You are on page 1of 73

RANCANGAN TEKNIK BANGUNAN IRIGASI PEDESAAN

DI DESA PETIR DAN DESA NEGLASARI


KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

DEDE REZKIAN NOOR


F44080042

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ENGINEERING DESIGN OF RURAL IRRIGATION BUILDING
IN PETIR AND NEGLASARI VILLAGE
BOGOR DISTRICT
Dede Rezkian Noor1, Prastowo2

1
Department of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor
Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.

ABSTRACT

The availability of water in rural irrigation schemes is a main factor have to be considered in
managing irrigation water. This study was conducted in Neglasari village and Petir village. In
Neglasari village, the problem was irrigation water shortage during dry season because water from
the river did not flow into intake channel, whereas the problems in Petir village were unstable
channel and the dam height was not sufficient. The purpose of this study was to prepare engineering
design of dam in Neglasari village, and diversion box and dam in Petir Village. The engineering
design of dam in the Neglasari village has been prepared with the construction of gabions, reinforced
with concrete columns and the total construction cost of 17,363,000 rupiahs. The engineering design
of diversion box in Petir village has been prepared with masonry construction and the total
construction cost of 4,730,000 rupiahs. The engineering design of dam in Petir village has also been
prepared with the construction of gabions and the total contruction cost of 7,000,000 rupiahs. The
participation of farmers is the important factor for the success of rural irrigation schemes
management.

Keyword: irrigation, water, dam, design, construction.


Dede Rezkian Noor. F44080042. 2013. Rancangan Teknik Bangunan Irigasi Pedesaan di Desa
Petir dan Desa Neglasari Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Prastowo.

RINGKASAN

Pada kegiatan irigasi pedesaan, salah satu faktor utamanya adalah ketersediaan air.
Ketersediaan air harus mencukupi kebutuhan air untuk kegiatan irigasi. Akan tetapi pada beberapa
titik baik itu di Desa Petir maupun di Desa Neglasari, air yang ada tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan air dari persawahan yang ada di lokasi tersebut. Pada penelitian ini ada tiga titik yang
menjadi fokus permasalahan yaitu dua di Desa Petir dan satu di Desa Neglasari. Ketiga titik tersebut
memiliki penyebab kekurangan air yang berbeda-beda.
Di Desa Neglasari sebenarnya tidak ada permasalan pada musim hujan. Permasalahan mulai
timbul pada saat musim kemarau tiba, air yang dibutuhkan tidak mencukupi untuk mengairi
persawahan para petani. Cara menanggulangi masalah tersebut bisa dilakukan dengan cara
membangun bendung untuk menaikkan tinggi muka air pada saat musim kemarau.
Permasalahan pertama di Desa Petir adalah permasalahan dimana sebenarnya sudah ada aliran
air yang akan mengairi sawah di sekitarnya, tetapi debit yang dibutuhkan kurang mencukupi karena
pada saluran tersebut tanahnya kurang padat sehingga ada air yang merembes masuk ke dalam tanah.
Penanggulangan masalah tersebut bisa dilakukan dengan cara pembangunan bangunan box bagi dan
pemasangan pipa.
Permasalahan kedua terdapat di saluran di belakang yayasan dimana pada saluran tersebut telah
dibangun bendung dari pasangan batu yang bertujuan untuk mengalirkan air ke persawahan. Akan
tetapi air sama sekali tidak mengalir ke persawahan dan terbuang dengan percuma. Permasalahan ini
akan diatasi dengan meninggikan bendung yang sudah ada agar air bisa masuk ke saluran intake.
Pada Desa Neglasari penanggulangan masalah bisa dilakukan dengan membangun bendung
dari konstruksi bronjong yang diperkuat dengan kolom beton. Mengacu pada rancangan teknik yang
telah dibuat dapat diketahui biaya konstruksi untuk pembangunan bendung di Desa Neglasari sebesar
Rp. 17.363.000. Di Desa Petir, pada titik pertama masalah yang ada bisa diatasi dengan pembuatan
bangunan bagi dengan pasangan batu dan pemasangan pipa. Biaya konstruksi sesuai rancangan teknik
yang telah dibuat adalah sebesar Rp. 4.730.000. Pada titik kedua di Desa Petir yang akan dilakukan
penambahan tinggi bendung yang sudah ada juga telah dibuat rancangan tekniknya, sehingga
diperoleh total biaya konstruksi sebesar Rp. 7.000.000.
RANCANGAN TEKNIK BANGUNAN IRIGASI PEDESAAN
DI DESA PETIR DAN DESA NEGLASARI
KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNIK
Pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
DEDE REZKIAN NOOR
F44080042

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Rancangan Teknik Bangunan Irigasi Pedesaan di Desa Petir dan Desa Neglasari
Kabupaten Bogor
Nama : Dede Rezkian Noor
NIM : F44080042

Menyetujui,

Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Prastowo, M.Eng


NIP. 19580217 198703 1 004

Mengetahui:
Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr


NIP. 19600628 198503 1 002

Tanggal lulus:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Rancangan Teknik
Bangunan Irigasi Pedesaan di Desa Petir dan Desa Neglasari Kabupaten Bogor adalah hasil
karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk
apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 28 Januari 2013


Yang membuat pernyataan

Dede Rezkian Noor


F44080042
Hak cipta milik Dede Rezkian Noor, tahun 2013
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan meperbanyak tanpa izin tertulis dari


Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotocopi, microfilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Samarinda, 9 Juni 1991 dari pasangan Bapak


Tajuddin Noor dan Ibu Yani Patriani. Penulis melaksanakan
pendidikannya dari SD Negeri007 Samarinda dilanjutkan ke SMP
Negeri 1Samarinda dan kemudian ke SMA Negeri 1Samarinda.
Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI tahun 2008 dan masuk
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB angkatan 45
dibagian Teknik Struktur dan Infrastruktur. Selama menjadi
mahasiswa IPB, penulis telah mengikuti organisasi kampus serta
berbagai kepanitian untuk menambah pengalaman, baik yang
menunjang pendidikan dan keprofesian maupun yang memperkaya
pengalaman terutama softskill yang tidak didapatkan di bangku
perkuliahan. Diantaranya adalah Staf Depertemen Pengembangan Sumber Daya SIL HIMATESIL
2010, Staf Departemen Ekonomi HIMATESIL 2011. Dan beberapa kepanitian, diantaranya Panitia
PONDASI 2010 dan Panitia SIL EXPO 2011. Penulis juga berhasil memperoleh prestasi selama
menjadi mahasiswa IPB baik akademik dan non akademik, diantaranya penerima beasiswa KALTIM
tahun 2010-2012. Penulis melaksanakan Praktik Lapang di PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. dan
berhasil menyelesaikan laporan praktik lapangannya dengan judul Penerapan Sistem Manajemen
Lingkungan Pada Pekerjaan Penambahan Lajur Jalan Tol Jagorawi (KM 13+800 KM 27+500) dan
pada tahap terakhir strata 1, penulis dapat menyelesaikan skripsinya dengan judul Rancangan
Teknik Bangunan Irigasi Pedesaan di Desa Petir dan Desa Neglasari Kabupaten Bogor untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik di bawah bimbingan Dr. Ir. Prastowo, M.Eng.
KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan
iman sehingga bisa mengotimalkan potensi-potensi yang telah Allah berikan. Skripsi yang berjudul
Rancangan Teknik Bangunan Irigasi Pedesaan di Desa Petir dan Desa Neglasari Kabupaten
Bogor dapat diselesaikan karena nikmat Allah berupa akal untuk berfikir, ilmu yang bermanfaat, serta
hati yang tergerak untuk melakukan hal yang bermanfaat. Sholawat serta salam saya tujukan kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, hingga umatnya hingga akhir zaman, dan
semoga kita bisa mengikuti sunah beliau sehingga selamat dunia akhirat.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini dapat terselesaikan karena dukungan dan doa dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Prastowo, M.Eng selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas kesabaran serta
ilmu yang diberikan, semoga Allah mencatatnya sebagai amalan kebaikan.
2. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.T dan Muhammad Fauzan S.T, M.T selaku dosen
penguji. Terima kasih atas ilmu yang selama ini diberikan.
3. Orang tua tercinta, Bapak Tajuddin Noor dan Ibu Yani Patriani, serta adikku Dias Solihin
Noor yang selalu memberi doa, dukungan moril maupun materil dan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
4. Pak Sukarsono, Qori M. Rhomdon dan Bayu Mulatama Martendreck yang sangat membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Teman-teman satu bimbingan Akhmad Aziz, Windu Nugraha dan M. Ramdan.
6. Sahabat-sahabat satu perjuangan SIL45. Semoga kita tetap istiqomah menggapai ridho Ilahi.
Tetap berjuang dan terus berkarya. SIL WOW
7. Seluruh staf Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB yang telah banyak membantu
baik selama perkuliahan maupun selama penelitian.

Penulis meminta maaf karena menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kelemahan dalam berbagai hal, karena keterbatasan penulis.Penulis
berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat.

