Professional Documents
Culture Documents
BAB 1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Varises merupakan pembuluh darah balik yang mengalami pelebaran. Kita
bisa melihat varises di bawah kulit kita. Bentuknya biasanya memanjang dan
menonjol, menyerupai bentuk kabel yang agak panjang. Pembuluh darah
tersebut berwarna biru gelap bahkan cenderung ungu karena kadar
oksigennya sedikit. Varises tidak hanya timbul di kaki tapi juga pada bagian
lainnya seperti vulva (bibir vagina), testis pada lelaki, anus yang berujung
pada ambien dan juga daerah kerongkongan.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah:
Secara umum, pembuluh darah dalam sistem vaskuler terdiri atas tiga jenis,
yaitu arteri, vena, dan kapiler (Jones, 2009).
1. Arteri
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari
jantung dandisebarkan ke berbagai jaringan tubuh melalui cabangnya. Arteri
yang mempunyai diameter kurang lebih 25mm (1 inchi) mempunyai banyak
cabang. Cabang itu kemudian dibagi bagi lagi menjadi pembuluh darah yang
lebih lebih kecil, arteri dan arteriol yang berukuran 4 mm (0.16 inchi) yang
mengalirkan darah menuju ke seluruh organ dan jaringan tubuh. Pembuluh
darah arteri adalah jenis pembuluh darah berotot yang berfungsi membawa
darah dari jantung ke seluruh tubuh.
Arteri tersusun atas otot polos yang tebal dan serat elastis. Serat yang
kontraktil dan elastis membantu menahan tekanan yang dihasilkan saat
jantung mendorong darah menuju sirkulasi sistemik. Arteri utama/mayor dari
sirkulasi sistemik meliputi aorta, karotis, subklavia dan iliaka. Aorta
melengkung membentuk seperti busur di belakang jantung dan turun ke
bawah hingga pertengahan tubuh. Arteri lain merupakan cabang dari aorta
dan mengalirkan darah menuju kepala, leher dan organ-oragan utama di
dalam abdomen. Arteri karotis bergerak naik di dalam leher dan mengalirkan
darah ke organ di dalam kepala dan leher, termasuk otak. Arteri subklavia
mengalirkan darah menuju lengan, dinding dada, bahu, punggung, dan sistem
saraf pusat. Arteri iliaka mengalirkan darah menuju pelvis dan kaki.
Lalu pada ekstremitas bawah, setelah melewati daerah pelvis, arteri iliaka
selanjutnya menjadi arteri femoralis, yang bergerak turun di sebelah anterior
paha (Gambar 1.3). Arteri femoralis mengalirkan darah ke kulit dan otot paha
dalam. Pada bagian bawah paha, arteri femoralis menyilang di posterior dan
menjadi arteri poplitea. Di bawah lutut, arteri poplitea terbagi menjadi arteri
tibialis anterior dan tibialis posterior. Arteri tibialis bergerak turun di sebelah
depan dari kaki bagian bawah menuju bagian dorsal/punggung telapak kaki
dan menjadi arteri dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior bergerak turun
menyusuri betis dari kaki bagian bawah dan bercabang menjadi arteri
plantaris di dalam telapak kaki bagian bawah.
2. Vena
Setelah dihantarkan melalui sistem vaskular arteri dan menuju jaringan tubuh
dan organ, darah dikosongkan menuju jaringan vena yang tersusun
menyebar yang dan pada akhirnya mengembalikan darah ke atrium kanan
jantung. Fungsi pembuluh darah vena (balik) adalah membawa kembali
darah menuju jantung. Di dalam pembuluh darah vena ini, terdapat katup-
katup yang berungsi mencegah terjadinya aliran balik (refluks).
Sistem vena berjalan berdampingan dengan sistem arteri dan memiliki nama
yang sama walaupun terdapat perbedaan mayor antara sistem arteri dan
sistem vena di leher dan ekstremitas. Arteri didaerah ini terletak dalam di
bawah kulit dan terlindung oleh tulang dan jaringan lunak. Sebaliknya, dua
set vena perifer biasanya ditemukan di leher dan ekstremitas, satu superficial
dan satu lagi terletak lebih dalam. Vena superficial terletak dekat dengan
permukaan kulit, mudah untuk dilihat, dan membantu untuk mengatur suhu
tubuh. Saat suhu tubuh, menjadi rendah, aliran darah arteri menjadi
berkurang, dan vena vena superfisial dilewati. Sebaliknya, saat tubuh
menjadi kelebihan panas, aliran darah ke kulit meningkat, dan vena
superfisialis berdilatasi.
