Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik di tandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Gangguan hemodinamik tersebut dapat
berupa penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama di arteri, berkurangnya darah
balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung.
Gangguan faktor-faktor tersebut disebabkan oleh bermacam-macam proses baik
primer pada sistem kardiovaskuler, neurologis ataupun imunologis. Diantara berbagai
penyebab syok tersebut, penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan
faktor penyebab utama. Terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler dapat terjadi
akibat perdarahan atau dehidrasi berat, sehingga menyebabkan aliran yang balik ke
jantung berkurang dan curah jantungpun menurun.
Secara patofisiologis syok merupakan gangguan hemodinamik yang
menyebabkan tidak adekuatnya hantaran oksigen dan perfusi jaringan. Gangguan
hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama di
arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya
curah jantung. Gangguan faktor-faktor tersebut disbabkan oleh bermacam-macam
proses baik primer pada sistim kardiovaskuler, neurologis ataupun imunologis. Diantara
berbagai penyebab syok tersebut, penurunan hebat volume plasma intravaskuler
merupakan faktor penyebab utama. Terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler
dapat terjadi akibat perdarahan atau dehidrasi berat, sehingga menyebabkan yang balik
ke jantung berkurang dan curah jantungpun menurun.
Penurunan hebat curah jantung menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi
jaringan tidak optimal dan akhirnya menyebabkan syok. Pada tahap awal dengan
perdarahan kurang dari 10%, gejala klinis dapat belum terlihat karena adanya
mekanisme kompensasi sistem kardiovaskuler dan saraf otonom. Baru pada kehilangan
darah mulai 15% gejala dan tanda klinis mulai terlihat berupa peningkatan frekuensi
nafas, jantung atau nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, penurunan tekanan nadi,
kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler yang lambat dan produksi urin berkurang.
Perubahan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi akibat adanya mekanisme
kompensasi tadi, sehingga pemeriksaan klinis yang seksama harus dilakukan.
2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kelompok kami angkat didalam makalah ini
yaitu;
1. Apa yang dimaksud shock hipovolemik?
2. Bagaimana faktor yang menyebabkan terjadinya shock hipovolemik?
3. Bagaimana alur pathway dan patofisiologi dari shock hipovolemik ?
4. Apa saja tanda dan gejala yang terjadi pada klien dengan shock
hipovolemik?
5. Apa saja macam dan klasifikasi dari shock hipovolemik, baik jenis maupun
stadium shock?
6. Bagaimana komplikasi yang terjadi dari shock hipovolemik terhadap klien?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan pada pasien dengan
shock hipovolemik?
8. Bagaimana alur penanganan untuk pasien shock hipovolemik ?
9. Bagaimana manajemen keperawatan dalam asuhan keperawatan pada klien
dengan kondisi kegawatdaruratan shock hipovolemik?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah yang akan dipaparkan oleh kelompok kami dalam
makalah ini yaitu ;
1. Menjelaskan yang dimaksud shock hipovolemik;
2. Menjelaskan faktor yang menyebabkan terjadinya shock hipovolemik;
3. Menerangkan alur pathway dan patofisiologi dari shock hipovolemik;
4. Menjelaskan tanda dan gejala yang terjadi pada klien dengan shock
hipovolemik;
5. Memaparkan macam dan klasifikasi dari shock hipovolemik, baik jenis
maupun stadium shock;
6. Menjelaskan komplikasi yang terjadi dari shock hipovolemik terhadap klien;
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan pada pasien
dengan shock hipovolemik;
8. Menjelaskan alur penanganan untuk pasien shock hipovolemik;
9. Menjelaskan manajemen keperawatan dalam asuhan keperawatan pada klien
dengan kondisi kegawatdaruratan shock hipovolemik.
3
D. Manfaat Makalah
Adapun Manfaat yang bisa rekan-rekan dapatkan jika membaca makalah
kali yaitu khususnya untuk mahasiswa keperawatan dapat mengetahui dan
menambah ilmu mengenai penatalaksanaan Shock Hipovolemik, dan juga
mendapatkan ilmu mengenai asuhan keperawatan yang bisa diberikan kepada
klien dengan Shock Hipovolemik.