Bogor, 28 Januari 2013

Dede Rezkian Noor

iii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii


DAFTAR ISI........................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL.................................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1. 2 Tujuan ........................................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 2
2.1 Jaringan Irigasi ............................................................................................................... 2
2.1.1 Jaringan Irigasi Sederhana ................................................................................. 2
2.1.2 Jaringan Irigasi Semi-teknis ............................................................................... 3
2.1.3 Jaringan Irigasi Teknis ....................................................................................... 4
2.2 Petak Ikhtisar ................................................................................................................. 6
2.3 Bangunan Irigasi ............................................................................................................ 7
2.4 Saluran ........................................................................................................................... 9
2.4.1 Kegunaan Saluran ........................................................................................... 10
2.4.2 Jenis- Jenis Pasangan ....................................................................................... 12
2.5 Bangunan Bendung ...................................................................................................... 12
2.5.1 Jenis- Jenis Bendung ........................................................................................ 13
2.5.2 Tinggi Bendung................................................................................................ 13
2.5.3 Lebar Bendung ................................................................................................. 15
2.6 Bangunan Bagi ............................................................................................................. 16
2.7 Limpasan ...................................................................................................................... 16
III. METODOLOGI ............................................................................................................... 20
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ..................................................................................... 20
3.2 Alat Dan Bahan ............................................................................................................ 20
3.3 Metode Penelitian ........................................................................................................ 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 23
4.1 Bangunan Bendung di Desa Neglasari......................................................................... 23
4.2 Bangunan Bagi di Desa Petir ....................................................................................... 32
4.3 Bangunan Bendung di Desa Petir ................................................................................ 39

iv
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 46
5.1 KESIMPULAN ............................................................................................................ 46
5.2 SARAN ........................................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 47
LAMPIRAN........................................................................................................................... 48

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.Jaringan Irigasi Sederhana ...................................................................................... 3


Gambar 2.Jaringan Irigasi Semi-teknis .................................................................................... 4
Gambar 3.Jaringan Irigasi Teknis ............................................................................................ 6
Gambar 4. Penampang saluran berbentuk trapesium ............................................................. 10
Gambar 5. Tinggi Muka Air Bendung ................................................................................... 14
Gambar 6. Lebar Efektif Mercu ............................................................................................. 15
Gambar 7. Kerangka Kerja Penelitian ................................................................................... 22
Gambar 8. Kondisi eksisting sungai di Desa Neglasari ......................................................... 23
Gambar 9. Gambar teknik bendung beton Desa Neglasari .................................................... 25
Gambar 10. Gambar teknik bendung bronjong Desa Neglasari ............................................ 26
Gambar 11. Gambar potongan B-B bendung Desa Neglasari ............................................... 27
Gambar 12. Desain Bendung menggunakan debit banjir maksimum .................................... 28
Gambar 13. Desain bendung menggunakan debit banjir maksimum (potongan B-B) .......... 29
Gambar 14. Kondisi eksisting saluran di Desa Petir .............................................................. 32
Gambar 15. Kondisi eksisting saluran dan rancangan awal box bagi Desa Petir .................. 34
Gambar 16. Gambar teknik bangunan box bagi Desa Petir ................................................... 35
Gambar 17. Gambar teknik pipa di Desa Petir ...................................................................... 36
Gambar 18. Kondisi bangunan terjun di lapangan ................................................................. 39
Gambar 19. Gambar teknik kondisi bendung eksisting di Desa Petir.................................... 41
Gambar 20. Gambar teknik bendung Desa Petir.................................................................... 42
Gambar 21. Gambar potongan B-B bendung Desa Petir ....................................................... 43

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Jaringan Irigasi. ....................................................................................... 2


Tabel 2. Beberapa Alat Ukur Debit. ........................................................................................ 8
Tabel 3. Nilai koefisien kekasaran n untuk saluran alam berukuran kecil di dataran .............. 9
Tabel 4. Unsur unsur geometris penampang saluran trapesium. ........................................ 10
Tabel 5. Angka-angka hasil pengukuran rembesan ............................................................... 11
Tabel 6. Harga harga koefisien tanah rembesan C.............................................................. 11
Tabel 7. Nilai koefisien C pada Metode Rasional.................................................................. 18
Tabel 8. Instruksi Pelaksana Bangunan Bendung Desa Neglasari ......................................... 30
Tabel 9. Instruksi Pengawasan Bangunan Bendung Desa Neglasari ..................................... 31
Tabel 10. Instruksi Pelaksana Bangunan Box Bagi Desa Petir .............................................. 37
Tabel 11. Instruksi Pengawasan Bangunan Box Bagi Desa Petir .......................................... 38
Tabel 12. Instruksi Pelaksana Bangunan Terjun Desa Petir .................................................. 44
Tabel 13. Instruksi Pengawasan Bangunan Terjun Desa Petir .............................................. 45

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kondisi eksisting saluran sebelum pengerjaan bendung Desa Neglasari ......... 49
Lampiran 2. Kondisi eksisting saluran sesudah pengerjaan bendung Desa Neglasari.......... 50
Lampiran 3. Kondisi eksisting saluran sebelum pengerjaan box bagi Desa Petir................. 52
Lampiran 4. Kondisi eksisting saluran sesudah pengerjaan box bagi Desa Petir ................. 53
Lampiran 5. Kondisi eksisting saluran sebelum pengerjaan bendung Desa Petir ................. 55
Lampiran 6. Rencana Anggaran Biaya bendung di Desa Petir pada saat perencanaan ......... 56
Lampiran 7. Peta daerah tangkapan air bendung Desa Neglasari .......................................... 57
Lampiran 8. Perhitungan tinggi bendung Desa Neglasari ..................................................... 58

viii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia
mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Dari statistik pada tahun 2001
menunjukkan bahwa 45% penduduk Indonesia bekerja di bidang agrikultur. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa negara ini memiliki lahan seluas lebih dari 31 juta hektar yang telah siap tanam,
dimana sebagian besarnya ada di Pulau Jawa. Desa Petir dan Neglasari juga termasuk wilayah yang
siap tanam. Oleh karena itu sebagian besar penduduknya bekerja di bidang agrikultur.
Pada kegiatan irigasi pedesaan, salah satu faktor utamanya adalah ketersediaan air.
Ketersediaan air harus bisa mencukupi kebutuhan air untuk kegiatan irigasi sendiri.Akan tetapi pada
beberapa titik baik itu di desa petir maupun di desa neglasari, air yang ada tidak mencukupi kebutuhan
air dari tanaman yang ada di lokasi tersebut. Pada penelitian ini ada tiga titik yang menjadi fokus
permasalahan yaitu dua di Desa Petir dan satu di Desa Neglasari. Ketiga titik tersebut memiliki
penyebeb kekurangan air yang berbeda-beda.
Di desa neglasari sebenarnya tidak ada permasalan pada musim hujan. Yang jadi permasalahan
adalah pada saat musim kemarau tiba, air yang dibutuhkan tidak mencukupi untuk mengairi
persawahan para petani. Untuk menanggulangi masalah tersebut bisa dilakukan dengan cara
membangun bendung bronjong untuk menaikkan tinggi muka air pada saat musim kemarau.
Sedangkan untuk di desa petir terdapat dua permasalahan. Yang pertama adalah permasalahan
dimana sebenarnya sudah ada aliran air yang akan mengairi sawah di sekitarnya, akan tetapi debit
yang dibutuhkan kurang mencukupi karena pada saluran tersebut tanahnya kurang padat sehingga ada
air yang merembes masuk ke dalam tanah. Untuk menanggulangi masalah tersebut bisa dilakukan
dengan cara pembuatan bangunan bagi dan pemasangan pipa di saluran yang tanahnya kurang stabil
tersebut.
Permasalahan yang kedua terdapat di saluran di belakang yayasan dimana pada saluran tersebut
telah dibangun bendung dari pasangan batu yang bertujuan untuk mengalirkan air ke persawahan.
Akan tetapi air sama sekali tidak mengalir ke persawahan dan terbuang dengan percuma. Dan untuk
permasalah ini akan diatasi dengan menggunakan meninggikan bendung yang sudah ada agar air bisa
masuk ke saluran intake.

1. 2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat rancangan teknik bangunan bendung di Desa
Neglasari serta bangunan box bagi dan bangunan bendung di Desa Petir.

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk
pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan
penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier.
Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier
terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang
mendapatkan air dari suatu jaringan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi (Departemen Pekerjaan
Umum, 1986).
Mengacu pada Departemen Pekerjaan Umum (1986) cara pengaturan, pengukuran, serta
kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) jaringan
irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis dan (3) jaringan irigasi teknis. Dan untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Jaringan Irigasi.


Teknis Semi Teknis Sederhana
Bangunan Utama Bangunan permanen Bangunan permanen Bangunan sementara
atau semi permanen
Kemampuan dalam Baik Sedang Tidak mampu
mengukurdan mengatur mengatur atau
debit mengukur
Jaringan saluran Saluran pemberi dan Saluran pemberi dan Saluran pemberi dan
pembuang terpisah pembuang tidak pembuang menjadi
sepenuhnya terpisah satu.
Petak tersier Dikembangkan Belum dikembangkan Belum ada jaringan
sepenuhnya dentitas bangunan terpisah yang
tersier jarang dikembangkan
Efisiensi secara 50 60% 40 50% < 40%
keseluruhan
Ukuran Tak ada batasan < 2000 hektar < 500 hektar
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1986)

2.1.1 Jaringan Irigasi Sederhana

Di dalam irigasi sederhana (lihat Gambar 1), pembagian air tidak diukur atau diatur, air yang
berlebih akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air itu tergabung dalam satu
kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak memerlukan keterlibatan pemerintah di dalam
organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air biasanya berlimpah dengan kemiringan
berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk
sistem pembagian airnya. Jaringan irigasi yang masih sederhana itu mudah diorganisasi, tetapi
memiliki kelemahan-kelemahan yang serius. Pertama, ada pemborosan air dan karena pada umumnya
jaringan ini terletak didaerah yang tinggi, air yang terbuang itu tidak selalu dapat mencapai daerah
rendah yang lebih subur. Kedua, terdapat banyak penyadapanyang memerlukan lebih banyak biaya
lagi dari penduduk karena setiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri. Karena bangunan
pengelaknya bukan bangunan tetap/permanen, maka umurnya mungkin pendek (Departemen
Pekerjaan Umum, 1986).

2
Gambar 1.Jaringan Irigasi Sederhana

2.1.2 Jaringan Irigasi Semi-teknis

Dalam banyak hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dan jaringan
semi-teknis adalah pada jaringan semi-teknis bendung terletak di sungai lengkap dengan bangunan
pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan
permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana (lihat
Gambar 2). Pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari daerah layanan
pada jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan.
Organisasinya akan lebih rumit jika bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai,
karena diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah (Departemen Pekerjaan Umum, 1986).

3
Gambar 2.Jaringan Irigasi Semi-teknis

2.1.3 Jaringan Irigasi Teknis

Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara jaringan
irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun pembuang tetap
bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari pangkal hingga ujung. Saluran irigasi
mengalirkan air irigasi ke sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah ke saluran
pembuang alamiah yang kemudian akan diteruskan ke laut (lihat Gambar 3). Petak tersier menduduki
fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan
luas keseluruhan yang idealnya maksimum 50 ha, tetapi dalam keadaan tertentu masih bisa ditolerir
sampai seluas 75 ha. Perlunya batasan luas petak tersier yang ideal hingga maksimum adalah agar
pembagian air di saluran tersier lebih efektif dan efisien hingga mencapai lokasi sawah terjauh
(Departemen Pekerjaan Umum, 1986).
Permasalahan yang banyak dijumpai di lapangan untuk petak tersier dengan luasan lebih dari
75 ha antara lain:
1. dalam proses pemberian air irigasi untuk petak sawah terjauh sering tidak terpenuhi.
2. kesulitan dalam mengendalikan proses pembagian air sehingga sering terjadi pencurian air.
3. banyak petak tersier yang rusak akibat organisasi petani setempat yang tidak terkelola dengan
baik.