Vena-vena mayor dari sirkulasi sistemik meliputi vena kava superior, vena
kava inferior, dan vena jugularis. Vena kava superior menerima darah dari
jaringan dan organ di kepala, leher, dada, bahu, dan ekstremitas atas. Vena
kava inferior mengumpulkan darah dari sebagian besar organ yang terletak di
bawah diafragma. Darah vena dari kepala dan wajah dialirkan menuju vena
jugularis, yang terletak di dalam leher.
Arkus vena palmaris meluas dari tangan menuju lengan bawah, dimana vena-
vena inimenjadi vena radialis dan vena ulnaris. Saat vena ulnaris dan radialis
mencapai fosa kubiti (yaitu lipatan siku), vena-vena ini bergabung untuk
membentuk vena brakhialis. Saat vena brakhialis meluas melalui lengan atas,
vena ini bergabung dengan vena superfisialis lenan untuk membentuk vena
aksilaris, yang berjalan melalui aksila dan menjadi vena subklavia di dalam
rongga toraks. Vena subklavia membawa arau dari lengan dan area
toraks/dada menuju vena kava superior.
Vena Safena Magna (VSM) berawal dari sisi medial kaki merupakan bagian
dari lengkung vena dan mendapat percabangan dari vena profunda pada kaki
yang kemudian berjalan keatas sepanjang sisi anterior malleolus medialis.
Dari pergelangan kaki, VSM berjalan pada sisi anteromedial betis sampai
lutut dan ke bagian paha dimana terletak lebih medial. Dari betis bagian atas
sampai pelipatan paha VSM ditutupi oleh sebuah fasia tipis dimana fasia ini
berfungsi untuk mencegah agar vena ini tidak berdilatasi secara berlebihan.
Normalnya VSM memiliki ukuran normal 34 mm pada pertengahan paha.
Definisi
Varises (vena varikosa) adalah pelebaran dari vena superfisial yang menonjol
dan berliku-liku pada ekstremitas bawah, sering pada distribusi anatomis dari
vena safena magna dan parva (Grace, 2006). Varises adalah vena normal
yang mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatan tekanan vena. Varises
ini merupakan suatu manifestasi yang dari sindrom insufisiensi vena dimana
pada sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde
atau aliran balik menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti.
Gambar 1.9 Aliran darah balik pada varises vena
Varises (varices) merupakan suatu kondisi pembuluh darah balik (vena) yang
melebar danberkelok-kelok akibat gangguan (hambatan) aliran darah. Bila
hanya melebar saja disebut venektasi. Ini terjadi lantaran ketidakmampuan
katup (klep) vena dalam mengatur aliran darah. Akibatnya aliran darah yang
seharusnya mengalir lancar kearah jantung, mengalami hambatan dan terjadi
arus balik sebagian aliran darah dalam pembuluh darah vena, sehingga
pembuluh darah vena melebar dan berkelok-kelok.Varises terutama paling
sering terjadi pada tungkai ekstremitas bawah. Selain itu, varises juga bisa
terjadi pada daerah vulva, skrotum, esophagus bagian distal, dan rektum.
Epidemiologi
Insidensi dari varises telah dipelajari dari sejumlah study cross sectional.
Pada tahun 1973, Komunitas Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat
memperkirakansekitar 40 juta orang (26 juta diantaranya adalah wanita) di
Amerika Serikat mengalamivarises. Pada tahun 1994, sebuah Review
Study oleh Callam menyatakan bahwa setengah dari populasi orang dewasa
memiliki gejala penyakit vena (wanita 5055% ; pria 4050%) dan lebih
sedikit dari setengahnya yang menunjukkan gejala varises (wanita 2025% ;
pria 1015%). Umur dan jenis kelamin merupakan faktor risiko utama
terjadinya varises (Lew, 2009).
