You are on page 1of 20

MASALAH PELAYANAN KEBIDANAN DI TINGKAT PELAYANAN

KEBIDANAN PRIMER

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

KELAS 3A

1. Sefni Silviana D (201502007)


2. Dian Tri Puji L (201502013)
3. Lathifatul Khusnah (201502015)
4. Rodhiyah Kurniati (201502035)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHAT PPNI

KABUPATEN MOJOKERTO

KELAS I/B D3 KEBIDANAN

2017

1
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan


kebidanan adalah layanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangan yang telah
diberikan. Sasarannya adalah individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya
peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif). Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :

1. Layanan kebidanan primer adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung
jawab bidan
2. Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota
tim yang kegiatannya dilakukan secara bersama atau sebagai salah satu urutan dari suatu
urutan dari suatu proses kegiatan pelayanan kebidanan
3. Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka
rujukan ke system pelayanan yang lebih tinggi/sebaliknya, yaitu pelayanan yang
dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan
juga layanan rujukan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan
lain secara horizontal maupun vertical atau ke profesi kesehatan lainnya.
Asuhan kebidanan meliputi asuhan prakonsepsi , antenatal, intranatal, neonatal,
nifas, keluarga berencana, ginekologi, premennopause, dan asuhan primer. Dalam
pelaksanaannya, bidan bekerja dalam sistem pelayanan yang memberi konsultasi,
manajemen kolaborasi, dan rujukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan
klien.
Pelayanan kebidanan merupakan perpaduan antara kiat dan ilmu. Bidan
membutuhkan kemampuan untuk memahami kebutuhan wanita dan mendorong
semangatnya serta menumbuhkanrasa percaya dirinya dalam menghadapi kehamilan,
persalinan, maupun perannya sebagai ibu. Dalam menjalankan tugasnya, bidan
membutuhkan ilmu tingkat tinggi dan kemampuan untuk mengambil keputusan.

2
1.2 Pengenalan masalah kebidanan yang terjadi di masyarakat

a. Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indicator derajat kesehatan.
Namun masalah kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. Dengan
demikian, pelayanan kesehatan ibu menjadi prioritas utama dalam pembangunan
kesehatan di Indonesia.Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu akibat
dari proses kehamilan, persalinan dan pasca persalinan per 100.000 kelahiran hidup pada
masa tertentu.

Kematian ibu adalah kematian wanita dalam masa kehamilan, persalinan dan
dalam masa 42 hari (6 minggu) setelah berakhirnya kehamilan tanpa memandang usia
kehamilan maupun tempat melekatnya janin, oleh sebab apapun yang berkaitan dengan
atau diperbesar oleh kehamilan atau pengelolanya, bukan akibat kecelakaan.

AKI merupakan tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu, yang menjadi indicator
terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetric dan ginekologi disuatu wilayah.
Menurut SDKI 2012 AKI 359 / 100.000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami
peningkatan yang tajam disbanding SDKI 2007 yaitu 228 / 100.000 kelahiran dan masih
jauh dari harapan untuk mencapai MDDS 2015 yaitu 102 / 100.000 kelahiran. Untuk itu
perlu adanya langkah-langkah konkrit untuk menanggulanginya.

Kematian ibu dikelompokkan menjadi dua yaitu :

a. Kematian sebagai akibat langsung kasus kebidanan.


b. Kematian sebagai akibat tidak langsung kasus kebidanan yang disebakan penyakit
yang sudah ada sebelumnya, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan
bukan akibat langsung kasus kebidanan, tetapi diperbesar oleh pengaruh fisiologis
kehamilan.

Beberapa penyebab kematian ibu di Indonesia yaitu yang pertama perdarahan,


dimana perdarahan menjadi penyebab utama dari meningkatnya Angka Kematian Ibu

3
yaitu 20 50 % kematian ibu yang kedua adalah eklamsia dan yang ketiga adalah infeksi,
baik infeksi rahim (sepsis) maupun infeksi lainnya.

Adapun factor-faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu adalah EMPAT


TERLALU (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat jarak
kelahiran) dan TIGA TERLAMBAT (terlambat mengenali bahaya dan mengambil
keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan
kegawatdaruratan.

b) Kematian Bayi dan Balita


Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih jauh
dari target diharapkan. Walaupun terjadi penurunan angka kematian balita dan kematian
bayi yang cukup signifikan sejak tahun 1990 sampai 2003, namun penurunan kematian
cenderung melambat dalam 10 tahun terakhir. Angka kematian neonatal merupakan
penyumbang terbesar AKB, kematian neonatal menunjukkan penurunan yang stagnan
dalam 10 tahun terakhir, ini mengakibatkan proporsi kematian neonatal semakin besar
dari tahun ke tahun jika dibandingkan dengan seluruh kematian bayi dan balita.

