You are on page 1of 40

asuhan keperawatan varises vena

BAB 1. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Varises merupakan pembuluh darah balik yang mengalami pelebaran. Kita
bisa melihat varises di bawah kulit kita. Bentuknya biasanya memanjang dan
menonjol, menyerupai bentuk kabel yang agak panjang. Pembuluh darah
tersebut berwarna biru gelap bahkan cenderung ungu karena kadar
oksigennya sedikit. Varises tidak hanya timbul di kaki tapi juga pada bagian
lainnya seperti vulva (bibir vagina), testis pada lelaki, anus yang berujung
pada ambien dan juga daerah kerongkongan.

Penyakit vena kronis maupun insufisiensi vena kronis sering disebutoleh


orang awam dengan istilah varises. Kelainan pada pembuluh darah venaini
menempati tempat yang pertama untuk dibicarakan, karena kasusnyaadalah
yang paling sering dan terbanyak ditemukan dalam klinik rawat jalan bedah
vaskular.

Walaupun kelainan vena kronis pada ekstremitas inferior tidak mengancam


jiwa, tetapi menimbulkan morbiditas yang nyata danmemerlukan pengelolaan
yang benar (Yuwono, 2010). Varises berhubungan erat dengan kelemahan
struktur tonus otot pembuluh darah balik atau vena.

Pada dasarnya vena tidak mempunyai cukup kekuatan untuk mendorong


darah kembali ke peredaran, karena arah alirannya ke atas. Untuk membantu
darah bergerak ke atas, vena dilengkapi katup. Katup terbuka untuk
membiarkan darah mengalir, kemudian katup menutup kembali setelah darah
melaluinya. Jika tonus otot di sekitar pembuluh vena kurang
kekuatannya/lemah, maka terjadilah stasis (aliran darah terhenti) dan darah
cenderung berkumpul di dasar vena, sehingga vena melebar. Akibatnya,
timbul pengendapan-pengendapan darah pada pembuluh vena yang
kemudian membentuk tonjolan-tonjolan besar berkelok-kelok berwarna
kebiru-biruan, yang kemudian kita kenal sebagai varises.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut.

Bagaimana anatomi dan fisiologi varises vena?


Apa pengertian dari varises vena?
Bagaimana klasifikasi varises vena?
Bagaimana epidemiologi varises vena?
Apa saja etiologi yang menyebabkan terjadinya varises vena?
Bagaimana tanda dan gejala varises vena?
Bagaimana patofisiologi dari varises vena?
Bagaimana komplikasi dan prognosis varises vena?
Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa varises
vena?
Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan varises vena?
Bagaimana langkah-langkah pencegahan untuk mencegah terjadinya varises
vena?

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah:

untuk mengetahui anatomi dan fisiologi varises vena;


untuk mengetahui pengertian dari varises vena;
untuk mengetahui klasifikasi varises vena;
untuk mengetahui epidemiologi varises vena;
untuk mengetahui etiologi yang menyebabkan terjadinya varises vena;
untuk mengetahui tanda dan gejala varises vena;
untuk mengetahui patofisiologi dari varises vena;
untuk mengetahui komplikasi dan prognosis varises vena;
untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa
varises vena;
untuk mengetahui penatalaksanaan medis varises vena;
untuk mengetahui langkah-langkah pencegahan untuk mencegah terjadinya
varises vena
BAB 2. TINJAUAN TEORI PENYAKIT

Anatomi dan Fisiologi Sistem Vaskuler


Sirkulasi darah terjadi melalui satu lengkungan arteri dan vena yang kontinu
serta terbagi menjadi sirkuit pulmonal dan sistemik. Sirkuit pulmonal
menghantarkan darah dari jantung ke paru, di mana darah dioksigenasi dan
kemudian dikembalikan ke jantung. Sirkulasi sistemik atau sistem vaskular
perifermeliputi arteri, arteriol, vena, venula, dan kapiler, dimana sistem ini
membawa darahdari jantung ke seluruh organ dan jaringan lain dan
kemudian membawa darah kembali ke jantung (Jones, 2009).

Gambar 1.1 Sistem sirkulasi tubuh manusia

Secara umum, pembuluh darah dalam sistem vaskuler terdiri atas tiga jenis,
yaitu arteri, vena, dan kapiler (Jones, 2009).

1. Arteri
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari
jantung dandisebarkan ke berbagai jaringan tubuh melalui cabangnya. Arteri
yang mempunyai diameter kurang lebih 25mm (1 inchi) mempunyai banyak
cabang. Cabang itu kemudian dibagi bagi lagi menjadi pembuluh darah yang
lebih lebih kecil, arteri dan arteriol yang berukuran 4 mm (0.16 inchi) yang
mengalirkan darah menuju ke seluruh organ dan jaringan tubuh. Pembuluh
darah arteri adalah jenis pembuluh darah berotot yang berfungsi membawa
darah dari jantung ke seluruh tubuh.

Arteri tersusun atas otot polos yang tebal dan serat elastis. Serat yang
kontraktil dan elastis membantu menahan tekanan yang dihasilkan saat
jantung mendorong darah menuju sirkulasi sistemik. Arteri utama/mayor dari
sirkulasi sistemik meliputi aorta, karotis, subklavia dan iliaka. Aorta
melengkung membentuk seperti busur di belakang jantung dan turun ke
bawah hingga pertengahan tubuh. Arteri lain merupakan cabang dari aorta
dan mengalirkan darah menuju kepala, leher dan organ-oragan utama di
dalam abdomen. Arteri karotis bergerak naik di dalam leher dan mengalirkan
darah ke organ di dalam kepala dan leher, termasuk otak. Arteri subklavia
mengalirkan darah menuju lengan, dinding dada, bahu, punggung, dan sistem
saraf pusat. Arteri iliaka mengalirkan darah menuju pelvis dan kaki.

Gambar 1.2 Arteri-arteri utama sistem sirkulasi


Pada ekstremitas atas, setelah meluas melalui rongga dada/toraks, arteri
subklavia menjadi arteri aksilaris. Arteri aksilaris kemudian menyeberangi
aksila dan menjadi arteri brakhialis yang terletak di dalam lekukan/sulkus
bisep-trisep pada lengan atas. Arteri brakhialis mengalirkan sebagian besar
darah menuju lengan. Pada fosa kubiti (yaitu lipatan siku), arteribrakhialis
bercabang menjadi arteri radialis dan arteri, yang meluas ke lengan bawah
dan selanjutnya bercabang menjadi arkus palmaris yang mengalirkan darah
ke telapak tangan.

Gambar 1.3 Arteri-arteri pada tangan (ekstremitas atas)

Lalu pada ekstremitas bawah, setelah melewati daerah pelvis, arteri iliaka
selanjutnya menjadi arteri femoralis, yang bergerak turun di sebelah anterior
paha (Gambar 1.3). Arteri femoralis mengalirkan darah ke kulit dan otot paha
dalam. Pada bagian bawah paha, arteri femoralis menyilang di posterior dan
menjadi arteri poplitea. Di bawah lutut, arteri poplitea terbagi menjadi arteri
tibialis anterior dan tibialis posterior. Arteri tibialis bergerak turun di sebelah
depan dari kaki bagian bawah menuju bagian dorsal/punggung telapak kaki
dan menjadi arteri dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior bergerak turun
menyusuri betis dari kaki bagian bawah dan bercabang menjadi arteri
plantaris di dalam telapak kaki bagian bawah.