Saat ini, diperkirakan varices pada ektremitas bawah terjadi pada satu
diantara lima orang di dunia. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita dan
orang yang pekerjaannya menuntut untuk berdiri lama. Varises lebih sering
terjadi pada wanita dari pada laki-laki pada beberapa tingkat umur. Pada
penelitian kesehatan komunitas Tecumsech, varises ditemukan72% pada
wanita berumur 6069 tahun dan hanya 1% pada laki-laki berumur 20
29tahun. Angka prevalensi penyakit vena didapatkan lebih tinggi pada negara
barat dan negara industri daripada negara kurang berkembang (Beale, 2005).
Etiologi
Etiologi yang menyebabkan terjadinya varises vena belum diketahui secara
pasti. Ada yang terjadi karena herediter (misalnya kelemahan pada vena
sejak lahir), ada juga yang terjadi karena penyakit lain (misalnya akibat
gejala sisa trombosis vena profunda yang dilatasi vena kolateral dan
kerusakan katup vena profunda.
2. Kehamilan
Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat hamil
dapat menyebabkan kaki semakin terbebani. Akibatnya, aliran darah dari
kaki, tungkai, pangkal paha dan perut bagian bawah pun dapat terhambat
sehingga juga dapat menimbulkan varises pada ekstremitas.
3. Kurang gerak/olahraga
Gaya hidup perkotaan yang kurang gerak, menyebabkan otot sekitar
pembuluh darah vena tidak mampu memompa darah secara maksimal. Hal
ini juga dapat menyebabkan terjadinya varises vena pada ekstremitas kaki.
5. Usia
Usia juga turut mempengaruhi kejadian penyakit varises vena. Usia yang
berisiko terjadi penyakit ini adalah usia lebih dari 37 tahun, terutama pada
wanita (akibat kehamilan), dan usia antara 6070 tahun, baik pada laki-laki
maupun pada perempuan. Umur merupakan faktor risiko independen dari
varises. Pada umur tua atau lanjut, terjadi atropi pada lamina elastis dari
pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan otot polos meninggalkan
kelemahan pada vena sehingga meningkatkan kerentanan mengalami dilatasi.
Hal ini dapat memicu terjadinya varises vena pada ekstremitas.
6. Obesitas
Obesitas juga dapat meningkatkan risiko terjadinya varises vena. Seseorang
dengan berat badan lebih dari 115% dari BBR (Berat Badan Relatif) lebih
berisiko menderita penyakit ini.
Klasifikasi
Varises atau vena varikosa diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut
Sabiston (1994), yaitu:
1. vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial
ekstremitas bawah;
2. vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda
dan disertai dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakup
edema, perubahan kulit, dermatitis stasis dan ulserasi.
Berdasarkan penyebabnya, varises juga dibedakan menjadi dua, yaitu varises
primer dan varises sekunder. Varises primer adalah varises yang terjadi
karena kelemahan pada vena yang bersifat herediter, sehingga terbentuk
varises yang primer dan spontan. Kelainan ini biasanya didapatkan sejak
lahir atau diturunkan secara genetik. Penyebab varices primer adalah
kelemahan struktural pada dinding pembuluh darah yang diturunkan. Dilatasi
dapat disertai gangguan katup vena, karena daun katup tidak mampu
menutup dan menahan aliran refluks. Varices primer cenderung terjadi pada
vena-vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau kurangnya
resistensi jaringan subkutan.
1. varises vena safena magna dan atau vena safena parva (varises stem);
2. varises percabangan dari vena safena (varises retikularis);
3. varises venula (hyphen-webs atau spider-vein atau telangiektasia)
yangberukuran paling halus, yaitu berdiameter 12 mm, berbentuk seperti
jaring laba-laba, yang memucat dengan tekanan ringan (Yuwono, 2010).
Secara klinis, varises tungkai (ekstremitas bawah) dikelompokkan menjadi
tiga jenis, yaitu varises trunkal, varisesretikular, dan varises kapilar. Varises
trunkal merupakan varises yang terjadi pada v.safena magnadan v.safena
parava. Varises retikular adalah varises yang menyerang cabang v.safena
magna atau parva yang umumnya kecil dan berkelok-kelok hebat. Varises
kapilar merupakan varises pada kapiler vena subkutan yang tampak sebagai
kelompok serabut halus dari pembuluh darah (Jong, 2005).