E. Batasan Makalah
Batasan di dalam makalah ini, makalah ini hanya menjelaskan mengenai
laporan kasus, laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada klien dengan
kegawatdaruratan shock hipovolemik.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Learning Objective
STEP 1
STEP 2
STEP 3
STEP 4
STEP 5
SYOK
LO:
Step 1 LP ASKEP
Step 3
Alur tindakan perawat IGD
6
1. Kreatinin Serum
Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di
hati dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan
dalam bentuk kreatin fosfat (creatin phosphate, CP), suatu senyawa
penyimpan energi. Dalam sintesis ATP (adenosine triphosphate) dari ADP
(adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan
katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring dengan
pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi
kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan
dalam urin.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih
bergantung pada massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat
metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek.
Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera
fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan
masif pada otot.
Nilai Rujukan
Dewasa : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita
sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).
Anak : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6
tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa
otot.
Lansia : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan
penurunan produksi kreatinin.
Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu
kreatinin dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada
penyakit ginjal dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea darah (BUN).
Sedikit peningkatan kadar BUN dapat menandakan terjadinya hipovolemia
(kekurangan volume cairan); namun kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat
menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna untuk
mengevaluasi fungsi glomerulus.
7
Pertanyaan :
4. Nilai normal SGPT dan SGOT ?
SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase)
Sesungguhnya SGOT adalah enzim yang lebih sensitive untuk
mendeteksi kerusakan otot dan otot jantung daripada kerusakan hati. Sebab
utamanya adalah SGOT juga di produksi di otot dan otot jantung. SGOT
(Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), seperti halnya SGPT, SGOT
merupakan enzim hati yang terdapat di dalam sel parenkim hati. SGOT akan
meningkat kadarnya di dalam darah jika terdapat kerusakan sel
hati. Kembali ke sebelumnya bahwa produksi SGOT bukan hanya ada pada
hati, karena itu peningkatan SGOT tidak selalu menunjukkan adanya
kelainan di sel hati.
SGPT (Serum Glutamic Pyruvate Transaminase)
Merupakan suatu enzim yang terdapat di dalam sel hati. Karena itu,
SGPT lah yang lebih menggambarkan fungsi hati seseorang. Ketika sel hati
mengalami kerusakan akibat sesuatu baik itu gangguan virus atau gangguan
lainnya, akan terjadi pengeluaran enzim SGPT dari dalam sel hati ke darah.
Hal ini akan diketahui melalui pemeriksaan darah di laboratorium. Itu
kenapa dokter selalu menganjurkan periksa SGPT untuk mengetahui kondisi
fungsi hati seseorang.
Nilai normal SGOT adalah 3-45 u/L, sedangkan nilai normal SGPT adalah
0-35 u/L (terdapat sedikit variasi dari nilai normal dan sangat tergantung
dari laboratorium tempat pemeriksaan).
Sekali lagi bukan hanya SGOT-SGPT ini yang akan menentukan seseorang
sedang mengalami gangguan fungsi hati. Namun angka SGOT SGPT ini
cukup menjadi alasan seseorang atau dokter harus mulai waspada dengan
kondisi hatinya. Dan inilah penyakit atau gangguan kesehatan yang
mungkin menjadi sebab kenaikan kadar SGOT-SGPT seseorang :
1. Hepatitis
2. Fatty liver ( perlemakan hati )
3. Sumbatan empedu
4. Penyakit non liver
9
3. Kuning
a) Lecet luas
b) Diare non dehidrasi
c) Luka bakar derajat I dan derajat II > 20 %
4. Hijau
a) Gegar otak ringan
b) Luka bakar derajat I
Gawat : Suatu keadaan yang mengancam nyawa pasien
Darurat : Suatu keadaan yang segera memerlukan pertolongan
Tujuan ird
1. Mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat
2. Menerima rujukan pasien atau mengirim pasien
3. Melakukan penanggulangan korban musibah masal dan bencana
yang terjadi dalam maupun diluar rumah sakit
4. Suatu IRD harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas
tinggi pada masyarakat dengan problem medis akut
Kriteria ird
1. IRD harus buka 24 jam
2. IRD juga harus memiliki penderita penderita false emergency
(korban yang memerlukan tindakan medis tetapi tidak segera),tetapi
tidak boleh memggangu / mengurangi mutu pelayanan penderita-
penderita gawat darurat.
3. IRD sebaiknya hanya melakukan primary care sedangkan definitive
care dilakukan ditempat lain dengan cara kerjasama yang baik
4. IRD harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat
sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD)
17
sehingga aliran darah ke jaringan tidak lagi dapat dipertahankan secara adekuat
(Sherwood L.2001). syok hipovolemik merujuk pada suatu keadaan dimana
terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ
failure akibat perfusi yang tidak adekuat (Smeltzer, 2001). Syok hipovolemik
merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan
cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume
sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya
volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat
(hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke
ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka
bakar dan diare berat.
ektopik pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah
dilaporkan.
Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan
darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat
dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi
dan kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak
21
dan tekanan darah sistolik sangat menurun, refiling kapiler yang sangat
lambat.
4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari
40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian
lemah sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III
terus memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan
terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan
penurunan kesadaran atau letargik.
1. Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vascular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan
otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal.
Kebutuhan energy untuk pelaksanaan metabolism di jantung dan otak sangat tinggi
tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energy. Sehingga
keduanya sangat bergantung akan ketersedian oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan
bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung
dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga
60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastic dan fungsi sel di semua organ akan
terganggu.
2. Neuroendokrin
24
3. Kardiovaskular
4. Gastrointestinal
5. Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karna cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti ammoglikosida dan media kontras angiografi.
Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air.
Pada saat aliran darah diginjal berkurang, tahanan arteriol aferen menigkat untuk
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan
vasopressin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin
25
26
aldosteron menurun
Berkurangnya cairan
di seluruh
Kehilangan
Perdarahan kompartemen tubuh Aliran balik vena
protein melalui
termasuk pada dinding usus
sel yang
intravaskuler Kegagalan dalam terhambat
terkelupas
retensi air dan Na+
27
Peningkatan tekanan
protein plasma
intravaskuler
H. Komplikasi
1. Hipoksia jaringan, kematian sel, dan kegagalan multiorgan akibat penurunan
aliran darah yang berkepanjangan.
2. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan.
3. distres pernapasan pada orang dewasa akibat destruksi pembatas alveolus-
kapiler karena hipoksia.
4. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
5. Kebanyakan pasien yang meninggal karena syok, disebabkan koagulasi
intravaskular diseminata akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi stimulus berlebihan kaskade koagulasi.
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masi tidak
berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan
berlangsung lama. Karena autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan
hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau
cairan tubuh seperti pada demam berdarah dengue atau diare dengan
dehidrasi akan hemokonsentrasi.
32
b. Urin
Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin meningkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria dan toraks
c. Pemeriksaan gas darah
pH, PaO2, dan Hco3 darah menurun,. Bila proses berlangsung terus maka
proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda
kegagalan dengan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan
meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang lebih jelas
antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
d. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada syok seringkali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit
seperti hiponatremia, hiperkalemia, dan hipokalsemia pada penderita dengan
asidosis.
e. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum penting pada syok terutama bila ada
tanda-tanda gagal ginjal.
f. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman yang dilakukan hanya
pada penderita-penderita yang dicurigai
g. Pemeriksaan faal hemostasis
Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menentukan penyakit
primer penyebab
J. Penatalaksanaan
dan komplikasi lanjut). Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok derajat
IV), diberikan cairan kristaloid dan darah tipe O. Pedoman pemberian
kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan
kondisi pasien.
Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu
contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh
lain dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sementara
hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan memposisikan janin
menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi
Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena
dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki
keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu pertukaran udara.
3. Resusitasi Cairan.
Pasang kanul intravena ukuran besar, lakukan pemeriksaan laboratorium
(croosmatch, hemoglobin, hematocrit, thrombosit, elektrolit, creatinin,
analisis gas darah dan pH, laktat, parameter koagulasi, transamine, albumin).
Nilai kebutuhan oksigen, intubasi, atau ventilasi (PO2 > 60 mmHg dan
saturasi oksigen > 90%).
Resusitasi cairan dilakukan dengan perbandingan kristaloid dan koloid
sebesar 3:1. Bila kehilangan darah>25% maka perlu diberikan eritrosit
konsentrat, sementara kehilangan darah > 60% maka perlu juga diberikan
fresh frozen plasma (setelah 1 jam pemberian konsentrasi eritrosit atau lebih
cepat jika fungsi hati terganggu). Tujuan utama terapi syok hipovolemik
adalah penggantian volume sirkulasi darah. Penggantian volume
intravascular sangat penting untuk kebutuhan cardiac output dan suplai
oksigen ke jaringan. Syok hipovolemik yang disebabkan oleh kehilangan
darah dalam jumlah besar sering perlu dilakukan transfusi darah. Adapun
indikasi transfusi darah atau komponen darah pada syok hipovolemik yaitu:
2. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan
plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang
adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan
ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukan relatif lebih
pendek dibanding dengan cairan koloid.