Gambar 1.3 Arteri-arteri pada kaki (ekstremitas bawah)

2. Vena
Setelah dihantarkan melalui sistem vaskular arteri dan menuju jaringan tubuh
dan organ, darah dikosongkan menuju jaringan vena yang tersusun
menyebar yang dan pada akhirnya mengembalikan darah ke atrium kanan
jantung. Fungsi pembuluh darah vena (balik) adalah membawa kembali
darah menuju jantung. Di dalam pembuluh darah vena ini, terdapat katup-
katup yang berungsi mencegah terjadinya aliran balik (refluks).

Sistem vena berjalan berdampingan dengan sistem arteri dan memiliki nama
yang sama walaupun terdapat perbedaan mayor antara sistem arteri dan
sistem vena di leher dan ekstremitas. Arteri didaerah ini terletak dalam di
bawah kulit dan terlindung oleh tulang dan jaringan lunak. Sebaliknya, dua
set vena perifer biasanya ditemukan di leher dan ekstremitas, satu superficial
dan satu lagi terletak lebih dalam. Vena superficial terletak dekat dengan
permukaan kulit, mudah untuk dilihat, dan membantu untuk mengatur suhu
tubuh. Saat suhu tubuh, menjadi rendah, aliran darah arteri menjadi
berkurang, dan vena vena superfisial dilewati. Sebaliknya, saat tubuh
menjadi kelebihan panas, aliran darah ke kulit meningkat, dan vena
superfisialis berdilatasi.

Gambar 1.4 Vena-vena utama sistem sirkulasi

Vena-vena mayor dari sirkulasi sistemik meliputi vena kava superior, vena
kava inferior, dan vena jugularis. Vena kava superior menerima darah dari
jaringan dan organ di kepala, leher, dada, bahu, dan ekstremitas atas. Vena
kava inferior mengumpulkan darah dari sebagian besar organ yang terletak di
bawah diafragma. Darah vena dari kepala dan wajah dialirkan menuju vena
jugularis, yang terletak di dalam leher.

Arkus vena palmaris meluas dari tangan menuju lengan bawah, dimana vena-
vena inimenjadi vena radialis dan vena ulnaris. Saat vena ulnaris dan radialis
mencapai fosa kubiti (yaitu lipatan siku), vena-vena ini bergabung untuk
membentuk vena brakhialis. Saat vena brakhialis meluas melalui lengan atas,
vena ini bergabung dengan vena superfisialis lenan untuk membentuk vena
aksilaris, yang berjalan melalui aksila dan menjadi vena subklavia di dalam
rongga toraks. Vena subklavia membawa arau dari lengan dan area
toraks/dada menuju vena kava superior.

Gambar 1.5 Vena pada tangan (ekstremitas atas)

Darah yang meninggalkan kapiler-kapiler di setiap jari kaki bergabung


membentuk jaringan vena plantaris (Gambar 1.5). Jaringan plantar
mengalirkan darah menuju vena dalam kaki (yaitu vena tibialis anterior,
tibialis posterior, poplitea, dan femoralis).Vena safenamagna dan safena
parva superfisial mengalirkan darah di telapak kaki dari arkus vena dorsalis
menuju vena poplitea dan femoralis.

Gambar 1.6 Vena pada kaki (ekstremitas bawah)

Vena Safena Magna (VSM) berawal dari sisi medial kaki merupakan bagian
dari lengkung vena dan mendapat percabangan dari vena profunda pada kaki
yang kemudian berjalan keatas sepanjang sisi anterior malleolus medialis.
Dari pergelangan kaki, VSM berjalan pada sisi anteromedial betis sampai
lutut dan ke bagian paha dimana terletak lebih medial. Dari betis bagian atas
sampai pelipatan paha VSM ditutupi oleh sebuah fasia tipis dimana fasia ini
berfungsi untuk mencegah agar vena ini tidak berdilatasi secara berlebihan.
Normalnya VSM memiliki ukuran normal 34 mm pada pertengahan paha.

Sepanjang perjalanannya sejumlah vena perforata mungkin menghubungkan


antaraVSM dengan sistem vena profunda pada regio femoral, tibia posterior,
gastroknemius, dan vena soleal. Antara pergelangan kaki dan lutut terdapat
Cockett perforator, yang merupakan kelompok vena perforata yang
menghubungkan sistem vena profunda dengan lengkung vena posterior yang
memberikan percabangan ke Vena Safena Magna dari bawah pergelangan
kaku dan berakhir di VSM di bawah lutut.

Gambar 1.7 Vena perforata sepanjang VSM

Selain vena perforata pada beberapa vena superfisial juga memberikan


cabang ke VSM. Sedikit di bawah Safenofemoral Junction (SFJ), VSM
menerima percabangan dari cabang kutaneus lateral dan medial femoral,
vena iliaka sirkum fleksa eksterna, vena episgatrika superfisialis, dan vena
pudenda interna. Apabila vena-vena ini mengalami refluks akan
bermanifestasi pada paha bagian bawah dan btis bagian atas. Akhir dari
perjalanan VSM berakhir di vena femoralis bercabangan ini disebut
dengan Safenofemoral junction pada pertemuan antara vena safena magna
dengan vena femoralis terdapat katup terakhir dari VSM.
3. Kapiler
Pembuluh kapiler merupakan pembuluh sebagai tempat terjadinya pertukaran
zat yang menjadi fungsi utama sistem sirkulasi. Pembuluh kapiler adalah
pembuluh yang menghubungkan cabang-cabang pembuluh nadi dan cabang-
cabang pembuluh balik yang terkecil dengan sel-sel tubuh. Pembuluh nadi
dan pembuluh balik itu bercabang-cabang dan ukuran cabang-cabang
pembuluh itu semakin jauh dari jantung semakin kecil. Pembuluh kapiler
sangat halus dan berdinding tipis.

Gambar 1.8 Pembuluh darah kapiler

Definisi
Varises (vena varikosa) adalah pelebaran dari vena superfisial yang menonjol
dan berliku-liku pada ekstremitas bawah, sering pada distribusi anatomis dari
vena safena magna dan parva (Grace, 2006). Varises adalah vena normal
yang mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatan tekanan vena. Varises
ini merupakan suatu manifestasi yang dari sindrom insufisiensi vena dimana
pada sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde
atau aliran balik menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti.
Gambar 1.9 Aliran darah balik pada varises vena

Varises (varices) merupakan suatu kondisi pembuluh darah balik (vena) yang
melebar danberkelok-kelok akibat gangguan (hambatan) aliran darah. Bila
hanya melebar saja disebut venektasi. Ini terjadi lantaran ketidakmampuan
katup (klep) vena dalam mengatur aliran darah. Akibatnya aliran darah yang
seharusnya mengalir lancar kearah jantung, mengalami hambatan dan terjadi
arus balik sebagian aliran darah dalam pembuluh darah vena, sehingga
pembuluh darah vena melebar dan berkelok-kelok.Varises terutama paling
sering terjadi pada tungkai ekstremitas bawah. Selain itu, varises juga bisa
terjadi pada daerah vulva, skrotum, esophagus bagian distal, dan rektum.