Sesuai dengan berat ringannya, varises dibagi atas empat stadium
(Jong,2005).
Patofisiologi
Menurut Beale (2005), pada keadaan normal, katup vena bekerja satu arah
dalam mengalirkan darah vena naik keatas dan masuk ke dalam. Pertama
darah dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke
pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena
profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru.Vena
superficial terletak suprafasial, sedangkan vena profunda terletak di dalam
fasia dan otot.Vena perforate mengijinkan adanya aliran darah dari vena
superfisial ke vena profunda.
Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh karena
peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi vena.
Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena yaitu
adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena thrombosis.
Bila vena superficial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam
pembuluh darah, pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian
terus membesar sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling bertemu.
Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada
katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam system
vena superfisial akan menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat
lokal. Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi vena untuk
mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan mengalami gangguan.
Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah vena akan mengalir
karena adanya gradienttekanan dan gravitasi.
Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena adanya
perubahan hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan
katupnya menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk varises
selama kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menyingkir
adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.
Masalah utama dari penyakit varises vena ini adalah pembuluh vena
mengalami kerusakan katup. Katup satu arah ini terletak di sepanjang
pembuluh vena. Kelainan pada katup vena, baik kesalahan pada katup
(misalnya kelemahan katup yang bersifat herediter) atau kerusakan pada
katup (dapat terjadi akibat obstruksi) disebut sebagai katup inkompeten.
Pembuluh darah vena bertugas mengembalikan darah dari kaki (ekstremitas)
ke jantung dan katup ini merupakan katup satu arah yang mencegah darah
mengalir ke arah sebaliknya (refluks). Katup satu arah ini terletak di
sepanjang bagian dalam pembuluh vena. Pada saat katup mengalami
kerusakan, maka katup disebut sebagai katup inkompeten dan menyebabkan
aliran darah mengalir dua arah dan terjadi genangan.Genangan darah pada
pembuluh darah di kaki dalam beberapa waktu tertentu dapat menyebabkan
pembuluh vena menggembung dan menonjol dari permukaan kulit. Hal inilah
yang disebut varises vena, biasanya lebih banyak ditemukan di ekstremitas
bawah (kaki).
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada penderita penyakit varises (vena
varikosa) adalah sebagai berikut:
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat penyakit varises vena adalah sebagai
berikut:
1. Trauma pada nervus safenus dan suralis dengan diserta hiperestesia kulit.
2. Pembentukan hematoma subkutis dan kadang-kadang stripiing arteri tak
sengaja.
3. Dermatitis, menyebabkan ruam kemerahan, bersisik dan terasa gatal atau
daerah kecoklatan biasanya pada bagian dalam tungkai, di atas pergelangan
kaki. Penggarukan atau luka kecil bisa menyebabkan terbentuknya ulkus
(borok) yang terasa nyeri dan tidak sembuh-sembuh.
4. Flebitis, bisa terjadi secara spontan atau setelah suatu cedera, biasanya
menimbulkan nyeri tetapi tidak berbahaya.
5. Perdarahan, jika kulit diatas varises sangat tipis cedera ringan (terutama
karena penggarukan atau pencukuran) bisa menyebabkan perdarahan.
Prognosis
Pasien harus diberi informasi bahwa terkadang penbedahan yang dilakukan
secara berhati-hati mungkin tidak dapat mencegah perkembangan varises
tambahan sehingga penbedahan atau skleroterapi menjadi penting. Hasil baik
berupa perbaikan gejala biasa ditunjukan oleh banyak pasien. Jika varises
berat kembali muncul sesudah pembedahan, kelengkapan ligasi harus
dipertayakan, dan eksplorasi ulang pada daerah sefena femoral mungkin
diperlukan. Sesudah pengobatan yang adekuat, perubahan jaringan sekunder
selalu tidak mengalami kemunduran.
Penegakan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnostik penyakit varises (vena varikosa), perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan berikut.
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar
sistem vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti
inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh,
pemeriksaan pada sistem vena superfisial harus mencerminkan keadaan
sistem vena profunda secara tidak langsung.
1. Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke belakang.
