetate (DMPA)
steril yang dilarutkan dalam air dan hanya mngandung progesterone sintetis, sama dengan
hormone alami yang diproduksi tubuh wanita setelah disuntik secara intramaskuler hormone
tersebut akan dilepas pelan-pelan kedalam aliran darah. Suntikan kb yang terdaftar dengan
merk depo progestin adalah alat kontrasepsi jangka waktu lama dan diberikan tiap 3 bulan.
Mekanisme Kerja
Efektifitas.
Bila digunakan setiap 3 bulan akan 99.7% ampuh untuk mencegah kehamilan yang tidak
dikehendaki.
Kelebihan.
1. Mudah digunakan, hanya sekali suntik tiap 3 bulan dan bisa kembali subur bila
dihentikan.
46
2. Bisa digunkan ibu menyusui 6 minggu setelah melahirkan dan tidak mempengaruhi
ASI.
3. Memberi perlindungan terhadap kanker rahim, kanker indung telur, dan pengkakan
pinggul.
5. Tidak mengganggu hubungan seks dan tidak kuatir akan terjadi kehamilan, sehingga
lebih bisa menikmati.
6. Bisa digunakan bagi perempuan yang sudah puanya anak ataupun belum.
Kekurangan.
3. Berhenti haid yang bisa terjadi setelah setahun menggunakan, namun ada yang
menganggapnya sebagai manfaat.
4. Bisa mengakibatkan berat badan, rata-rata 1 sampe 2 kg di tahun pertama, namun ada
yang menganggapnya sebagai manfaat.
5. Kesuburan lambat kembali, sampai tingkat DMPA dalam tubuh menurun, dan butuh
waktu 4 bulan atau lebih bila dibandingkan dengan pil, IUD, atau kondom.
7. Tidak bisa segera dihentikan atau dikeluarkan dari tubuh bila ingin hamil atau terjadi
efek samping.
47
1. Tekanan darah tinggi.
3. Kemungkinan hamil.
Pascapersalinan.
Pasca abortus.
Interval.
2. Pil KB
Pil KB adalah pil dosis rendah yang mengandung hormon yang sama dengan yang diproduksi
tubuh wanita, estrogen dan progesterone. Satu blister berisi 28 pil yang terdiri dari 21 butir
pil aktif dan 7 pil pengingat yang tidak berisi hormon dan diberi warna beda.
Mekanisme Kerja.
2. Memperkental lendir leher rahim sehingga mencegah sperma masuk kedalam rahim,
karena itu mengurangi kemungkinan pembuahan dan kehamilan.
48
3. Menipiskan dinding rahim, sehingga tidak siap untuk kehamilan.
Efektifitas.
Bila digunakan secara benar dan tiada putus 99.9% ampuh untuk mencegah kehamilan yang
tidak dikehendaki.
Kelebihan.
2. Tidak mengganggu hubungan seks dan tidak kuatir akan terjadi kehamilan, sehingga
lebih bisa dinikmati.
5. Bisa mencegah kehamilan di luar rahim, kanker rahim, kanker indung telur, kista,
penyakit payudara.
6. Mengatur siklus haid, mengurangi rasa sakit haid dan mengurangi jerawat.
Kekurangan.
2. Pendarahan atau bercak darah di antara masa haid, terutama bila lupa minum pil atau
terlambat.
4. Tumbuh akne.
49
5. Rambu rontok.
6. Payudara lembek.
8. Berhenti haid.
10. Tidak dianjurkan bagi yang sedang menyusui, karena akan mempengaruhi kualitas
dan kuantitas ASI.
13. Walu sangat jarang, perempuan yang mengidap darah tinggi atau yang berusia 35
tahun ke atas dan merokok lebih terserang stroke, serangan jantung atau pengumpulan darah
dalam pembuluh.
Petunjuk pil KB
50
b. Efektif sampai laktasi dihentikan.
3. IUD
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yang dikenal juga sebagai IUD (intra uterine davece)
adalah rangka plastik kecil yang dipasang kedalam rahim melalui vagina. AKDR pada
umumnya dilengkapi dengan satu atau dua lembar benang yang menjulur AKDR dengan
meraba benang tersebut. Bidan atau petugas kesehatan dapay mengeluarkan AKDR dengan
menarik benang secara perlahan-lahan memakai sebuah alat.
