You are on page 1of 31

5th Public Health Competition 2017

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN ANAK JALANAN


MELALUI PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN HIV/AIDS
BERBASIS BUDAYA TEATER JAPIN CARITA DI BANJARMASIN
KALIMANTAN SELATAN

Sub Tema
(Sosial Budaya)

Oleh:
Elya Rahmah (NIM. I1A114012/ 2014)
Lutfi Apriani (NIM. I1A114076 / 2014)
Ratna Marta Sari (NIM. I1A114054/ 2014)

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


BANJARBARU
2017
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya


kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan KTI Ilmiah yang berjudul
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN ANAK JALANAN
MELALUI PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN HIV/AIDS
BERBASIS BUDAYA TEATER JAPIN CARITA DI BANJARMASIN
KALIMANTAN SELATAN tepat pada waktunya. Penulisan ini disusun guna
mengikuti lomba Karya Tulis Ilmiah 5th Public Health Competition 2017.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Fauzie
Rahman, SKM, MPH selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan dan masukan pada penulisan ini dan Panitia Public Health Competition
2017 dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember yang telah memberi
kesempatan untuk mengikuti ajang ini. Penulis menyadari bahwa penulisan karya
tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengha
rapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
dikemudian hari. Penulis berharap gagasan ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan.

Banjarbaru, 17 September 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL . ........................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 4
D. Manfaat Penulisan ............................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Jalanan........................................................................................ 6
B. Pendidikan Kesehatan.......................................................................... 7
C. HIV/AIDS ............................................................................................ 9
D. Teater Japin Carita............................................................................. 13
BAB III. METODE PENULISAN
A. Pengumpulan Data .............................................................................. 15
B. Pengolahan Data dan Informasi .......................................................... 15
C. Analisis dan Sintesis ........................................................................... 15
D. Simpulan ............................................................................................. 16
BAB IV. PEMBAHASAN .................................................................................. 17
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 22
B. Saran ................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Teater Japin Carita ................................................................................... 13


4.1. Pentas seni Teater Japin Carita ................................................................ 18
4.2. Contoh Tari Japin Carita.......................................................................... 19
4.3. Skema Pelaksanaan Tater Japin Carita dan Pembentukan
Kader Anak Jalanan Peduli AIDS ............................................................ 21

v
ABSTRAK

Menurut Kemenkes RI (2016), di Indonesia HIV/AIDS hingga saat ini sudah


menyebar di 407 dari 507 (80%) kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia.
Adapun Kalimantan Selatan menduduki peringkat ke 23 dari 34 Provinsi di Indonesia
yang tercatat sampai triwulan 2 tahun 2016 yaitu sebanyak 1.036 kasus HIV/AIDS.
Kasus tertinggi di Kalimantan Selatan berada di kota Banjarmasin sebesar 515 Kasus.
Kasus HIV/AIDS di Banjarmasin merupakan permasalahan yang perlu segera
ditangani terutama di kalangan anak jalanan. Hal ini dikarenakan anak jalanan
memiliki risiko yang sangat tinggi, salah satu faktornya adalah ketidaktahuan tentang
penyakit HIV/AIDS. Dinas Sosial Provinsi Kalsel tahun 2015 menyebutkan bahwa
jumlah anak jalanan seluruhnya adalah 188 orang dengan jumlah tertinggi anak
jalanan di Kota Banjarmasin, yaitu sebanyak 150 anak. Tujuan dari karya tulis ini
adalah membuat suatu gagasan sebagai upaya peningkatan kualitas kesehatan anak
jalanan melalui pendidikan kesehatan Pencegahan HIV/AIDS berbasis budaya Teater
Japin Carita agar pesan yang disampaikan akan lebih mudah dipahami oleh
masyarakat terutama anak jalanan. Metode penulisan dari karya tulis ini adalah studi
literatur atau tinjauan pustaka melalui pengumpulan berbagai data sebagai referensi,
seperti buku kesehatan dan sosial budaya, jurnal imiah edisi cetak maupun edisi
online, dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Japin Carita merupakan
teater rakyat tradisional yang tumbuh dan berkembang di Kalimantan Selatan yang
berasal dari pengembangan tari dan musik japin serta memuat unsur teatrikal
didalamnya. Proses teatrikal dari Japin Carita ini berisikan materi tentang
pencegahan dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS yang termasuk dalam tarian
yang diringi nyanyian serta dakwah dengan unsur religi dalam Japin Carita dengan
menggunakan bahasa Banjar. Sehingga diharapkan dari adanya inovasi Teater Japin
Carita ini dapat mewujudkan salah satu Nawacita Presiden dalam meningkatkan
kualitas kesehatan anak jalanan yang berfungsi sebagai media hiburan dan sebagai
media pendidikan.

Kata Kunci: HIV/AIDS, Kalimantan Selatan, Anak Jalanan, Teater Japin Carita

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak jalanan merupakan sebuah permasalahan sosial yang dijumpai di kota-
kota besar di Indonesia. Menurut kementrian sosial RI (2001), anak jalanan adalah
anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran
di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Usia mereka berkisar dari 6 tahun
sampai 18 tahun (Ramadhani, 2016). Anak jalanan mempunyai potensi cukup besar
menjadi pelaku atau korban penyalahgunaan obat terlarang, tindak kekerasan dari
sesama anak jalanan dan orang dewasa seperti eksploitasi seksual dan pergaulan
bebas yang dapat menjadi faktor risiko tertularnya infeksi menular seksual termasuk
HIV (Hutami, 2014).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang mempunyai
kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA
dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang. HIV menyebabkan kerusakan
sistem imun dan menghancurkannya. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan penyakit yang
timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang didapat. AIDS disebabkan oleh adanya
virus HIV yang hidup di dalam 4 cairan tubuh manusia yaitu cairan darah, cairan
sperma, cairan vagina, dan air susu ibu (Kumalasari, 2013).
Menurut laporan World Health Organization (WHO) sejak awal epidemi,
lebih dari 70 juta orang telah terinfeksi dengan virus HIV dan sekitar 35 juta orang
telah meninggal karena HIV (WHO, 2017). Di Indonesia HIV/AIDS hingga saat ini
sudah menyebar di 407 dari 507 (80%) kabupaten/kota di seluruh provinsi di
Indonesia. Berdasarkan data yang bersumber dari Ditjen PP & PL Kemenkes RI
jumlah HIV/AIDS pada bulan Januari 31 Maret 2016 terdapat 32.711 kasus HIV
dan 7.864 kasus AIDS. Jumlah kumulatif penderita HIV/AIDS tahun 1987-juni 2016
terus meningkat dimana terdapat 208.920 kasus HIV dan sebanyak 82.556 Kasus
AIDS (Kemenkes RI, 2016). Adapun Kalimantan Selatan menduduki peringkat ke 23