4
Semakin kecil luas petak dan luas kepemilikan maka semakin mudah organisasi setingkat
P3A/GP3A untuk melaksanakan tugasnya dalam melaksanakan operasi dan pemeliharaan. Petak
tersier menerima air di suatu tempat dalam jumlah yang sudah diukur dari suatu jaringan pembawa
yang diatur oleh Institusi Pengelola Irigasi. Pembagian air di dalam petak tersier diserahkan kepada
para petani. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung di
dalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter yang selanjutnya dialirkan ke jaringan
pembuang primer. Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip di atas adalah cara
pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya persediaan air serta
kebutuhan pertanian. Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran,
pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien (Departemen Pekerjaan Umum, 1986).
Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan (pembawa)
utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di saluran primer, eksploitasi
yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan apabila setiap petani diizinkan
untuk mengambil sendiri air dari jaringan pembawa. Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak
tersier juga tidak akan mempengaruhi pembagian air di jaringan utama. Dalam hal-hal khusus, dibuat
sistem gabungan (fungsi saluran irigasi dan pembuang digabung). Walaupun jaringan ini memiliki
keuntungan tersendiri, dan kelemahan-kelemahannya juga amat serius sehingga sistem ini pada
umumnya tidak akan diterapkan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari jaringan gabungan semacam
ini adalah pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah, karena
saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil. Kelemahan-
kelemahannya antara lain adalah bahwa jaringan semacam ini lebih sulit diatur dan dioperasikan
sering banjir, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak merata. Bangunan-
bangunan tertentu di dalam jaringan tersebut akan memiliki sifat-sifat seperti bendung dan relatif
mahal (Departemen Pekerjaan Umum, 1986).

5
Gambar 3.Jaringan Irigasi Teknis

2.2 Petak Ikhtisar

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1986) peta ikhtisar adalah cara penggambaran
berbagai macam bagian dari suatu jaringan irigasi yang saling berhubungan. Peta ikhtisar tersebut
dapat dilihat pada peta tata letak. Peta ikhtisar umum dibuat berdasarkan peta topografi yang
dilengkapi dengan garis-garis kontur dengan skala 1:25.000. Peta ikhtisar detail yang biasa disebut
peta petak, dipakai untuk perencanaan dibuat dengan skala 1:5.000, dan untuk petak tersier 1:5.000
atau 1:2.000. Petak Ikhtisar dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Petak Tersier
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai
dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung
jawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah.
Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-
batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor
lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan
jenis tanaman.

6
2. Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang semuanya dilayani oleh satu saluran
sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer
atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya
saluran drainase. Luas petak sekunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah
yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi
kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga
dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng medan yang lebih rendah.
3. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran
primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan
penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara
menyadap air dari saluran sekunder.

2.3 Bangunan Irigasi

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1986) keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk
menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering
dijumpai dalam praktek irigasi antara lain (1) bangunan utama, (2) bangunan pembawa, (3) bangunan
bagi, (4) bangunan sadap, (5) bangunan pengatur muka air, (6) bangunan pembuang dan penguras
serta (7) bangunan pelengkap. Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air
untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, (1) bendung, (2) pengambilan bebas, (3)
pengambilan dari waduk, dan (4) stasiun pompa. Penjelasan mengenai berbagai saluran yang ada
dalam suatu sistem irigasi sebagai berikut :
1. Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke petak-petak
tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.
2. Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer menuju petak-
petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah
bangunan sadap terakhir.
3. Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder menuju petak-
petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder
adalah bangunan boks tersier terakhir.
4. Saluran kuarter membawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier menuju petak-petak
sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah
bangunan boks kuarter terakhir.

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1986) bangunan bagi merupakan bangunan yang
terletak pada saluran primer, sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh
saluran yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing-
masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran
primer atau sekunder menuju saluran tersier penerima bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada
umumnya mempunyai 3 (tiga) bagian utama, yaitu :

7
1. Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan tinggi pelayanan
yang direncanakan.
2. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran cabang.
Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-gorong. Bangunan ini dilengkapi
dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur.
3. Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur besarnya debit
yang mengalir.
Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan pengaturan dan
pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer), cabang saluran jaringan primer serta
bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat
mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan
dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan untuk dapat
memberi informasi mengenai besar aliran yang dialirkan(Departemen Pekerjaan Umum, 1986).

Tabel 2. Beberapa Alat Ukur Debit.


Tipe Alat Ukur Mengukur Dengan Kemampuan Mengatur
Ambang lebar Aliran atas Tidak
Parshal flume Aliran atas Tidak
Cipoletti Aliran atas Tidak
Romijin Aliran atas Ya
Crump de gruyter Aliran bawah Ya
Constant head orifice Aliran bawah Ya
Bangunan sadap pipa sederhana Aliran bawah Ya
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1986)

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1986) bangunan drainase dimaksudkan untuk


membuang kelebihan air di petak sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang
melalui saluran pembuang, sedangkan kelebihan air di saluran dan dibuang melalui bangunan
pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang kuarter, saluran
pembuang tersier, saluran pembuang sekunder dan saluran pembuang primer. Jaringan pembuang
tersier dimaksudkan untuk :
1. mengeringkan sawah,
2. membuang kelebihan air hujan,
3. membuang kelebihan air irigasi.

Saluran pembuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah atasnya atau dari
saluran pembuang di daerah bawah. Saluran pembuang tersier menampung air buangan dari saluran
pembuang kuarter. Saluran pembuang primer menampung dari saluran pembuang tersier dan
membawanya untuk dialirkan kembali ke sungai. Bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap
bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap berfungsi untuk
memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga
dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi,
tanggul, jembatan penyeberangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan
lainnya (Departemen Pekerjaan Umum, 1986).

8
2.4 Saluran

Jenis saluran terbuka dapat berbentuk selokan (parit), talang, terowongan atau pipa yang
terisi air sebagian. Saluran terbuka ditandai oleh adanya permukaan air bebas. Berbagai persamaan
digunakan untuk menghitung laju aliran dalam saluran terbuka. Persamaan yang biasa digunakan
adalah persamaan Manning (Linsley dan Franzini, 1985) yaitu:

1
= 2/3 1/2 ..(1)

Q = V . A ..(2)

Dimana V adalah kecepatan aliran rata-rata, n adalah koefisien manning, R adalah jari-jari
hidrolik dan S adalah kemiringan garis energi. Besarnya koefisien kekasaran manning untuk saluran
alam di dataran yang berukuran kecil, yaitu lebar atas pada taraf banjir kurang dari 100 feet dapat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai koefisien kekasaran n untuk saluran alam berukuran kecil di dataran

Tipe saluran dan deskripsinya minimum normal Maksimum

1. Bersih lurus, terisi penuh, tanpa rekahan atau 0,025 0,030 0,033
ceruk dalam

2. Seperti diatas, banyak batu baru, tanaman 0,030 0,035 0,040


pengganggu

3. Bersih, berkelok kelok, berceruk, bertebing 0,033 0,040 0,045

4. Seperti diatas, dengan tanaman pengganggu, 0,035 0,045 0,050


batu batu

5. Seperti diatas, tidak terisi penuh, banyak 0,040 0,048 0,055


kemiringan dan penampang yang kurang
efektif

6. Seperti no. 4, berbatu lebih banyak 0,045 0,050 0,060

7. Tenang pada bagian lurus, tanaman 0,050 0,070 0,080


pengganggu, ceruk dalam

8. Banyak tanaman pengganggu, ceruk dalam 0,075 0,100 0,150


atau jalan air penuh kayu dan ranting

Sumber: Chow, 1992

Menurut Chow (1992) penampang saluran alam umumnya sangat tidak beraturan, biasanya
bervariasi dari bentuk seperti parabola sampai trapesium. Bentuk yang paling umum dipakai untuk
saluran berdinding tanah yang tidak dilapisi adalah bentuk trapesium (Gambar 4), karena stabilitas
kemiringan dindingnya dapat disesuaikan. Unsur unsur geometris penampang saluran berbentuk
trapesium dapat dilihat pada Tabel 4.

9
1 y

Gambar 4. Penampang saluran berbentuk trapesium

Tabel 4.Unsur unsur geometris penampang saluran trapesium.

Unsur Geometris Rumus

Luas (A) ( B + zy) y .....(3)

Keliling basah (P) B + 2y 1 + 2 ....(4)

Jari jari hidrolik (R) ( B + zy ) y


....(5)
B + 2y 1+ 2

Lebar puncak (T) B + 2zy ..(6)

Kedalaman hidrolik (D) (B + zy ) y


.(7)
B + 2zy

Faktor penampang (Z) ( B + zy ) y 1.5


(8)
B + 2zy

Sumber: Chow, 1992

2.4.1 Kegunaan Saluran

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1986) saluran pasangan dimaksudkan untuk :


1. Mencegah kehilangan air akibat rembesan.
2. Mencegah gerusan dan erosi.
3. Mencegah merajalelanya tumbuhan air.
4. Mengurangi biaya pemeliharaan.
5. Memberi-kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar.
6. Tanah yang dibebaskan lebih kecil.

