You are on page 1of 51

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik di tandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Gangguan hemodinamik tersebut dapat
berupa penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama di arteri, berkurangnya darah
balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung.
Gangguan faktor-faktor tersebut disebabkan oleh bermacam-macam proses baik
primer pada sistem kardiovaskuler, neurologis ataupun imunologis. Diantara berbagai
penyebab syok tersebut, penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan
faktor penyebab utama. Terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler dapat terjadi
akibat perdarahan atau dehidrasi berat, sehingga menyebabkan aliran yang balik ke
jantung berkurang dan curah jantungpun menurun.
Secara patofisiologis syok merupakan gangguan hemodinamik yang
menyebabkan tidak adekuatnya hantaran oksigen dan perfusi jaringan. Gangguan
hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama di
arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya
curah jantung. Gangguan faktor-faktor tersebut disbabkan oleh bermacam-macam
proses baik primer pada sistim kardiovaskuler, neurologis ataupun imunologis. Diantara
berbagai penyebab syok tersebut, penurunan hebat volume plasma intravaskuler
merupakan faktor penyebab utama. Terjadinya penurunan hebat volume intravaskuler
dapat terjadi akibat perdarahan atau dehidrasi berat, sehingga menyebabkan yang balik
ke jantung berkurang dan curah jantungpun menurun.
Penurunan hebat curah jantung menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi
jaringan tidak optimal dan akhirnya menyebabkan syok. Pada tahap awal dengan
perdarahan kurang dari 10%, gejala klinis dapat belum terlihat karena adanya
mekanisme kompensasi sistem kardiovaskuler dan saraf otonom. Baru pada kehilangan
darah mulai 15% gejala dan tanda klinis mulai terlihat berupa peningkatan frekuensi
nafas, jantung atau nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, penurunan tekanan nadi,
kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler yang lambat dan produksi urin berkurang.
Perubahan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi akibat adanya mekanisme
kompensasi tadi, sehingga pemeriksaan klinis yang seksama harus dilakukan.
2

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kelompok kami angkat didalam makalah ini
yaitu;
1. Apa yang dimaksud shock hipovolemik?
2. Bagaimana faktor yang menyebabkan terjadinya shock hipovolemik?
3. Bagaimana alur pathway dan patofisiologi dari shock hipovolemik ?
4. Apa saja tanda dan gejala yang terjadi pada klien dengan shock
hipovolemik?
5. Apa saja macam dan klasifikasi dari shock hipovolemik, baik jenis maupun
stadium shock?
6. Bagaimana komplikasi yang terjadi dari shock hipovolemik terhadap klien?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan pada pasien dengan
shock hipovolemik?
8. Bagaimana alur penanganan untuk pasien shock hipovolemik ?
9. Bagaimana manajemen keperawatan dalam asuhan keperawatan pada klien
dengan kondisi kegawatdaruratan shock hipovolemik?

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah yang akan dipaparkan oleh kelompok kami dalam
makalah ini yaitu ;
1. Menjelaskan yang dimaksud shock hipovolemik;
2. Menjelaskan faktor yang menyebabkan terjadinya shock hipovolemik;
3. Menerangkan alur pathway dan patofisiologi dari shock hipovolemik;
4. Menjelaskan tanda dan gejala yang terjadi pada klien dengan shock
hipovolemik;
5. Memaparkan macam dan klasifikasi dari shock hipovolemik, baik jenis
maupun stadium shock;
6. Menjelaskan komplikasi yang terjadi dari shock hipovolemik terhadap klien;
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan pada pasien
dengan shock hipovolemik;
8. Menjelaskan alur penanganan untuk pasien shock hipovolemik;
9. Menjelaskan manajemen keperawatan dalam asuhan keperawatan pada klien
dengan kondisi kegawatdaruratan shock hipovolemik.
3

D. Manfaat Makalah
Adapun Manfaat yang bisa rekan-rekan dapatkan jika membaca makalah
kali yaitu khususnya untuk mahasiswa keperawatan dapat mengetahui dan
menambah ilmu mengenai penatalaksanaan Shock Hipovolemik, dan juga
mendapatkan ilmu mengenai asuhan keperawatan yang bisa diberikan kepada
klien dengan Shock Hipovolemik.

E. Batasan Makalah
Batasan di dalam makalah ini, makalah ini hanya menjelaskan mengenai
laporan kasus, laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada klien dengan
kegawatdaruratan shock hipovolemik.
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Learning Objective
STEP 1

1. Fraktur Femur sinistra


2. Gambaran Hemodinamik
3. BUN
4. Klorida
5. SGPT
6. Resusitasi
7. Albumin
8. Infus RL

STEP 2

1. Fraktur Femur sinistra adalah patah tulang di kaki kiri


2. Gambaran Hemodinamik adalah gambaran mekanisma sirkulasi darah,
sirkulasi cairan dalam tubuh
3. BUN adalah
4. Klorida adalah cairan elektrolit di dalam tubuh
5. SGPT adalah serum glutamate Pirufat transmilase
6. Resusitasi adalah bantuan penggantian cairan tubuh
7. Albumin adalah kadar protein dalam tubuh
8. Infus RL adalah pengganti cairan tubuh, kandungan elektrolit

STEP 3

1. Mengapa dilakukan pemeriksaan SGPT pada fraktur?


2. Pada gambaran hemodinamik 3 jam pertama di cek suhu selanjutnya
tidak?
3. Nilai normal pemeriksaan lab?
4. Tindakan pertama yang harus dilakukan pada kasus ini?
5. Apakah kasus ini mengalami perdararan?
6. Apa kasus ini?
7. Mengapa pada pasien ini tekanan darah dan nadi berubah?
8. Pada pemeriksaaan Lab GDS dan HB meningkat?
5

9. Termasuk kedalam klasifikasi apa pasien ini?


10. Luka dipaha mengapa pasien tidak sadarkan diri?
11. Tindakan Kolaborasi?

STEP 4

1. Pemeriksaan SGOT dan SGPT biasanya sering dilakukan untuk


mendeteksi adanya gangguan infeksi atau peradangan hatI
2. Karena suhunya sudah Normal
3. HB perempuan 12-16, laki-laki 14-18
4. Tindakan BHD, Pengkajian awal CAB
5. Ada perdarahan, dan dilakukan penjahitan untuk menghentikan
perdarahan.
6. Syok
7. -
8. Karena pada pasien mengalami perdarahan, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan glukosanya dengan meningkatkan kadar glukosa yang di
simpan tubuh.
9. Pasien gawat darurat
10. Karena terjadi perdarahan sehingga oksigen yang di suplai ke otak
berkurang
11. Pemberian oksigen, pemberian cairan, pemeriksaan laboraturium, dan
penatalaksaan luka dan fraktur.