1
dari 34 Provinsi di Indonesia yang tercatat sampai triwulan 2 tahun 2016 yaitu
sebanyak 1.036 kasus HIV/AIDS. Kasus tertinggi di Kalimantan Selatan berada di
kota Banjarmasin sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Selatan 2002-2016 adalah
Kota Banjarmasin sebesar 515 Kasus (Dinkes Provinsi Kalsel, 2016).
Anak jalanan merupakan kelompok remaja yang beresiko tinggi tertular
infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS. Penelitian Lucie Eches mengenai profil
anak jalanan di Phnom Penh Cambodia juga menyebutkan terdapat 17% anak jalanan
yang terinfeksi HIV/AIDS. Tingginya angka infeksi HIV pada anak jalanan dilatar
belakangi oleh perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS (Hutami,2014).
Anak jalanan di Indonesia masih belum dianggap sebagai kelompok dengan
risiko tinggi terkena HIV/AIDS. Namun Departemen Kesehatan RI menyatakan
bahwa anak yang hidup dijalanan lebih rentan akan terkena HIV/AIDS. Hal ini
didukung oleh data Depkes RI pada tahun 2010 yaitu 144.889 anak yang hidup di
jalanan, 8.581 anak telah terinkesi HIV (Ridwan, 2012). Adapun jumlah anak jalanan
di Kota Banjarmasin pada tahun 2012 sebanyak 22 orang, dan meningkat pada tahun
2013 menjadi 79 orang, dan jumlah anak yang terbina hanya 48 orang (60,76%)
(Ramadhani, 2016). Sedangkan menurut data dari Dinas Sosial Provinsi Kalimantan
Selatan tahun 2015, jumlah anak jalanan seluruhnya adalah 188 orang dengan jumlah
tertinggi anak jalanan di Kota Banjarmasin, yaitu sebanyak 150 anak (Dinsos Prov
Kalsel, 2015).
Berdasarkan hal tersebut maka dari itu sangatlah diperlukan pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS sejak dini terutama pada remaja dimana anak jalanan
termasuk didalamnya, karena anak merupakan generasi penerus bangsa serta mereka
berperan dalam menjamin kelangsungan eksistensi suatu bangsa dan Negara itu
sendiri, maka dari itu sangat diperlukan anak-anak yang berkualitas baik agar tercapai
masa depan bangsa yang baik pula, dalam hal inipun anak jalanan memiliki hak
untuk mendapatkan pendidikan yang baik termasuk didalamnya pendidikan kesehatan
agar kualitas hidup mereka menjadi lebih baik. Penanggulangan HIV/AIDS bukan
hanya tanggung jawab petugas kesehatan saja, tetapi juga merupakan masalah setiap
orang dan semua orang harus ikut berperan terutama keluarga. Salah satu strategi

2
penurunan angka insiden HIV/AIDS adalah peningkatan kesadaran (awareness)
melalui pendidikan promosi kesehatan, baik terhadap penderita maupun keluarganya.
Pendidikan kesehatan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh perilaku pendidikan atau promosi
kesehatan. Berbagai cara atau metode yang dapat dilakukan untuk kegiatan promosi
dan pendidikan kesehatan antara lain adalah melalui pendidikan kesehatan dengan
metode ceramah, diskusi kelompok, seminar, sarasehan, curah pendapat, simulasi
(role play), teater, termasuk teater daerah, belajar berdasarkan masalah (BBM),
konseling kelompok dan lain-lain (Kursista, 2009).
Salah satu nawacita Presiden RI adalah peningkatan kualitas hidup manusia
Indonesia dengan cara memberikan pendidikan termasuk didalamnya pendidikan
kesehatan. Salah satu pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan adalah dengan
media budaya tradisional, karena dengan kebudayaan dapat membentuk kebiasaan
dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala tingkat tanpa memandang
tingkatannya,maka dari itu penting bagi tenaga kesehatan dalam memberikan
pendidikan kesehatan dengan memasukan unsur budaya didalamnya,salah satunya
adalah dengan Teater Japin Carita yang menarik guna menumbuhkan minat dan
ketertarikan masyarakat terutama anak jalanan dalam menontonnya sehingga
diharapkan masyarakat terutama anak jalanan dapat dengan mudah menangkap pesan
yang disampaikan karena menggunakan bahasa banjar, Japin Carita merupakan
teater rakyat tradisional yang tumbuh dan berkembang di Kalimantan Selatan berasal
dari pengembangan tari dan musik japin. Biasanya Japin Carita ini dibawakan untuk
meramaikan malam pengantin dan hari besar Islam. Jenis Teater ini boleh dibilang
hampir punah karena sudah sangat jarang dimainkan (Risma, 2013)
Berdasarkan hal tersebut maka sangat diperlukan adanya inovasi pendidikan
kesehatan berbasis budaya lokal yang disisipi pesan-pesan kesehatan, dan dalam hal
ini Japin Carita diaplikasikan sebagai salah satu sarana untuk pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di kalangan anak jalanan dengan menyisipkan pesan-
pesan kesehatan terutama pesan yang menyangkut pencegahan dan penanggulangan