Tanda-tanda adanya kemungkinan terjadinya perembesan dalam jumlah besar dapat dilihat
dari peta tanah. Penyelidikan tanah dengan cara pemboran dan penggalian sumuran uji di alur saluran
akan lebih banyak memberikan informasi mengenai kemungkinan terjadinya rembesan. Pasangan
mungkin hanya diperlukan untuk ruas-ruas saluran yang panjangnya terbatas. Menurut Departemen
Pekerjaan Umum (1986), memperkirakan kehilangan air di saluran dapat dilakukan dengan 3 cara :

10
1. Dengan melakukan pengukuran di lapangan :
a. Dilakukan uji pengukuran kehilangan air dengan cara melakukan survey pengukuran besarnya
debit aliran masuk dan keluar dari suatu ruas saluran.
b. Dengan metode penggenangan. Pengukuran volume kehilangan air selama jangka waktu
tertentu dibagi luas penempang basah saluran akan meghasilkan besarnya kehilangan air per
m2.
2. Memakai angka rembesan hasil pengukuran terdahulu untuk jenis tanah yang sama seperti tertuang
pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Angka-angka hasil pengukuran rembesan


Banyak rembesan per 24 jam
Type Material
yang melalui keliling basah (m3/hr)
Kerikil yang menjadi satu 0,00963
Tanah liat 0,01161
Sandy loam 0,01872
Abu vulkanis 0,01925
Abu vulkanis dengan pasir 0,02775
Pasir dan abu vulkanis atau liat 0,03398
Tanah berpasir dengan cadas 0,04757
Tanah berkerikil dan berpasir 0,06230

Angka-angka tersebut diatas digunakan untuk perkiraan permulaan banyaknya rembesan


yang serius, maka diambil sebagai batas rembesan sebesar 0,157 m3 per m2 per hari. Jika banyak
rembesan melebihi nilai tersebut maka saluran harus memakai pasangan.
3. Menggunakan rumus rembesan dari Moritz (USBR) :
Besarnya rembesan dapat dihitung dengan rumus Moritz (USBR)
S =0,035C Q/ v(9)
Dimana :
S = kehilangan akibat rembesan, m3/dt per km panjang saluran
Q = debit, m3/ dt
V = kecepatan, m/dt
C = koefisien tanah rembesan, m/hari
0,035 = faktor konstanta, m/km

Harga harga C dapat diambil seperti pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Harga harga koefisien tanah rembesan C


Harga C
Jenis Tanah
(m/hari)
Kerikil sementasi dan lapisan penahan 0,10
(hardpan) dengan geluh pasiran
Lempung dan geluh lempungan 0,12
Geluh pasiran 0,20
Abu vulkanik 0,21
Pasir dan abu vulkanis atau lempung 0,37
Lempung pasiran dengan batu 0,51
Batu pasiran dan kerikilan 0,67

11
2.4.2 Jenis- Jenis Pasangan
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1986) banyak bahan yang dapat dipakai untuk
pasangan saluran. Tetapi pada prakteknya di Indonesia hanya ada empat bahan yang dianjurkan
pemakaiannya :
1. Pasangan batu.
2. Beton.
3. Tanah.
4. Dapat juga menggunakan Beton Ferro cement.
Pembuatan pasangan dari bahan-bahan lain tidak dianjurkan, dengan alasan sulitnya
memperoleh persediaan bahan, teknik pelaksanaan yang lebih rumit dan kelemahan-kelemahan bahan
itu sendiri. Pasangan batu dan beton lebih cocok untuk semua keperluan, kecuali untuk perbaikan
stabilitas tanggul. Pasangan tanah hanya cocok untuk pengendalian rembesan dan perbaikan stabilitas
tanggul. Tersedianya bahan di dekat tempat pelaksanaan konstruksi merupakan faktor yang penting
dalam pemilihan jenis pasangan. Jika bahan batu tersedia, maka pada umumnya dianjurkan pemakaian
pasangan batu. Pasangan dari bata merah mungkin bisa juga dipakai. Aliran yang masuk ke dalam
retak pasangan dengan kecepatan tinggi dapat mengeluarkan bahan-bahan pasangan tersebut.
Kecepatan maksimum dibatasi dan berat pasangan harus memadai untuk mengimbangi gaya tekan ke
atas. Sebagai alternatif jenis-jenis lining, saat ini sudah mulai banyak diaplikasikan penggunaan
material ferro cement untuk saluran irigasi dan bangunan air. Struktur ferro cement yang mudah
dikerjakan dan ramah lingkungan sangat cocok untuk diterapkan diberbagai bentuk konstruksi. Bentuk
penulangan yang tersebar merata hampir di seluruh bagian struktur memungkinkan untuk dibuat
struktur tipis dengan berbagai bentuk struktur sesuai dengan kreasi perencananya (Departemen
Pekerjaan Umum, 1986).

2.5 Bangunan Bendung

Bangunan bendung adalah bagian dari bangunan utama yang benar-benar dibangun di dalam
air. Bangunan ini diperlukan untuk memungkinkan dibelokkannya air sungai ke jaringan irigasi,
dengan jalan menaikkan muka air sungai atau dengan memperlebar pengambilan di dasar sungai. Bila
bangunan tersebut juga akan dipakai untuk mengatur elevasi air di sungai, ada dua tipe yang dapat
digunakan yaitu bending pelimpah dan bending gerak (Mawardi, 2006).
Lokasi bangunan bendung dan pemilihan tipe yang paling cocok dipengaruhi oleh banyak
faktor, yaitu:
1. Tipe, bentuk dan morfologi sungai
2. Kondisi hidrolis anatara lain elevasi yang diperlukan untuk irigasi
3. Topografi pada lokasi yang direncanakan
4. Kondisi geologi teknik pada lokasi
5. Metode pelaksanaan
6. Aksesibilitas dan tingkat pelayanan

Menurut Mawardi (2006) faktor-faktor yang disebutkan di atas akan dibicarakan dalam
pasal-pasal berikut. Pasal terakhir akan memberikan tipe-tipe bangunan yang cocok untuk digunakan
sebagai bangunan bendung dalam kondisi yang berbeda-beda. Aspek-aspek yang mempengaruhi
dalam pemilihan lokasi bendung adalah :
1. Pertimbangan topografi
2. Kemantapan geoteknik fondasi bendung

12
3. Pengaruh hidraulik
4. Pengaruh regime sungai
5. Tingkat kesulitan saluran induk
6. Ruang untuk bangunan pelengkap bendung
7. Luas layanan irigasi
8. Luas daerah tangkapan air
9. Tingkat kemudahan pencapaian
10. Biaya pembangunan

2.5.1 Jenis- Jenis Bendung


Menurut Mawardi (2006) jenis bendung ada bermacam-macam sesuai dengan fungsi,tipe
struktur dan sifatnya. Bendung berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
1. Bendung penyadap; digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk berbagai keperluan seperti
untuk irigasi, air baku dan sebagainya.
2. Bendung pembagi banjir; dibangun di percabangan sungai untuk mengatur muka air sungai
sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit banjir rendah sesuai dengan kapasitasnya.
3. Bendung penahan pasangan; dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut,
diantaranya untuk mencegah masuknya air asin.
Berdasarkan tipe strukturnya bendung dapat dibedakan menjadi:
1. Bendung tetap
2. Bendung gerak
3. Bendung kombinasi
4. Bendung kembang-kempis
5. Bendung bottom intake
Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat pula dibedakan menjadi:
1. Bendung permanen seperti bendung pasangan batu, beton dan kombinasi antara beton dan
pasangan batu
2. Bendung semi permanen seperti bendung bronjong dan cerucuk kayu
3. Bendung darurat yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti bendung tumpukan batu

2.5.2 Tinggi Bendung


Menurut Mawardi (2006) tinggi bendung merupakan ketinggian antara elevasi lantai
bendung atau dasar sungai dan elevasi mercu. Dalam menentukan tinggi mercu bendung maka harus
dipertimbangkan terhadap :
1. Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan;
2. Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan;
3. Tinggi muka air genangan yang akan terjadi;
4. Kesempurnaan aliran pada bendung;
5. Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung;
6. Tinggi mercu bendung, dianjurkan tidak lebih dari 4,00 meter dan minimum 0,5 H (H = tinggi
energi di atas mercu).

Tinggi mercu bendung dianjurkan tidak lebih dari 4 meter dan minimal 0,5 H. Jika tinggi
mercu lebih dari 4 meter yang biasa terjadi untuk bendung-bendung dengan lokasi di sudetan, maka
elevasi dasar lantai udik dapat diletakkan lebih tinggi dari dasar sungai (Mawardi, 2006).

13
Untuk menentukan tinggi suatu bendung bisa digunakan dengan rumus yang lebih sederhana.
Setelah mengetahui debit banjir maksimum dan kecepatan aliran sungai, bisa dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
H = Q / (V x b)...(10)
Dimana : H = tinggi bendung (m)
Q = debit banjir maksimum (m3/detik)
V = kecepatan aliran (m/detik)
B = lebar bendung (m)

Selain tinggi bendung, juga dapat dihitung tinggi muka air diatas mercu bendung dengan persamaan
sebagai berikut :
= 2/3 2/3 1.5 (11)
Dimana : Q = debit banjir
Cd = koefisien debit
g = gravitasi (9.8 m/dtk)
B = lebar bendung
H = tinggi energi di atas mercu
Bila disederhanakan rumusnya menjadi :
Q = C x B x H1.5..(12)

Gambar 5. Tinggi Muka Air Bendung

14
2.5.3 Lebar Bendung
Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment), sebaiknya sama dengan
lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Di bagian ruas bawah sungai, lebar rata-rata ini dapat
diambil pada debi tpenuh (bankful discharge), di bagian ruas atas mungkin sulit untuk menentukan
debit penuh. Dalam hal ini banjir rata-rata tahunan dapat diambil untuk menentukan lebar rata-rata
bendung. Lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada
ruas yang stabil. Untuk sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar yang berat, lebar
bendung tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap lebar rata-rata sungai, yakni jangan diambil 1,2
kali lebar sungai tersebut. Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran
per satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12-14.m3/dt.m1, yang memberikan tinggi energi
maksimum sebesar 3,5 4,5 m (Departemen Pekerjaan Umum, 1986).
Lebar efektif mercu (Gambar 6) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya (B),
yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau tiang pancang, dengan persamaan berikut:
Be = B 2 (nKp + K a) H1..(13)
dimana: n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi, m

Gambar 6.Lebar Efektif Mercu

Untuk menentukan nilai koefisien Ka dan Kp dapat ditentukan sesuai dengan bentuk pilar
dan bentuk pangkal tembok. Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang dibulatkan
pada jari-jari yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal pilar, untuk pilar berujung bulat dan untuk pilar
berujung runcing. Dan pada bentuk pangkal tembok Ka dibedakan untuk pangkal tembok segi empat
dengan tembok hulu pada 900 ke arah aliran, untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada
900 ke arah aliran dengan 0,5 H1 > r > 0.15 H1 dan untuk pangkal tembok bulat di mana r > 0.5 H1
dan tembok hulu tidak lebih dari 450 ke arah aliran. Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar
pembilas yang sebenarnya(dengan bagian depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana
untuk mengkompensasi perbedaan koefisiensi debit dibandingkan dengan mercu bendung itu sendiri
(Mawardi, 2006).