STEP 5

SYOK

LO:
Step 1 LP ASKEP
Step 3
Alur tindakan perawat IGD
6

B. Learning Objective 7 Jump

1. Kreatinin Serum
Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di
hati dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan
dalam bentuk kreatin fosfat (creatin phosphate, CP), suatu senyawa
penyimpan energi. Dalam sintesis ATP (adenosine triphosphate) dari ADP
(adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan
katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring dengan
pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi
kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan
dalam urin.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih
bergantung pada massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat
metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek.
Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera
fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan
masif pada otot.
Nilai Rujukan
Dewasa : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita
sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).
Anak : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6
tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa
otot.
Lansia : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan
penurunan produksi kreatinin.
Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu
kreatinin dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada
penyakit ginjal dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea darah (BUN).
Sedikit peningkatan kadar BUN dapat menandakan terjadinya hipovolemia
(kekurangan volume cairan); namun kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat
menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna untuk
mengevaluasi fungsi glomerulus.
7

Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah :


gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis,
nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi
esensial, dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan,
gagal jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus,
kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit Hodgkin, diet
tinggi protein (mis. daging sapi [kadar tinggi], unggas, dan ikan [efek
minimal]).
Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah :
Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid
(gentamisin), kanamisin, metisilin, simetidin, asam askorbat, obat
kemoterapi sisplatin, trimetoprim, barbiturat, litium karbonat, mitramisin,
metildopa, triamteren.
Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir),
myasthenia gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN
hampir selalu disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan
BUN sering diperbandingkan. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada
kisaran 12-20. Jika kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap normal,
kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika keduanya
meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea
turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang
yang parah, kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin
cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal
dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna,
keadaan katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin
tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal,
azotemia pascarenal.
2. Meq :
Milliequivalent : satuan ukuran konsentrasi elektrolit dipakai meq/L
memberikan informasi mengenai jumlah anion dan kation yang dapat
bergabung dengan kation atau anion lain.
8

Pertanyaan :
4. Nilai normal SGPT dan SGOT ?
SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase)
Sesungguhnya SGOT adalah enzim yang lebih sensitive untuk
mendeteksi kerusakan otot dan otot jantung daripada kerusakan hati. Sebab
utamanya adalah SGOT juga di produksi di otot dan otot jantung. SGOT
(Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), seperti halnya SGPT, SGOT
merupakan enzim hati yang terdapat di dalam sel parenkim hati. SGOT akan
meningkat kadarnya di dalam darah jika terdapat kerusakan sel
hati. Kembali ke sebelumnya bahwa produksi SGOT bukan hanya ada pada
hati, karena itu peningkatan SGOT tidak selalu menunjukkan adanya
kelainan di sel hati.
SGPT (Serum Glutamic Pyruvate Transaminase)
Merupakan suatu enzim yang terdapat di dalam sel hati. Karena itu,
SGPT lah yang lebih menggambarkan fungsi hati seseorang. Ketika sel hati
mengalami kerusakan akibat sesuatu baik itu gangguan virus atau gangguan
lainnya, akan terjadi pengeluaran enzim SGPT dari dalam sel hati ke darah.
Hal ini akan diketahui melalui pemeriksaan darah di laboratorium. Itu
kenapa dokter selalu menganjurkan periksa SGPT untuk mengetahui kondisi
fungsi hati seseorang.
Nilai normal SGOT adalah 3-45 u/L, sedangkan nilai normal SGPT adalah
0-35 u/L (terdapat sedikit variasi dari nilai normal dan sangat tergantung
dari laboratorium tempat pemeriksaan).
Sekali lagi bukan hanya SGOT-SGPT ini yang akan menentukan seseorang
sedang mengalami gangguan fungsi hati. Namun angka SGOT SGPT ini
cukup menjadi alasan seseorang atau dokter harus mulai waspada dengan
kondisi hatinya. Dan inilah penyakit atau gangguan kesehatan yang
mungkin menjadi sebab kenaikan kadar SGOT-SGPT seseorang :
1. Hepatitis
2. Fatty liver ( perlemakan hati )
3. Sumbatan empedu
4. Penyakit non liver
9

5. Nilai normal Hb, Ht, Leukosit, BUN ?


a. Nilai Normal Gula Darah
Pria:
Glukosa Puasa : 80 100 (mg/dl)
Glukosa Post prandial : 100 - 120 (mg/dl)
Glukosa Sewaktu : < 150 (mg/dl)
Wanita:
Glukosa Puasa : 80 100 (mg/dl)
Glukosa Post prandial : 100 - 120 (mg/dl)
Glukosa Sewaktu : < 150 (mg/dl)
b. Nilai Normal Leukosit
Pria: Leukosit : 4.000 11.000 (5.000 10.000) (/ul)
Wanita: Leukosit : 5.000 10.000(/ul)
c. Nilai Normal Trombosit
Pria: Trombosit : 150.000 440.000 (150.000 400.000) (/ul)
Wanita: Trombosit : 150.000 400.000(/ul)
d. Nilai Normal Tekanan Darah
Optimal : 110/70 mmHg
Normal: 120/80 mmHg
e. Nilai Normal Hemoglobin (Nilai Normal Hb)
Pria: Haemoglobin (Hb) : 13.5 17.5 (13 16) (g/dl)
Wanita: Haemoglobin (Hb) : 12 15 (g/dl)
f. Nilai Normal eritrosit
Pria: Eritrosit : 4.5 5.9 (4.5 5.5) (juta/ul)
Wanita: Eritrosit : 4 5 (juta/ul)
10

g. Nilai Normal Hematokrit


Pria: Hematokrit (Ht) : 41.0 53.0 (40 54) (%)
Wanita : Hematokrit (Ht) : 36 47 (%)
h. Nilai Normal SGOT SGPT
Pria:
SGOT : 5 40 (u/l)
SGPT : 5 41 (u/l)
Wanita:
SGOT : 5 40 (u/l)
SGPT : 5 41 (u/l)
i. Nilai Normal Kreatinin
Pria : Kreatinin : 0.5 1.5 (mg/dl)
Wanita : Kreatinin : 0.5 1.5 (mg/dl)
j. Nilai Normal Ureum (Nilai Normal BUN)
Pria : Ureum : 15 40 (mg/dl)
Wanita : Ureum : 15 40 (mg/dl)
12. Pemeliharaan cairan infus ?
Dewasa (makro dengan 20 tetes/ml) Tetesan per menit = Jumlah cairan
yang masuk / Lamanya infus (Jam) x 3 atau
Tetesan per menit = Kebutuhan cairan x Faktor tetesan /Lamanya infus
Jam) x 60menit.
Keterangan :
Faktor tetesan bermacam macam, hal ini dapat dilihat pada label infus (
10tetes/menit, 15 tetes/menit, dan 20 tetes/menit )
misal :
Seorang pasien dewasa diperlukan rehidrasi dengan 1000 ml (2 botol) dalam
1 jam maka tetesan per menit adalah :
Tpm = 1000 ml/1 x 3 = 333 tetes/menit atau
11

Tpm = 1000 ml x 20/1 x 60 menit = 333 tetes/menit


Anak ( mikro dengan 60 tetes/ml )
Tetesan per menit (mikro) = Jumlah cairan yang masuk/lamanya infus (Jam)
Contoh :
Seorang pasien neonatus diperlukan rehidrasi dengan 250 mikroL dalam 2
jam, maka tetesan per menit adalah :
Tpm (mikro) = 250/2 = 125 tetes/menit
Contoh soal 1.
Infus 500 cc diberikan kepada seorang pasien 20 tetes makro/ menit habis
dalam berapa jam? Jika dalam micro?
Jawab :
1 cc = 20 tetes makro --> berarti pasien diberikan 1 cc/ menit,infus yang
tersedia 500 cc --> = akan habis dalam 500 dibagi 60 menit = 8,333
jam apabila dalam micro tinggal di kali 3 aja. jadinya = 24,99 jam.
Berapa tetes macro per menit tetesan 500 cc infus RL harus diberikan agar
habis dalam 4jam?
jawab :
500 cc dibagi 4 jam = 125 cc --> ini jumlah cc RL yang harus diberikan per
jamnya 125 cc dibagi 60 = 2,083 cc / menit. Jumlah cc RL yang harus
diberikan per menitnya. 1 cc = 20 tetes makro = 60 tetesmikro jadi 2,083 cc
= (2,083 x 20) 41,66 tetes makro = (2,083 x 60)124,98 tetes mikro.
Macro Jika yang ingin dicari tahu adalah berapa tetesan yang harus kita cari
dengan modal kita tahu jumlah cairan yang harus dimasukkan dan lamanya
waktu, maka rumusnya adalah:
Tetes/menit : (jumlah cairan x 20) / (Lama Infus x 60)
Jika yang dicari adalah lama cairan akan habis, maka rumusnya adalah
sebagai berikut:
Lama Infus: (Jumlah Cairan x 20) / (jumlah tetesan dlm menit x 60)
Misal:Seorang pasien harus mendapat terapi cairan 500 ml dalam waktu 4
jam, maka jumlahtetesan yang harus kita berikan adalah (500 x 20 ) / ( 4 x
60 ) = 10000 / 240 = 41,7 = 42 tetes/menit begitupun untuk rumus lama
infuse tinggal dibalik aja.
12