Gambar 2.0 Pasien dengan varises vena pada ekstremitas bawah

Varises dapat dikatakan sebagai pemanjangan, berkelok-kelok dan


pembesaran dari suatu vena. Vena varises ekstremitas bawah adalah kelainan
yang lazim atau umum terjadi dan penyakit ini mempengaruhi hingga 25
40% wanita dan 1015 % pria. Diperkirakan, keadaan ini mempengaruhi
hampir 1520% dari total populasi orang dewasa (Sabiston, 1994). Varises
vena ekstremitas bawah dapat terjadi pada titik Dodd (pertengahan paha),
Byod (sebelah medial lutut) dan gastroknemicus (tempat keluarnya vana
saphena parva).

Epidemiologi
Insidensi dari varises telah dipelajari dari sejumlah study cross sectional.
Pada tahun 1973, Komunitas Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat
memperkirakansekitar 40 juta orang (26 juta diantaranya adalah wanita) di
Amerika Serikat mengalamivarises. Pada tahun 1994, sebuah Review
Study oleh Callam menyatakan bahwa setengah dari populasi orang dewasa
memiliki gejala penyakit vena (wanita 5055% ; pria 4050%) dan lebih
sedikit dari setengahnya yang menunjukkan gejala varises (wanita 2025% ;
pria 1015%). Umur dan jenis kelamin merupakan faktor risiko utama
terjadinya varises (Lew, 2009).
Saat ini, diperkirakan varices pada ektremitas bawah terjadi pada satu
diantara lima orang di dunia. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita dan
orang yang pekerjaannya menuntut untuk berdiri lama. Varises lebih sering
terjadi pada wanita dari pada laki-laki pada beberapa tingkat umur. Pada
penelitian kesehatan komunitas Tecumsech, varises ditemukan72% pada
wanita berumur 6069 tahun dan hanya 1% pada laki-laki berumur 20
29tahun. Angka prevalensi penyakit vena didapatkan lebih tinggi pada negara
barat dan negara industri daripada negara kurang berkembang (Beale, 2005).

Etiologi
Etiologi yang menyebabkan terjadinya varises vena belum diketahui secara
pasti. Ada yang terjadi karena herediter (misalnya kelemahan pada vena
sejak lahir), ada juga yang terjadi karena penyakit lain (misalnya akibat
gejala sisa trombosis vena profunda yang dilatasi vena kolateral dan
kerusakan katup vena profunda.

Berbagai faktor intrinsik berupa kondisi patologis dan ekstriksi yaitu


faktorlingkungan bergabung menciptakan spektrum yang luas dari penyakit
vena. Penyebab terbanyak dari varises vena adalah oleh karena peningkatan
tekanan vena superfisialis, namun pada beberapa penderita pembentukan
varises vena ini sudah terjadi saat lahir dimana sudah terjadi kelenahan pada
dinding pembuluh darah vena walaupun tidak adanya peningkatan tekanan
vena.Pada pasien ini juga didapatkan distensi abnormal vena di lengan dan
tangan.

Meskipun begitu, terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi


terjadinya varises vena pada seseorang. Faktor-faktor yang meningkatkan
risiko terjadinya varises vena adalah sebagai berikut.

1. Faktor keturunan (herediter)


Herediter merupakan faktor penting yang mendasari terjadinya kegagalan
katup primer, namun faktor genetik spesifik yang bertanggung jawab
terhadap terjadi varises masih belum diketahui. Pada penderita yang memiliki
riwayat refluks pada safenofemoral junction (tempat dimana v. Safena
Magna bergabung dengan v. femoralis kommunis) akan memiliki risiko dua
kali lipat. Pada penderita kembar monozigot, sekitar 75% kasus terjadi pada
pasangan kembarnya.angka prevalensi varises vena pada wanita sebesar 43%
sedangakan pada laki-laki sebesar 19%. Varises biasanya terjadi saat dewasa
akibat perubahan hormon dan bertambahnya berat badan. Ditunjukkan
dengan terjadinya penyakit yang sama padabeberapa anggota keluarga dan
gambaran varises pada usia remaja, kemungkinan besar disebabkan oleh
faktor keturunan. Sekitar 15% pasien menderita varises karena adanya
riwayat keluarga yang juga menderita varises.

2. Kehamilan
Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat hamil
dapat menyebabkan kaki semakin terbebani. Akibatnya, aliran darah dari
kaki, tungkai, pangkal paha dan perut bagian bawah pun dapat terhambat
sehingga juga dapat menimbulkan varises pada ekstremitas.

Kehamilan meningkatkan kerentangan menderita varises karena pengaruh


faktor hormonal dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kehamilan.
Hormon progesterone yang meningkat saat kehamilan iniakan meningkatkan
kemampuan distensi dinding vena dan melunakkan daun katup vena. Pada
saat yang bersamaan, vena harus mengakomodasikan peningkatan volume
darah sirkulasi. Pada akhir kehamilan, terjadi penekanan vena cava inferior
akibat dari uterus yang membesar. Penekanan pada v. cava inferior
selanjutnya akan menyebabkan hipertensi vena dan distensi vena tungkai
sekunder. Berdasarkan mekanisme tersebut, varises vena pada kehamilan
mungkin akan menghilang setelah proses kelahiran. Pengobatan pada varises
yang sudah ada sebelum kehamilan akan menekan pembentukan varises pada
vena yang lain selama kehamilan.

3. Kurang gerak/olahraga
Gaya hidup perkotaan yang kurang gerak, menyebabkan otot sekitar
pembuluh darah vena tidak mampu memompa darah secara maksimal. Hal
ini juga dapat menyebabkan terjadinya varises vena pada ekstremitas kaki.

4. Jenis kelamin wanita


Setiap orang khususnya wanita rentan menderita varises vena, hal ini
dikarenakan pada wanita secara periodik terjadi distensi dinding dan katup
vena akibat pengaruh peningkatan hormon progrestron. Kelainan ini lebih
sering ditemukan pada wanita dengan rasio perbandingan wanita terhadap
pria adalah 5:1.

5. Usia
Usia juga turut mempengaruhi kejadian penyakit varises vena. Usia yang
berisiko terjadi penyakit ini adalah usia lebih dari 37 tahun, terutama pada
wanita (akibat kehamilan), dan usia antara 6070 tahun, baik pada laki-laki
maupun pada perempuan. Umur merupakan faktor risiko independen dari
varises. Pada umur tua atau lanjut, terjadi atropi pada lamina elastis dari
pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan otot polos meninggalkan
kelemahan pada vena sehingga meningkatkan kerentanan mengalami dilatasi.
Hal ini dapat memicu terjadinya varises vena pada ekstremitas.

6. Obesitas
Obesitas juga dapat meningkatkan risiko terjadinya varises vena. Seseorang
dengan berat badan lebih dari 115% dari BBR (Berat Badan Relatif) lebih
berisiko menderita penyakit ini.

7. Obstruksi pembuluh darah (misalnya trombosis, DVT, tromboemboli)


Varises vena juga dapat terjadi apabila penekanan akibat adanya obstruksi.
Obstruksi akan menciptakan jalur bypass yang penting dalam aliran darah
vena ke sirkulasi sentral, maka dalam keadaan vena yang mengalami varises
tidah dianjurkan untuk diablasi.
8. Faktor berdiri lama (Orthostatik)
Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan
memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Pada
posisitersebut tekanan vena 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang
diluar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada
katup. Keadaan tertentu seperti berdiri terlalu lama dapat memicu terjadinya
peningkatan tekanan hidrostatik dalam vena, sehingga akan menyebabkan
distensi vena kronis dan inkompetensi katup vena sekunder dalam sistem
vena superfisialis. Jika katup penghubung vena dalam dengan vena
superfisialis di bagian proksimal menjadi inkompeten, maka akan terjadi
perpindahan tekanan tinggi dalam vena dalam ke sistem vena superfisialis
dan kondisi ini secara progresif menjadi irreversibel dalam waktu singkat.
Bila pekerjaan mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri
dengan posisi statis (diam), tapi tetap bergerak. Misalnya dengan berjalan di
tempat, agar otot tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung.