Mekanisme Kerja.
Efektifitas.
Kelebihan.
1. Pencegah kehamilan jangka panjang yang ampuh untuk paling tidak 10 tahun.
51
3. Tidak terpengaruh obat-obatan.
Kekurangan.
1. Perubahan haid (biasa terjadi dalam 3 bulan pertama, tapi kian berkurang setelah 3
bulan).
5. Bisa keluar dari rahim tampa diketahui. (sering terjadi bila AKDR dipasang segerah
setelah melahirkan).
6. Pengguna dari waktu kewaktu harus memeriksa posisi benang AKDR dengan
memasukan jari kedalam vagina. Sebagian perempuan tidak mau melakukan demikan.
52
Kapan AKDR bisa dipasang ?
2. Bila tidak segera setelah melahirkan, sekitar 4 atau 5 bulan setelah melahirkan atas
dasar jenis AKDR yang dipakai.
3. Segera setelah aborsi ( bila tidak ada infeksi ). Bila ada infeksi, obati dulu infeksinya
dan bisa menggunakan alat kontrasepsi lainnya. AKDR bisa dipasang 3 bulan setelah infeksi
bisa disembuhkan.
4. Kapan saja, ( tidak hanya selama haid ) asal pasti yang beersangkutan tidak hamil dan
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak dapat dipasang pada keadaan :
53
d. Duk steril dipasang di bawah bokong
f. Servick portio dibersihkan dengan kapas betadin atau lioson atau lainnya.
g. Dilakukan sodage untuk menentukan dalam panjang rahim dana arah posisi rahaim.
Lippes loop dimasukkan ke dalam introdusor dari pangkal, sampai mendekati ujung
proksimal.
Tali AKDR dpat dipotong dahulu, sesuai dengan keinganan atau dipotong kemudian
setelah pemasangan
Tali AKDR dapat dipotong sependek mungkin un tuk menghindari sentuhan penis
dan menghindari infeksi.
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dapat dibuka sebelum waktunya bila dijumpai :
Terjadi perdarahan
4. Kondom
54
Kondom merupakan alat kontrasepsi yang mudah dan praktis diguna bagi semua orang.
Terbukti aman selama digunakan dengan benar dalam mencegah kehamilan kondom terbuat
dari lateks tipis tidak berpori dan telah dibuktikan melalu uji elektronis di laboratorium serta
memenuhi standar mutu internasional.
Kondom mencegah sperma masuk kedalam rahim sekaligus mencegah pertukaran cairan
tubuh sehingga merupakan suatu perlindungan terhadap penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seks termasuk HIV/AIDS.
Keunggulan dari kondom adalah memiliki aroma romantik dan memiliki ulir dan berlekuk
untuk menambah kenikmatan berhubungan bersama pasangan anda serta setiap kondom
dilapisi pelumas untuk mencegah iritasi.
Prinsip pemasangan susuk KB adalah dipasng pada lengan kiri atas dan pemasangan seperti
kipas mekar dengan 6 kapsul.
5. Kapsul dimasukkan ke dalam trokar, dan didorong dengan alat pendorong sampai
terasa tertahan.
55
8. Setelah 6 kapsul dipasang, bekas inisi ditutup dengan tensoplast
5. Biaya ringan.
D. Kontra Indikasi
Yaitu suatu kondisi medis yang menyebabkan suatu bentuk pengobatan yang seharusnya
disarankan / dilakukan, tidak dianjurkan atau tidak aman.
56
Absolut : Jangan memakai.
Calon akseptor harus diberitahu / diajarkan tanda tanda bahaya dari metode kontrasepsi
yang sedang dipertimbangkan olehnya terutarna untuk calon akseptor Pil oral dan IUD.
b. Sakit perut.
e. Spotting, perdarahan per vaginam, haid yang banyak, bekuan bekuan darah.
57
b. Sakit kepala yang hebat.
d. Depresi.
e. Polyuri.