Region perineum, pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi. Pada
inspeksi juga dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis akral,
eksema, brow spot, dermatitis, angiomata, varises vena prominent, jaringan
parut karena luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan sebelumnya.Setiap
lesi yang terlihat seharusnya dilakukan pengukuran dan didokumentasikan
berupa pencitraan. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan
pergelangan kaki. Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region
lainnya pada tungkai biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang
yang mempunyai kulit yang tipis vena akan terlihat lebih jelas.
Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi
medial pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan
struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus
berlokasi pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh adanya
insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan gejala
berupa ulkus yang berloksi pada sisi lateral.
1. Palpasi
Palpasi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh
permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui
adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi
membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal dan
abnormal.Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya
kelainan vena superfisial. Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk
mengetahui keadaan vena profunda.
1. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui keadaan katup vena superfisial. Caranya
adalah dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang
yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau
inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang
tersebut.
2. Pemeriksaan Klinis
Setelah melakukan pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
klinis berikut untuk menegakkan diagnose penyakit varises (vena varikosa).
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini meliputi tes Perthes (manuver Perthes),
tes trendelenburg, dan tes Doppler (auskultasi menggunakan Doppler).
1. Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran
darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam
sistem vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena
adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah
pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga
volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi
pembedahan maupun skeroterapi.
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose
tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises.
Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superfisial saja.
Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan
pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal
aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang
mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena
profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan
distesi. Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian
pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (tes Linton)
dengan tourniquet terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan
apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke
ukuran semula.
1. Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks
vena superfisial dengan pasien dengan inkompetensi katup vena profunda.
Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya
dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps.
Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak
dilepaskan.Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps
tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu
inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau
melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi
atau adanya kelainan katup lainnya.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium saat ini tidak bermanfaat dalam menegakkan
diagnosis atau terapi penyakit varises (vena varikosa).
1. Pemeriksaan Imaging
Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan
memetakan seluruh area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam sistem
vena superfisial dan sistem vena profunda.Pemeriksaan yang dapat dilakukan
yaitu venografi dengan kontras, MRV, dan USG color-flowataudupleks.
USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang digunakan
untuk diagnosis sindrom insufisiensi vasirses dan untuk perencanaan terapi
serta pemetaan preoperasi.
Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk mengetahui keadaan aliran
darah dalam vena menggunakan pewarnaan yang berbeda.
Magnetic Resonance venography (MRV) merupakan pemeriksaan yang
paling sensitif dan spesifik untuk menegakkan diagnosis penyakit
varises. Magnetic Resonance venography (MRV) digunakan untuk
pemeriksaan kelainan pada sistem vena profunda dan vena superficial pada
tungkai bawah dan pelvis. MRV juga dapat mengetahui adanya kelainan
nonvaskuler yang menyebabkan nyeri dan edema pada tungkai.
Venografi dengan kontras merupakan teknik pemeriksaan invasif. Saat ini,
venografi sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pemeriksaan USG
dupleks sebagai pemeriksaan rutin penyakit vena. Sekitar 15% pasien yang
dilakukan pemeriksaan venografi ditemukan adanya DVT dan pembentukan
trombosis baru setelah pemberian kontras.
1. Pemeriksaan Radiologi
Untuk menegakkan diagnosis penyakit varises, dapat juga dilakukan
pemeriksaan radiologi, seperti phlebografi, morfometri, dan phlethysmografi.
Penatalaksanaan
Pengobatan varises vena atau insufisiensi vena kronis pada tungkai/kaki pada
prinsipnya adalah usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu
dengan cara melakukan elevasi tungkai sesering mungkin, terutama setelah
kegiatan berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau
berbaring dengan membuatposisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan
posisi tersebut aliran darah vena akan menjadi lancar dan dilatasi vena
tungkai yang berkelok-kelok menjadi tampak mengempis dan melengkuk,
pada posisi tersebut secara subjektif penderita akan merasa keluhannya
berkurang dengan cepat (Yuwono, 2010).
3. Terapi Pembedahan
1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan menghilangkan
segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan melakukan
insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan
ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan kelompok varises
residual setelah dilakukan sphenectomy.
Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil atau
jarum yang berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomu dimasukkan ke
dalam dan vena dicapai melalui mikroinsisi ini. Menggunakan kaitan
kemudian dilakukan traksi pada vena, bagian vena yang panjang dipisahkan
dari perlekatan sekitarnya. Bila vena tidak dapat ditarik rapat, dilakukan
insisi di tempat lain dan proses diulangi dari awal sampai keseluruhan vena.
1. Saphectomy
Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik
menggunakan peralatan stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan
membalik pembuluh darah dan menariknya menggunakan traksi endovenous,
teknik tersebut dapat menurunkan terjadinya cedera pada struktur di
sekitarnya.Untuk menghilangkan VSM, sebuah insisi dibuat 23 cm sebelah
medial lipatan paha untuk melihat SFJ.
Sebelum melakukan stripping pada VSM, semua percabangan dari SFJ harus
diidentifikasi dan dilakukan ligasi untuk memilinimalkan terjadinya
rekurensi. Setelah ligasi dan pemisahan Junction,
peralatan stripping dimasukkan ke dalam VSM di lipatan paha didorong
sampai level cruris selanjutnya alat strippeer dikeluarkan melalui insisi yang
dibuat (5 mm ataiu lebih kecil) sekitar 1 cm dari tuberosity tibia pada lutut.
Kemudia head stripper dipasangkan pada lipatan paha dan dikunci pada
ujung proksimal vena. Pembuluh darah kemudian ditarik dan dilipat ke
dalam lumen vena sepanjang pembuluh darah sampai pintu keluar yang
dibuat sebelumnya di bagian distal. Jika diperlukan dapat diberikan gaas
yang berisi epineprin atau dilakukan ligasi untuk tujuan hemostasis setelah
dilakukan stripping.
Teknik lama dalam stripping vena sudah ditinggalkan karena tingginya
insiden komplikasi yang terjasi setelah dilakukan stripping, komplikasi ini
meliputi kerusakan pada nervus safena, yang berlokasi sangat dekat dengan
vena pada regio lutut. Komplikasi banyak terjadi pada bila VSP dikeluarkan,
karena anatomi dan risiko terjadinya cedera pada vena poplitea dan nerevus
peroneal lebih besar. Safenopopliteal junction harus diidentifikasi dengan
pemeriksaan dupleks USG sebelum dilakukan deseksi, dan visualisasi
dari Safeno popleteal junction secara langsung yang adekuat sangat penting
dilakukan. Setelah dilakukan ligasi dan pemisahan junction, sebiauh
peralatan stripping dimasukkan ke dalam vena sampai distal cruris dan
dikeluarkan melalui pintu yang dibuat dengan insisi (24 mm). Selanjutnya
stripper dikunci di proksimal vena dan dilakukan invaginasi dan ditarik dari
daerah lutut sampai daerah pergelangan kaki.
4. Modifikasi Teknik Pembedahan
1. Ambulatory Conservative Haemodynamic Management (ACHM or
CHIVA) Conservative haemodynamic surgery for varicose veins (CHIVA)
adalah sebuah teknik pembedahan fisiologis meliputi identifikasi
mengugunakan ultrasound dupleks dan ligasi refluk. Vena perforata dan
vena safena dipersiapkan dan tidak dilakukan tindakan phlebektomi.
Walaupun terdapat peningkatan hemodinamik dan morbilitas yang rendah
namun agka rekurensi masih cukup tinggi sebesar 35 % pada 3 tahun.
Namun pada sebuah studi yang membandingkan antara ligasi SFJ,
stripping, dan phlebektomi dilaporkan hasil yang sama pada 3 tahun tapi
dengan kerusakan pada nervus cutaneus yang lebih sedikit pada kelompok
CHIVA. Prosedur ini belum secara luas digunakan karena teknik yang
relatif lebih rumit.
2. Transilluminated Powered Phlebectomy Ablation of Varicosities(TriVexe)
Phelebektomi dengan transiluuminasi merupakan metode untuk ablasi varises
yang lebih cepat dan reliabel. Teknik memungkinkan dilakukan insisi dan
menimbulkan komplikasi yang lebih sedikit. Beberapa studi melaporkan
peningkatan biaya operasi, peningkatan insiden terjadinya hematome, dan
parestesia pada pasien dengan TriVex. Walupun demikian teknik ini
mungkin bermanfaat pada pembedahan dengan varises yang rekuren dimana
didapatkan jaringan parut perivaskular dan kekkakuan pembuluh vena yang
menurunkan efikasi bila dilakukan stab avulsion konvensional.