Klasifikasi
Varises atau vena varikosa diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut
Sabiston (1994), yaitu:
1. vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial
ekstremitas bawah;
2. vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda
dan disertai dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakup
edema, perubahan kulit, dermatitis stasis dan ulserasi.
Berdasarkan penyebabnya, varises juga dibedakan menjadi dua, yaitu varises
primer dan varises sekunder. Varises primer adalah varises yang terjadi
karena kelemahan pada vena yang bersifat herediter, sehingga terbentuk
varises yang primer dan spontan. Kelainan ini biasanya didapatkan sejak
lahir atau diturunkan secara genetik. Penyebab varices primer adalah
kelemahan struktural pada dinding pembuluh darah yang diturunkan. Dilatasi
dapat disertai gangguan katup vena, karena daun katup tidak mampu
menutup dan menahan aliran refluks. Varices primer cenderung terjadi pada
vena-vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau kurangnya
resistensi jaringan subkutan.

Sedangkan varises sekunder merupakan gejala sisa trombosis vena profunda


akibat dilatasi vena kolateral dan kerusakan katup vena profunda. Varices
sekunder disebabkan oleh gangguan patologi sistem vena dalam, yang timbul
kongenital atau didapat sejak lahir. Hal ini menyebabkan dilatasi vena-vena
permukaan, penghubung, atau kolateral. Misalnya, kerusakan katup vena
pada sistem vena dalam akan mengganggu aliran darah menuju jantung,
resultan statis, dan penimbunan darah menyebabkan hipertensi vena dalam.
Jika katup vena penghubung (penyambung) tidak berfungsi dengan baik,
maka peningkatan tekanan sirkuit vena dalam akan menyebabkan aliran balik
darah ke dalam vena penghubung. Darah vena akan dialirkan ke vena
permukaan dari vena dalam. Hal ini merupakan factor predisposisi timbulnya
varices sekunder pada vena-vena permukaan. Pada keadaan ini, vena
permukaan berfungsi sebagai pembuluh kolateral untuk sistem vena
dalam,memirau darah dari daerah yang mati (Bakta, 2007).

Berdasarkan atas ukuran besar diameter pembuluh vena yang menderita


varises, terdapat pembagian atau klasifikasi seperti berikut:

1. varises vena safena magna dan atau vena safena parva (varises stem);
2. varises percabangan dari vena safena (varises retikularis);
3. varises venula (hyphen-webs atau spider-vein atau telangiektasia)
yangberukuran paling halus, yaitu berdiameter 12 mm, berbentuk seperti
jaring laba-laba, yang memucat dengan tekanan ringan (Yuwono, 2010).
Secara klinis, varises tungkai (ekstremitas bawah) dikelompokkan menjadi
tiga jenis, yaitu varises trunkal, varisesretikular, dan varises kapilar. Varises
trunkal merupakan varises yang terjadi pada v.safena magnadan v.safena
parava. Varises retikular adalah varises yang menyerang cabang v.safena
magna atau parva yang umumnya kecil dan berkelok-kelok hebat. Varises
kapilar merupakan varises pada kapiler vena subkutan yang tampak sebagai
kelompok serabut halus dari pembuluh darah (Jong, 2005).
Sesuai dengan berat ringannya, varises dibagi atas empat stadium
(Jong,2005).

Tabel 5.1 Stadium Varises pada Ibu Hamil

Stadium Gambaran Klinis


I Keluhan samar tidak jelas
II Pelebaran vena
III Varises tampak jelas
Kelainan kulit dan/atau tukak karena sindrom insufisiensi vena
IV menahun

Patofisiologi
Menurut Beale (2005), pada keadaan normal, katup vena bekerja satu arah
dalam mengalirkan darah vena naik keatas dan masuk ke dalam. Pertama
darah dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke
pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena
profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru.Vena
superficial terletak suprafasial, sedangkan vena profunda terletak di dalam
fasia dan otot.Vena perforate mengijinkan adanya aliran darah dari vena
superfisial ke vena profunda.

Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik


keatas melawan gravitasi dengan dibantu oleh adanya kontraksi otot yang
menghasikan suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan
tekanan dalam vena profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak
akan menimbulkan distensi pada vena profunda dan selain itu karena vena
profunda terletak di dalam fasia yang dapat mencegah distensi berlebihan.
Tekanan dalam vena superficial normalnya sangat rendah, apabila mendapat
paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan distensi dan
perunbahan bentuk menjadi berkelok-kelok.

Keadaan lain yang menyebabkan vena berdilatasi secara berlebihan dapat


dilihat pada pasien dengan dialisis shunt dan pasien dengan arteri
vena malformation spontan. Pada pasien tersebut, terjadi peningkatan
tekanan dalam pembuluh darah vena yang memberikan respon terhadap vena
menjadi melebar dan berkelok-kelok. Pada pasien dengan kelainan heresiter,
berupa kelemahan pada dinding pembuluh darah vena, tekanan vena normal
pada pasien ini akan menyebabkan distensi pembuluh darah vena paling
sering dan vena menjadi berkelok-kelok.
Peningkatan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya
insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena yang
inkompeten, baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena superficial.
Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disebabkan oleh
adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh
karena thrombosis intravascular atau akibat adanya penekanan dari luar
pembuluh darah. Pada pasien dengan varises oleh karena obstruksi tidak
boleh dilakukan ablasi pada varisesnya karena segera menghilang setelah
penyebab obstruksi dihilangkan.
Gambar 2.1 Patofisiologi varises vena

Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh karena
peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi vena.
Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena yaitu
adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena thrombosis.
Bila vena superficial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam
pembuluh darah, pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian
terus membesar sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling bertemu.

Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada
katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam system
vena superfisial akan menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat
lokal. Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi vena untuk
mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan mengalami gangguan.
Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah vena akan mengalir
karena adanya gradienttekanan dan gravitasi.
Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena adanya
perubahan hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan
katupnya menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk varises
selama kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menyingkir
adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.

Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan dengan tekanan


vena dan volume darah vena yang melewati katup yang inkompeten.
Sayangnya penampilan dan ukuran dari varies yang terlihat tidak
mencerminkan keadaan volume atau tekanan vena yang sesungguhnya. Vena
yang terletak dibawah fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut darah
dalam jumlah besar tanpa terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan
tekanan tidak terlalu besar akhirnya dapat menyebabkan dilatasi yang
berlebihan.

Telaah tentang penyakit vena umumnya dititikberatkan pada kelainan vena di


tungkai, karena tungkailah yang paling besar menyangga beban hidrostatik
dan gangguan peredaran darah vena tungkai paling sering terjadi. Gangguan
lain yang mungkin merupakan sebab awal dari kelainan sistem vena adalah
faktor yang mempengaruhi terjadinya trombosis seperti yang dikemukakan
oleh Virchow dengan triasnya, yaitu kelainan dinding, stasis atau hambatan
aliran, dan kecenderungan pembekuan darah (Jong, 2005).