Micro Rumus untuk menghitung jumlah tetesannya adalah sebagai berikut:


Jumlah tetes/menit : (Jumlah cairan x 60 ) / (Lama Infus x 60) Sedangkan
rumus lamanya cairan habis adalah sebagai berikut: Lama waktu : ( Jumlah
Cairan x 60) / (jumlah tetesan dalam menit x 60)
Rumus Kebutuhan Cairan Kebutuhan cairan pada tubuh, data dihitung
sebagai berikut:
Pada anak < 10 Kg , maka 10 Kg dihitung 100 ml/ BB.Misal BB 8 kg maka
kebutuhan cairan adalah 8 x 100 = 800 ml/hari. Pada anak dengan BB 10
20 Kg, maka 1000 ml pada 10 kg pertama dan ditambah 50 ml perKg
penambahan berat badannya.
Missal BB = 15 kg, maka 1000 ml ditambah 5 x 50 ml maka menjadi 1250
ml/ hari kebutuhan cairannya Pada seorang dengan berat badan > 20 Kg
maka rumusnya adalah 1500 ml pada 20 kg pertama dan ditambah 20 ml/Kg
sisanya. Misal seseorang dengan BB 40 Kg, maka 20 kg pertama adalah
1500 ml, sedangkan20 kg sisanya x 20 ml = 400 ml sehingga kebutuhan
cairan seseorang dengan berat 40kg adalah 1500 + 400 ml = 1900 ml/hari.
Tujuan pemberian cairan (Rhoad, J, & Bonnie, J., M, 2008) :
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuhyang mengandung
air,elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan melalui oral.
2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit.
3. Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.
4. Memberikan tranfusi darah.
5. Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena.
6. Membantu pemberian nutrisi secara parenteral
Ukuran kanul yang digunakan tergantung dari tujuan pemberian infuse, tipe
cairan dan ukuran atau kondisi vena :
a. 18 Gauge (ungu) untuk darah atau memasukkan banyak cairan.
b. 20 Gauge (pink) untuk pemberian obat yang lama atau pemberian 2-
3liter cairan/hari.
c. 22 Gauge (biru) untuk pemberian obat yang lama, klien kanker danvena
kecil.
d. 24 Gauge (kuning) untuk bayi, anak atau dewasa yang venanya kecil/
rapuh.
13

13. Mengapa cairan yang diberikan RL ?


Derajat III dan IV (dengan syok)
a. Bila pasien berada pada derajat III maka segera beri infus kristaloid (RL
atau NaCl 0,9%)20 ml/kgBB secepatnya (berikan dalam bolus selama 30
menit) dan oksigen 2 liter/menit.Sedangkan pada derajat IV cairan diguyur
bila perlu dengan semprit 100-200 ml. Observasitensi dan nadi tiap 15
menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dangula
darah
b.Bila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan RL dilanjutkan 15-
20 ml/kgBBdengan kecepatan 4-5 tetes/kgBB/menit ditambah plasma 10-
20 ml/kgBB dengan kecepatan2-5 tetes/kgBB/menit maksimal 30
ml/kgBB. Observasi keadaan umum, tekanan darah, naditiap 15 menit dan
periksa Ht tiap 4-6 jam.1) Apabila syok telah teratasi, cairan dikurangi
menjadi 10 ml/kgBB/jam dengan kecepatan2-3 tetes/kgbb/menit. Volume
10 ml/kgBB/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atausampai klinis
stabil dan Ht menurun < 40 vol %. Selanjutnya cairan diturunkan 5 ml
danseterusnya 3 ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi
48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah
urine tiap jam. Pemeriksaan Ht dantrombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan
umum baik. 2) Apabila syok belum dapat teratasi,sedangkan kadar
hematokrit menurun tetapi masih > 40 vol % berikan darah dalam volume
kecil 10ml/kg BB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah segar
20 ml/kgBB dandilanjutkan cairan kristaloid 10 ml/kgBB/jam.
c. Apabila syok masih belun teratasi pasang CVP untuk mengetahui
kebutuhan cairan danpasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. 10
mmH2O) maka berikandopamin.
Ringer Laktat (RL)
Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-
110, Basa = 28-30 mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat
adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan
yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari
plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion
utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler
dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini
14

dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok


hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi
dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena
menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan
menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme
anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,
asidosis laktat.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar,
biasanya paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : Not for use in the treatment of lactic acidosis.
Hati-hati pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart
failure/impaired renal function & pre-eklamsia.
Alur Tindakan Perawat IGD
Instalasi Gawat Darurat yang merupakan suatu bentuk penanganan
kegawatdaruratan memiliki berbagai macam kegiatan. Menurut Flynn
(1962) dalam Azrul (1997) kegiatan IGD secara umum dapat dibedakan
sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat.
b. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang
membutuhkan pelayanan rawat inap intensif.
c. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.
Disiplin pelayanan adalah suatu aturan yang berkaitan dengan cara
memilih anggota antrian yang akan dilayani lebih dahulu. Disiplin yang
biasa digunakan adalah (Subagyo, 1993) :
1. FCFS : First Come-First Served (pertama masuk, pertama
dilayani)
2. LCFS : Last Come-First Served (terakhir masuk, pertama
dilayani)
15

3. SIRO : Service In Random Order (pelayanan dengan urutan


acak)
4. Emergency First : Kondisi berbahaya yang didahulukan.
Dalam hal kegawatdaruratan pasien yang datang ke IRD akan dilayani
sesuai urutan prioritas yang ditunjukan dengan labelisasi warna ,yaitu :
a. Biru : Gawat darurat,resusitasi segera yaitu Untuk
penderita sangat gawat/ ancaman nyawa.
b. Merah : Gawat darurat,harus MRS yaitu untuk penderita
gawat darurat (kondisi stabil / tidak membahayakan nyawa )
c. Kuning : Gawat darurat ,bisa MRS /Rawat jalan yaitu untuk
penderita darurat, tetapi tidak gawat
d. Hijau : Gawat tidak darurat,dengan penanganan bisa rawat
jalan yaitu untuk bukan penderita gawat.
e. Hitam : Meninggal dunia
Prioritas dari warna
1. Biru
a) Henti jantung yang kritis
b) Henti nafas yang kritis
c) Trauma kepala yang kritis
d) Perdarahan yang kritis
2. Merah
a) Sumbatan jalan nafas atau distress nafas
b) Luka tusuk
c) Penurunan tekanan darah
d) Perdarahan pembuluh nadi
e) Problem kejiwaan
f) Luka bakar derajat II >25 % tidak mengenai dada dan muka
g) Diare dengan dehidrasi
h) Patah tulang
16