1. Subfascial Endoscopic Perforator Ligation (SEPS) danThe Linton Procedure
Peran dari vena perforata dalam etiologi varises vena masih kontroversi.
Bagaimanapun ukuran dan persentase vena perforata yang mengalami
inkompenten di sisi medial cruris menunjukkan hubungan dengan severitas
penyakit insufisiensi vena kronis. Beberapa ahli bedah vaskurel berpendapat
ligasi pada vena perforata merupakan tindakan yang tidak rutin dilakukan.
Bila ligasi vena perforata diperlukan untuk mengisolasi vena perforata yang
inkompeten, tindakan ligasi endoskopi lebih disarankan dibandingkan dengan
operasi terbuka untuk menghindari masalah dengan penyembuhan luka
operasi. Atau bila dilakukan operasi terbuka, penentuan vena perforata
melalui pemeriksaan ultrasound mungkin dapat mengatasi masalah
penyembuhan luka operasi bila dibandingkan dengan prosedur Lintos
tradisional.
Pencegahan
Berikut adalah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit varises vena.
1. Makan makanan bergizi dan olahraga teratur, seperti jogging atau berjalan
cepat. Juga dianjurkan untuk mengatur berat badan, untuk mencegah
obesitas.
2. Hindari berdiri terlalu lama. Sedapat mungkin melakukan relaksasi jika
dalam aktifitas sehari-hari dituntut berdiri lama.
3. Hindari terlalu lama duduk dengan kaki menyilang. Posisi ini dapat
menghambat aliran darah dari tungkai ke arah jantung.
4. Hindari pemakaian pakaian bawah yang terlalu ketat.
5. Jika sedang bepergian jauh, usahakan meluruskan kaki secara berkala dan
memijit-mijit tungkai sehabis bepergian. Hindari posisi menyilangkan kaki.
6. Gunakan kaos kaki elastis atau stocking yang mendukung untuk mencegah
penekanan pada tungkai.
7. Bagi yang menyukai sepatu hak tinggi, dapat menggunakannya agar otot
sekitar varises berkontraksi dan untuk memperlancar aliran darah. Tetapi,
penggunaannya perlu dibatasi.
BAB 3. PATHWAYS
4.1 Pengkajian
1. Biodata
2. Identitas Klien
3. Nama
Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien
2. Umur
Umur dapat mengidentifikasi penyebab dari varices vena yang terjadi pada
orang dewasa dengan umur lebih dari 37 tahun pada wanita dan umur 60-70
tahun baik laki-laki atu perempuan
3. Jenis kelamin
Jenis kelamin bisa untuk identifikasi penyebab misalnya pada perempuan
hamil bisa terjadi varises vena akibat meningkatnya hormon progesteron dan
bertambahnya berat badan saat hamil yang menyebabkan kaki semakin
terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki, tungkai, pangkal paha dan perut
bagian bawah pun terhambat.
4. Agama
Untuk mengkaji status spiritual sehingga kebutuhan baik fisik, psikis dan
spiritual dapat dipenuhi
5. Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan pasien mengenai
penyakitnya.
6. Pekerjaan
Pekerjaan yang membutuhkan berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat
menahan tubuh dan memperparah beban kerja pembuluh vena dalam
mengalirkan darah. Pada posisi tersebut tekanan vena 10 kali lebih besar,
sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan elastisitasnya sehingga
terjadi inkompetensi pada katup.
7. Status kawin
2. Riwayat kesehatan
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat pasien terdahulu mungkin pernah mengalami rasa berat pada area
tungkai kaki dan biasanya terasa sakit saat malam hari.
3. Pengkajian Keperawatan
4. Aktivitas dan istirahat
Mengalami gangguan aktivitas akibat kram diikuti otot yang mudah pegal,
kaku, panas dan sakit di seputar kaki maupun tungkai. Biasanya rasa sakit
dirasakan menjelang malam.
1. Integritas ego
Faktor stress, ansietas, perasaan berbeda dengan orang lain akibat penyakit
varises yang dideritanya.