Secara diagram dapat dijelaskan sebagai berikut:

Vena ekstremitas bawah Kehilangan kompetensi katup


Distensi terus-menerus dan lama Pembesaran dimensi transversa dan
longitudinal

(bertambah volumenya, venoli-venolimakin besar sampai ke vena cava)


Berkelok-keloknya vena subkutis yang khas
Obstruksi/pembendungan (vena superfisialis, vena profunda, sistem
komunikan).

Keterangan : Distensi vena ekstremitas bawah yang berdinding relatif tipis


secara berlebihan, terus-menerus dan lama, menimbulkan pembesaran
dimensi transversa dan longitudinal. Pembesaran longitudinal mengakibatkan
berkelok-keloknya vena subkutis yang khas, distensi transversa
mengakibatkan pembendungan yang terlihat dan dapat dipalpasi.
Patofisiologi vena varikosa adalah kehilangan kompetensi katup.

Masalah utama dari penyakit varises vena ini adalah pembuluh vena
mengalami kerusakan katup. Katup satu arah ini terletak di sepanjang
pembuluh vena. Kelainan pada katup vena, baik kesalahan pada katup
(misalnya kelemahan katup yang bersifat herediter) atau kerusakan pada
katup (dapat terjadi akibat obstruksi) disebut sebagai katup inkompeten.
Pembuluh darah vena bertugas mengembalikan darah dari kaki (ekstremitas)
ke jantung dan katup ini merupakan katup satu arah yang mencegah darah
mengalir ke arah sebaliknya (refluks). Katup satu arah ini terletak di
sepanjang bagian dalam pembuluh vena. Pada saat katup mengalami
kerusakan, maka katup disebut sebagai katup inkompeten dan menyebabkan
aliran darah mengalir dua arah dan terjadi genangan.Genangan darah pada
pembuluh darah di kaki dalam beberapa waktu tertentu dapat menyebabkan
pembuluh vena menggembung dan menonjol dari permukaan kulit. Hal inilah
yang disebut varises vena, biasanya lebih banyak ditemukan di ekstremitas
bawah (kaki).

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada penderita penyakit varises (vena
varikosa) adalah sebagai berikut:

1. Tegang, kram otot, sampai kelelahan otot tungkai bawah.


2. Edema tumit dan rasa berat tungkai dapat pula terjadi, sering terjadi kram di
malam hari.
3. Terjadi peningkatankepekaan terhadap cedera dan infeksi.
4. Apabila terjadi obstruksi vena dalam (DVT) pada varises, pasien akan
menunjukkan tanda dan gejala insufisiensi vena kronis, seperti edema, nyeri,
pigmentasi, dan ulserasi.
5. Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih
ringan pada pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu.
Gejala yang muncul umumnya berupa kaki terasa berat, nyeri
atau kedengan sepanjang vena, gatal, rasa terbakar, kram pada malam hari,
edema, perubahan kulit dan kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat,
namun dirasakan terus-menerus dan memberat setelah berdiri terlalu lama.
6. Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena; membaik bila beraktifitas
seperti berjalan atau dengan mengangkat tungkai, sebaliknya nyeri pada
insufisiensi arteri akan bertambah berat bila berjalan dan tungkai diangkat
(Cheatle & Scott, 1998; Bergan, et al., 2006).

Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat penyakit varises vena adalah sebagai
berikut:

1. Trauma pada nervus safenus dan suralis dengan diserta hiperestesia kulit.
2. Pembentukan hematoma subkutis dan kadang-kadang stripiing arteri tak
sengaja.
3. Dermatitis, menyebabkan ruam kemerahan, bersisik dan terasa gatal atau
daerah kecoklatan biasanya pada bagian dalam tungkai, di atas pergelangan
kaki. Penggarukan atau luka kecil bisa menyebabkan terbentuknya ulkus
(borok) yang terasa nyeri dan tidak sembuh-sembuh.
4. Flebitis, bisa terjadi secara spontan atau setelah suatu cedera, biasanya
menimbulkan nyeri tetapi tidak berbahaya.
5. Perdarahan, jika kulit diatas varises sangat tipis cedera ringan (terutama
karena penggarukan atau pencukuran) bisa menyebabkan perdarahan.

Prognosis
Pasien harus diberi informasi bahwa terkadang penbedahan yang dilakukan
secara berhati-hati mungkin tidak dapat mencegah perkembangan varises
tambahan sehingga penbedahan atau skleroterapi menjadi penting. Hasil baik
berupa perbaikan gejala biasa ditunjukan oleh banyak pasien. Jika varises
berat kembali muncul sesudah pembedahan, kelengkapan ligasi harus
dipertayakan, dan eksplorasi ulang pada daerah sefena femoral mungkin
diperlukan. Sesudah pengobatan yang adekuat, perubahan jaringan sekunder
selalu tidak mengalami kemunduran.

Penegakan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnostik penyakit varises (vena varikosa), perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan berikut.

1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar
sistem vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti
inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh,
pemeriksaan pada sistem vena superfisial harus mencerminkan keadaan
sistem vena profunda secara tidak langsung.

Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi, palpasi,


perkusi, dan pemeriksaan menggunakan Doppler. Hasil pemeriksaan tersebut
nantinya dibuatkan peta mengenai gambaran keadaan vena yang di
terjemahkan ke dalam bentuk gambar. Gambar ini akan memberikan
informasi mengenai penatalaksanaan selanjutnya.

1. Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke belakang.
Region perineum, pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi. Pada
inspeksi juga dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis akral,
eksema, brow spot, dermatitis, angiomata, varises vena prominent, jaringan
parut karena luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan sebelumnya.Setiap
lesi yang terlihat seharusnya dilakukan pengukuran dan didokumentasikan
berupa pencitraan. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan
pergelangan kaki. Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region
lainnya pada tungkai biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang
yang mempunyai kulit yang tipis vena akan terlihat lebih jelas.

Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi
medial pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan
struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus
berlokasi pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh adanya
insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan gejala
berupa ulkus yang berloksi pada sisi lateral.

1. Palpasi
Palpasi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh
permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui
adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi
membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal dan
abnormal.Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya
kelainan vena superfisial. Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk
mengetahui keadaan vena profunda.

Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai keadaan


SVM kemudian dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari
vena nonsafena yang merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya
dilakukan palpasi pada permukaan posterior untuk meinail keadaan VSP.
Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan
proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung
indeks ankle-brachial. Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu
penebalan, pengerasan, thrombosis vena.Empat puluh persen DVT
didapatkan pada palpasi vena superfisialis yang mengalami trombosis.

1. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui keadaan katup vena superfisial. Caranya
adalah dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang
yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau
inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang
tersebut.

2. Pemeriksaan Klinis
Setelah melakukan pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
klinis berikut untuk menegakkan diagnose penyakit varises (vena varikosa).
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini meliputi tes Perthes (manuver Perthes),
tes trendelenburg, dan tes Doppler (auskultasi menggunakan Doppler).

1. Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran
darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam
sistem vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena
adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah
pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga
volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi
pembedahan maupun skeroterapi.
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose
tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises.
Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superfisial saja.
Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan
pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal
aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang
mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena
profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan
distesi. Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian
pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (tes Linton)
dengan tourniquet terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan
apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke
ukuran semula.
1. Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks
vena superfisial dengan pasien dengan inkompetensi katup vena profunda.
Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya
dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps.
Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak
dilepaskan.Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps
tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu
inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau
melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi
atau adanya kelainan katup lainnya.