38
3. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh
karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam
ekstraseluler.Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan
natrium hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi
pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena
dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah
cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%. Beberapa contoh cairan kristaloid :
1) Ringer Laktat (RL)
Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l,
Klorida 109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini
dimetabolisme didalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam
ginjal. Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan
fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi
CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzimpiruvat dehidrogenase) atau glukosa (20%
dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3.
Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi
elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan
untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada
dehidrasi berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok,
dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.
2) Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4
mEq/l, Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi
keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir
di dalam otot, sedangkan laktat didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 400
mEq/jam, sedangkan laktat 100 mEq/jam.Asetat akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk
asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase danmengkonsumsi ion
39
hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat.
Glukosa 5%, 10% dan 20%Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter ,
200 gr/liter.9 Glukosa 5% digunakanpada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa
10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut dengan anuria
dan gagal ginjal akut dengan oliguria.
3) NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida,
yang digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk
penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau
alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan
kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti
asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikaldan luka bakar. Pada anak dan bayi
sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengancairan lain, seperti NaCl
0,9% dengan Glukosa 5%. Adapun Jenis-jenis cairan koloid adalah :
4) Gelatin. Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada
orang dewasa. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin (MFG)
2.Urea Bridged Gelatin (UBG). Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis
gelatin ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang
sering terjadi adalah reaksi anafilaksis. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan
pada penyakit bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.
Pemilihan cairan resusitasi pada syok hipovolemik hingga saat ini masih
menjadi perdebatan. Pemberian infus koloid (plasma/albumin) pada syok
hipovolemik post operative dapat meningkatkan pengambilan okisgen lebih cepat
dibandingkan infus kristaloid. Inisial resusitasi pada syok hipovolemik sering
dimulai dengan hypertonic dan isotonic kristaloid yang kemudian dilanjutkan dengan
cairan koloid dan infuse eritrosit dan plasma.
Resusitasi syok hipovolemik pada luka bakar dimana terjadi kehilangan plasma
maka dilakukan resusitasi dengan kombinasi kristaloid dan koloid. Pada kasus
diabetes yang tidak terkontrol, diare dan insufisiensi korteks adrenal yang
menyebabkan kehilangan cairan plasma dan elektrolit maka cairan resusitasi terpilih
adalah cairan kristaloid. Cairan ini dapat mempertahankan volume intravascular,
interstisial, dan intraselular. Pembarian transfusi darah diindikasikan pada kasus
dengan kehilangan darah >40% atau syok derajat IV. Menurut CPG 2007 resusitasi
cairan optimal pada syok hipovolemik yang disebabkan oleh trauma adalah
penggunaan darah. Bila transfusi darah tidak tersedia maka penggunaan kristaloid
isotonic lebih dianjurkan karena kristaloid menghasilkan peningkatan cardiac output
yang dapat diperkirakan dan secara umum didistribusikan ke ekstraselular.
42
Compound Sodium Lactat adalah alternative pilihan yang dianjurkan untuk resusitasi
awal pasien hipovolemik.compound sodium lactate mengandung precursor
bicarbonate yang ketika dimetabolisme dapat membantu memperbaiki asidosis
metabolic. Pemberian cairan ini dihentikan pada pasien dengan gangguan hati.
Alternative lain yang dapat diberikan yaitu normal saline (NaCl 0.9%) meskipun
pemberiannya dalam dosis besar dapat menyebabkan asidosis metabolic.
K. Asuhan Keperawatan
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primary survery
1) Circulation
a) Kaji sirkulasi: pada kasus terjadi penurunan Tekanan Darah
atau hipotensi, nadi meningkat atau Takikardi
b) Kaji tanda tanda kehilangan cairan: terjadi pendarahan yang
di sebabkan fraktur femur sinistra.sehingga dilakukan
penjahitan sementara
c) Kaji produksi urine: terjadi Oliguri, setelah dilakukan imfus RL
2500 ml cairan yang hilang tergantikan dan dilakukan
pemasangan kateter.
2) Airway
a) Kaji bersihan jalan nafas: pada kasus tidak terjadi penyumbatan
jalan nafas.
3) Breathing
a) Look: nafas takipnea, setelah dilakukan bantuan O2 3L nasal
pernafasan terbantu
b) Listen: tidak ada suara nafas tambahan
c) Feel: terdapat pengembangan dada saat bernafas.