15
2.6 Bangunan Bagi

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1986) bangunan bagi pada irigasi teknis dilengkapi
dengan pintu dan alat pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah dan pada
waktu tertentu. Namun dalam keadaan tertentu sering dijumpai kesulitan-kesulitan dalam operasi dan
pemeliharaan sehingga muncul usulan sistem proporsional. Yaitu bangunan bagi tanpa pintu dan alat
ukur tetapi dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Elevasi ambang ke semua arah harus sama.


2. Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama.
3. Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi.

Tetapi disadari bahwa sistem proporsional tidak bisa diterapkan dalam irigasi yang melayani
lebih dari satu jenis tanaman dari penerapan sistem golongan. Untuk itu kriteria ini menetapkan agar
diterapkan tetap memakai pintu dan alat ukur debit dengan memenuhi tiga syarat proporsional
(Departemen Pekerjaan Umum, 1986).

1. Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan berfungsi untuk
membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
2. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier
penerima.
3. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan.
4. Box-box bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih (tersier, subtersier
dan/atau kuater)

2.7 Limpasan

Seyhan (1990) mendefinisikan limpasan sebagai bagian presipitasi (juga kontribusi-


kontribusi permukaan dan bawah permukaan) yang terdiri atas gerakan gravitasi air dan nampak pada
saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus. Jika intensitas curah hujan maupun
lelehan salju melebihi laju infiltrasi, kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan.
Bila kapasitas cadangan permukaan dilampaui, limpasan permukaan mulai sebagai suatu aliran lapisan
yang tipis. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total limpasan, yaitu faktor-faktor iklim yang
terdiri dari banyaknya presipitasi dan banyaknya evapotranspirasi serta faktor DAS yang terdiri dari
ukuran DAS dan tinggi tempat rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis). DAS yang sempit
akan menyebabkan laju limpasan lebih rendah dibanding pada DAS yang padat dalam luasan yang
sama. Tutupan vegetasi dapat memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan daya tahan tanah
terhadap air sehingga dapat mengurangi laju limpasan puncak.

16
Curah hujan lebih kemudian akan diturunkan dalam bentuk limpasan dan pengisian air tanah.
Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien limpasan pada wilayah tersebut. Sedangkan
besarnya pengisian air tanah merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan.
Total limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan dijadikan water supply. Untuk menduga
besaran limpasan yang terjadi di suatu wilayah, perlu diketahui nilai koefisien aliran permukaan.
Schwab et al (1981) menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah
laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah
laju infiltrasi tanah, tanaman penutup dan intensitas hujan. Frekwensi terjadinya hujan mempengaruhi
debit air dalam DAS.
Menurut Schwab, et al (1981) kapasitas suatu bangunan yang harus menampung limpasan
dapat disebut sebagai laju limpasan rancangan. Bangunan dan saluran dirancang untuk menampung
limpasan yang terjadi dalam periode ulang teretentu. Untuk menduga besarnya debit puncak limpasan
dapat digunakan metode rasional. Dasar yang melatar belakangi metode rasional adalah jika curah
hujan dengan intensitas I terjadi secara terus menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah
sampai mencapai waktu konsentrasi tc. Waktu konsentrasi tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah
memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil curah hujan dengan
intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit
puncak (Qp) yang terjadi pada saat tc dinyatakan sebagai run-off coefficient (C) dengan nilai 0 C 1
(Chow, 1964)

Perhitungan dengan metode rasional dapat dilakukan dengan persamaan (14) :


= ......................(14)
Dimana: Q = Debit banjir maksimum (m3/dt)
C = Koefisien pengaliran limpasan
I = Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2)

2
R 24 24 3
I= ..(15)
24 t
Dimana, I : Intensitas hujan (mm/jam)
t : Lamanya hujan (jam)
R24 : Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)

=
0,0195 0,77 100 0,835 ..............................(16)

Dimana: tc = Waktu konsentrasi (menit)


l = Panjang sungai (m)
S = Kemiringan sungai (m/m)

17
Tabel 7. Nilai koefisien C pada Metode Rasional
Nilai C dalam Q = CiA

Tekstur Tanah
Topografi dan Vegetasi
Liat dan lanau
Pasir lempung Sangat liat
lempung

Hutan

Datar (kemiringan 0 5%) 0.10 0.30 0.40

Landai (kemiringan 5 10%) 0.25 0.35 0.50

Berbukit (kemiringan 10 30%) 0.30 0.50 0.60

Padang Rumput

Datar 0.10 0.30 0.40

Landai 0.16 0.36 0.55

Berbukit 0.22 0.42 0.60

Area Budidaya

Datar 0.30 0.50 0.60

Landai 0.40 0.60 0.70

Berbukit 0.52 0.72 0.82

30% area kedap 50% area kedap


Area Pemukiman 50% area kedap air
air air

Datar 0.40 0.55 0.65

Landai 0.50 0.65 0.80

Sumber: Schwab, et al (1960)

Untuk mendapatkan besarnya curah hujan maksimum harian (R24) dilakukan perhitungan
periode ulang hujan dengan distribusi Log-Pearson III. Tiga parameter penting dalam metode tersebut
adalah harga rata rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Berikut ini langkah langkah
penggunaan distribusi Log-Pearson III (Suripin, 2004) :
- Mengubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X
- Menghitung harga rata-rata:

=1 log
log = .(17)

18
- Menghitung harga simpangan baku
2 0.5
=1 (log log )
= ....(18)
1
- Menghitung koefisen kemencengan
3
=1 (log log )
= ....,......(19)
1 2 3
- Menghitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus
log = log + . ....(20)
Dimana : n = Jumlah data.
K = Variable standar untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G.

19
III. METODOLOGI

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Desa Petir dan Desa Neglasari, dilaksanakan pada bulan
September-November 2012.

3.2 Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Target rod
2. Roll meter
3. GPS
4. Stopwatch dan pelampung
5. Auto CAD
6. Kamera digital
7. Alat tulis
8. Bahan Bangunan

3.3 Metode Penelitian

1. Observasi lapang
Melakukan kegiatan observasi untuk mengetahui medan lapangan terlebih dahulu sebelum
melakukan pengukuran. Kegiatan observasi dilakukan satu kali. Kegiatan observasi dilakukan
untuk mengetahui apa saja yang akan kita lakukan saat pengukuran dan alat apa saja yang
digunakan saat pengukuran nanti.

2. Pengukuran
Kegiatan pengukuran dilakukan untuk memperoleh data yang ada di lapangan untuk menjadi
acuan dalam kegiatan analisis dan penggambaran. Beberapa data pengukuran yang diambil di
lapangan diantaranya adalah :
a. Untuk bangunan bendung Desa Neglasari dilakukan pengukuran lebar saluran, kedalaman
saluran, tinggi talud, lebar talud, lebar intake dan kedalaman intake.
b. Untuk bangunan bagi Desa Petir dilakukan pengukuran lebar saluran, kedalaman saluran, lebar
intake dan kedalaman intake.
c. Untuk bangunan bendung Desa Petir dilakukan pengukuran tinggi terjunan, lebar saluran,
kedalaman saluran, lebar intake dan kedalaman intake.

20
3. Analisis dan Penggambaran
Setelah kegiatan pengukuran dilakukan analisis RAB dan penggambaran menggunakan Auto
CAD.Kegiatan penggambaran meliputi penggambaran denah, detail dan gambar potongan.

4. Manajemen Konstruksi
Manajemen konstruksi merupakan implikasi dari analisis dan penggambaran. Manajemen
konstruksi meliputi kegiatan pelaksanaan dan kegiatan pengawasan di lapangan. Pada instruksi
pelaksana akan dijelaskan tentang urutan pekerjaan yang harus dikerjakan di lapangan. Dan pada
instruksi pengawas dijelaskan tentang tata cara pengawasan agar pelaksaan di lapangan berjalan
dengan aman dan sesuai dengan instruksi pelaksana.

21
Data Analisis Data Hasil Intrepertasi Implementasi
Hasil

Pengukuran
Pengerjaan Spesifikasi dimensi
dimensi
Gambar bangunan :
(tinggi dan
Teknik 1. Bendung di Neglasari
lebar) saluran
2. Box Bagi di Petir
3. Bendung di Petir Konstruksi bangunan
Perhitungan dimensi irigasi pedesaan :
Pengukuran bangunan : 1. Bendung di
dimensi 1. Bendung di Neglasari Neglasari
(tinggi dan 2. Box Bagi di Petir 2. Box Bagi di Petir
lebar) intake 3. Bendung di Petir 3. Bendung di Petir

Perhitungan RAB
Data literatur bangunan :
dimensi 1. Bendung di Neglasari
bangunan irigasi 2. Box Bagi di Petir
3. Bendung di Petir

Gambar 7. Kerangka Kerja Penelitian

22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bangunan Bendung di Desa Neglasari

Desa Neglasari memiliki lahan pertanian seluas 35 hektar. Pembagiannya adalah 20 hektar
untuk tanaman padi dan 15 hektar untuk tanaman non-padi. Dalam memenuhi kebutuhan air irigasi
para petani mengambil air dari aliran Sungai Cisasah. Pada musim hujan kebutuhan air untuk
pertanian relatif terpenuhi. Permasalahan mulai timbul jika musim kemarau tiba, para petani kesulitan
untuk memperoleh air untuk mengairi sawah mereka.