3
HIV/AIDS, Adapun dengan hal ini diharapkan selain dapat menumbuhkan rasa cinta
terhadap budaya lokal tetapi juga bisa diaplikasikan untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan yang penting bagi masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
bagaimana pencegahan HIV/AIDS pada anak jalanan di kota Banjarmasin berbasis
budaya Teater Japin Carita di Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah menjelaskan mengenai konsep
upaya peningkatan kualitas kesehatan anak jalanan melalui pendidikan kesehatan
Pencegahan HIV/AIDS berbasis budaya Teater Japin Carita di Banjarmasin
Kalimantan Selatan.
2. Tujuan Khusus
Berikut tujuan khusus agar mampu mencapai tujuan umum :
a. Memberikan pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS berbasis budaya lokal
Teater Japin Carita pada anak jalanan di Kota Banjarmasin
b. Memberikan pengetahuan tentang transmisi dan cara penularan HIV/AIDS
berbasis budaya lokal Teater Japin Carita pada anak jalanan di Kota Banjarmasin
c. Memberikan pengetahuan tentang tanda dan gejala HIV/AIDS berbasis budaya
lokal Teater Japin Carita pada anak jalanan di Kota Banjarmasin
d. Memberikan pengetahuan tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
berbasis budaya lokal Teater Japin Carita pada anak jalanan di Kota Banjarmasin
e. Memberikan pengetahuan tentang pengobatan HIV/AIDS pada anak jalanan
berbasis budaya lokal Teater Japin Carita pada anak jalanan di Kota Banjarmasin
f. Mengangkat kembali kesenian lokal Kalimantan Selatan yaitu Tater Japin Carita
kepada masyarakat luas

4
D. Manfaat Penulisan
a. Bagi Masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta memberikan
pengetahuan kepada anak jalanan dan menjadi salah satu sarana pengabdian
kepada masyarakat.
b. Bagi masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan mencegah
penularan HIV/AIDS melalui deteksi dini penyakit HIV/AIDS sehingga dapat
menurunkan angka kejadian HIV/AIDS
c. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menekan angka permasalahan HIV/AIDS
serta menjadi sebuah rekomendasi program yang implementatif terutama bagi
KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) dalam memecahkan permasalahan
HIV/AIDS
d. Bagi penulis, diharapkan dapat memberikan intervensi yang berbasis kearifan
lokal banjar Teater Japin Carita tentang upaya promotif dana preventif
permasalahan HIV/AIDS dalam rangka meningkatkan kesehatan dan produktifitas
masyarakat khususnya kepada anak jalanan sehingga dapat memberikan bahan
rekomendasi advokatif kepada pemangku kebijakan
e. Secara budaya, diharapkan dengan adanya strategi promosi kesehatan yang
berbasis pada kearifan lokal Banjar yakni Teater Japin Carita untuk dapat
menarik masyarakat untuk kembali melestarikan kesenian tersebut.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Jalanan
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia, anak jalanan adalah anak
yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup
sehari-haridi jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-
tempatumum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 sampai
dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya
kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi tinggi (Departemen
Sosial Republik Indonesia, 2004).
Umumnya anak jalanan berasal dari keluarga yang kehidupan ekonominya
lemah dan pekerjaanya berat. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar
belakang kehidupan anak jalanan yang penuh dengan kemiskinanan, penganiayaan,
dan kehilangan rasa kasih sayang. Hal ini cenderung membuat mereka berperilaku
negatif dan tidak mematuhi aturan, seperti teori konsep yang dikemukakan oleh
Charles H. Cooley tentang self concept, teori ini menjelaskan bahwa seseorang
berkembang melalui intreaksinya dengan orang lain. Begitu juga dengan apa yang
terjadi pada anak-anak jalanan, mereka tumbuh disekitar orang-orang yang tidak
memiliki norma yang sempurna sehingga mereka menjadi seperti orang dengan siapa
mereka berinteraksi (Purwoko, 2013).
Karakteristik Anak Jalanan Menurut Tat Sudrajat anak jalanan dapat
dikelompokkan menjadi tiga (3) kelompok berdasarkan hubungan dengan orang
tuanya, yaitu (Prisma B, 2013):
1. Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di
jalanan (anak yang hidup di jalanan/children on the street).
2. Anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali
ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan
sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan (children off the street).

6
3. Anak yang masih sekolah juga masih tinggal dengan orang tuanya, kelompok ini
masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be street
children).

B. Pendidikan Kesehatan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan meliputi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi pendidikan, pekerjaan, dan umur sedangkan faktor
eksternal meliputi faktor lingkungan dan sosial budaya. Pendidikan diperlukan untuk
mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2005),
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam
bidang kesehatan dan merupakan suatu proses belajar. Secara pokok tujuan
pendidikan kesehatan adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan
masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat,
serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
(Effendy, 1998).
Menurut Notoadmodjo (2010), metode dan teknik pendidikan kesehatan
adalah suatu kombinasi antara cara-cara atau metode dan alat-alat bantu atau media
yang digunakan dalam setiap pelaksanaan promosi kesehatan. Berdasarkan
sasarannya, metode dan teknik pendidikan kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Metode pendidikan kesehatan individual
Metode ini digunakan apabila antara promoter kesehatan dan sasaran atau
kliennya dapat berkomunikasi langsung, baik bertatap muka (face to face) maupun
melalui sarana komunikasi lainnya, misal telepon. Cara ini paling efektif, karena

7
antara petugas kesehatan dengan klien dapat saling berdialog, saling merespon dalam
waktu yang bersamaan.
2. Metode pendidikan kesehatan kelompok
Oleh karena itu metode pendidikan kesehatan kelompok juga dibedakan
menjadi 2 yaitu:
a. Metode dan teknik pendidikan kesehatan untuk kelompok kecil, misalnya diskusi
kelompok, metode curah pendapat (brain storming), bola salju (snow ball),
bermain peran (role play), metode permainan simulasi (simulation game), dan
sebagainya. Untuk mengefektifkan metode ini perlu dibantu dengan alat bantu atau
media, misalnya lembar balik (flip chart), alat peraga, slide, dan sebagainya.
b. Metode dan teknik pendidikan kesehatan untuk kelompok besar, misalnya metode
ceramah yang diikuti atau tanpa diikuti dengan tanya jawab, seminar, loka karya,
dan sebagainya. Untuk memperkuat metode ini perlu dibantu pula dengan alat
bantu misalnya, overhead projector, slide projector, film, sound system, dan
sebagainya.
c. Metode pendidikan kesehatan massa, apabila sasaran pendidikan kesehatan missal
atau publik, maka metode-metode dan teknik pendidikan kesehatan tersebut tidak
akan efektif, karena itu harus digunakan metode pendidikan kesehatan massa.
Peran masyarakat dalam pendidikan kesehatan semakin penting. Masalah
kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat sendiri dan pemerintah. Keberhasilan
meningkatkan kualitas kesehatan anak jalanan agar terhidar dari HIV/AIDS harus
dimulai dari masalah dan potensi spesifik daerah termasuk di dalamnya sosial dan
budaya setempat. Potensi yang dimiliki masyarakat perlu digerakkan. Potensi tersebut
antara lain adalah pengetahuan tradisional yang berakar dari budaya lokal yang
berkembang di masyarakat. Upaya pemberdayaan masyarakat, dapat dilakukan
dengan memanfaatkan budaya yang sudah ada di tengah masyarakat (Ruhmawati,
2017).
Hal ini menunjukkan bahwa Teater Japin Carita tidak hanya sebagai salah
satu sumber pencarian nilai-nilai yang diperlukan bagi kelangsungan hidup
masyarakat tetapi merupakan salah satu wahana dalam menambah pengetahuan