3. Kuning
a) Lecet luas
b) Diare non dehidrasi
c) Luka bakar derajat I dan derajat II > 20 %
4. Hijau
a) Gegar otak ringan
b) Luka bakar derajat I
Gawat : Suatu keadaan yang mengancam nyawa pasien
Darurat : Suatu keadaan yang segera memerlukan pertolongan
Tujuan ird
1. Mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat
2. Menerima rujukan pasien atau mengirim pasien
3. Melakukan penanggulangan korban musibah masal dan bencana
yang terjadi dalam maupun diluar rumah sakit
4. Suatu IRD harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas
tinggi pada masyarakat dengan problem medis akut
Kriteria ird
1. IRD harus buka 24 jam
2. IRD juga harus memiliki penderita penderita false emergency
(korban yang memerlukan tindakan medis tetapi tidak segera),tetapi
tidak boleh memggangu / mengurangi mutu pelayanan penderita-
penderita gawat darurat.
3. IRD sebaiknya hanya melakukan primary care sedangkan definitive
care dilakukan ditempat lain dengan cara kerjasama yang baik
4. IRD harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat
sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD)
17

5. IRD harus melakukan riset guna meningkatkan mutu / kualitas


pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya.
Kemampuan minimal petugas ird
Menurut Depkes 1990
1. Membuka dan membebaskan jalan nafas (Airway)
2. Memberikan ventilasi pulmoner dan oksigenasi (Breathing)
3. Memberikan sirkulasi artificial dengan jalan massage jantung luar
(Circulation)
4. Menghentikan perdarahan,balut bidai,transportasi,pengenalan dan
penanggulangan obat resusitas,membuat dan membaca rekaman EKG
Kemampuan tenaga perawat ird
Sesuai dengan pedoman kerja perawat,Depkes 1999
1. Mampu mengenal klasifikasi dan labelisasi pasien
2. Mampu mengatasi pasien : syok, gawat nafas,gagal
jantung,kejang,koma,perdarahan,kolik, status asthmatikus,nyeri hebat
daerah panggul dan kasus ortopedi.
3. Mampu melaksanakan pencatatan dan pelaporan askep
4. Mampu berkomunikasi :intern dan ekstern
Sarana dan prasarana fisik ruangan yang diperlukan di ird
Ketentuan umum fisik bangunan :
1. Harus mudah dijangkau oleh masyarakat
2. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda (Alur
masuk kendaraan /pasien tidak sama dengan alur keluar)
3. Harus memiliki ruang dekontaminasi (dengan fasilitas shawer)
yang terletak antara ruang triage (ruang penerimaan pasien) dengan
ruang tindakan
18

4. Ambulans / kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai


di depan pintu
5. Ruang triage harus dapat memuat minimal 2 brankar
Prinsip penanggulangan penderita gawat darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau
kegagalan dan salah satu sistem / organ seperti :
1. Susunan saraf pusat
2. Pernafasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pancreas
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat
Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
1. Kecacatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
a) Ditempat kejadian
b) Dalam perjalanan kerumah sakit
c) Pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas / Rumah
sakit

C. Definisi Syok Hipovolemik


Syok merupakan suatu keadaan dimana terjadi kegagalan sirkulasi akut
yang parah. Syok adalah kondisi dimana tekanan darah turun sedemikian rendah
19

sehingga aliran darah ke jaringan tidak lagi dapat dipertahankan secara adekuat
(Sherwood L.2001). syok hipovolemik merujuk pada suatu keadaan dimana
terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ
failure akibat perfusi yang tidak adekuat (Smeltzer, 2001). Syok hipovolemik
merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan
cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume
sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya
volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat
(hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke
ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka
bakar dan diare berat.

D. Etiologi Syok Hipovolemik


1. Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda
tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai
berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan
perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada
tengkorak.
2. Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan
darah antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.
3. Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik
antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum,
Mallory-Weiss tears, dan fistula aortointestinal.
4. Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik
terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat
kehamilan ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan
20

ektopik pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah
dilaporkan.

Kondisi-kondisi yang Menempatkan Pasien pada Risiko Syok


Hipovolemik
kehilangan cairan eksternal Trauma
Pembedahan
Muntah-muntah
Diare
Diuresis
Diabetes Insipidus
Perpindahan cairan internal Hemoragi internal
Luka bakar
Asites
Peritonitis
Tabel 1. Kondisi Pasien Syok Hipovolemik
Sumber : Smeltzer, 2001

E. Klasifikasi atau Tahapan Syok Hipovolemik


Perbedaan antara kelas-kelas syok hemoragik mungkin tidak terlihat jelas pada
seorang penderita, dan penggantian volume harus diarahkan pada respon terhadap
terapi semula dan bukan dengan hanya mengandalkan klasifikasi awal saja. System
klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda-tanda dini dan patofisiologi keadaan
syok. (ATLS, 2001)

Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan
darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat
dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi
dan kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak
21

mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara


umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan
nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek,
ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat.1-3

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok


hipovolemik tersebut pemeriksaan pengisian dan frekuesnsi nadi, tekanan darah,
pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung-uung jari (refiling kapiler), suhu dan
turgor kulit. Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik
dapat dibedakan menjadi empat tingkatan atau stadium. Stadium syok dibagi
berdasarkan persentase kehilangan darah sama halnya dengan perhitungan skor tenis
lapangan, yaitu 15, 15-30, 30-40, dan >40%. Setiap stadium syok hipovolemik ini
dapat dibedakan dengan pemeriksaan klinis tersebut.

1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah


hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh
mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi
penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas
atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi
dan nafas masih dalam kedaan normal.
2. Syok hipovolemik stadium-II afalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%.
Pada stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi
fungsi kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah
terutama sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat,
peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas.
3. Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%.
Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat.
Frekuensi nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit,
peningkatan frekuensi nafas hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi
22

dan tekanan darah sistolik sangat menurun, refiling kapiler yang sangat
lambat.
4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari
40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian
lemah sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III
terus memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan
terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan
penurunan kesadaran atau letargik.

Klasifikasi Penemuan Klinis Pengelolaan


Kelas I : kehilangan Hanya takikardi minimal, Tidak perlu penggantian
volume darah < 15 % nadi < 100 kali/menit volume cairan secara
EBV IVFD
Kelas II : kehilangan Takikardi (>120 Pergantian volume darah
volume darah 15 30 % kali/menit), takipnea (30- yang hilang dengan cairan
EBV 40 kali/menit), penurunan kristaloid (RL atau NaCl
pulse pressure, penurunan 0,9%) sejumlah 3 kali
produksi urin (20-30 volume darah yang hilang
cc/jam)
Kelas III : kehilangan Takikardi (>120 Pergantian volume darah
volume darah 30 - 40 % kali/menit), takipnea (30- yang hilang dengan cairan
EBV 40 kali/menit), perubahan kristaloid (NaCl 0,9%
status mental (confused), atau RL) dan darah
penurunan produksi urin
(5-15 cc/jam)
Kelas IV : kehilangan Takikardi (>140 Pergantian volume darah
volume darah > 40 % kali/menit), takipnea (35 yang hilang dengan cairan
EBV kali/menit), perubahan kristaloid (NaCl 0,9%
atau RL) dan darah
23

status mental (confused


dan lethargic),
Bila kehilangan volume
darah > 50 % : pasien
tidak sadar, tekanan
sistolik sama dengan
diastolik, produksi urin
minimal atau tidak keluar
Tabel. 2 Klasifikasi Syok Hipovolemik

F. Patofisiologi dan Pathway Syok Hipovolemik


Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan
menurunkan aliran darah balimk kejantung. Hal ini yang menimbulkan penurunan curah
jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa
kejadian pada beberapa organ.