(a) sebelum

(b) sesudah
Gambar 8. Kondisi eksisting sungai di Desa Neglasari

23
Penanggulangan masalah tersebut bisa dilakukan dengan cara menaikkan tinggi muka air
pada musim kemarau agar bisa masuk ke saluran. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan
membangun bendung. Sesuai dengan fungsinya, tipe bendung yang akan dibangun adalah tipe
bendung penyadap. Pada awalnya untuk bendung di desa neglasari akan dibangun menggunakan
konstruksi beton (Gambar 9). Akan tetapi dalam pelaksanaannya diubah menjadi bendung dengan
konstruksi bronjong. Hal ini dilakukan karena melihat banyaknya batu yang tidak terpakai di sekitar
sungai sehingga memungkinkan untuk pembangunan bendung bronjong. Selain itu juga karena lokasi
yang jauh dari jalan sehingga tidak memungkinkan untuk membangun bendung beton yang
memerlukan banyak peralatan. Pada Lampiran 6, jika menggunakan bendung beton akan memerlukan
dana yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan bronjong. Untuk bendung beton
dibutuhkan dana sebesar Rp. 33.000.000,00.
Mengacu pada pengukuran yang sudah dilakukan, maka pembangunan bendung bronjong ini
dilakukan melintang aliran sungai sepanjang 8 meter, lebar 3 meter dan tinggi 1,5 meter. Dimensi tiap
bronjong adalah panjang 2 meter, lebar 1 meter dan tinggi 0,5 meter. Pada tubuh bendung terdiri dari
tiga lapis bronjong yang dipasang secara berundak-undak. Untuk menjaga agar tubuh bendung tidak
terbawa aliran sungai pada saat banjir maka dibangun 3 buah kolom dibelakang tubuh bendung
bronjong. Kolom tersebut dari struktur beton dengan menggunakan bekisting berupa drum dengan
diameter sebesar 50 cm. Pada saluran intake dan sayap bendung juga dilakukan perkuatan
menggunakan bronjong untuk memperkuat saluran yang sudah ada sebelumnya. Sehingga total
bronjong yang digunakan adalah sebanyak 50 buah. Pada awalnya bendung ini masih meloloskan air
karena adanya rongga-rongga pada batu di dalam bronjong, tetapi seiring berjalannya waktu rongga-
rongga tersebut akan terisi dengan endapan atau sedimentasi sehingga kedepannya bendung bronjong
ini akan kedap atau tidak meloloskan air. Gambar lebih detailnya bisa dilihat pada Gambar 10 dan
Gambar 11. Pada gambar tersebut terlihat bahwa bendung tidak lurus, melainkan agak miring dengan
tujuan untuk mengalirkan/mengarahkan aliran air ke saluran intake.
Pengerjaan bendung ini berlangsung selama enam hari. Dana yang dikeluarkan pada
pembangunan bendung di Desa Neglasari adalah sejumlah Rp. 17.363.270. Pada pelaksanaannya
dimulai dengan pengerjaan perkuatan saluran intake terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan pengerjaan
tubuh bendung dan kolom. Pengerjaan yang terakhir adalah sayap bendung dan perkuatan tubuh
bendung. Urutan pelaksaan pekerjaan bisa dilihat pada Tabel 8 dan untuk urutan pengawasan
pekerjaan bisa dilihat pada Tabel 9.
Pada pelaksanaannya tidak dilakukan pengukuran debit, jadi perencanaan tinggi bendung
supaya kuat dan kokoh pada saat banjir mengacu pada pembicaraan dengan warga. Sebagai
perbandingan, kita menggunakan persamaan 14 untuk mengetahui debit banjir maksimum dari sungai
tersebut. Pada perhitungan diperoleh nilai debit sebesar 16,15 m3/dt, dengan menggunakan debit
tersebut dapat kita peroleh tinggi bendung sebesar 2,88 meter. Perhitungan lebih jelasnya bisa dilihat
pada Lampiran 8. Dari perhitungan yang dikerjakan ternyata ada perbedaan pada tinggi bendung jika
menggunakan debit banjir maksimum. Oleh sebab itu akan dilampirkan gambar teknik desain
bendung yang perhitungan tinggi bendungnya mengacu pada debit maksimum pada Gambar 12 dan
Gambar 13.

24
U A' Beton
40
40

0
85

212
C
A

128
60
C' 0
90
Susunan Batu
Lantai Kerja (t= 5cm)
210
Pasir Urug (t = 10cm)
DENAH
SKALA 1 : 250 Potongan C-C'
(Saat pembangunan Bendung)
B B' SKALA 1 : 150

Beton 40

600

212
Susunan Batu
150

128
60
Potongan A-A' Lantai Kerja (t= 5cm)
SKALA 1 : 250 Pasir Urug (t = 10cm)

210
80 GAMBAR 9

Potongan C-C'
(Setelah pembangunan Bendung)
50

GAMBAR TEKNIK BENDUNG DESA


NEGLASARI
SKALA 1 : 150
Potongan B-B' SKALA SATUAN
SKALA 1 : 250
1:150 , 1:250 cm
A
D:\Wallpaper\LOGO\IPB.jpg

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA GAMBAR:

20
0
200 200 200
GAMBAR 10
DENAH, POTONGAN A-A

100
DAN DETAIL KOLOM

100
BENDUNG DESA
NEGLASARI

CATATAN :

DENAH

3D14

4
D8-15

20
50 50 50

OWNER DRAFTER EDITOR


150

4
100 100 158 158 100
800

2D14

4 4
20
SKALA :

POTONGAN A-A
DETAIL KOLOM KODE Halaman Jumlah Halaman

KD HAL JML
D:\Wallpaper\LOGO\IPB.jpg

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA GAMBAR:
B

20
0
GAMBAR 11
B 200 200 200 DENAH DAN POTONGAN
B-B BENDUNG, DESA

100
NEGLASARI

100
CATATAN :

DENAH

50 50 50
OWNER DRAFTER EDITOR

300
SKALA :

POTONGAN B - B KODE Halaman Jumlah Halaman

KD HAL JML
D:\Wallpaper\LOGO\IPB.jpg

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA GAMBAR:

20
0
GAMBAR 12
200 200 200 DENAH DAN POTONGAN
A-A BENDUNG, DESA

100
NEGLASARI

100
CATATAN :

DENAH

100
92

OWNER DRAFTER EDITOR

288
SKALA :
800

POTONGAN B - B KODE Halaman Jumlah Halaman

KD HAL JML
D:\Wallpaper\LOGO\IPB.jpg

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA GAMBAR:
B

20
0
GAMBAR 13
B 200 200 200 DENAH DAN POTONGAN
B-B BENDUNG, DESA

100
NEGLASARI

100
CATATAN :

DENAH

100
380

288
OWNER DRAFTER EDITOR

300 SKALA :

POTONGAN B - B KODE Halaman Jumlah Halaman

KD HAL JML
Tabel 8. Instruksi Pelaksana Bangunan Bendung Desa Neglasari

SPESIFIKASI VOLUME HARGA URUTAN PELAKSANAAN


TEKNIS PEKERJAAN SATUAN JUMLAH
Dimensi Bendung Pekerjaan kolom beton (1 : 2 : 3) URUTAN PEKERJAAN
Panjang 600 cm pekerjaan persiapan 30 m2 Rp 100.000 Rp 3.000.000 1. Persiapan pekerjaan, meliputi persiapan lokasi,
Lebar 300 cm Semen Tiga Roda 5 sak Rp 65.000 Rp 325.000 gambar kerja dan tenaga kerja
Tinggi 150 cm Pasir 1 m3 Rp 185.000 Rp 185.000 2. Penyediaan alat dan bahan
Batu pecah (agregat) 1 m3 Rp 253.320 Rp 253.320 3. Pembersihan lokasi
BAHAN UTAMA Besi beton (ulir) diameter 14 mm 2 bh Rp 175.000 Rp 350.000 4. Pengerjaan perkuatan tubuh saluran intake
1. Pasir Tulangan pondasi cakar ayam 3 bh Rp 250.000 Rp 750.000 5. Pengerjaan tiang penahan bronjong
2. Batu kali Paku biasa 7 6,7 kg Rp 14.000 Rp 94.080 6. Pengerjaan tubuh bendung bronjong
3. Semen Kawat beton 3,1 kg Rp 27.700 Rp 85.870 7. Pengerjaan sayap dan perkuatan tubuh bendung
4. Kawat Bronjong Kayu kaso borneo 5 x 7 m 2 btg Rp 50.000 Rp 100.000 8. Perapihan Lokasi
Multiplex 9 mm (120 x 240 mm) 2 lbr Rp 110.000 Rp 220.000
JUMLAH Rp 5.363.270
Pekerjaan Bronjong
Batu Bronjol (untuk bronjong) 50 m3 Rp 150.000 Rp 7.500.000
Kawat Bronjong 50 m3 Rp 90.000 Rp 4.500.000
JUMLAH Rp 12.000.000

BIAYA TOTAL Rp 17.363.270

30
Tabel 9. Instruksi Pengawasan Bangunan Bendung Desa Neglasari

SPESIFIKASI VOLUME HARGA URUTAN PENGAWASAN


TEKNIS PEKERJAAN SATUAN JUMLAH
Dimensi Bendung Pekerjaan kolom beton (1 : 2 : 3)
Panjang 600 cm pekerjaan persiapan 30 m2 Rp 100.000 Rp 3.000.000 1. Pengawasan pada saat memasukkan batu ke
Tinggi 150 cm Pasir 1 m3 Rp 185.000 Rp 185.000 dalam bronjong
Batu pecah (agregat) 1 m3 Rp 253.320 Rp 253.320 2. Pengawasan terhadap pemasangan kawat
BAHAN UTAMA Besi beton (ulir) diameter 14 mm 2 bh Rp 175.000 Rp 350.000 bronjong
1. Pasir Tulangan pondasi cakar ayam 3 bh Rp 250.000 Rp 750.000 3. Pengawasan pada saat pengecoran tiang
2. Batu kali Paku biasa 7 6,7 kg Rp 14.000 Rp 94.080 4. Pengawasan pemasangan kawat penghubung
3. Semen Kawat beton 3,1 kg Rp 27.700 Rp 85.870
4. Kawat Bronjong Kayu kaso borneo 5 x 7 m 2 btg Rp 50.000 Rp 100.000
Multiplex 9 mm (120 x 240 mm) 2 lbr Rp 110.000 Rp 220.000
JUMLAH Rp 5.363.270
Pekerjaan Bronjong
Batu Bronjol (untuk bronjong) 50 m3 Rp 150.000 Rp 7.500.000
Kawat Bronjong 50 m3 Rp 90.000 Rp 4.500.000
JUMLAH Rp 12.000.000

BIAYA TOTAL Rp 17.363.270

31
4.2 Bangunan Bagi di Desa Petir

Di Desa petir terdapat dua permasalahan. Permasalahan pertama terdapat di depan yayasan
Ar-Rohman Nur-Rohim dan permasalahan yang kedua di belakang yayasan. Di titik yang pertama
terdapat sebuah aliran yang terbagi dua. Aliran yang satu untuk mengairi lahan pertanian seluas 5
hektar dan aliran lainnya untuk mengairi lahan pertanian seluas 6 hektar. Permasalahannya adalah
dimana sebenarnya sudah ada aliran air yang akan mengairi lahan pertanian di sekitarnya, akan tetapi
debit yang dibutuhkan kurang mencukupi karena pada saluran tersebut tanahnya kurang padat
sehingga ada air yang merembes masuk ke dalam tanah sehingga sedikit demi sedikit saat air
melewati saluran tersebut mengalami penurunan debit.