8
dengan metode yang menarik. Hal ini sesuai dengan penelitian Ruhmawati T,
Irmawartini, Karmini M dan Paramita A (2017) yang menggunakan kearifan lokal
untuk pendidikan kesehatan yaitu naskah sawer tentang HIV/AIDS lebih efektif. Hal
ini ditunjukkan setelah mengikuti pelatihan, juru sawer memiliki kategor pengetahuan
yang sangat baik mengenai cara pencegahan, penularan, deteksi dan penanggulangan
HIV/AIDS (Ruhmawati, 2017).

C. HIV/AIDS
1. Pengertian HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh rentan terhadap berbagai
penyakit, virus HIV dapat menyebabkan AIDS (Sanjaya, 2015).
Virus HIV hidup dalam sel darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati di
luar tubuh. HIV juga dapat ditemukan dalam sel monosit, makrofag, dan sel glia
jaringan otak (Endof, 2015).
Acquired Immune Deficiency Syndrome atau disingkat AIDS adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh HIV yang berarti kumpulan gejala atau sindrom akibat
menurunya sistem kekebalan tubuh. Umumnya keadaan AIDS ditandai dengan
adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Infeksi
virus ini menyebabkan kerusakan parah dan tidak bisa diobati pada sistem imunitas,
sehingga korbannya terbuka terhadap infeksi dan kanker tertentu (Endof, 2015).
2. Cara penularan HIV/AIDS
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung
antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan presemmal, dan
air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun
oral), transfusi darah, jarum suntikyang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan
tubuh tersebut (Sudikno, 2011).

9
Faktor transmisi terbanyak adalah melalui kontak seksual. Pemakaian jarum
suntik secara bergantian pada pengguna narkoba dan pengguna tato dapat
meningkatkan angka kejadian HIV melalui produk darah yang terinfeksi yang ada
pada jarum suntik tersebut, akibat penggunaan jarum secara tidak steril (Arista,
2015).
3. Tanda dan Gejala HIV/AIDS
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam,
berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa
lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien
AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah
geografis tempat hidup pasien (Sudikno, 2011).
Pasien AIDS, hampir 90% disertai dengan timbulnya kelainan pada kulit.
Manifestasi kulit yang timbul pada pasien AIDS disebabkan oleh infeksi virus HIV
itu sendiri, berkurangnya imunitas pasien, dan juga karena respons terhadap
pengobatan. Kelainan kulit yang timbul dapat menjadi suatu tanda awal dari infeksi
HIV (Arista, 2015).
4. Dampak dari HIV/AIDS
Penyakit HIV/AIDS menimbulkan stigma tersendiri bagi penderita dan
masyarakat. Dampak sosial, ekonomi, dan psikologis dirasakan sangat mendalam
seperti yang diungkapkan oleh Kemensos (2011) bahwa, seseorang yang terjangkit
HIV/AIDS dapat berdampak sangat luas dalam hubungan sosial, dengan keluarga,
hubungan dengan teman-teman, relasi dan jaringan kerja akan berubah baik kuantitas
maupun kualitas (Dewa, 2014).
5. Pemeriksaan HIV/AIDS
Infeksi HIV bisa terjadi bila virus tersebut atau sel-sel yang terinfeksi virus
masuk ke dalam aliran darah. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, penderita
yang telah terinfeksi HIV, akan terinfeksi lebih lanjut dengan bakteri, virus, atau
protozoa yang menyebabkan multiplikasi AIDS virus pada penderita tersebut.
Adapun macam cara pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi
yang spesipik terhadap HIV yakni secara kualitatif dan kuantitatif (Agnes, 2014).

10
Salah satu metode pemeriksaan yang digunakan sebagai screening test
diagnosa AIDS adalah Imunokromatograp Rapid Test (cara kualitatif). Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui adanya antibodi spesipik secara kualitatif terhadap
infeksi virus HIV dalam serum penderita (Agnes, 2014).
6. Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
Penanggulangan HIV/AID dalam rangka mengamankan jalannya
pembangunan, demi terciptanya kualitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan
upaya penaggulangan HIV/AIDS, yang melibatkan semua sektor pembangunan
melalui program yang terarah, terpadu dan menyeluruh. Prinsip-prinsip dasar
penanggulangan HIV/AIDS (Syamsul. 2015): Upaya penanggulangan HIV/AIDS
dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah, Setiap upaya penanggulangan
harus mencerminkan nilai-nilai agama dan budaya yang ada di Indonesia, Setiap
kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan memperkukuh ketahanan dan
kesejahteraan keluarga, serta sistem dukungan sosial yang mengakar dalam
masyarakat, Pencegahan HIV/AIDS diarahkan pada upaya pendidikan dan
penyuluhan untuk memantapkan perilaku yang baik dan mengubah perilaku yang
berisiko tinggi, Setiap orang berhak untuk mendapat informasi yang benar untuk
melindungi diri dan orang lain terhadap infeksi HIV.
Pendapat Marsito (2007), mengatakan fungsi ekonomi keluarga pada remaja
perlu dilakukan monitoring oleh keluarga. Kegiatan yang kurang sehat seperti bergaul
dengan teman teman yang beresiko terhadap penggunaan obat terlarang seperti
narkoba yang menjurus terhadap penularan penyakit HIV/AIDS (Marsito, 2016).
Seiring kemajuan teknologi obat untuk penderita HIV/AIDS telah ditemukan,
walaupun tidak dapat menyembuhkannya tetapi obat yang dikomsumsi dapat
membuat penderita hidup normal kembali layaknya sebelum terkena penyakit ini
(Dewa,2014).
Teknologi yang semakin berkembang dengan ditemukan obat yang bisa
menekan perkembangan virus HIV/AIDS memberi harapan baru kepada penderita
HIV/AIDS untuk hidup normal kembali seperti sebelum terkena penyakit ini. Kondisi