1. Auskultasi menggunakan Doppler


Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran
darah vena yang mengalami varises, baik itu aliran retrograde, antegrade,
atau aliran dari mana atau ke mana. Probedari doppler ini diletakkan pada
vena kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan
akan menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang
kemudian menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe
Doppler. Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran
berlawanan arah akut. Normalnya bila katup berfungsi normal tidak akan ada
aliran berlawanan arah katup saat penekanan dilepaskan, akhirnya tidak aka
nada suara yang terdengar dari Doppler.
3. Pemeriksaan Penunjang
Selanjutnya, untuk menegakkan diagnosis penyakit varises, pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah sebagai berikut (Sacher, 2004).

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium saat ini tidak bermanfaat dalam menegakkan
diagnosis atau terapi penyakit varises (vena varikosa).

1. Pemeriksaan Imaging
Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan
memetakan seluruh area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam sistem
vena superfisial dan sistem vena profunda.Pemeriksaan yang dapat dilakukan
yaitu venografi dengan kontras, MRV, dan USG color-flowataudupleks.
USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang digunakan
untuk diagnosis sindrom insufisiensi vasirses dan untuk perencanaan terapi
serta pemetaan preoperasi.
Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk mengetahui keadaan aliran
darah dalam vena menggunakan pewarnaan yang berbeda.
Magnetic Resonance venography (MRV) merupakan pemeriksaan yang
paling sensitif dan spesifik untuk menegakkan diagnosis penyakit
varises. Magnetic Resonance venography (MRV) digunakan untuk
pemeriksaan kelainan pada sistem vena profunda dan vena superficial pada
tungkai bawah dan pelvis. MRV juga dapat mengetahui adanya kelainan
nonvaskuler yang menyebabkan nyeri dan edema pada tungkai.
Venografi dengan kontras merupakan teknik pemeriksaan invasif. Saat ini,
venografi sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pemeriksaan USG
dupleks sebagai pemeriksaan rutin penyakit vena. Sekitar 15% pasien yang
dilakukan pemeriksaan venografi ditemukan adanya DVT dan pembentukan
trombosis baru setelah pemberian kontras.
1. Pemeriksaan Radiologi
Untuk menegakkan diagnosis penyakit varises, dapat juga dilakukan
pemeriksaan radiologi, seperti phlebografi, morfometri, dan phlethysmografi.

Penatalaksanaan
Pengobatan varises vena atau insufisiensi vena kronis pada tungkai/kaki pada
prinsipnya adalah usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu
dengan cara melakukan elevasi tungkai sesering mungkin, terutama setelah
kegiatan berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau
berbaring dengan membuatposisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan
posisi tersebut aliran darah vena akan menjadi lancar dan dilatasi vena
tungkai yang berkelok-kelok menjadi tampak mengempis dan melengkuk,
pada posisi tersebut secara subjektif penderita akan merasa keluhannya
berkurang dengan cepat (Yuwono, 2010).

1. Terapi Non Operatif


1. Kaus Kaki Kompresi (Stocking)
Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan
hemodinamik pasien dengan varises vena dan menghilangkan edema. Kaus
kaki dengan tekanan 2030 mmHg (grade II) memberikan hasil yang
maksimal. Pada penelitian didapatkan sekitar 3747% pasien yang
menggunakan kaus kaki ini selama 1 tahun setelah menderita DVT mencegah
terjadi ulkus pada kaki. Kekurangan menggunakan kaos kaki ini adalah dari
segi harga yang relatif mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik
yang kurang baik. Pada penelitian randomize controlled trial compression
menggunakan stoking (grade I dan II) dibandingkan dengan kontrol
penggunaan kaus kaki ini mengurangi terjadinya refluks Vena Safena Magna
(VSM) dan mengurangi keluhan dan gejala varises pada wanita hamil,
namun tidak ada perbedaan terhadap pembentukan varises vena.
Berikut adalah tabel indikasi penggunaan terapi kompresi dengan stocking.
Tabel 11.1 Indikasi Penggunaan Terapi Kompresi dengan Stocking.
Tingkat Kompresi (mmHg) Indikasi
Varises ringan (selama kehamilan, pasca
15-20 mmHg bedah)
Varises telah menimbulkan gejala,
21-30 mmHg pascaskleroterapi
31-45 mmHg Post-thrombotic syndrome, ulkus telah sembuh
>45 mmHg Phlebolymphedema
Teknik pembalutan atau pemakain ukuran stoking harus tepat, tidak longgar
atau terlalu ketat, dan tidak perlu dipakai bila berbaring di tempat tidur.
Indikasi yang terpenting dari dari terapi kompresi adalah untuk mencegah
terjadinya pembengkakan atau edema pada tungkai kaki yang menderita
varises. Banyak penelitian yang melaporkan bahwa tekanan stocking sebesar
40 mmHg mencegah terjadinya pembengkakan pada penderita varises pada
tungkai (ekstremitas) dibandingkan dengan tungkai yang menderita varises
tetapi tidakmenggunakan stocking (Yuwono, 2010). Sebuah laporan ilmiah
dari Mayberry (1991), menyatakan bahwa penelitian selama 15 tahun pada
113 penderita insufisiensi vena kronis tungkai yang diterapi dengan stocking,
terjadi perbaikan pada 90% kasus (102 kasus) dengan rata-rata waktu yang
diperlukan untuk sembuh adalah 5,3 bulan (Cheatle, 1998; Partsch, 1994).
Untuk menghindarkan diri dari berulangnya keluhan insufisiensi vena harus
dilakukan pencegahan dengan menggunakan stoking atau pembalut elastis
dengan atau tanpa obat-obatan flebotropik,menu makanan sehari-hari yang
lebih banyak mengandung sayuran dan buah-buahan segar (mengurangi jenis
makanan dari hewani karena selain tidak berserat juga akan meningkatkan
peninggian konsentrasi lemak dalam darah dan meningkatkan hipertensi
vena). Sayuran dan buah-buahan adalah makanan yang tinggi serat dan
mengandung zat-zat aktif (flavonoid) yang terbukti bersifat flebotropik
(memperbaiki tonus dinding vena atau venotonik) sangat dianjurkan
dikonsumsi untuk mencegah terjadinya kelemahan tonus dinding vena
(Yuwono, 2010).
Kebanyakan terapi varises dilakukan atas indikasi kosmetik. Indikasi
medis,misalnya berupa keluhan kaki berat atau sakit jika berdiri lama.
Perdarahan, perubahan kulit hipotropik, dan tromboflebitis merupakan
indikasi medis lain. Perdarahan biasanya terjadi pada malam hari tanpa
disadari oleh penderita, terutama pada orang tua yang sudah lama varises.
Terapi terdiri atas pemasangan pembalut (stocking) setelah kaki diangkat
beberapa waktu untuk mengosongkan vena dan meniadakan edema (Jong,
2005).
1. Skleroterapi
Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan ke dalam
pembuluh darah yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang
diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik. Sklerotan yang digunakan saat
yaitu ferric chloride, saline hipertonic, polidocanol, iodine gliserin,
dan sodium tetradecyl sulphate, namun untuk terapi varises vena safena
paling umum digunakan saat ini adalah sodium tetradecyl
sulphate dan polidacanol. Kedua bahan ini dipilih karena sedikit
menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan warna kulit (penumpukan
hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan kerusakan jaringan
apabila terjadi ekstravasasi ke jaringan.
Terapi menggunakan kombinasi skleroterapi dengan ligasi safeno femoral
junction sangat pupuler dilakukan pada tahun 1960 dan 1970, terapi
kombinasi ini diberikan setelah dilakukan pembedahan konvensional untuk
menghilangkan vaarises residual setelah operasi. Sebuah penelitian yang
membandingkan antara kombinasi skleroterapi dengan ligasi SFJ
dibandingkan kombinas ligasi SFJ dengan stripping didapatkan angka
rekurensi klinis dan rekuresnsi terjadinya refluks SFJ yang lebih tinggi pada
kelompok yang menggunakan skleroterapi.
Sklerotan dibagi berdasarkan jenis substansinya yaitu yang berbentuk foam
dan benbentuk liquid. Pada sklerotan jenis foam memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan jenis liquid yaitu dosis yang lebih sedikit,
lebih efektif dan menimbulkan komplikasi yang lebih rendah. Pada sebuah
penelitian non-randomised membandingkan antara sklerotan jenis foam
dengan liquid didapatkan angka oklusi pembuluh darah yang lebih tinggi
(67% dengan 17% dalam 1 tahun) dan angka gejala klinis yang lebih rendah
(8.1% dan 25%) pada pasien yang menggunakan sklerotan foam. Tidak ada
komplikasi ditemukan pada penelitian ini. Penelitian randomized trial lebih
lanjut yang membandingkan antara polidocalol foam dengan polidocanol
liquid didapatkan dalam terapi Vena Safena Magna (VSM) inkompen
(diameter < 8 mm) didapatkan keberhasilan dalam mengablasi refluks VSM
lebih tinggi pada polidocanol jenis foam (84% lawan 14%).
2. Terapi Minimal Invasif
1. Radiofrekuensi ablasi (RF)
Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter radio
frekuensi yang diletakkan di dalam vena untuk menghangatkan dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitar pembuluh darah. Pemanasan ini
menyebakan denaturasi protein, kontraksi kolagen dan penutupan vena.
Kateter dimasukkan sampai ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal
SFJ yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan USG. Ujung kateter
menempel pada endotel vena, kemudian energy radio frekuensi dihantarkan
melalui kateter logam untuk memanaskan pembuluh darah dan jaringan
sekitarnya. Jumlah energi yang diberikan dimonitor melalui sensor termal
yang diletakkan di dalam pembuluh darah. Sensor ini berfungsi mengatur
suhu yang sesui agar ablasi endotel terjadi.