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi saat setelah bayi lahir sampai bayi
belum berusia tepat 1 tahun.Angka Kematian Bayi adalah banyaknya kematian bayi
berusia dibawah 1 tahun per 1.000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.Menurut
SDKI tahun 2012 Angka Kematian Bayi berada dikisaran 32 / 1.000 kelahiran hidup ada
penurunan disbanding dengan SDKI 34 / 1.000 kelahiran hidup. Namun, masih jauh dari
target MDGS yaitu 23 / 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Banyak factor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar dari sisi
penyebabnya kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi
endogen atau yang umum disebut kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi
pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir, yang diperoleh dari orangtuanya saat konsepsi atau didapat selama
kehamilan. Kematian bayi eksogen atau post neonatal adalah kematian bayi yang terjadi
setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebakan oleh faktor-
faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

4
Penyebab kematian bayi adalah BBLR, Infeksi, Asfiksia, Hipotermia dan
pembagian ASI yang kurang adekuat. Adapun factor-faktor yang melatarbelakangi
kematian bayi adalah pengetahuan masyarakat, budaya, norma, akses ke pelayanan
kesehatan dan sosial ekonomi.Angka kematian balita adalah jumlah kematian anak usia 0
4 tahun selama satu tahun tertentu per 1.000 anak umur yang sama pada pertengahan
tahun itu (termasuk kematian bayi).Target untuk menurunkan angka kematian balita
sesuai harapan MDGS masih jauh dari target. Menurut SDKI tahun 2007 angka
kematian balita adalah 44 / 1.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab kematian balita
menurut Riskesda tahun 2007 adalah diare (25,2 %), Pneumonia (15,5 %) dan DBD (6,8
%).Untuk itu diperlukan langkah-langkah untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan
Angka Kematian Bayi dan Balita

1.3 Perencanaan Untuk Penyelesaian Masalah


Langkah untuk menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal
adalah sebagai berikut:
1. Gerakan Sayang Ibu
Gerakan Sayang Ibu (GSI) adalah gerakan yang mengembangkan kualitas
perempuan utamanya melalui percepatan Angka Kematian Ibu yang dilaksakan
bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan sumber
daya manusia dengan meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian dalam
upaya integrative dan sinergis. Gerakan Sayang Ibu dirintis tahun 1996 di 8
Kabupaten perintis di 8 provinsi ruang lingkup kegiatan GSI diharapkan dapat
menggerakan masyarakat untuk aktif terlibat dalam kegaiatan tabulin, pemetaan
bumil, donor darah, ambulance desa. Untuk mendukung GSI dikembangkan juga
program suami SIAGA dimana suami sudah menyiapkan biaya pemeriksaan dan
persalinan siap mengantar istri ke tempat pemeriksaan dan tempat persalinan serta
siap menjaga dan menunggui saat istri melahirkan.Pelaksanaan GSI diseluruh
Indonesia dimantapkan dengan pembentukan SATGAS GSI dari tingkat pusat sampai
desa.
Adapun kegiatan pelaksanaan GSI pada tingkat desa adalah :
2. Pembentukan SATGAS GIS Desa / Kelurahan
3. Pendataan dan pemetaan Bumil

5
4. Pengorganisasian Tabulin
5. Pengorganisasian Ambulan Desa
6. Pengorganisasian Donor Darah
7. Pengorganisasian Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan
8. Pengorganisasian Penghubung / Liasan
9. Pengembangan Tata Rujukan
10. Pengorganisasian Suami Siaga
11. Pembentukan Pondok Sayang Ibu
12. Menyebarluaskan informasi ke masyarakat dalam mengurangi kematian bayi.
13. Penyuluhan pada Toma, Toga, Keluarga Bumil
Melalui kegaiatan GSI tersebut dan didukung oleh tenaga bidan yang berkualitas
diaharapkan 3 TERLAMBAT tidak terjadi lagi. Sehingga penyebab kematian ibu yaitu
perdarahan, Eclamsi dan Infeksi dapat diminimalkan dan dapat pertolongan segera yang
pada akhirnya dapat menurunkan Angka Kematian Ibu.
Begitu juga dengan bayi dan balita. Dengan adanya kegiatan GSI masyarakat
telah mengerti resiko serta penyebab kematian bayi dan balita. Sehingga lebih siap
menghadapi dan mencari pertolongan kesehatan. Dengan demikian Angka Kematian
Bayi dan Balita dapat diturunkan.