11
fisik penderita HIV/AIDS yang telah mengkonsumsi obat ini akan normal kembali
(Dewa, 2014).
Antiretroviral (ARV) bisa diberikan pada pasien untuk menghentikan aktivitas
virus, memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi opportunistik,
memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan
pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia
harapan hidup penderita HIV/AIDS. Tujuan pemberian ARV pada pasien yaitu untuk
menghentikan replikasi HIV, memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya
infeksi opportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan morbiditas dan
mortalitas karena infeksi HIV (Ardhiyanti, 2015):
7. Faktor Risiko Penularan HIV/AIDS
Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan HIV/AIDS adalah :
a. Perilaku Seks
Faktor-faktor risiko penularan HIV/AIDS sangat banyak, tetapi yang paling
utama adalah faktor perilaku seksual. Perilaku seksual yang berisiko merupakan
faktor utama yang berkaitan dengan penularan HIV/AIDS. Partner seks yang banyak
dan tidak memakai kondom dalam melakukan aktivitas seksual yang berisiko
merupakan faktor risiko utama penularan HIV/AIDS. Padahal, pemakaian kondom
merupakan cara pencegahan penularan HIV/AIDS yang efektif (Marsito, 2016).
b. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
terutama mata dan telinga melalui objek tertentu. Dalam arti lain, pengetahuan adalah
segala hal yang diketahui. Pengetahuan tentang HIV/AIDS adalah segala hal yang
diketahui oleh responden tentang HIV/AIDS. Pengetahuan responden tentang cara
penularan HIV, proses perjalanan penyakit, dampak yang ditimbulkan (Ardhiyanti,
2015).

12
D. Teater Japin Carita
Japin Carita merupakan teater rakyat tradisional yang tumbuh dan
berkembang di Kalimantan Selatan yang berasal dari pengembangan tari dan musik
japin. Teater Japin Carita dilaksanakan untuk meramaikan malam pengantin dan hari
besar Islam. Jenis Teater ini merupakan jenis teater yang hampir punah karena
kurangnya masyarakat untuk melestarikannya. Grup kesenian yang masih bisa
memainkannya antara lain, Grup Teater Banjarmasin dan La Bastari Kandangan
(Sanggar Ada Banjarmasin, 2017).

Gambar 2.1. Teater Japin Carita


Sumber : kerajaanbanjar.wordpress.com
Sejarah Teater Japin Carita dimulai pada tahun 1900, di Banjarmasin telah
mengenal Japin Arab, yang diperkenalkan oleh suku Arab di perkampungan Arab.
Japin Arab berpengaruh besar terhadap masyarakat sekitar, yakni Kampung Melayu,
Kuin, Alalak, Sungai Miai, Antasan Kecil, Kalayan, Banyiur. Sampai dengan tahun
1960 di Banjarmasin lebih dari sepuluh orkes Japin lengkap dengan tari-tarian Japin
yang langkah-langkahnya hampir seperti Japin Arab. Tahun 1961 di kampung Sungai
Miai dipergelarkan Japin yang berisi tari Japin dilanjutkan dengan sebuah cerita. Pada
tahun 1975 dari Tapin menyebutkan bahwa ditemukan Japin bercerita di Kampung
Binuang. Dalam informasi sebelumnya didapatkan pada tahun 1958 terdapat
pergelaran Japin Bakisah di Margasari. Dengan demikian, Tahun 1958 Japin Carita
mulai dikenal masyarakat. Perkembangan Japin Carita yaitu dari tari dan music Japin
pesisir. Berdasarkan pengaruh tonil atau sandiwara dan komedi bangsawan

13
diperkirakan Japin Carita lahir di Banjarmasin kemudian berpengaruh pada
masyarakat Badamuluk di Margasari (Diskominfo Prov Kalsel, 2017).
Fungsi Japin Carita pada awalnya hanyalah hiburan rakyat sama seperti
kesenian khas Banjar lainnya. Pada perkembangannya berfungsi pula untuk perayaan
kampung dan perayaan hari besar Islam. Tari Japin yang digelar menunjukkan gaya
dan pengaruh Japin Arab. Dakwah sebagai unsurnya lebih menonjol dengan adanya
adegan-adegan ceramah agama yang dramatis sehingga fungsinya sebagai sarana
dakwah menjadikan Japin Carita semakin diminati masyarakat dan mempunyai
wilayah publik yang baik (Sultan, 2017).
Kasus HIV/AIDS di Banjarmasin merupakan permasalahan yang perlu segera
ditangani terutama di kalangan anak jalanan. Hal ini dikarenakan anak jalanan
memiliki risiko yang sangat tinggi. Ada berbagai faktor penyebab anak jalanan
memiliki risiko tinggi terhadap penularan HIV/AIDS, salah satunya adalah
ketidaktahuan tentang penyakit HIV/AIDS. Oleh karena itu, perlu diadakannya
program pencegahan dini tentang bahaya penularan HIV/AIDS yang berbasis budaya
atau kearifan lokal yakni Teater Japin Carita. Teater Japin Carita selain berperan
sebagai media hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan sehingga dapat
meningkatkan kualitas kesehatan anak jalanan.

14
BAB III
METODE PENULISAN

A. Pengumpulan Data
Dalam proses perencanaan diperlukan analisis yang teliti, semakin rumit
permasalahan yang dihadapi maka semakin kompleks pula analisis yang akan
dilakukan. Untuk dapat melakukan analisis diperlukan data / informasi yang lengkap
dan akurat terkait dengan penulisan tersebut. Beberapa jenis referensi utama yang
digunakan adalah buku kesehatan dan sosial budaya, jurnal imiah edisi cetak maupun
edisi online, dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang
diperoleh variatif, bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:
1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi pustaka yang
menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis mengenai
lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan
2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh,
diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut
dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh
suatu solusi dan kesimpulan.