1. Mikrosirkulasi

Ketika curah jantung turun, tahanan vascular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan
otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal.
Kebutuhan energy untuk pelaksanaan metabolism di jantung dan otak sangat tinggi
tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energy. Sehingga
keduanya sangat bergantung akan ketersedian oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan
bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung
dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga
60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastic dan fungsi sel di semua organ akan
terganggu.

2. Neuroendokrin
24

Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat di deteksi oleh baroreseptor dan


kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respon autonom tubuh yang
mengatur perfusi serta substrak lain.

3. Kardiovaskular

Tiga variable seperti: pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi)


ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup.
Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan adalah hasil kali volume sekuncup
dan frekuensi jantung Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang
pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu penigkatan frekuensi jantung
sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan curah jantung.

4. Gastrointestinal

Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi


penigkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negative yang mati
didalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta penigkatan metabolism
dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.

5. Ginjal

Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karna cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti ammoglikosida dan media kontras angiografi.
Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air.
Pada saat aliran darah diginjal berkurang, tahanan arteriol aferen menigkat untuk
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan
vasopressin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin
25
26

PATHWAY SYOK HIPOVOLEMIK BAGIAN 1

Trauma pada Pengeluaran Kerusakan korteks Obstruksi usus


keringat berlebihan, adrenal pada ginjal halus
jaringan tubuh
diare, muntah, intake
air dan elektrolit
tidak adekuat
Misalnya luka Destruksi
bakar kapiler Distensi usus halus
Sekresi

aldosteron menurun
Berkurangnya cairan
di seluruh
Kehilangan
Perdarahan kompartemen tubuh Aliran balik vena
protein melalui
termasuk pada dinding usus
sel yang
intravaskuler Kegagalan dalam terhambat
terkelupas
retensi air dan Na+
27

Peningkatan tekanan

Berkurangnya kapiler usus halus

protein plasma
intravaskuler

Cairan keluar dari

Tekanan osmotik Keluarnya kapiler masuk ke

koloid plasma cairan dari dinding dan lumen

menurun intravaskuler usus


ke jaringan

Menurunnya volume intravaskuler


Sumber :
Cemas
Guyton, 2007 : 293 - 299, 319, 807-
808,904 ; Prasetya, 2006 : 183 ;
Kolecki, 11 Maret 2010
SYOK HIPOVOLEMIK Perubahan status kesehatan
28

Kekurangan Volume Cairan Menurunnya volume intravaskuler

Mekanisme kompensasi tubuh Menurunnya tekanan Menurunnya aliran balik


pengisian sirkulasi sistemik vena ke jantung

Perangsangan Pembentukan Pemben-


baroreseptor angiotensin tukan Penurunan Curah Jantung
vasopressin
ginjal
(ADH) oleh Perubahan Perfusi
Perangsangan
hipofisis Perubahan Perfusi Jaringan Tidak Efektif
saraf simpatis Vasokontriksi
posterior
pembuluh

Pelepasan darah Peng- Penurunan Penurunan Penurunan Penuruna


Retensi air
norepinefrine alihan perfusi ke perfusi ke perfusi ke paru - n perfusi
dan natrium
dari ujung metabo- otak ginjal paru ke hati
+vasokontrik
saraf simpatis si pembuluh lisme
reabsorsi
Gangguan Ganggu Gang- Penurun
darah seluler Na dan Air
metabolis- oleh tubulus an guan an
menjadi
Vasokontriksi pembuluh ginjal
me otak proses proses fungsi
anaerob
darah, perangsangan otot Oliguri
difusi oksige fagosito
jantung
Lama-kelamaan, mekanisme kompensasi Produk-si
Penurunan O2 dan nasi sis sel
tubuh melemah dan mengalami kegagalan asam laktat
kesadaran Gg. CO2 Kupffer
berlebih Memicu
dalam mempertahankan tekanan pengisian Eliminasi Risiko
di hati
hiperve
sirkulasi sistemik yang berdampak pada urine n-tilasi Infeks
PK Asidosis Risiko Kerusakan
penurunan curah jantung Kerusakan i
Metabolik Ceder mobilitas fisik Pertukaran Pola Nafas Tidak
a
Gas Efektif
30

G. Manifestasi klinis Syok Hipovolemik


Gejala dan tanda di sebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-
perdarahan serta perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam
kecepatan timbulnya syok. Respon visiologi yang normal adalah mempertahankan
perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam
sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi peningkatan kinerja simpatis,
hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps,, pelepasan hormone stress serta
ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan
cairan intersisial, intraselular dan menurunkan produksi urine.

Hipovolemia ringan ( 20% volume darah) menimbulkan takikardia


ringan dengan sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang
sedang berbaring ( Tabel 2). Pada hipovolemia sedang ( 20-40% dari volume
darah) pasien menjadi lebih cemas dan takikardia lebih jelas, meski tekanan darah
bisa ditemuka normal pada posisi ortostatik dan takikardia pada hipovolemia berat
maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah menurun drastis dan tak stabil
walau posisi berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau
bingung.

Ringan (<20% volume Sedang (20-40% volume Berat (>40% volume


darah) darah) darah)
Ektremitas dingin Sama, ditambah Sama, ditambah
takikardia hemodinamik tak stabil
Waktu pengisian kapiler
meningkat Takipneu Takikardia bergejala
Diaporesis Oliguria Hipotensi
Vena kolaps Hipotensi ortostatik Perubahan kesadaran
Cemas
Table 3 Gejala klinis syok hipovolemik
31

Perfusi ke susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok


bertambah berat. Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari syok
hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat,
terutama pada pasien usia lanjut dan memiliki penyakit berat di mana kematian
mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat
syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat.

H. Komplikasi
1. Hipoksia jaringan, kematian sel, dan kegagalan multiorgan akibat penurunan
aliran darah yang berkepanjangan.
2. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan.
3. distres pernapasan pada orang dewasa akibat destruksi pembatas alveolus-
kapiler karena hipoksia.
4. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
5. Kebanyakan pasien yang meninggal karena syok, disebabkan koagulasi
intravaskular diseminata akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi stimulus berlebihan kaskade koagulasi.

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masi tidak
berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan
berlangsung lama. Karena autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan
hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau
cairan tubuh seperti pada demam berdarah dengue atau diare dengan
dehidrasi akan hemokonsentrasi.
32

b. Urin
Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin meningkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria dan toraks
c. Pemeriksaan gas darah
pH, PaO2, dan Hco3 darah menurun,. Bila proses berlangsung terus maka
proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda
kegagalan dengan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan
meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang lebih jelas
antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
d. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada syok seringkali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit
seperti hiponatremia, hiperkalemia, dan hipokalsemia pada penderita dengan
asidosis.
e. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum penting pada syok terutama bila ada
tanda-tanda gagal ginjal.
f. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman yang dilakukan hanya
pada penderita-penderita yang dicurigai
g. Pemeriksaan faal hemostasis
Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menentukan penyakit
primer penyebab

J. Penatalaksanaan

Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok


hipovolemik antara lain:
1. Memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang
adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah.
Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu.
33

Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus


diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks,
hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera
ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator
harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan
dapat berbahaya pada pasien yang mengalami syok hipovolemik dan
sebaiknya dihindari.
Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum
Poeseuille mengatakan bahwa aliran berbanding terbalik dengan panjang
kateter infus dan berhubungan langsung dengan diameter. Sehingga kateter
infus intravena yang ideal adalah pendek dan diameternya lebar; diameter
lebih penting daripada panjangnya. Jalur intravena dapat ditempatkan pada
vena antecubiti, vena saphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis
dengan menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena
sentralis maka digunakan kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang
dari 6 tahun dapat digunakan jalur intraosseus. Faktor yang paling penting
dalam melakukannya adalah skill dan pengalaman. Pengadaan infus arteri
perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan hebat. Untuk pasien
ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara berkala dan juga
analisa gas darah.
Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi
adalah kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus
awal 1-2 liter pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak), dan respon
pasien dinilai. Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar
tetap stabil dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital
membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang
cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus
kristaloid harus dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-)
harus diberikan kepada pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi
34

dan komplikasi lanjut). Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok derajat
IV), diberikan cairan kristaloid dan darah tipe O. Pedoman pemberian
kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan
kondisi pasien.
Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu
contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh
lain dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sementara
hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan memposisikan janin
menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi
Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena
dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki
keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu pertukaran udara.