2. Gerakan Reproduksi Keluarga Sehat

Gerakan Reproduksi Keluarga Sehat dimulai oleh BKKBN sebagai kelanjutan


dari Gerakan Ibu Sehat Sejahtera. Gerakan ini intinya merupakan upaya promosi
mendukung terciptanya keluarga yang sadar akan pentingnya mengupayakan kesehatan
reproduksi. Diantara masalah yang dikemukakan adalah masalah kematian ibu, karena itu
promosi yang dilakukan melalui GRKS juga termasuk promosi untuk kesejahteraan ibu.

Konsep reproduksi sehat dikembangkan ole BKKBN, bertujuan untuk


menurunkan tingkat fertilitas, serta berkeinginan untuk memberikan tingkat kesehatan
yang baik untuk ibu dan anaknya. Oleh karena itu, konsep ini menunda perkawinan atau
kehamilan pertama sampai umur 20 tahun, mengatur kelahiran pada usia 30 tahun dengan
cara menggunakan kontrasepsi dan mengatur jarak kelahiran anak serta cukup
mempunyai 2 anak saja, dan terakhir adalah tidak hamil lagi setelah berumur 30 tahun.

6
Pendewasaan usia perkawinan bertujuan agar laki-laki matang dan siap baik fisik
dan psikologis dalam menempuh perkawinan, sehingga mereka terhindar dari perkawinan
terlalu muda yang mempunyai resiko kematian yang tinggi. Mereka juga diharapkan
tidak hamil diluar nikah, atau hamil yang tidak direncanakan untuk mencegah abortus
yang tidak aman.Pengaturan kelahiran bertujuan agar mengatur kapan melahirkan,
jumlah anak yang diinginkan, mengatur jarak anak sehingga aman dari resiko kematian
yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan.
Atas dasar diatas maka fungsi dan tugas pokok GKRS adalah :
a. Menurunkan AKI dan AKB, melalui upaya pengurangan golongan berisiko
tinggi menjadi hamil dan upaya memfasilitasi informasi agar tidak terjadi 4
TERLALU.
b. Menurunkan fertilitas melalui upaya pendewasaan usia perkawinan,
peningkatan kesertaan KB, pembinaan pengaturan jarak kelahiran, serta
pembinaan pengaturan umur melahirkan.
c. Melakukan KIE tentang pelayanan KB, Prenatal, Persalinan yang aman dan
pelayanan pasca persalinan.
d. Penyediaan alat kontrasepsi.
e. Melakukan upaya peningkatan pembinaan program reproduksi sehat oleh
masyarakat melalui peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat.

1.4 Gerakan Dan Upaya Di Bidang Kesehatan Masyarakat Dalam Akselerasi Penurunan
AKI Dan AKB di Indonesia
Berikut adalah gerakan dan upaya dibidang kesehatan masyarakat dalam akselerasi
penurunan aki dan akb di indonesia
1.Penempatan bidan di desa
Bidan desa adalah bidan yang ditempatkan,diwajibkan tinggal srta bertugas
melayani masyarakat di wilayah kerjanya,yang meliputi satu atau dua desa yang dalam
melaksanakan tugas pelayanan medik baik di dalam maupun di luar jam kerjanya
bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas dan bekerja sama dengan
perangkat desa.
a. Fungsi bidan desa

7
a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-
rumah,menangani persalinan,pelayanan keluarga berencana dan pengayoman
medis kontrasepsi
b. Menggerakkan dan membina para serta masyarakat dalam bidang kesehatan,yang
sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat
c. Membina dan memberikan bimbimngan teknis kepada kader serta dukun bayi
d. Membina kelompok dasa wisma dibidang kesehatan
e. Membina kerja sama lintas program,lintas sektoral,dan lembaga swadaya
masyarakat
f. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada puskesmas kecuali
dalam keadaan darurat harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya
g. Mendeteksi secara dini adanya rfrek samping dan komplikasi pemakaian alat
kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit dan berusaha mengatasi sesuai
kemampuan.
b. Tujuan penempatan bidan di desa
Tujuan penempatan bidan desa secara umum adalah meningkatkan mutu dan
pemerataan pelayanan dalam rangka menurunkan angka kematian ibu,anak balita,dan
menurunkan angka kelahiran serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat.
Secara khusus tujuan penempatan bidan di desa adalah :
a. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat
b. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan
c. Meningkatnya mutu pelayanan ibu hamil,pertolongan persalinan,perawatan nifas
dan perinatal, serta pelayanana kontrasepsi.
d. Menurunnya jumlah kasus-kasus yang berkaitan penyulit kehamilan, persalinan,
dan perinatal
e. Menurunnya jumlah balita yang menderita gizi buruk dan diare
f. Meningkatnya kemampuan keluarga untuk hidup sehat dengan membantu
pembinaan kesehatan masyarakat
g. Meningkatnya peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD termasuk
gerakan dana sehat.