B. Pengolahan Data dan Informasi


Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data,
kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif berdasarkan
data sekunder.

C. Analisis dan Sintesis


Untuk menganalisis data yang diperoleh dalam penulisan ini, penulis
menggunakan metode analisis deskriptif argumentatif yaitu metode dengan menyusun
data yang diperoleh kemudian di interpretasikan dan dianalisis sehingga memberikan
informasi bagi pemecahan masalah yang dihadapi.

15
Aspek-aspek yang akan dianalisis yaitu Teater Japin Carita sebagai inovasi
promosi kesehatan melalui sosial budaya dengan permasalahan HIV/AIDS pada anak
jalanan di Kota Banjamasin akibat kenakalan remaja. Sintesis yang dijelaskan yaitu
alternatif solusi untuk mengatasi permasalah yang dianalisis.

D. Simpulan
Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan masalah, tujuan
penulisan, serta pembahasan. Simpulan yang ditarik mempresentasikan pokok
bahasan karya tulis, serta didukung dengan saran praktis sebagai rekomendasi
selanjutnya.

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Anak jalanan merupakan salah satu populasi yang rentan terhadap penularan
HIV karena situasi sosial dan ekonomi mereka yang menguntungkan. Anak jalanan
selama ini tidak dimasukkan dalam kategori populasi kunci dalam penanggulangan
AIDS sehingga memperoleh perhatian yang sangat minimal dalam program AIDS di
Indonesia (Kekek, 2016). Dibesh Katmacharya et al di Kathmandu tahun 2012
menyebutkan terdapat 7,6% anak jalanan terinfeksi HIV. Penelitian Alex H. Kral et al
di Amerika menunjukkan 12,7% pengguna NAPZA jalanan terinfeksi HIV.
Penelitian Lucie Eches mengenai profil anak jalanan di Phnom Penh Cambodia juga
menyebutkan terdapat 17% anak jalanan yang terinfeksi HIV. Tingginya angka
infeksi HIV pada anak jalanan dilatar belakangi oleh perilaku berisiko terinfeksi HIV
(Ginarsih, 2014). Adapun jumlah anak jalanan di Kota Banjarmasin pada tahun 2012
sebanyak 22 orang, dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 79 orang, dan jumlah
anak yang terbina hanya 48 orang (60,76%). Cukup mengkhawatirkan di tahun 2014
jumlah anak jalanan meningkat lagi menjadi 89 orang sedangkan jumlah anak yang
terbina tidak ada peningkatan yaitu hanya 48 orang (53,93%) (Ramadhani, 2016).
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa terdapat 41 orang anak
jalanan di kota Banjarmasin yang masih belum terbina. Sehingga hal ini perlu
mendapatkan perhatian yang khusus, tidak hanya dari pemerintah saja tetapi juga dari
masyarakat termasuk aktivis sosial, baik bidang kesehatan maupun sosial budaya.
Dan berdasarkan hal tersebut maka pembinaan terhadap anak jalanan sangat
dibutuhkan. Adapun salah satu inovasi untuk menghadapi hal ini adalah dengan cara
Revolusi mental untuk pencegahan HIV/AIDS pada anak jalanan melalui promosi
kesehatan berbasis budaya Teater Japin Carita di Kota Banjarmasin Kalimantan
Selatan. Dengan adanya strategi ini menjadi salah satu upaya pencegahan agar anak
jalanan tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang memiliki risiko tinggi dalam hal
penularan HIV/AIDS. Dalam seni Teater Japin Carita ini, memiliki alur cerita yang
menarik dan dapat dimasukkan materi promosi kesehatan, dan dalam hal ini tentang

17
pencegahan HIV/AIDS. Teater japin cerita merupakan salah satu seni budaya di
Kalimantan Selatan yang memiliki suatu ciri khas tersendiri karena didalamnya
memuat unsur tari dan unsur musik japin pesisiran serta unsur teatrikal didalamnya.
Sehingga hal ini memiliki daya tarik tersendiri bagi yang menyaksikan serta
memainkannya. Selain itu juga seni Teater Japin Carita ini memiliki unsur yang
dapat menghidupkan suasana dengan dialog antara pemain dan penonton yang
menyaksikan, sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat dengan mudah diterima,
apalagi seni inipun menggunakan bahasa daerah Kalimantan selatan yaitu bahasa
banjar yang dapat dengan mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat banjar
termasuk didalamnya anak jalanan. Teater Japin Carita memiliki suatu keunikan
tersendiri sehingga dapat membuat suasana lebih hidup.
Sampai sekarang Teater Japin Carita ini sudah sangat jarang dimainkan
bahkan sudah hampir punah, maka dari itu dengan salah satu strategi ini diharapkan
selain memberikan nilai pendidikan tetapi juga dapat mengangkat kembali seni
budaya Kalimantan Selatan yang hampir punah ini di banua banjar, terutama juga
sebagai salah satu promosi budaya Kalimantan selatan di Nasional. Adapun dengan
adanya inovasi ini diharapkan menjadi salah satu wujud implementasi Nawacita
presiden melalui pemberian pendidikan yang berkarakter anak bangsa.

Gambar 4.1. Pentas Seni Teater Japin Carita


Sumber : ladangseni.wordpress.com
Fungsi Japin Carita pada awalnya semata-mata hanyalah hiburan rakyat sama
seperti kesenian khas banjar lainnya. Pada perkembangannya berfungsi pula untuk
perayaan kampung dan perayaan hari besar Islam. Pada masyarakat nelayan Banjar
biasanya diadakan pada waktu tidak melaut. Perkembangan berikutnya, peranannya

18
bertambah dengan masuknya unsur dakwah Islamiyah yang larut di dalamnya.
Sehingga berdasarkan hal tersebut sangat memungkinkan jika didalam Teater Japin
Carita ini diselipkan unsur Promosi Kesehatan yaitu Pencegahan HIV/AIDS pada
anak jalanan.