1. Elimasi
Tidak mengalami gangguan pada pola eliminasi.
1. Makanan/cairan
Tidak mengalami gangguan pada pemenuhan nutrisi.
1. Nyeri/kenyamanan
Nyeri pada daerah kaki tergantung derajat keparahan.
1. Interaksi sosial
Gangguan dalam menjalankan peran seperti biasa, akibat perasaan yang
berbeda dengan orang lan akibat penyakit varises yang dideritanya
1. Persepsi diri
Kurangnya pengetahuan dan ansietas mengenai kondisi penyakitnya.
1. Sirkulasi
Terjadi gangguan aliran darah menuju jantung, resultan statis, dan terjadi
penimbunan darah.
4. Pengkajian Fisik
5. Kulit:
Terjadi perubahan pigmentasi di area betis, dan mata kaki.
1. Kepala:
Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
1. Mata:
Conjungtiva merah mudah, sclera putih, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm,
reflek cahaya (+/+).
1. Telinga:
Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
1. Hidung:
simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.
1. Mulut:
gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering
1. Leher:
trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak
membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
1. Thorax :
Jantung:
Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas
normal, S1>S2 regular, tidak ada suara tambahan.
Paru-paru:
Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak
ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru,
tidak ada suara tambahan.
1. Abdomen :
Inspeksi: Perut datar, tidak ada benjolan
Auskultasi: Bising usus biasanya dalam batas normal.
1. Ekstremitas
Superior: tidak ada deformitas, tonus otot cukup.
Inferior : oedema (+), tonus otot cukup, dilatasi lekuk-lekuk vena superficial
pada kaki.
4.3 Perencanaan
Diagnosa 1
Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi pembuluh darah vena, penumpukan
darah di vena ekstremitas.
berkurang.
Kriteria hasil :
Kriteria Hasil :
Diagnosa 3
Fatigue berhubungan dengan peningkatan metabolisme anaerob.
pasien berkurang.
berkurang.
Intervensi:
Diagnosa 4
Ansietas berhubungan dengan perubahan persepsi terhadap penyakit.
pasien berkurang.
Kriteria hasil :
10. Tingkat kecemasan pasien pada rentang 1-5 dengan komposisi skala 1-
10.
11. Pasien mampu mengungkapkan secara verbal ansietasnya berkurang.
Intervensi:
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai
penyakit varises.
Kriteria hasil :
Diagnosa 6
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dilatasi pembuluh darah vena
yang nampak berkelok-kelok pada kaki
kembali meningkat.
Kriteria hasil :
1. Pasien mampu mengungkapkan secara verbal, tidak merasa rendah diri.
2. Pasien mulai berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Intervensi:
Implementasi
diagnosa KEPERAWATAN Evaluasi
keperawatan
BAB 4. PENUTUP
Kesimpulan
Varises sendiri merupakan kelainan pada pembuluh darah balik (vena), di
mana terjadi penurunan atau hilangnya elastisitas dinding vena, vena yang
berkelok-kelok, menonjol dan berbelit dan kerusakan katup. Varises sering
terdapat pada ekstermitas bawah karena efek gravitasi pada tekanan vena.
Varises vena diakibatkan oleh katup-katup vena yang tidak kompenten dan
tekanan hidrostatik yang tidak normal pada ekstermitas bawah.
Secara umum gejala klinis yang biasa ditimbulkan yakni rasa nyeri, kejang,
berat di betis, kram, dan tromboflebitis (panas dan nyeri). Penatalaksanaan
varises dapat dilakukan terapi operatif, non-operatif dan kompresi.
Pengobatansecara opertaif seperti dilakukan ligasi dan pemotongan vena.
Saran
Dengan makalah ini diharapkan pada pasien dapat mengerti tentang penyakit
yang dialaminya sehingga memudahkan tim pelayanan kesehatan dalam hal
memberikan pelayanan yang optimal dan dianjurkan untuk meluruskan kaki
setelah melakukan olahraga dan meninggikannya untuk menghindari
bendungan pada tungkai dan bagi sesama mahasiswa khususnya dalam
bidang kesehatan dapat dijadikan pedoman dalam perkuliahan nantinya.