8
c. Pelayanan Bidan Desa
Menurut Azrul Azwar pelayanan kesehatan yang terdapat dalam masyarakat secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam,yaitu :
1. Pelayanan kesehatan tingkat I : Pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan
yang bersifat dasar.
2. Pelayanan Kesehatan tingkat II : Pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan
spesialis atau bahkan kadang-kadang pelayanan subspesialisi tetapi terbatas.
3. Pelayanan Kesehatan tingkat III : Pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan
spesialis dan subspesialisi.
Dari ketiga klasifikasi di atas dapat diketahui bahwa pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan oleh bidan desa lebih cenderung dalam pelayanan tingkat dasar pertama.
Selain membantu penurunan angka kematian dan peningkatan kesehatan ibu dan anak
termasuk keluarga berencana. Bidan desa juga membantu memberikan pengobatan
pertama pada masyarakat yang membutuhkan sebelum mendapatkan pertolongan
yang lebih efisien di rumah sakit.
d. Tugas Pokok bidan desa
Tugas Pokok bidan desa adalah Melakukan pelayanan kesehatan,khususnya
kesehatan ibu dan anak di desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah
kesehatan yang dihadapi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, dan Menggerakkan
serta membina masyarakat desa di wilayah kerjanya agar memiliki kesadaran berperilaku
hidup bersih dan sehat
e. Komitmen kerja bidan desa
Pelayanan kesehatan yang dilakukan bidan desa akan terlaksana secara optimal
apabila setiap bidan desa memahami komitmen kerjanya sebagai bidan kerja. Komitmen
kerja bidan desa adalah suatu janji dari seorang bidan desa atau kebulatan tekad untik
melaksanakan kegiatannya sebagai seorang bidan sesuai dengan tujuan,kedudukan,dan
cakupan yang sudah ditentukan dalam tugasnya.
Jenis-jenis komitmen kerja bidan desa terdiri dari :
a. Bidan desa harus komitmen terhadap peningkatan cakupan pelayanan
b. Bidan desa harus komitmen terhadap kebijaksanaan Depkes RI

9
c. Bidan desa harus komitmen terhadap tugas manajemen Kesehatan ibu dan Anak
(KIA) dan administrasi/pencatatan dan pelaporan.( Depkes RI,2004 )
f. Wewenang bidan desa
Wewenang bidan desa sama dengan wewenang yang diberikan kepada bidan lainnya.
Hal ini diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan.( Depkes RI,1996 )
Wewenang tersebut adalah sebagai berikut :
a. Wewenang umum : Kewenangan yang diberikan untuk melaksanakan tugas yang dapat
dipertanggungjawabkan secara mandiri.
b. Wewenang khusus : adalah wewenang untuk melaksanakan kegiatan yang memerlukan
pengawasan dokter. Tanggung jawab pelaksanaannya berada pada dokter yang diberikan
wewenang tersebut.
c. Wewenang pada keadaan darurat : Bidan diberikan wewenang melakukan pertolongan
pertama untuk menyelamatkan penderita atas tanggung jawabnya sebagai insane profesi.
Segera setelah melakukan tindakan darurat tersebut,bidan diwajibkan membuat laporan
ke Puskesmas di wilayah kerjanya.
d. Wewenang tambahan : Bidan dapat diberi wewenang tambahan oleh atasannya dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat lainnya sesuai dengan program
pemerintah,pendidikan dan pelatihan yang diterimanya.
g. Kegiatan bidan desa
Sesuai dengan kewenangan bidan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No.363/Menkes/Per/IX/1990,maka kegiatan bidan desa adalah :
1. Mengenal wilayah,struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk serta sistem
pemerintahannya.
2. Merencanakan dan menganalisa data serta mengidentifikasi masalah kesehatan
untuk merencanakan penanggulangannya.
3. Menggerakkan peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD dengan
melaksanakan Pertemuan Tingkat Desa ( PTD ),Supaya Mawas Diri ( SMD ) dan
Musyawarah Masyarakat Desa ( MMD ) yang diikuti dengan menghimpun dan
melatih kader sesuai dengan kebutuhan.
4. Memberikan pertolongan persalinan