(a) sebelum

(b) sesudah
Gambar 14. Kondisi eksisting saluran di Desa Petir

32
Pada awalnya terdapat dua saran untuk menanggulangi masalah tersebut, pertama dengan
melakukan perkerasan pada saluran (Gambar 15) atau dengan menggunakan pipa. Setelah melakukan
diskusi dengan petani pengguna air, akhirnya tercapai kesepakatan bahwa yang akan dibangun adalah
box bagi untuk pembagian airnya dan menggunakan pipa untuk menanggulangi masalah penurunan
debit pada saluran yang tanahnya tidak stabil. Box bagi yang akan dibuat menggunakan konstruksi
pasangan batu. Dimensi bangunan box bagi yang akan dibuat adalah tinggi 70 cm, lebar 150 cm dan
panjang 175 cm. Sedangkan untuk pondasi dibuat sedalam 30 cm. Penggambaran lebih jelasnya bisa
dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.
Pada box bagi tersebut, air yang masuk selanjutnya akan terbagi menjadi dua. Pada bagian
yang mengairi 5 hektar hanya berupa skot balok yang bisa diatur tingginya sesuai dengan debit yang
dibutuhkan. Pada bagian yang mengairi 6 hektar persawahan menggunakan pipa paralon 4 inchi
sepanjang 40 meter dari bangunan bagi tersebut agar debit air tetap terjaga sampai ke persawahan,
untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 17. Pada pelaksanaannya, lokasi pembangunan box bagi
bergeser sejauh 8 meter dari posisi saat perencanaan. Hal ini dilaksanakan agar box bagi tersebut
memiliki ketinggian 1,5 meter dari saluran yang datar, dengan beda head sebesar 1,5 meter didapatkan
debit air yang keluar dari pipa sebesar 10 l/dt sehingga mencukupi untuk mengairi lahan seluas 6
hektar.
Pengerjaan box bagi di Desa Petir menghabiskan dana sebesar Rp. 4.730.000,00. Urutan
pengerjaan dimulai dengan pembersihan lahan.Kemudian pengerjaan pondasi untuk box bagi. Lalu
pengerjaan box bagi yang nantinya akan dipasang pipa dan skot balok. Dan yang terakhir adalah
pemasangan pipa untuk mengalirkan air dari box bagi ke persawahan. Urutan pengerjaan bisa dilihat
pada Tabel 10 dan tata cara pengawasan bisa dilihat pada Tabel 11.
Pada awalnya pengerjaan box bagi diperkirakan menghabiskan waktu selama empat hari.
Akan tetapi pada kenyataan di lapangan pengerjaan berlangsung selama delapan hari. Hal ini
dikarenakan selain cuaca yang kurang kondusif (hujan) dan juga hanya sedikit petani yang mau
membantu dalam pelaksanaannya. Agar tidak teulang di tempat lain maka perlu lebih diperhatikan
kembali manajemen waktu dan partisipasi warga dalam pengerjaan suatu bangunan irigasi pedesaan.

33
U
Pasangan Batu
Beton
E D'
Pasangan Batu

150
D A B
E'
A' B' C 1000 40
1000
1000
C' 1000 2000

40
DENAH Potongan D-D'
SKALA 1 : 250
SKALA 1 : 250

40
40
40 40
45

80 35 35
Potongan C-C' Potongan E-E'
55

SKALA 1 : 100 SKALA 1 : 100

Beton
GAMBAR 15

Potongan A-A' Potongan B-B'


GAMBAR TEKNIK BOX BAGI DESA PETIR
SKALA 1 : 100 SKALA 1 : 100

SKALA SATUAN

1:100 , 1:250 cm
Existing tembok A
D:\Wallpaper\LOGO\IPB.jpg

25

25
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Pipa 4" INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B NAMA GAMBAR:

55
60
B
175

175
Arah aliran Filter dari besi
D8-5
40

50
GAMBAR 16
BOX BAGI DESA PETIR
25

Skot balok

20
25

25
A CATATAN :

25 100 25
150

DENAH
1 : 30

Pipa 4" Filter besi Skot balok Pas. batu kali Pas. batu kali Filter besi D8-5 Skot balok
D8-10
15

Pipa 4"

70
70

100
100

40
40

Existing
Existing
OWNER DRAFTER EDITOR

30
30

10
10

Pas. pasir semen

45 25 100 25
25 55 50 20 25
150
175 SKALA :

1 : 100

KODE Halaman Jumlah Halaman


POTONGAN A-A POTONGAN B-B
1 : 25 1 : 25
KD HAL JML
D:\Wallpaper\LOGO\IPB.jpg

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2000
NAMA GAMBAR:

SAMBUNGAN T

GAMBAR 17
POTONGAN PIPA PADA
BOX BAGI, DESA PETIR
BOX BAGI 0
0
10

CATATAN :

800

DENAH
10

10
OWNER DRAFTER EDITOR
20

20
25 30 SKALA :

KENI SAMBUNGAN T KODE Halaman Jumlah Halaman

KD HAL JML
Tabel 10. Instruksi Pelaksana Bangunan Box Bagi Desa Petir

SPESIFIKASI VOLUME HARGA URUTAN PELAKSANAAN


TEKNIS PEKERJAAN SATUAN JUMLAH

DIMENSI Pekerjaan kolom beton (1 : 2 : 3) URUTAN PEKERJAAN


Panjang 150 cm 1. BANGUNAN BAGI 1. Persiapan pekerjaan, meliputi persiapan lokasi,
Lebar 150 cm Batu belah 2 m3 Rp 185.000 Rp 370.000 gambar kerja dan tenaga kerja
Tinggi 70 cm Semen Tiga Roda 10 m3 Rp 65.000 Rp 650.000 2. Penyediaan alat dan bahan
3
upah tukang 3 m Rp 75.000 Rp 225.000 3. Pembersihan lokasi yang akan dibangun box bagi
2
BAHAN UTAMA Pasir 1 m Rp 185.000 Rp 185.000 4. Penggalian tanah sesuai dengan yang direncanakan
1. Pasir Rp 1.430.000 5. Pengurugan tanah
2. Batu kali 6. Pemasangan pondasi batu kali dengan adukan 1 : 3
3. Semen 7. Pemasangan dinding dengan adukan 1 : 3
4. Pipa PVC 2. PEKERJAAN PLUMBING 8. Plester tebal 2 cm, adukan 1 : 2 pada dinding
Pipa PVC AW 4" 18 Bh Rp 170.000 Rp 3.060.000 9. Perapihan Lokasi
Klem 20 Bh Rp 5.000 Rp 100.000
Belokan 90 2 Bh Rp 20.000 Rp 40.000
Baja tulangan 14 mm 10 Bh Rp 10.000 Rp 100.000
Rp 3.300.000

BIAYA TOTAL Rp 4.730.000

37
Tabel 11. Instruksi Pengawasan Bangunan Box Bagi Desa Petir

SPESIFIKASI VOLUME HARGA URUTAN PENGAWASAN


TEKNIS PEKERJAAN SATUAN JUMLAH

DIMENSI Pekerjaan kolom beton (1 : 2 : 3) URUTAN PENGAWASAN


Panjang 150 cm 1. BANGUNAN BAGI 1. Pengawasan pada adukan semen harus sesuai kriter
3
Lebar 150 cm Batu belah 2 m Rp 185.000 Rp 370.000 2. Pengawasan pada pemasangan pipa agar head yang
Tinggi 70 cm Semen Tiga Roda 10 m3 Rp 65.000 Rp 650.000 diperlukan terpenuhi
3
upah tukang 3 m Rp 75.000 Rp 225.000 3. Pengawasan pada dimensi bangunan bagi agar
2
BAHAN UTAMA Pasir 1 m Rp 185.000 Rp 185.000 sesuai dengan rencana kerja
1. Pasir Rp 1.430.000
2. Batu kali
3. Semen
4. Pipa PVC 2. PEKERJAAN PLUMBING
Pipa PVC AW 4" 18 Bh Rp 170.000 Rp 3.060.000
Klem 20 Bh Rp 5.000 Rp 100.000
Belokan 90 2 Bh Rp 20.000 Rp 40.000
Baja tulangan 14 mm 10 Bh Rp 10.000 Rp 100.000
Rp 3.300.000

BIAYA TOTAL Rp 4.730.000

38
4.3 Bangunan Bendung di Desa Petir

Permasalahan kedua di Desa Petir terdapat di saluran di belakang yayasan Ar-Rohman Nur-
Rohim, dimana pada saluran tersebut telah dibangun bendung dari susunan batu yang bertujuan untuk
mengalirkan air ke lahan pertanian. Akan tetapi air sama sekali tidak mengalir ke persawahan dan
terbuang dengan percuma. Hal ini disebabkan karena tinggi bendung yang lebih rendah dibandingkan
intake untuk mengalirkan air ke lahan pertanian, sehingga air yang sudah dibendung tidak bisa masuk
ke dalam saluran intake. Padahal debit air yang tersedia mencukupi untuk mengairi persawahan para
petani. Kondisi eksisting saluran di lapangan bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 18. Kondisi bangunan terjun di lapangan