2. Mengontrol kehilangan darah lebih lanjut


Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering
memerlukan intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar
harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan secara langsung,
perdarahan dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang
ditangani dengan traksi untuk mengurangi kehilangan darah.
Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau
awal tibanya, dapat diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem
menyilang pada aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak.
Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang
operasi.
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin
intravena dan H2 bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya
dihubungkan dengan reaksi negatif, seperti hipertensi, aritmia, gangren, dan
iskemia miokard atau splanikus. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan
untuk penggunaanya secara tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu
35

menguntungkan. Infus somatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya


pengurangan perdarahan gastrointestinal yang bersumber dari varises dan
ulkus peptikum. Obat ini membantu kerja vasopressin tanpa efek samping
yang signifikan.
Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken-
Blakemore tube dapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan
balon esofagus. Balon gaster pertama dikembangkan dan dilanjutkan balon
esofagus bila perdarahan berlanjut. Penggunaan selang ini dikaitkan dengan
akibat yang buruk, seperti ruptur esofagus, asfiksi, aspirasi, dan ulserasi
mukosa. Oleh karena alasan tersebut, penggunaan ini dipertimbangkan hanya
sebagai alat sementara pada keadaan yang ekstrim.
Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi
(contohnya kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista,
keguguran) memerlukan intervensi bedah.Konsultasi segera dan penanganan
yang tepat adalah kuncinya. Tujuan penanganan kegawatdaruratan adalah
untuk menstabilkan keadaan pasien hipovolemik, menentukan penyebab
perdarahan, dan menyediakan penanganan yang tepat sesegera mungkin. Jika
perlu untuk membawa pasien ke rumah sakit lain, hal ini harus dilakukan
segera.
Pada pasien trauma, jika petugas unit gawat darurat mengindikasikan
telah terjadi cedera yang serius, ahli bedah (tim trauma) harus diberitahukan
segera tentang kedatangan pasien. Pada pasien yang berusia 55 tahun dengan
nyeri abdomen, sebagai contohnya, ultrasonografi abdomen darurat perlu
utnuk mengidentifikasi adanya aneurisma aorta abdominalis sebelum ahli
bedahnya diberitahu. Setiap pasien harus dievaluasi ketat karena
keterlambatan penanganan yang tepat dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
36

3. Resusitasi Cairan.
Pasang kanul intravena ukuran besar, lakukan pemeriksaan laboratorium
(croosmatch, hemoglobin, hematocrit, thrombosit, elektrolit, creatinin,
analisis gas darah dan pH, laktat, parameter koagulasi, transamine, albumin).
Nilai kebutuhan oksigen, intubasi, atau ventilasi (PO2 > 60 mmHg dan
saturasi oksigen > 90%).
Resusitasi cairan dilakukan dengan perbandingan kristaloid dan koloid
sebesar 3:1. Bila kehilangan darah>25% maka perlu diberikan eritrosit
konsentrat, sementara kehilangan darah > 60% maka perlu juga diberikan
fresh frozen plasma (setelah 1 jam pemberian konsentrasi eritrosit atau lebih
cepat jika fungsi hati terganggu). Tujuan utama terapi syok hipovolemik
adalah penggantian volume sirkulasi darah. Penggantian volume
intravascular sangat penting untuk kebutuhan cardiac output dan suplai
oksigen ke jaringan. Syok hipovolemik yang disebabkan oleh kehilangan
darah dalam jumlah besar sering perlu dilakukan transfusi darah. Adapun
indikasi transfusi darah atau komponen darah pada syok hipovolemik yaitu:

Indication for blood component therapy


Component Indication Usual strating
dose
Packed RBC Replacement of 2-4 units IV
Oxygen-carrying capacity

Platelets Thrombocytopenia with 6-10 units IV


bleeding
Fresh frozen Coagulopaty 2-6 units IV
plasma
Crycoprecipitate Coagulopaty with 10-20 units IV
fibrinogen
Tabel 4. Indikasi transfusi komponen darah
37

Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi


elektrolit dan kelainan metabolic yang ada. Berbagai larutan parenteral telah
dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan
intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam
penanganan dan perawatan pasien.
Terdapat beberapa jenis cairan resusitasi yaitu cairan koloid, kristaloid dan
darah. koloid merupakan cairan dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi
dibandingkan plasma (cairan hiperonkotik). Hipertonik dan hiperonkotik adalah
cairan plasma expander karena kemampuan untuk memindahkan cairan intrselular
dan interstisial selama resusitasi dan dengan cepat menggantikan volume plasma
(seperti albumin, dextran, dan starch). Cairan kristaloid adalah cairan yang
mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini bisa
isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan koloid
yaitu cairan yang Berat Molekulnya tinggi. Cairan kristaloid terdiri dari:
1. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu
penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada
dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan
hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan
ini tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada kegawatan (dextrosa 5%).

2. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan
plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang
adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan
ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukan relatif lebih
pendek dibanding dengan cairan koloid.
38

3. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh
karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam
ekstraseluler.Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan
natrium hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi
pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena
dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah
cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%. Beberapa contoh cairan kristaloid :
1) Ringer Laktat (RL)
Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l,
Klorida 109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini
dimetabolisme didalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam
ginjal. Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan
fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi
CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzimpiruvat dehidrogenase) atau glukosa (20%
dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3.
Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi
elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan
untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada
dehidrasi berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok,
dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.
2) Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4
mEq/l, Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi
keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir
di dalam otot, sedangkan laktat didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 400
mEq/jam, sedangkan laktat 100 mEq/jam.Asetat akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk
asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase danmengkonsumsi ion
39

hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat.
Glukosa 5%, 10% dan 20%Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter ,
200 gr/liter.9 Glukosa 5% digunakanpada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa
10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut dengan anuria
dan gagal ginjal akut dengan oliguria.
3) NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida,
yang digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk
penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau
alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan
kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti
asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikaldan luka bakar. Pada anak dan bayi
sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengancairan lain, seperti NaCl
0,9% dengan Glukosa 5%. Adapun Jenis-jenis cairan koloid adalah :

1) Albumin.Terdiri dari 2 jenis yaitu:


a) Albumin endogen. Albumin endogen merupakan protein utama yang
dihasilkan dihasilkan di hati dengan BM antara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri
dari 584 asam amino. Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80%
terhadap tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan
tekanan onkotik plasmanya 1/3nya.
b) Albumin eksogen. Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin,
albumin eksogen yang diproduksiberasal dari serum manusia dan albumin eksogen
yang dimurnikan (Purified protein fraction)dibuat dari plasma manusia yang
dimurnikan.8Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam
fisiologis. Albumin 25% biladiberikan intravaskuler akan meningkatkan isi
intravaskuler mendekati 5x jumlah yangdiberikan.Hal ini disebabkan karena
peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan inimenyebabkan translokasi
cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.
40

Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi fungsi


miokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi protein
yangdimurnikan. Hal ini karena factor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan
disamping ituharganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid. Larutan ini
digunakan padasindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.