43
4) Disability
Kaji respon kesadaran pasien: pasien tidak sadarkan diri
b. Secondary survey
1) Head to Toe
a) Kepala: mata, leher, mulut, muka, telinga tidak terkaji
b) Dada dan abdomen: tidak terkaji
c) Ekstermitas atas: tidak terkaji
d) Ekstermitas bawah: terdapat faktur dan telah dilakukan
penjahitan sementara
2) Riwayat Penyakit
a) Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam
perut)
b) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
d) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah
memakan obat)
3) Riwayat Psikolog
Tidak terkaji
4) Pengkajian nyeri
Tidak terkaji namun nyeri akan dirasakan jika pasien sadar. Nyeri
pada luka fraktur femur sinistra dan pada penjahitan
5) Pemeriksaan fisik.
a) Gangguan sirkulasi perifer : pucat, ekstremitas dingin.
b) Nadi cepat dan halus.
c) Tekanan darah rendah.
d) Vena perifer kolaps.
e) CVP rendah.
44
3. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
o Keperawatan
.
1 Perubahan setelah dilakukan 1. Kaji tanda dan 1.Tanda dan
. perfusi tindakan keperawatan gejala yang gejala klien
jaringan perfusi jaringan kembali menunjukkan diketahui terjadi
(serebral, normal dengan kriteria gangguan gangguan perfusi
kardiopulmo hasil perfusi jaringan jaringan
nal, perifer) 1. Tekanan darah dalam 2. Pertahankan 2.sirkulasi klien
berhubungan batas normal tirah baring berlangsung
dengan 2. Haluaran urine normal penuh (bedrest lancer karena
penurunan 3. Kulit hangat dan total) dengan posisi tirah baring
curah kering posisi
jantung. ekstremitas
memudahkan
sirkulasi 3. terapi
3. Pertahankan parenteral
terapi parenteral
mempertahankan
sesuai dengan
konsisi klien
program terapi,
seperti darah
lengkap,
plasmanat,
tambahan
volume
4. Ukur intake dan 4. intake dan
output setiap output klien
jam terjaga
5. Hubungkan
kateter pada 5.drainase dan
sistem drainase kateter adekuat
gravitasi tertutup
dan lapor dokter
bila haluaran
urine kurang
dari 30 ml/jam
6. Berikan obat-
obatan sesuai 6. Kondisi klien
dengan program stabil setelah
terapi dan kaji diberikan
terapi obat
46
s
e
f
e
k
t
i
f
2.
3.
6 Kekurangan setelah dilakukan 1. 1
volume tindakan keperawatan 1
cairan b/d volume cairan terpenuhi 1
menurunya dengan kriteria hasil: 1
volume 1. TTV stabil 1. Berikan cairan 1. kebutuhan
intravaskuler 2. Urine output 30- melalui IV cairan klien
50 ml/ jam 2. Monitor intake tercukupi
3. Hmt 35-50% dan output urin 2. intake dan
4. Turgor kulit 3. Monitor TTV output terpantau
menbaik 4. Monitor tanda- 3. ttv termonitor
4. dehidrasi dapat
tanda dehidrasi
dikendalikan
7 Perubahan setelah dilakukan 1. Monitor 1. pengeluaran
pola tindakan keperawatan perubahan dan pemasukan
eliminasi b/d pola eliminasi klien retensi urine urin normal
penurunan normal dengan kriteria 2. Awasi TTV 2. ttv termonitor
perfusi ginjal hasil: 3. Observasi 3. tidak adanya
1. Aliran urin lancer perubahan perubahan urin,
2. Bebas dari oliguri urin,warna, warna dan jumlah
jumlah 4. jalan urine
4. Lakukan normal
katerisasi urin
50
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan
yang adekuat tergantung pada tiga faktor utama yaitu: curah jantung, volume
darah, dan tonus vasomotor perifer. (Mansjoer, 1999).
Syok mempengaruhi semua sistem tubuh. Syok dapat berlangsung secara
cepat atau lambat tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Selama proses
syok, tubuh berjuang mengatasi syok dengan cara meaktifkan semua mekanisme
homeostatis untuk mengembalikan aliran darah dan perfusi jaringan. Syok dapar
terjadi sebagai akibat dari berbagai komplikasi penyakit dan oleh karena itu
semua pasien mepunyai potensi unutk mengalami syok (Rice, 1991).
B. Saran
Penulis menyarankan agar tenaga medis, khususnya perawat dapat
melakukan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien syok, dengan
mempelajari dan meningkatkan pemahaman tentang syok. Setelah mempelajari
makalah ini, pembaca lebih mengerti bagaimana cara yang tepat untuk
menangani pasien dengan syok, sehingga membantu penyembuhan dan
pemulihan pada pasien.
51
DAFTAR PUSTAKA