39
Pada permasalah ini akan diatasi dengan menaikkan tinggi muka air agar bisa masuk ke
saluran intake. Bangunan yang sudah ada tidak diganti melainkan ditambah tingginya dengan
menggunakan bronjong. Bronjong yang digunakan sama dengan bronjong di Desa Neglasari. Yang
membedakan adalah sudah adanya bendung yang dibuat oleh warga. Pada pelaksanaannya tidak
merusak bendung yang sudah ada, melainkan diperkuat. Pada bagian dasar bendung yang sudah ada
diberi bronjong juga untuk menambah kekuatan bendung tersebut agar tidak terbawa pada saat debit
tinggi (Gambar 19).
Dimensi bendung yang akan dibangun adalah panjang 6 meter, lebar 1,5 meter dan tinggi 2,5
meter. Karena sudah ada tubuh bangunan di lapangan maka untuk pengerjaannya hanya menambah
satu bronjong diatas bangunan yang sudah ada. Sebanyak tiga bronjong yang dijajarkan, sehingga
tinggi bendung yang awalnya hanya 2 meter menjadi 2,5 meter. Dan pada bagian dasar bendung juga
ditambah bronjong sejumlah sembilan buah. Pada awalnya bendung ini masih meloloskan air karena
adanya rongga-rongga pada batu di dalam bronjong, tetapi seiring berjalannya waktu rongga-rongga
tersebut akan terisi dengan endapan atau sedimentasi sehingga kedepannya bendung bronjong ini akan
kedap atau tidak meloloskan air. Gambar lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21.
Pengerjaan bangunan ini menghabiskan dana sebesar Rp. 7.000.000,00. Urutan pelaksanaan
pekerjaan di lapangan bisa dilihat pada Tabel 12 dan tata cara pengawasan bisa dilihat pada Tabel 13.
Pengerjaan bendung di Desa Petir belum terlaksana dikarenakan kurangnya partisipasi warga
pengguna air, padahal pengerjaan bendung ini tidak akan bisa berjalan dengan baik apabila tidak ada
partisipasi dari warga pengguna air itu sendiri.

40
U
Pasangan Batu

180 180

192
120
Pasangan Batu

350
A
D'
65
65
B'
D A' C C' 500 1100
60

Potongan D-D'
DENAH SKALA 1 : 300
SKALA 1 : 350

60
70

65
Potongan A-A'

50
SKALA 1 : 100

192 Potongan C-C'


SKALA 1 : 100 GAMBAR 19
50

GAMBAR TEKNIK BANGUNAN BENDUNG


DESA PETIR

SKALA SATUAN
Potongan B-B'
SKALA 1 : 100 1:100 , 1:300 , 1:350 cm
D:\Wallpaper\LOGO\IPB.jpg

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA GAMBAR:

GAMBAR 20
DENAH DAN POTONGAN
A-A BENDUNG, DESA
PETIR

CATATAN :

DENAH

25
50 50 50 50 50
250
OWNER DRAFTER EDITOR

100 200 200 200


SKALA :
600

POTONGAN A - A KODE Halaman Jumlah Halaman

KD HAL JML
D:\Wallpaper\LOGO\IPB.jpg

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA GAMBAR:

B B

GAMBAR 21
DENAH DAN POTONGAN
B-B BENDUNG, DESA
PETIR

CATATAN :

DENAH

250
OWNER DRAFTER EDITOR

300 SKALA :

POTONGAN B - B KODE Halaman Jumlah Halaman

KD HAL JML
Tabel 12. Instruksi Pelaksana Bangunan Terjun Desa Petir

SPESIFIKASI VOLUME HARGA URUTAN PELAKSANAAN


TEKNIS PEKERJAAN SATUAN JUMLAH
BAHAN UTAMA URUTAN PEKERJAAN
1. Kawat Bronjong Pekerjaan pengukuran 15 m2 Rp 100.000 Rp 1.500.000 1. Persiapan pekerjaan, meliputi persiapan lokasi,
2. Batu Bronjol Batu Bronjol 20 m3 Rp 175.000 Rp 3.500.000 gambar kerja dan tenaga kerja
3. Kawat Sambungan Kawat Bronjong 20 m3 Rp 100.000 Rp 2.000.000 2. Pembelian Batu Bronjol
TOTAL Rp 7.000.000 3. Pembelian Kawat Bronjong
4. Pengangkutan bahan ke lokasi
5. Pemasangan Bronjong
6. Perkuatan Bronjong

44
Tabel 13. Instruksi Pengawasan Bangunan Terjun Desa Petir

SPESIFIKASI VOLUME HARGA URUTAN PENGAWASAN


TEKNIS PEKERJAAN SATUAN JUMLAH

BAHAN UTAMA 1. Pengawasan pada saat memasukkan batu ke dalam


1. Kawat Bronjong Pekerjaan pengukuran 15 m2 Rp 100.000 Rp 1.500.000 kawat bronjong
2. Batu Bronjol Batu Bronjol 20 m3 Rp 175.000 Rp 3.500.000 2. Pengawasan terhadap pemasangan kawat bronjong
3. Kawat Sambungan Kawat Bronjong 20 m3 Rp 100.000 Rp 2.000.000 3. Pengawasan pada pemasangan kawat penghubung
TOTAL Rp 7.000.000 antar bronjong

45
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Rancangan teknik bangunan bendung di Desa Neglasari telah dapat dibuat dengan konstruksi
bronjong yang diperkuat dengan kolom beton. Total biaya konstruksi sebesar Rp.
17.363.270,00.

2. Rancangan teknik bangunan box bagi di Desa Petir telah dapat dibuat dengan konstruksi
pasangan batu yang diperkuat dengan pondasi dari pasangan batu. Total biaya konstruksi
sebesar Rp. 4.730.000,00.

3. Rancangan teknik bangunan bendung di Desa Petir telah dapat dibuat dengan konstruksi
bronjong, tetapi pengerjaan di lapangan masih belum dilaksanakan. Total biaya konstruksi
sebesar Rp. 7.000.000,00.

5.2 SARAN

1. Saluran menuju persawahan di Desa Neglasari perlu diperbaiki karena rawan longsor.

2. Perlunya manajemen waktu yang baik agar pelaksanaan tidak memerlukan waktu yang lama
pada pengerjaan box bagi.

3. Partisipasi warga pengguna air di Desa Petir perlu ditingkatkan agar pekerjaan berjalan
dengan lancar.

1)

46
DAFTAR PUSTAKA

Analisis Harga Satuan Kota Bogor. 2012. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Upah dan Bahan Kota
Bogor.

Anonim, 2012, Intensitas Curah Hujan di Jakarta Sangat Tinggi. http://megapolitan.kompas.com/read/


2012/12/23/16463474/Intensitas.Curah.Hujan.di.Jakarta.Sangat.Tinggi. (Diakses tanggal 15/02
/2013 ; 09:42:20)

Chow VT. 1992. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta: Erlangga.

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1998. Petunjuk Teknis Padat Karya Produktif Sektor Air
Bersih.

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian
Jaringan Irigasi (KP-01). Bandung: CV. Galang Persada.

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian
Bangunan Utama (KP-02). Bandung: CV. Galang Persada.

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian
Saluran (KP-03). Bandung: CV. Galang Persada.

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian
Bangunan (KP-04). Bandung: CV. Galang Persada.

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian
Petak Tersier (KP-05). Bandung: CV. Galang Persada.

Linsley R. Franzini JB. 1985. Teknik Sumber Daya Air.Bandung : Erlangga

Mawardi, Eman. 2006. Desain Hidraulik Bendung Tetap untuk Irigasi. Bandung: Alfabeta.

Schwab GO., Frevert RK., Edminster TW., Barnes KK. 1981. Soil and Water Conservation
Engineering. New York : John Wiley and Sons. Inc.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi

47
LAMPIRAN

48
Lampiran 1. Kondisi eksisting saluran sebelum pengerjaan bendung di Desa Neglasari

49
Lampiran 2. Kondisi eksisting saluran sesudah pengerjaan bendung di Desa Neglasari

50
51
Lampiran 3. Kondisi eksisting saluran sebelum pengerjaan box bagi di Desa Petir

52
Lampiran 4. Kondisi eksisting saluran sesudah pengerjaan box bagi di Desa Petir

53
54
Lampiran 5. Kondisi eksisting saluran sebelum pengerjaan bendung di Desa Petir

55
Lampiran 6. Rencana Anggaran Biaya bendung di Desa Petir pada saat perencanaan

NO URAIAN PEKERJAAN SAT. VOLUM HARGA SATUAN JUMLAH HARGA


3
1 Pasir/tanah Urug pilihan m 8 Rp 235.000 Rp 1.880.000
3
2 Batu Pecah mesin m 10 Rp 200.000 Rp 2.000.000
3
3 Batu belah pondasi m 10 Rp 200.000 Rp 2.000.000
4 Semen PC/50 kg zak 25 Rp 65.000 Rp 1.625.000
5 Readymix beton K300 m3 50 Rp 500.000 Rp 25.000.000
6 Buis Beton 100 cm stk 2 Rp 247.500 Rp 495.000

TOTAL Rp 33.000.000

56
Lampiran 7. Peta daerah tangkapan air bendung Desa Neglasari

57
Lampiran 8. Perhitungan tinggi bendung Desa Neglasari

Q= CxIxA

Dimana C = 0.7 (diperoleh dari tabel 7)

I = 150 mm/jam (diperoleh dari internet mengacu dari intensitas hujan banjir Jakarta)

I = 0.00004167 m/dt

A = 55.38 ha = 553800 m2

Sehingga diperoleh Q = 0.7 x 0.00004167 x 553800

Qrun off = 16.15 m3/dt = 16150 l/dt

Q(lt/dt) = x (Ha) * C (l/dt.Ha)


Qintake = 35 x 1.5
Qintake = 52.5 l/dt

Qlimpasan = 16.15 0.0525 = 16.145 m3/dt = 16145 l/dt

Q = 16150 l/dt

intake Q = 16145 l/dt

Q = 5.25 l/dt

Lahan pertanian 35 hektar

58
Untuk mencari tinggi bendung digunakan :

Q=VxA

Dimana v = 0.7 m/detik ; b = 8 m


Q=Vxbxp
p = Q / (V x b)
p = 16.15 / (0.7 x 8)
p = 2.88 m

Untuk mencari nilai H1 digunakan rumus :


Q = C x L x H11.5
Ambil C = 2.2 , maka:
H1 = (16.15/(2.2 x 8))0.67 = 0.944 m

(H1-h1) = v2/2g
(H1-h1) = 0.72/2 x 9.8 = 0.025 m

h1 = 0.919 m

59

You might also like