Gambar 4.2 Contoh Tari Japin Carita


Sumber : http://faisalrefki.blogspot.co.id
Unsur tari sebagai permulaan dan di tengah pertunjukkan sebagai selingan.
Tari Japin yang digelar menunjukkan gaya dan pengaruh Japin Arab. Dakwah sebagai
unsurnya lebih menonjol dengan adanya adegan-adegan ceramah agama yang
dramatis sehingga fungsinya sebagai sarana dakwah menjadikan Japin Carita
semakin diminati masyarakat dan mempunyai wilayah publik yang baik. Adapun
untuk tempat penyajian biasanya diadakan di lapangan atau di halaman sebuah rumah
dibuat tempat bergelar seluas perkarangan, atau dengan ukuran yang cukup untuk
tempat musik Japin dan untuk permainan. Biasanya tempat ini diberi hiasan janur
yang dibentuk melingkar seperti pintu besar. Latar belakangnya terdiri dari kain yang
disebut dinding tambal dibuat dari kain perca yang warnanya kuning, hitam, dan
merah. Kadang-kadang dibuat juga lalangitan yakni bentuk atap pisang sesikat,
gunanya agar cahaya lampu tetap terjaga, bahan yang digunakan biasanya kajang
terbuat dari daun nipah. Untuk alat pentas digunakan kursi biasa atau kotak kayu
yang ditutupi kain. Biasanya setting yang demikian hanya satu buah untuk diduduki
oleh peran yang terhormat. Posisi pemusik Japin berada di samping kanan panggung
(setengah arena). Posisi penonton adalah berkeliling setengah lingkaran diberi garis
batas (kerajaan banjar, 2016).

19
Adapun gerak tarinya yaitu Japin pesisiran atau Japin Rantauan menjadi ciri
khas Japin Carita. Gerak tari difungsikan oleh para pemain ketika memasuki arena
permainan. Tari difungsikan secara utuh sebagai pembukaan, kalau ada penambahan
tari dalam adegan dimasukkan tari Japin Rantauan, Japin Tiga Saudara, Japin Pengulu
dan sebagainya. Kemudian musik yang dipakai adalah musik japin pesisiran. Alat-
alatnya yaitu : gambus bidawang, biola, harmonica angina, babun, keprak, tamborin,
dan agung (gong besar dan kecil). Proses teatrikal dari Japin Carita ini menceritakan
cerita dari korban atau pasien penderita HIV/AIDS. Pengenalan terhadap kasus
HIV/AIDS, cara penularan, pengobatan, dampak HIV/AIDS, serta pencegahan kasus
HIV/AIDS dimasukkan ke dalam tarian yang diringi nyanyian serta dakwah untuk
memasukkan unsur religi dalam Japin Carita. Unsur religi merupakan penguat dari
Teater Japin Carita, dimana melalui hal tersebut ditanamkan nasihat-nasihat agama
terkait haramnya menggunakan narkoba dan suntik dan hubungan bebas, pentingnya
peran keluarga juga menjadi disajikan sebagai cara pembinaan diri seseorang untuk
mencegah HIV/AIDS.
Penggunaan strategi ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang
pencegahan HIV/AIDS sejak dini di kalangan anak jalanan, dan bagi pemerintah
diharapkan dapat menekan angka permasalahan HIV/AIDS pada anak jalanan dan
dapat menjadi salah satu rekomendasi program yang inovatif dan implementatif
khususnya bagi Komisi Penanggulangan Aids setempat dalam pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di masyarakat. Adapun secara sosial budaya hal ini
merupakan salah satu langkah yang inovatif dengan adanya strategi promosi
kesehatan dan pendidikan pada anak jalanan berbasis kearifan lokal Kalimantan
Selatan ini, yaitu Teater Japin Carita dapat menumbuhkan rasa cinta dan ketertarikan
kembali terhadap kesenian Kalimantan Selatan yang sudah sangat jarang dimainkan
ini. Setelah anak jalanan diberikan pendidikan dan pengetahuan tentang pencegahan
HIV/AIDS melalui seni teatrikal Japin Carita kemudian para anak jalanan dibentuk
dalam satu komunitas anak jalanan peduli aids, hal ini anak jalanan diharapkan
menjadi perpanjangan tangan bagi pemerintah untuk pencegahan HIV/AIDS bagi
para anak jalanan lain yang masih belum mengetahui tentang penanggulangan

20
HIV/AIDS. Sehingga hal ini dapat memudahkan penyampaian pesan kesehatan yang
diberikan dari mulut kemulut oleh sesame anak jalanan juga.

INPUT
PROSES

Pemain Japin Pemberian materi Anak Jalanan


Carita terkait
pencegahan
HIV/AIDS sejak Memahami
Mahasiswa,
dini pada anak
Komunitas,
jalanan dengan
atau tokoh
pementasan
budaya Respon
Teater Japin
Carita, dan
pembentukan
Pengkaderan kader peduli
anjal peduli AIDS Menambah pengetahuan terkait bahaya
penyakit HIV/AIDS dan pencegahan
AIDS
HIV/AIDS sejak dini serta faktor risiko
penyebab HIV/AIDS
Kader Peduli AIDS pada anak jalanan
Mahasiswa,
terbentuk
KPA setempat

OUTPUT

Gambar 4.3. Skema Pelaksanaan Tater Japin Carita dan Pembentukan Kader Anak
Jalanan Peduli AIDS