2) HES (Hidroxy Ethyl Starch). Merupaka senyawa kimia sintetis yang


menyerupai glikogen. Cairan ini mengandung partikel dengan BM beragam dan
merupakan campuran yang sangat heterogen. Tersedia dalam bentuk larutan 6%
dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya
310 mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer
glukosa. Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander
yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan
cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan
onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan
mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila dosisnya melebihi 20ml/ kgBB/
hari.

3) Dextran. Merupakan campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam


ukuran dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang
dikembangbiakkan di mediasucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan
Dalton. Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. Dextran 70 mempunyai BM
70.000 (25.000-125.000). Sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam garam
fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh
karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan
terbaik dibadingkan dengan dextran 40. Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia
dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini
difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil
dapat menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intertisial dan sebagian lagi
41

melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler. Pemberian dextran untuk resusitasi


cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik berupa
peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan pada penyakit sindroma nefrotik
dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi
anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.

4) Gelatin. Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada
orang dewasa. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin (MFG)
2.Urea Bridged Gelatin (UBG). Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis
gelatin ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang
sering terjadi adalah reaksi anafilaksis. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan
pada penyakit bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.

Pemilihan cairan resusitasi pada syok hipovolemik hingga saat ini masih
menjadi perdebatan. Pemberian infus koloid (plasma/albumin) pada syok
hipovolemik post operative dapat meningkatkan pengambilan okisgen lebih cepat
dibandingkan infus kristaloid. Inisial resusitasi pada syok hipovolemik sering
dimulai dengan hypertonic dan isotonic kristaloid yang kemudian dilanjutkan dengan
cairan koloid dan infuse eritrosit dan plasma.
Resusitasi syok hipovolemik pada luka bakar dimana terjadi kehilangan plasma
maka dilakukan resusitasi dengan kombinasi kristaloid dan koloid. Pada kasus
diabetes yang tidak terkontrol, diare dan insufisiensi korteks adrenal yang
menyebabkan kehilangan cairan plasma dan elektrolit maka cairan resusitasi terpilih
adalah cairan kristaloid. Cairan ini dapat mempertahankan volume intravascular,
interstisial, dan intraselular. Pembarian transfusi darah diindikasikan pada kasus
dengan kehilangan darah >40% atau syok derajat IV. Menurut CPG 2007 resusitasi
cairan optimal pada syok hipovolemik yang disebabkan oleh trauma adalah
penggunaan darah. Bila transfusi darah tidak tersedia maka penggunaan kristaloid
isotonic lebih dianjurkan karena kristaloid menghasilkan peningkatan cardiac output
yang dapat diperkirakan dan secara umum didistribusikan ke ekstraselular.
42

Compound Sodium Lactat adalah alternative pilihan yang dianjurkan untuk resusitasi
awal pasien hipovolemik.compound sodium lactate mengandung precursor
bicarbonate yang ketika dimetabolisme dapat membantu memperbaiki asidosis
metabolic. Pemberian cairan ini dihentikan pada pasien dengan gangguan hati.
Alternative lain yang dapat diberikan yaitu normal saline (NaCl 0.9%) meskipun
pemberiannya dalam dosis besar dapat menyebabkan asidosis metabolic.

K. Asuhan Keperawatan

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primary survery
1) Circulation
a) Kaji sirkulasi: pada kasus terjadi penurunan Tekanan Darah
atau hipotensi, nadi meningkat atau Takikardi
b) Kaji tanda tanda kehilangan cairan: terjadi pendarahan yang
di sebabkan fraktur femur sinistra.sehingga dilakukan
penjahitan sementara
c) Kaji produksi urine: terjadi Oliguri, setelah dilakukan imfus RL
2500 ml cairan yang hilang tergantikan dan dilakukan
pemasangan kateter.
2) Airway
a) Kaji bersihan jalan nafas: pada kasus tidak terjadi penyumbatan
jalan nafas.
3) Breathing
a) Look: nafas takipnea, setelah dilakukan bantuan O2 3L nasal
pernafasan terbantu
b) Listen: tidak ada suara nafas tambahan
c) Feel: terdapat pengembangan dada saat bernafas.
43

4) Disability
Kaji respon kesadaran pasien: pasien tidak sadarkan diri

b. Secondary survey
1) Head to Toe
a) Kepala: mata, leher, mulut, muka, telinga tidak terkaji
b) Dada dan abdomen: tidak terkaji
c) Ekstermitas atas: tidak terkaji
d) Ekstermitas bawah: terdapat faktur dan telah dilakukan
penjahitan sementara
2) Riwayat Penyakit
a) Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam
perut)
b) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
d) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah
memakan obat)
3) Riwayat Psikolog
Tidak terkaji
4) Pengkajian nyeri
Tidak terkaji namun nyeri akan dirasakan jika pasien sadar. Nyeri
pada luka fraktur femur sinistra dan pada penjahitan
5) Pemeriksaan fisik.
a) Gangguan sirkulasi perifer : pucat, ekstremitas dingin.
b) Nadi cepat dan halus.
c) Tekanan darah rendah.
d) Vena perifer kolaps.
e) CVP rendah.
44

f) Kulit : Suhu terapa dingin, warna pucat


g) Pernafasan : takipnea
h) Ginjal : Oliguri
1) Sistem neurologi
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan
darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi
gelisah sampai tidak sadar.
2) Sistem respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal
3) Sistem gastrointestinal
Bisa terjadi mual dan muntah, disfagia, kolik, diare yang kadang-
kadang disertai darah, peristaltik usus meninggi.
4) Sistem genitourinaria
Produksi urin berkurang (< 30 ml/jam).
2. Diagnosa keperawatan utama
a. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer)
berhubungan dengan penurunan curah jantung.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload,
afterload dan kontraktilitas miokard)
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler pulmonal
d. Ansietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual
atau potensial
45

3. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
o Keperawatan
.
1 Perubahan setelah dilakukan 1. Kaji tanda dan 1.Tanda dan
. perfusi tindakan keperawatan gejala yang gejala klien
jaringan perfusi jaringan kembali menunjukkan diketahui terjadi
(serebral, normal dengan kriteria gangguan gangguan perfusi
kardiopulmo hasil perfusi jaringan jaringan
nal, perifer) 1. Tekanan darah dalam 2. Pertahankan 2.sirkulasi klien
berhubungan batas normal tirah baring berlangsung
dengan 2. Haluaran urine normal penuh (bedrest lancer karena
penurunan 3. Kulit hangat dan total) dengan posisi tirah baring
curah kering posisi
jantung. ekstremitas
memudahkan
sirkulasi 3. terapi
3. Pertahankan parenteral
terapi parenteral
mempertahankan
sesuai dengan
konsisi klien
program terapi,
seperti darah
lengkap,
plasmanat,
tambahan
volume
4. Ukur intake dan 4. intake dan
output setiap output klien
jam terjaga
5. Hubungkan
kateter pada 5.drainase dan
sistem drainase kateter adekuat
gravitasi tertutup
dan lapor dokter
bila haluaran
urine kurang
dari 30 ml/jam
6. Berikan obat-
obatan sesuai 6. Kondisi klien
dengan program stabil setelah
terapi dan kaji diberikan
terapi obat
46