1. Endovenous Laser Therapy (EVLT)


Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasif adalah
dengan Endo-Venous Laset Therapy (EVLT). Keuntungan yang didapat
menggunakan pilihan terapi ini adalah dapat dilakukan pada pasien poliklinis
di bawah anestesi lokal. EVLT yang secara luas digunakan menggunakan
daya sebesar 10 14 watt. Prosedurnya EVLT menggunakan fibre laser yang
dimasukkan ke distal VSM sampai SFJ dibawah control USG.
Prosedur yang dilakukan pertama-tama dilakukan anestesi lokal perivena
dengan jalan memberikan infiltrasi di sekitar pembuluh darah pepanjang
VSM. Tujuannya selain memberikan efek analgesia juga memberikan efek
penekanan pada vena agar dinding vena beraposisi dengan fibred dan
berperan sebagai heat sink mencegah kerusakan jaringan lokal.
EVLT tidak menyebabkan vena segera menjadi mengecil bila dibandingkan
dengan apabila dilakukan RF ablation, tetapi vena akan mengecil secara
gradual beberapa minggu sampai tidak tampak setelah 6 bulan dengan
pemerikasaan USG, kemudia diikuti dengan kerusakan endotel, nekrosis
koagulatif, penyempitan dan thrombosis vena.

3. Terapi Pembedahan
1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan menghilangkan
segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan melakukan
insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan
ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan kelompok varises
residual setelah dilakukan sphenectomy.
Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil atau
jarum yang berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomu dimasukkan ke
dalam dan vena dicapai melalui mikroinsisi ini. Menggunakan kaitan
kemudian dilakukan traksi pada vena, bagian vena yang panjang dipisahkan
dari perlekatan sekitarnya. Bila vena tidak dapat ditarik rapat, dilakukan
insisi di tempat lain dan proses diulangi dari awal sampai keseluruhan vena.

1. Saphectomy
Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik
menggunakan peralatan stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan
membalik pembuluh darah dan menariknya menggunakan traksi endovenous,
teknik tersebut dapat menurunkan terjadinya cedera pada struktur di
sekitarnya.Untuk menghilangkan VSM, sebuah insisi dibuat 23 cm sebelah
medial lipatan paha untuk melihat SFJ.

Sebelum melakukan stripping pada VSM, semua percabangan dari SFJ harus
diidentifikasi dan dilakukan ligasi untuk memilinimalkan terjadinya
rekurensi. Setelah ligasi dan pemisahan Junction,
peralatan stripping dimasukkan ke dalam VSM di lipatan paha didorong
sampai level cruris selanjutnya alat strippeer dikeluarkan melalui insisi yang
dibuat (5 mm ataiu lebih kecil) sekitar 1 cm dari tuberosity tibia pada lutut.
Kemudia head stripper dipasangkan pada lipatan paha dan dikunci pada
ujung proksimal vena. Pembuluh darah kemudian ditarik dan dilipat ke
dalam lumen vena sepanjang pembuluh darah sampai pintu keluar yang
dibuat sebelumnya di bagian distal. Jika diperlukan dapat diberikan gaas
yang berisi epineprin atau dilakukan ligasi untuk tujuan hemostasis setelah
dilakukan stripping.
Teknik lama dalam stripping vena sudah ditinggalkan karena tingginya
insiden komplikasi yang terjasi setelah dilakukan stripping, komplikasi ini
meliputi kerusakan pada nervus safena, yang berlokasi sangat dekat dengan
vena pada regio lutut. Komplikasi banyak terjadi pada bila VSP dikeluarkan,
karena anatomi dan risiko terjadinya cedera pada vena poplitea dan nerevus
peroneal lebih besar. Safenopopliteal junction harus diidentifikasi dengan
pemeriksaan dupleks USG sebelum dilakukan deseksi, dan visualisasi
dari Safeno popleteal junction secara langsung yang adekuat sangat penting
dilakukan. Setelah dilakukan ligasi dan pemisahan junction, sebiauh
peralatan stripping dimasukkan ke dalam vena sampai distal cruris dan
dikeluarkan melalui pintu yang dibuat dengan insisi (24 mm). Selanjutnya
stripper dikunci di proksimal vena dan dilakukan invaginasi dan ditarik dari
daerah lutut sampai daerah pergelangan kaki.
4. Modifikasi Teknik Pembedahan
1. Ambulatory Conservative Haemodynamic Management (ACHM or
CHIVA) Conservative haemodynamic surgery for varicose veins (CHIVA)
adalah sebuah teknik pembedahan fisiologis meliputi identifikasi
mengugunakan ultrasound dupleks dan ligasi refluk. Vena perforata dan
vena safena dipersiapkan dan tidak dilakukan tindakan phlebektomi.
Walaupun terdapat peningkatan hemodinamik dan morbilitas yang rendah
namun agka rekurensi masih cukup tinggi sebesar 35 % pada 3 tahun.
Namun pada sebuah studi yang membandingkan antara ligasi SFJ,
stripping, dan phlebektomi dilaporkan hasil yang sama pada 3 tahun tapi
dengan kerusakan pada nervus cutaneus yang lebih sedikit pada kelompok
CHIVA. Prosedur ini belum secara luas digunakan karena teknik yang
relatif lebih rumit.
2. Transilluminated Powered Phlebectomy Ablation of Varicosities(TriVexe)
Phelebektomi dengan transiluuminasi merupakan metode untuk ablasi varises
yang lebih cepat dan reliabel. Teknik memungkinkan dilakukan insisi dan
menimbulkan komplikasi yang lebih sedikit. Beberapa studi melaporkan
peningkatan biaya operasi, peningkatan insiden terjadinya hematome, dan
parestesia pada pasien dengan TriVex. Walupun demikian teknik ini
mungkin bermanfaat pada pembedahan dengan varises yang rekuren dimana
didapatkan jaringan parut perivaskular dan kekkakuan pembuluh vena yang
menurunkan efikasi bila dilakukan stab avulsion konvensional.
1. Subfascial Endoscopic Perforator Ligation (SEPS) danThe Linton Procedure
Peran dari vena perforata dalam etiologi varises vena masih kontroversi.
Bagaimanapun ukuran dan persentase vena perforata yang mengalami
inkompenten di sisi medial cruris menunjukkan hubungan dengan severitas
penyakit insufisiensi vena kronis. Beberapa ahli bedah vaskurel berpendapat
ligasi pada vena perforata merupakan tindakan yang tidak rutin dilakukan.