10
5. Memberikan pertolongan kepada pasien ( orang sakit ),kecelakaan dan
kedaruratan.
6. Kunjungan rumah untuk melaksanakan perawatan kesehatan masyarakat di
wilayah kerja bidan.
7. Melatih dan membina dukun bayi agar mampu melaksanaka penyuluhan dan
membantu deteksi ibu hamil risiko tinggi.
8. Menggerakkan masyarakat agar melaksanakan kegiatan dana sehat di wilayah
kerjanya.
h. Peranan teknik bidan desa
Peranan teknik yang dimiliki bidan desa maksudnya pengetahuan dan keterampilan
tentang semua upaya dan kegiatan untuk melaksanakan pelayanan kebidanan dan pelayanan
KIA pada umumnya ( termasuk KB ),manajemen pelayanan KIA di wilayah kerjanya dan
peningkatan peran serta masyarakat dalam bidang KIA,khususnya pembinaan dukun bayi
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bidan dalam aspek fungsi teknisnya,agar
dapat berperan dalam mempercepat penurunan kematian ibu dan bayi dan meningkatkan
kemampuan dalam manajemen KIA dan upaya pendukungnya. ( Depkes RI,1994 )
Kebijaksanaan yang ditetapkan dalam pembinaan peranan teknik bidan desa adalah
sebagai berikut :
a. Pendayagunaan bidan desa ditujukan untuk mendukung percepatan penurunan
AKI dan AKB
b. Bertujuan untuk memastikan bahwa mereka melaksankan tugas pokoknya sesuai
standar yang ditetapkan dan mempunyai bekal pengetahuan serta keterampilan
cukup untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.
c. Pembinaan bidan desa hendaknya dikembangkan per kabupaten sesuai kondisi
setempat di bawah pembinaan tingkat propinsi dengan mengacu kepada pola
pembinaan teknis yang berlaku nasional.
i. Peranan non teknis bidan desa
a. Melakukan penyuluhan kesehatan
Penyuluhan yang khususnya mengenai kesehatan reproduksi kepada masyarakat.
Penyuluhan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya
melakukan pemeriksaan kehamilan serta persalinan yang ditolong oleh tenaga bidan desa.

11
b.Melakukan pelayanan rujukan
Jika bidan desa tak mampu menangani pasien atau pasien mengalami
kegawatdaruratan,maka diharapkan bidan desa melakukan rujukan ke puskesmas atau Rumah
sakit

c. Memberikan pelayanan antenatal


Antenatal care adalah merupakan cara penting untuk memonitoring dan mendukung
kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil
sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa
dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal.
j. Faktor internal dan eksternal dalam pelayanan bidan desa
Faktor karakteristik ( internal ) yang terkait dengan pelayanan bidan desa antara lain :
1.Umur
2.Tingkat pendidikan
3.Kemampuan
4.Masa kerja
5.Asal daerah
Faktor eksternal yang mempengaruhi mutu pelayanan bidan desa antara lain:
1. Faktor lingkungan di desa wilayah kerja bidan ( lokasi tempat tinggal dan
keamanan lingkungan )
2. Kualitas fisik ( bangunan ) dan fasilitas di Polindes
2. Pemberdayaan Keluarga dan Masyarakat dengan Menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan
Anak (Buku KIA)
Buku KIA merupakan instrumen pencatatan dan penyuluhan (edukasi) bagi ibu dan
keluarganya, juga alat komunikasi antar tenaga kesehatan dan keluarga. Disebut alat edukasi
karena buku KIA berisi informasi dan materi penyuluhan tentang kesehatan Ibu dan Anak
termasuk gizi, yang dapat membantu keluarga khususnya ibu dalam memelihara kesehatan
dirinya sejak ibu hamil sampai anaknya berumur 5 tahun.
Jadi Buku KIA merupakan:
Alat pencatatan dan pemantauan Kesehatan Ibu dan Anak

12
Alat komunikasi antara tenaga kesehatan dan antara tenaga kesehatan dengan ibu
dan keluarganya.
Alat penyuluhan (edukasi) Kesehatan Ibu dan Anak
Milik keluarga
Dapat dipergunakan di semua fasilitas kesehatan
Gabungan kartu-kartu kesehatan yang pernah ada dan yang masih ada, seperti: KMS ibu
hamil, Kartu KB, KMS Balita, dan Kartu Perkembangan Anak.
3. Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4k)
Program, perencanaan, persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) adalah : Suatu
Kegiatan yang difasilitasi oleh Bidan di Desa dalam rangka peningkatan peran aktif suami,
keluarga dan masyarakat dalam merencanakan Persalinan yang aman dan persiapan
menghadapi komplikasi pada ibu hamil, termasuk perencanaan pemakaian alat kontrasepsi
pasca persalinan dengan menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran untuk
meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahirKB
Tujuan Pemasangan Stiker P4k
a. Penempelan stiker P4K di setiap rumah ibu hamil dimaksudkan agar ibu hamil terdata,
tercatat dan terlaporkan keadaannya oleh bidan dengan melibatkan peran aktif unsur
unsur masyarakat seperti kader, dukun dan tokoh masyarakat.
b. Masyarakat sekitar tempat tinggal ibu mengetahui ada ibu hamil, dan apabila sewaktu
waktu membutuhkan pertolongan, masyarakat siap sedia untuk membantu. Dengan
demikian, ibu hamil yang mengalami komplikasi tidak terlambat untuk mendapat
penanganan yang tepat dan cepat.
Manfaat P4k
Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin,
Ibu nifas dan bayi baru lahir melalui peningkatan peran aktif keluarga dan masyarakat
dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi dan
tanda bahaya kebidanan dan bayi baru lahir bagi ibu sehingga melahirkan bayi yang
sehat.
Sasaran
Seluruh ibu hamil yang ada diwilayah.
Langkah langkah pelaksanaan p4k dengan pemasangan stiker