21
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kasus tertinggi HIV/AIDS di Kalimantan Selatan menurut Dinas Kesehatan
Provinsi Kalsel (2016) berada di kota Banjarmasin sebagai ibukota Provinsi
Kalimantan Selatan 2002-2016 adalah Kota Banjarmasin sebesar 515 Kasus. Anak
jalanan merupakan kelompok remaja yang beresiko tinggi tertular infeksi menular
seksual termasuk HIV/AIDS. Salah satu nawacita Presiden RI adalah peningkatan
kualitas hidup manusia Indonesia dengan cara memberikan pendidikan termasuk
didalamnya pendidikan kesehatan. Salah satu pendidikan kesehatan yang dapat
dilakukan adalah dengan media budaya tradisional, karena dengan kebudayaan dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
tingkat tanpa memandang tingkatannya,maka dari itu penting bagi tenaga kesehatan
dalam memberikan pendidikan kesehatan dengan memasukan unsur budaya
didalamnya,salah satunya adalah dengan Teater Japin Carita. Teater japin cerita
merupakan salah satu seni budaya di Kalimantan Selatan yang memiliki suatu ciri
khas tersendiri karena didalamnya memuat unsur tari dan unsur musik japin pesisiran
serta unsur teatrikal didalamnya yang dipadupadankan dengan unsur religi.
Proses teatrikal dari Japin Carita ini menceritakan cerita dari korban atau
pasien penderita HIV/AIDS. Pengenalan terhadap kasus HIV/AIDS, cara penularan,
pengobatan, dampak HIV/AIDS, serta pencegahan kasus HIV/AIDS dimasukkan ke
dalam tarian yang diringi nyanyian serta dakwah untuk memasukkan unsur religi
dalam Japin Carita. Unsur religi merupakan penguat dari Teater Japin Carita,
dimana melalui hal tersebut ditanamkan nasihat-nasihat agama terkait haramnya
menggunakan narkoba dan suntik dan hubungan bebas, pentingnya peran keluarga
juga menjadi disajikan sebagai cara pembinaan diri seseorang untuk mencegah
HIV/AIDS.
Penggunaan strategi ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang
pencegahan HIV/AIDS sejak dini di kalangan anak jalanan, dan bagi pemerintah

22
diharapkan dapat menekan angka permasalahan HIV/AIDS pada anak jalanan dan
dapat menjadi salah satu rekomendasi program yang inovatif dan implementatif bagi
Komisi Penanggulangan AIDS serta sebagai penguat kembali kearifan lokal melalui
inovasi strategi promosi kesehatan dan pendidikan pada anak jalanan di Kota
Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dengan adanya intervensi ini sebagai
berikut:
1. Kepada pemerintah kota setempat khususnya pemerintah daerah Kota Banjarmasin
agar lebih memperhatikan anak jalanan sehingga terkait dengan kasus anak jalanan
yang terbina untuk tahun selanjutnya bisa meningkat. Sehingga, inovasi ini dapat
mengangkat kembali seni budaya Banjar yang hampir punah.
2. Kepada LSM, khusunya LSM yang bergerak dalam bidang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS program upaya peningkatan kualitas kesehatan anak
jalanan melalui pendidikan kesehatan Pencegahan HIV/AIDS berbasis budaya
Teater Japin Carita ini dapat dijadikan rekomendasi program dan dapat dijalankan
untuk penekan angka kejadian HIV/AIDS tidak hanya kepada anak jalanan saja
tetapi masyarakat pada umumnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyanti Y, Lusiana N, Megasari K. 2015. Bahan ajar AIDS pada asuhan


kebidanan. Sleman: Publisher.
Arista A. 2015. Studi retrospektif: Karakteristik Papular Pruritic Eruption(PPE) pada
pasien HIV/AIDS. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 27(3): 204-210.
Departemen Sosial Republik Indonesia. 2004. Standar pelayanan anak jalanan
melalui rumah singgah. Jakarta, Departemen Sosial Republik Indonesia.
Dewa Putu YP. 2014. Analisis dampak sosial, ekonomi, dan psikologis penderita
HIV/AIDS di Kota Denpasar. Jurnal Buletin Studi Ekonomi. 19(2): 193-199.
Dinkes Provinsi Kalsel. 2016. Data kompilasi HIV/AIDS Kalimantan Selatan, 2002-
2016.
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Selatan, 2015. Data anak jalanan Kalimantan
Selatan tahun 2015.
Diskominfo Prov Kalsel. Sejarah singkat lahirnya kesenian Japin Carita. (Online);
http://mckalsel.id. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2017.
Effendy N. 1998. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC.
Endof PS. 2015. Implementasi PERDA no.14 tahun 2008 tentang penanggulangan
HIV dan AIDS di Kabupaten Malang. Jurnal Administrasi Publik. 1(3): 183-
191.
Hutami G. 2014. Hubungan perilaku berisiko dengan infeksi HIV pada anak jalanan
di Semarang. Karya Tulis Ilmiah.
Kursisa, G, Prabandari S, 2009. Pengaruh media Wayang Bali inovatif dalam
mempromosikan pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Bangli. Berita
Kedokteran Masyarakat. 25 (4) : 202-209.
Marsito. 2016. Kontribusi fungsi keluarga terhadap pencegahan penularan HIV/AIDS
pada kalangan remaja di Desa Sampang Sempor Kabupaten Kebumen. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan. 12(1): 1-12.
Notoatmodjo S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo S. 2005. Promosi kesehatan dan ilmu Perilaku. Jakarta, Rineka Cipta.
Notoatmodjo S. 2010. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Prisma B. 2013. Perlindungan hukum terhadap anak jalanan yang menyalahgunakan
Narkotika dalam proses penyidikan. Skripsi. Medan. Universitas Sumatera
Utara Fakulatas Hukum Medan.
Purwoko, T., 2013. Analisis faktor-faktor penyebab keberadaan anak jalanan Di Kota
Balikpapan. Ejurnal Sosiologi, 1(4):13-25.
Risma G. 2013. Unsur-unsur instrinsik yang terkandung dalam Japin Carita.
Ruhmawati T dkk. 2017. Pengembangan modul pelatihan dan Naskah Sawer tentang
HIV/AIDS melalui pelatihan Juru Sawer (studi di Kecamatan Kalijati
Kabupaten Subang, Jawa Barat). Buletin Sistem Kesehatan. 20(2): 67-72.
Sanggar Ada Banjarmasin. Teater Japin Carita (Online) : Http ://sanggar-ada-
webs.com diakses pada tanggal 9 Agustus 2017.
Sanjaya A. 2015. Correlation of total lymphocyte count with CD4 Count in
HIV/AIDS Patient. Journal of Medicine and Health. 1(1) : 61-18.
Sultan A. Teater Japin Carita. (Online); https://kerajaanbanjar.wordpress.com,
diakses pada tanggal 10 Agustus 2017.
Syamsul R. 2015. Peran dinas kesehatan dalam penanggulangan HIV/AIDS di
Kabupaten Penajam Paser Utara. E-Journal Ilmu Pemerintahan. 39(2) : 812-82.

You might also like