efek obat serta 7. Suhu klien


tanda toksisitas normal dan
7. Pertahankan kulit kering
klien hangat dan
kering
2 Penurunan setelah dilakukan 1. Pertahankan 1. ventilasi klien
. curah tindakan keperawatan posisi terbaik optimal dan
jantung curah jantung kembali untuk kondisi
berhubungan normal dengan kriteria meningkatkan dipertahankan
dengan hasil : ventilasi optimal
faktor 1. Tanda-tanda vital dengan
mekanis dalam batas normal meninggikan
(preload, 2. Curah jantung dalam kepala tempat
afterload dan batas normal tidur 30 60
kontraktilitas 3. Perbaikan status derajat
miokard) mental 2. Pertahankan tirah 2.kondisi klien
baring penuh akan pulih, proses
(bedrest total) penyembuhan
3. Pantau EKG semakin cepat
secara kontinu
4. Pertahankan 3. cairan tubuh
cairan parenteral klien normal
sesuai dengan
program terapi 4. vital sign pada
5. Pantau vital sign klien terjaga
setiap jam dan dengan menu
laporkan bila ada
perubahan yang 5. pemasukan
drastis oksigen klien
6. Berikan oksigen adekuat
sesuai dengan
terapi 6. Obat yang
7. Berikan obat- diberikan
obatan sesuai membantu
dengan terapi pemulihan dan
8. Pertahankan ksabilan klien
klien hangat dan 7. Suhu klien
kering dapat
9. Auskultasi bunyi dipertahankan
jantung setiap 2 8. Bunyi jantung
sampai 4 jam normal
sekali 9. Klien dapat
melakukan
47

10. Batasi dan aktifitas sesuai


rencanakan dengan
aktifitas ; berikan kemampuan
waktu istirahat 10. Konstipasi
antar prosedur pada klien
11. Hindari dapat
konstipasi, dihindari
mengedan atau
perangsangan
rektal
3 Kerusakan setelah dilakukan 1. Kaji pola 1. pola pernafasan
. pertukaran tindakan keperawatan pernafasan, klien adekuat dan
gas gangguan pertukaran gas perhatikan tidak ada
berhubungan teratasi dengan kriteria frekwensi dan gangguan pola
dengan hasil : kedalaman dan jalan napas
peningkatan 1. Klien bernafas tanpa pernafasan 2. bunyi paru
permeabilita kesulitan 2. Auskultasi paru- normal
s kapiler 2. Paru-paru bersih paru setiap 1 2
pulmonal 3. Kadar PO2 dan jam sekali 3. analisa gas
PCO2 dalam batas 3. Pantau AGD darah klien
normal 4. Berikan oksigen normal
sesuai dengan menunjukan
kebutuhan klien sirkulasi
5. Lakukan
penghisapan bila 4. kebutuhan o2
ada indikasi tubuh tercukupi
6. Bantu dan sehingga
ajarkan klien gangguan perfusi
batuk efektif dan berkurang
nafas dalam
5. jalan napas
bersih dan tidak
ada sekret
menumpuk
4 Ansietas / setelah dilakukan 1. Tentukan 1. kecemasan
. takut tindakan keperawatan sumber-sumber dapat teratasi
berhubungan ansietas teratasi dengan kecemasan atau
dengan kriteria hasil : ketakutan klien 2. klien ada
ancaman 1. Klien 2. Bila ansietas bantuan support
biologis mengungkapkan sedang dari keluarga
yang aktual penurunan ansietas berlangsung, maupun perawat
temani klien
48

atau 2. Klien tenang dan 3. Antisipasi 3.lingkungan


potensial relaks kebutuhan klien membuat nyaman
3. Klien dapat 4. Pertahankan dan ansietas
beristirahat dengan lingkungan berkurang
tenang yang tenang dan
tidak penuh 4. Koping dari
dengan stress keluarga akan
5. Biarkan mempuat
keluarga dan kecemasan
orang terdekat klien
untuk tetap berkurang
tinggal bersama 5. Mengungkapk
klien jika an apa yang
kondisi klien dirasakan
memungkinkan dapan
6. Anjurkan untuk menurunkan
mengungkapkan ansietas pada
kebutuhan dan klien
ketakutan akan 6. Tenang dapat
kematian membuat
7. Pertahankan klien stabil
sikap tenang
dan
menyakinkan
5 Pola napas setelah dilakukan 1. 1
tidak efektif tindakan keperawatan 1. Monitor 1. irama dan
b/d pola nafas kembali efektif irama&kedalam kedalaman nafas
gangguan dengan kriteria hasil: an nafas klien normal
proses 1. pola nafas efektif 2. Catat gerakan 2. gerakan dan
oksigenasi 2. TTV normal dada, lihat irama dada
3. ekspansi paru kesimetrisannya normal
mengembang
3. Pertahankan
4. frekuensi, irama, dan 3. tidak ada jalan
jalan nafas
kedalaman normal nafas yang
4. Observasi terganggu
warna kulit 1. p
5. Pantau AGD 4. analisa
o gas
6. Berikan bantuan darah lklien
O2 dengan cara terpantau
a
tepat n
a
f
a
49

s
e
f
e
k
t
i
f
2.

3.
6 Kekurangan setelah dilakukan 1. 1
volume tindakan keperawatan 1
cairan b/d volume cairan terpenuhi 1
menurunya dengan kriteria hasil: 1
volume 1. TTV stabil 1. Berikan cairan 1. kebutuhan
intravaskuler 2. Urine output 30- melalui IV cairan klien
50 ml/ jam 2. Monitor intake tercukupi
3. Hmt 35-50% dan output urin 2. intake dan
4. Turgor kulit 3. Monitor TTV output terpantau
menbaik 4. Monitor tanda- 3. ttv termonitor
4. dehidrasi dapat
tanda dehidrasi
dikendalikan
7 Perubahan setelah dilakukan 1. Monitor 1. pengeluaran
pola tindakan keperawatan perubahan dan pemasukan
eliminasi b/d pola eliminasi klien retensi urine urin normal
penurunan normal dengan kriteria 2. Awasi TTV 2. ttv termonitor
perfusi ginjal hasil: 3. Observasi 3. tidak adanya
1. Aliran urin lancer perubahan perubahan urin,
2. Bebas dari oliguri urin,warna, warna dan jumlah
jumlah 4. jalan urine
4. Lakukan normal
katerisasi urin
50

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan
yang adekuat tergantung pada tiga faktor utama yaitu: curah jantung, volume
darah, dan tonus vasomotor perifer. (Mansjoer, 1999).
Syok mempengaruhi semua sistem tubuh. Syok dapat berlangsung secara
cepat atau lambat tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Selama proses
syok, tubuh berjuang mengatasi syok dengan cara meaktifkan semua mekanisme
homeostatis untuk mengembalikan aliran darah dan perfusi jaringan. Syok dapar
terjadi sebagai akibat dari berbagai komplikasi penyakit dan oleh karena itu
semua pasien mepunyai potensi unutk mengalami syok (Rice, 1991).

B. Saran
Penulis menyarankan agar tenaga medis, khususnya perawat dapat
melakukan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien syok, dengan
mempelajari dan meningkatkan pemahaman tentang syok. Setelah mempelajari
makalah ini, pembaca lebih mengerti bagaimana cara yang tepat untuk
menangani pasien dengan syok, sehingga membantu penyembuhan dan
pemulihan pada pasien.
51

DAFTAR PUSTAKA

Boswick (1998), Perawatan Gawat Darurat, EGC Jakarta


Brunner & Suddarth (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, EGC :
Jakarta
Fakultas Kedokteran UI, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I Edisi 3,
MA : Jakarta
Elizabeth J. Crowin, (2009), Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, EGC : Jakarta
Tao. L & Kendall K, (2013), Sinopsis Organ System kardiovaskular, Karisma
Publishing Group : Tangerang
NANDA, (2012), Nursing Diagnosis Defenition and Clasification, Philadelpia.

You might also like