13
1) Orientasi P4K dengan Stiker untuk pengelola program dan stakeholder terkait di
tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas.
2) Sosialisasi di tingkat desa kepada kader, dukun, tokoh agama, tokoh masyarakat,
PKK serta lintas sektor di tingkat desa.
3) Pertemuan bulanan di tingkat desa(Forum Desa Siaga, Forum KIA, Pokja
Posyandu ,dll) yang melibatkan Kades,Toma,Toga, Kader dengan difasilitasi oleh
Bidan, yang dipimpin oleh kades membahas tentang :
4) Mendata jumlah ibu hamil di wilayah desa (Updating setiap bulan) Membahas
dan menyepakati calon donor darah, tranportasi dan pembiayaan ( Jamkesmas,
Tabulin)
5) Membahas tentang pembiayaan pemberdayaan masyarakat (ADD, PNPM, GSI,
Pokjanal Posyandu, dll)
6) Bidan bersama dengan kader atau dukun melakukan kontak dengan ibu hamil,
suami dan keluarga untuk sepakat dalam pengisian stiker termasuk pemakaian KB
pasca persalinan
7) Bidan bersama kader Mengisi dan menempel Stiker di rumah ibu hamil.
8) Bidan Memberikan Konseling pada ibu hamil, suami dan keluarga tentang P4K
terutama dalam menyepakati isi dalam stiker sampai dengan KB pasca persalinan
yang harus tercatat dalam Amanah Persalinan yang dilakukan secara bertahap
yang di pegang oleh petugas kesehatan dan Buku KIA yang di pegang langsung
oleh ibu hamil, dll
9) Bidan Memberikan Pelayanan saat itu juga sesuai dengan standar ditambah
dengan pemeriksaan laboratorium (Hb, Urine, bila endemis malaria lakukan
pemeriksaan apus darah tebal, PMTCT, dll) Setelah melayani , BdD merekap
hasil pelayanan ke dalam pencatatan Kartu Ibu, kohort ibu, PWS KIA, Peta
sasaran Bumil, Kantong Persalinan, termasuk kematian ibu , bayi lahir dan mati
di wilayah desa (termasuk dokter dan bidan praktek swasta di desa tsb ).
10) Setelah melayani , Bidan merekap hasil pelayanan ke dalam pencatatan Kartu
Ibu, kohort ibu, PWS KIA, Peta sasaran Bumil, Kantong Persalinan,
termasuk kematian ibu , bayi lahir dan mati di wilayah desa (termasuk dokter dan
bidan praktek swasta di desa tsb ). Melaporkan hasil tersebut setiap bulan ke

14
Puskesmas. Pemantauan Intensif dilakukan terus pada ibu hamil, bersalin dan
nifas. Stiker dilepaskan sampai 40 hari pasca persalinan dimana ibu dan bayi yang
dilahirkan aman dan selamat.

Peran Masyarakat/Kader/Dukun
Membantu bidan dalam mendata jumlah ibu hamil di wilayah desa binaan.
Memberikan penyuluhan yang berhubungan dengan kesehatan ibu (Tanda Bahaya
Kehamilan, Persalinan dan sesudah melahirkan)
Membantu Bidan dalam memfasilitasi keluarga untuk menyepakati isi Stiker,
termasuk KB Pasca melahirkan.
Bersama dengan Kades, Toma membahas tentang masalah calon donor darah,
transportasi dan pembiayaan untuk membantu dalam menghadapi kegawatdaruratan
pada waktu hamil, bersalin dan sesudah melahirkan.
Menganjurkan suami untuk mendampingi pada saat pemeriksaan kehamilan,
persalinan, dan sesudah melahirkan
Menganjurkan Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan
4. .Penyediaan Fasilitas Kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned) di
Puskesmas Perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (Ponek) di
Rumah Sakit.
a. Pengertian
PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) merupakan pelayanan untuk
menggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetric neonatal yang meliputi segi:
1) Pelayanan obstetric : Pemberian oksitosin parenteral, antibiotika perenteral dan sedative
perenteral, pengeluaran plasenta manual/kuret serta pertolongan persalinan menggunakan
vakum ekstraksi/forcep ekstraksi.
2) Pelayanan neonatal : Resusitasi untuk bayi asfiksia, pemberian antibiotika parenteral,
pemberian antikonvulsan parenteral, pemberian bic- nat intraumbilical/ Phenobarbital
untuk mengatasi ikterus, pelaksanaan thermal control untuk mencegah hipotermia dan
penganggulangan gangguan pemberian nutrisi.
PONED dilaksanakan di tingkat puskesmas, dan menerima rujukan dari tenaga atu
fasilitas kesehatan di tingkat desa atau masyarakat dan merujuk ke rumah sakit. PPGDON