Kerjasama antara Suami Isteri Metode metode kontrasepsi tertentu tidak dapat dipakai
tanpa kerjasama pihak suami, misalnya Coitus interruptus, Kondom, Spermisid. Metode
Fertility Awareness atau metode kesadaran akan fertilitas membutuhkan kerjasama dan
saling percaya mempercayai antara pasangan suami isteri. Dilain pihak, IUD, Pil oral,
Suntikan kadang kadang digunakan oleh pihak isteri tanpa sepengetahuan atau dukungan
suami.
Keadaan yang paling ideal adalah bahwa isteri dan suami harus bersama sama:
Peserta KB yang mengalami kasus dari pemakaian kontrasepsi. Misalnya : kegagalan dari
pemakaian alat kontrasepsi. Pemeriksaan ulangan dari kontrasepsi yang dipakainya. Misalnya
: pemeriksaan letak IUD atau Implant.
Tempat pelayanan rujukan KE, dilaksanakan sesuai dengan kasus yang dirujuk, antara lain :
Bagi calon peserta KB baru yang akan menggunakan cara kontrasepsi tertentu antara lain:
58
1. Calon peserta KB yang akan ber KB dengan metode Medis Operatif ( Pria / Wanita )
atau peserta KB yang akan ganti cara ke metode Medis Operatif dapat dirujuk ke Puskesmas
yang mampu melaksanakan Metode Operatif atau ke Rumah Sakit pemerintah maupun
Rmnah Sakit Swasta.
2. Calon peserta KB yang akan ber KB dengan metode kontrasepsi IUD, Implant,
Suntikan dan Pil atau peserta KB yang akan ganti cara ke metode tersebut dapat dirujuk ke
Polindes ( Pondok Bersalin Desa ), Puskesmas atau dokter / bidan praktek swasta.
3. eserta KB yang mengalami kasus dari pemakaian alat alat kontrasepsi, misalnya
kegagalan dan komplikasi dapat dirujuk ke Polindes, Puskesmas, Dokter / Bidan praktek
swasta dan Rumah Sakit pemerintah atau swasta.
4. Pemeriksaan ulangan dari alat kontrasepsi yang dipakai misalnya : IUD, Implant
dapat dirujuk ke Polindes, Puskesmas, Dokter / Bidan praktek swasta dan Rumah Sakit
pemerintah atau swasta.
Pada tingkat dusun, dapat dirujuk oleh Kader / PPKBD ke Bidan di desa (Polindes) atau
Puskesmas pembantu. Pada tingkat desa, dapat dirujuk oleh Bidan di desa ( PLKB ) ke
Puskesmas, Dokter dan Dokter praktek swasta.
Pada tingkat kecamatan, dapat dirujuk oleh Bidan / Dokter praktek swasta, Kepala Puskesmas
ke Rumah Sakit pemerintah atau swasta.
e. Antara Puskesmas dan Rumah Sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
59
g. Antar Rumah Sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain dan Rumah Sakit,
laboratorium atau fasilitas pelayanan yang lain.
Rangkaian jaringan fasilitas pelayanan kesehatan dalam sistem rujukan tersebut berjenjang
dari yang paling sederhana di tingkat keluarga sampai satuan fasilitas pelayanan kesehatan
nasional dengan dasar pemikiran rujukan ditujukan secara timbal balik ke satuan fasilitas
pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, dan rasional serta tanpa dibatasi oleh wilayah
administrasi.
Rujukan bukan berarti melepaskan tanggung jawab dengan menyerahkan klien ke fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, akan tetapi karena kondisi klien yang mengharuskan pemberian
pelayanan yang lebih kompeten dan bermutu melalui upaya rujukan. Untuk itu dalam
melaksanakan rujukan harus telah pula diberikan
Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang dituju mengenai kondisi klien saat
ini dan riwayat sebelumnya serta upaya / tindakan yang telah diberikan.
Bila perlu, karena kondisi klien, dalam perjalanan menuju tempat rujukan harus
didampingi perawat / Bidan.
Konseling tentang kondisi klien sebelum dan sesudah diberi upaya penanggulangan.
60
Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang merujuk mengenai kondisi klien
berikut upaya penanggulangan yang telah diberikan serta saran saran upaya pelayanan
lanjutan yang harus dilaksanakan, terutama tentang penggunaan kontrasepsi.
Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang dituju mengenai kondisi klien saat
ini dan riwayat sebelumnya serta upaya/tindakan yang telah diberikan.