15
(Pertolongan Pertama pada kegawatdaruratan obstetric dan neonatal). Kegiatannya adalah
menyelamatkan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal dengan memberikan
pertolongan pertama serta mempersiapkan rujukan. PPGDON dilaksanakan oleh tenaga
atau fasilitas kesehatan di tingkat desa dan sesuia dengan kebutuhan dapat merujuk ke
puskesmas mampu PONED atau rumah sakit.
PONEK (Pelayanan obstetric dan neonatal emergensi komprehensif) Kegiatannya
disamping mampu melaksanakan seluruh pelayanan PONED, di RS kabupaten/kota
untuk aspek obstetric , ditambah dengan melakukan transfusi dan bedah sesar. Sedangkan
untuk aspek neonatus ditambah dengan kegiatan PONEK (Pelayanan obstetric dan
neonatal emergensi komprehensif)
Kegiatannya disamping mampu melaksanakan seluruh pelayanan PONED, di RS
kabupaten/kota untuk aspek obstetric , ditambah dengan melakukan transfusi dan bedah
sesar. Sedangkan untuk aspek neonatus ditambah dengan kegiatan (tidak berarti perlu
NICU) setiap saat. PONEK dilaksanakan di RS kabupaten/kota dan menerima rujukan
dari oleh tenaga atau fasilitas kesehatan di tingkat desa dan masyarakat atau rumah sakit.
b. Kebijaksanaan
Ketersediaan pelayanan kegawatdaruratan untuk ibu hamil beserta janinnya sangat
menentukan kelangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir. Misalnya, perdarahan sebagai
sebab kematian langsung terbesar dari ibu bersalin perlu mendapat tindakan dalam waktu
kurang dari 2 jam, dengan demikian keberadaan puskesmas mampu PONED menjadi
sangat strategis.
c. Kriteria
Puskesmas mampu PONED yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan
obstetric dan neonatal di Kabupaten/ Kota sangat spesifik daerah, namun untuk
menjamin kualitas, perlu ditetapkan beberapa criteria pengembangan :
1. Puskesmas dengan sarana pertolongan persalinan. Diutamakan puskesmas dengan
tempat perawatan/ puskesmas dengan ruang rawat inap.
2. Puskesmas sudah berfungsimenolong persalinan.
3. Mempunyai fungsi sebagai sub senter rujukan
Melayani sekitar 50.000 100.000 penduduk yang tercakup oleh puskesmas
(termasuk penduduk di luar wilayah puskesmas PONED).

16
Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan puskesmas
biasa ke puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan transportasi
umum setempat, mengingat waktu pertolongan hanya 2 jam untuk kasus
perdarahan.
Jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang perlu tersedia, sekurang-kurangnya
seorang dokter dan seorang bidan terlatih GDON dan seorang perawat terlatih
PPGDON. Tenaga tersebut bertempat tinggal di sekitar lokasi puskesmas
mampu PONED.
Jumlah dan jenis sarana kesehatan yang perlu tersedia sekurang-kurangnya :
Alat dan obat
Ruangan tempat menolong persalinan Ruangan ini dapat memanfaatkan
ruangan yang sehari-hari digunakan oleh pengelola program KIA : Luas
minimal 3 x 3 m ,Ventilasi dan penerangan memenuhi syarat, Suasana
aseptik bias dilaksanakan, DanTempat tidur minimal dua buah dan
dapat dipergunakan untuk melaksanakan tindakan.
Air bersih tersedia
Kamar mandi/ WC tersedia
Pelaksanaan PONED
Persiapan pelaksanaan, Dalam tahap ini ditentukan :
o Biaya operasional PONED
o Lokasi pelayanan emergensi di puskesmas
o Pengaturan petugas dalam memberikan pelayanan gawat darurat obstetric
neonatal.
o Format-format
o Rujukan
o Pencatatan dan pelaporan (Kartu Ibu, Partograf, dll)
Sosialisasi
Dalam pemasaran social ini yang perlu diketahui oleh masyarakat antara lain adalah jenis
pelayanan yang diberikan dan tariff pelayanan. Pemasaran social dapat dlaksanakan
antara lain oleh petugas kesehatan dan sector terkait, dari tingkat kecamatan sampai ke
desa, a.l dukun/ kader dan satgas GSI melalui berbagai forum yang ada seperti rapat