Bila perlu, karena kondisi klien, dalam perjalanan menuju tempat rujukan harus
didampingi perawat/bidan.
A. Definisi
Sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan
koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang
paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi
baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar
dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes
RI, 2006)
61
Menurut SK Menteri Kesehatan RI No 32 Tahun 1972 sistem rujukan adalah suatu sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelipahan tanggung jawab timbal
balik terhadap satu kasus masalah kesehatan secara vertikal, dala arti unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar
unit-ubit yang setingkat kemampuannya.
Dapat dikatakan bahwa sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan
yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab seacara timbal balik atas
timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masayarakat, baik secara vertikal
maupun horizontal kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan secara rasional.
B. Tujuan
System rujukan bertujuan agar pasien mendapatkan pertoplongan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan demikian dapat
menurunkan AKI dan AKB.
C. Jenis
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan internal dan rujukan
eksternal :
rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi
tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk
Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan
kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke
rumah sakit umum daerah)
62
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan medik dan rujukan
kesehatan
Rujukan medic :
mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan
suatu pelayanan pengobatan setempat.
Rujukan kesehatan :
Adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masayarakat yang bersifat preventif dan
promotif. Tujuan sistem rujukan upaya kesehatan :
Umum
Dihasilakannya upaya pelayanan kesehatan yang didukung mutu pelayanan yang optimal
dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
Khusus
Dihasilkannya upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif secara
berhasil guna dan berdaya guna
Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif secara
berhasil guna dan berdaya guna
- PUSKESMAS/BP/RB/BKIA SWASTA
63
- PUSKESMAS PEMBANTU/ BIDAN
Jalur Rujukan
- puskesmas pembantu
- puskesmas pembantu
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D. atau rumah sakit swasta
Mekanisme rujukan
64
Menentukan kegawadaruratan penderita
Ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/ dukun bayi,
maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka
belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat
menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan
kasus mana yang harus dirujuk.
Sebaiknya bayi yang akan dirujuk harus sepengathuan ibu atau keluarga bayi yang
bersangkutan dengan cara petugas kesehatan menjelaskan kondisi atau masalah bayi yang
akan dirujuk dengan cara yang baik.
Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk. Meminta petunjuk apa yan perlu
dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan. Meminta
petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin
dikirim.
B (Bidan) : Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan
memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti spuit, infus set,
tensimeter dan stetoskop
65
K (keluarga) : Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan mengapa ia
dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima ibu (klien) ke tempat rujukan.
S (Surat) : Beri sura ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan rujukan,
uraian hasil rujuka, asuhan atau obat-obat yang telah diterima ibu
K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien)
dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat.
U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk
membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempar rujukan
Pengiriman Penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/ sarana transportasi yang
tersedia untuk mengangkut penderita
Harus kunjungan rumah bila penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor
66
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam mempersiapkan anak yang berkualitas, maka sejak dari mulai terjadi pembuatan
sampai dianya menjadi dewasa haruslah dilakukan pemeliharaan dan penjagaan yang
seksama agar tumbuh kembang anak tersebut tidak mengalami kegagalan. Faktor anak
selama dalam kandungan akan sangat mempengaruhi dalam proses tumbuh kembang anak
dikemudian hari. Sebagai contoh dari seorang ibu yang sehat dan memelihara kandungannya
secara seksama, berarti ibu tersebut telah mempersiapkan sejak awal suatu keturunan yang
dapat diharapkan sebagai generasi penerus yang berkualitas. Hal ini secara umum tidak akan
sama bila sang Ibu sejak dini tidak terlibat dalam mempersiapkannya. Keikut sertaan ibu
dalam keluarga berencana, sehingga proses persalinan yang ideal dapat dipenuhi dan ini akan
sangat membantu kesehatan ibu dan anak yang akan dilahirkannya. Sebagai contoh seorang
ibu hendaklah jangan melahirkan terlalu dini, ataupun terlalu lambat, begitu juga sebaiknya
seorang ibu janganlah melahirkan terlalu sering dan janganlah mempunyai anak terlalu
banyak.
3.2 Saran
Banyak membaca berbagai sumber yang ada akan sangat membantu untuk memperluas
wawasan
67
DAFTAR PUSTAKA
68