17
koordinasi tingkat kecamatan/ desa, lokakarya mini dan kelompok pengajian dan lain-
lainnya.
Alur pelayanan di puskesmas mampu PONED
Setiap kasus emergensi yang datang ke puskesmas mampu PONED harus langsung
ditangani, setelah itu baru pengurusan administrasi (pendaftaran, pembayaran alur
pasien. Pelayanan gawat darurat obstetric dan neonatal yang diberikan harus mengikuti
prosedur tetap (protap).
Pencatatan
Dalam pelaksanaan PONED ini, diperlukan pencatatan yang akurat baik ditingkat
Kabupaten/ Kota (RS PONED) maupun di tingkat puskesmas. Format-format yang
digunakan adalah yang sudah baku seperti :
1. Pencatatan System Informasi manajemen Puskesmas (SP2PT)
2. KMS ibu hamil/ buku KIA
3. Register Kohort Ibu dan Bayi
4. Partograf
5. Format-format AMP
Pelaporan
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang dengan menggunakan format
yang terdapat pada buku pedoman AMP, yaitu :
1. Laporan dari RS Kabupaten/ Kota ke Dinkes Kabupaten/ kota (Form RS)
Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta
sebab kematian) ibu dan bayi baru lahir.
2. Laporan dari puskesmas ke Dinkes Kabupaten/ Kota (Form Puskesmas).
Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas dan jumlah kasus
yang dirujuk ke RS Kabupaten/ Kota.
3. Laporan dari Dinkes kabupaten/ Kota ke tingkat propinsi/ Dinkes Propinsi.
Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan neonatal yang
ditangani oleh RS kabupaten/ Kota dan puskesmas, serta tingkat kematian dari tiap jenis
komplikasi/ gangguan.
4. Pemantauan

18
Pemantauan dilakukan oleh institusi yang berada secara fungsional satu tingkat
diatasnya secara berjenjang dalam satu kesatuan system.Hasil pemantauan harus
dimanfaatkan oleh unit kesehatan masing-masing dan menjadi dasar untuk melakukan
perbaikan serta perencanaan ulang manajemen pelayanan melalui :
Pemanfaatan laporan, Laporan yang diterima bermanfaat untuk melakukan penilaian
kinerja dan pembinaan
Umpan Balik, Hasil analisa laporan dikirimkan sebagai umpan balik dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota ke RS PONEK dan Puskesmas
PONED atau disampaikan melalui pertemuan Review Program Kesehatan Ibu dan Anak
secara berkala di Kabupaten/ Kota dengan melibatkan ketiga unsure pelayanan kesehatan
tersebut diatas. Umpan balik dikirimkan kembali dengan tujuan untuk melakukan tindak
lanjut terhadap berbagai masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan PONED/ PONEK.
5. Program Jampersal (Jaminan Persalinan)
Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan
Persalinan) yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal ini diperuntukan bagi seluruh
ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir yang belum memiliki jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan. Keberhasilan Jampersal tidak hanya ditentukan oleh
ketersediaan pelayanan kesehatan namun juga kemudahan masyarakat menjangkau
pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari masyarakat,
sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal kemudahan transportasi serta
pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting.
6. Program Emas (Expanding Maternal And Neonatal Survival)
Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan RI meluncurkan program EMAS
(Expanding Maternal and Neonatal Survival, bekerja sama dengan USAID dengan kurun
waktu 2012 2016, yang diluncurkan 26 Januari 2012 sebagai salah satu bentuk
kerjasama Pemerintah Indonesia dengan USAID dalam rangka percepatan penurunan
kematian ibu dan bayi baru lahir di 6 provinsi terpilih yaitu Sumatera Utara, Sulawesi
Selatan, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan JawaTimur yang menyumbangkan kurang
lebih 50 persen dari kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dalam program ini Kementerian
Kesehatan RI bekerjasama dengan JHPIEGO, serta mitra-mitra lainnya seperti Save the
Children, Research Triangle Internasional, Muhammadiyah

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/4881057/masalah_di_kebidanan_komunitas_dan_strategi_penangana
n_dari_sudut_pandang_kebidanan

https://www.scribd.com/document/336246104/akselerasi-pencapaian-MDGS

Manuaba, Chandranita Manuaba, dan Fajar Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:
EGC

Purwandari, Atik. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC

Syafrudin, Theresia, dan Jomima. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk
Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: CV.Trans Info Media

20

You might also like