Bila ligasi vena perforata diperlukan untuk mengisolasi vena perforata yang
inkompeten, tindakan ligasi endoskopi lebih disarankan dibandingkan dengan
operasi terbuka untuk menghindari masalah dengan penyembuhan luka
operasi. Atau bila dilakukan operasi terbuka, penentuan vena perforata
melalui pemeriksaan ultrasound mungkin dapat mengatasi masalah
penyembuhan luka operasi bila dibandingkan dengan prosedur Lintos
tradisional.

1. External Valvular Stents


Penggunaan valvular stent eksternal diperkenalkan oleh Lane merupakan
sebuah solusi yang fisiologis dalam mengatasi refluks vena dengan
mempertahankan VSM. Dia mendeskripsikan pada 1500 pasien
walaupun out come data hanya tersedia pada 107 pasien saja menunjukkan
setelah folow-up selama 57 bulan, 90% didapatkan dengan SFJ yang
kompeten dengan rara-rata penuruanan diameter VSM dari 7.6 menjasi 4.8
mm. Rekurensi secara klinis menurun. Sayangnya pasien dengan VSM yang
berdiameter 1011 mm atau dengan varises yang berkelok-kelok sepanjang
VSF diekslusi dan teknik ini hanya dapat diaplikasikan pada 34% pasien
saja.Pasien dengan valvuloplasty didapatkan tingkat morbiditas yang lebih
rendah dibandingkan bila dialakukan stripping. Komplikasi yang terjasi lebih
jarang dan infeksi yang terjasi karena pelepasan cuffhanya 0.3% kasus.
Teknik mungkin dapat dipilih pada pasien dengan varises vena minor, namun
belum ada penelitian yang membandingkan dengan teknik lain dan teknik ini
belum secara luas digunakan.
1. Endovenous Diathermy
Teknik ini telah dialakukan oleh beberapa ahli bedah pada than 1960
1970.Tidak ada bukti keuntungan yang didapat dan ini meningkatkan ririko
terjadinya cedera termal. Studi terbaru dikatakan teknik ini mungkin dapat
digunakan untuk mengablasi percangan VSM yang inkompeten dengan tetap
mempertahankan VSM setelah dilakuakan ligasi Safeno-femoral walupun
tidak ada folow up yang dilakuakan selanjutnya dan sebagian besar pasien
memerlukan terapi tambahan seperti skloroterapi.

Pencegahan
Berikut adalah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit varises vena.

1. Makan makanan bergizi dan olahraga teratur, seperti jogging atau berjalan
cepat. Juga dianjurkan untuk mengatur berat badan, untuk mencegah
obesitas.
2. Hindari berdiri terlalu lama. Sedapat mungkin melakukan relaksasi jika
dalam aktifitas sehari-hari dituntut berdiri lama.
3. Hindari terlalu lama duduk dengan kaki menyilang. Posisi ini dapat
menghambat aliran darah dari tungkai ke arah jantung.
4. Hindari pemakaian pakaian bawah yang terlalu ketat.
5. Jika sedang bepergian jauh, usahakan meluruskan kaki secara berkala dan
memijit-mijit tungkai sehabis bepergian. Hindari posisi menyilangkan kaki.
6. Gunakan kaos kaki elastis atau stocking yang mendukung untuk mencegah
penekanan pada tungkai.
7. Bagi yang menyukai sepatu hak tinggi, dapat menggunakannya agar otot
sekitar varises berkontraksi dan untuk memperlancar aliran darah. Tetapi,
penggunaannya perlu dibatasi.
BAB 3. PATHWAYS

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
1. Biodata
2. Identitas Klien
3. Nama
Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien

2. Umur
Umur dapat mengidentifikasi penyebab dari varices vena yang terjadi pada
orang dewasa dengan umur lebih dari 37 tahun pada wanita dan umur 60-70
tahun baik laki-laki atu perempuan

3. Jenis kelamin
Jenis kelamin bisa untuk identifikasi penyebab misalnya pada perempuan
hamil bisa terjadi varises vena akibat meningkatnya hormon progesteron dan
bertambahnya berat badan saat hamil yang menyebabkan kaki semakin
terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki, tungkai, pangkal paha dan perut
bagian bawah pun terhambat.

4. Agama
Untuk mengkaji status spiritual sehingga kebutuhan baik fisik, psikis dan
spiritual dapat dipenuhi

5. Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan pasien mengenai
penyakitnya.

6. Pekerjaan
Pekerjaan yang membutuhkan berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat
menahan tubuh dan memperparah beban kerja pembuluh vena dalam
mengalirkan darah. Pada posisi tersebut tekanan vena 10 kali lebih besar,
sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan elastisitasnya sehingga
terjadi inkompetensi pada katup.
7. Status kawin

2. Riwayat kesehatan
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat pasien terdahulu mungkin pernah mengalami rasa berat pada area
tungkai kaki dan biasanya terasa sakit saat malam hari.

1. Riwayat Kesehatan Sekarang


Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti
edema, kaki mudah kram, terdapat pelebaran pembuluh darah rambut yang
mirip jaring laba-laba dan berkelok-kelok diarea betis, yang disertai
perubahan warna kulit disekitar mata kaki.

1. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga pasien ada yang menderita penyakit yang sama pada yaitu varices
jadi kemungkinan besar varises yang diderita pasien disebabkan faktor
keturunan.

3. Pengkajian Keperawatan
4. Aktivitas dan istirahat
Mengalami gangguan aktivitas akibat kram diikuti otot yang mudah pegal,
kaku, panas dan sakit di seputar kaki maupun tungkai. Biasanya rasa sakit
dirasakan menjelang malam.

1. Integritas ego
Faktor stress, ansietas, perasaan berbeda dengan orang lain akibat penyakit
varises yang dideritanya.

1. Elimasi
Tidak mengalami gangguan pada pola eliminasi.

1. Makanan/cairan
Tidak mengalami gangguan pada pemenuhan nutrisi.

1. Nyeri/kenyamanan
Nyeri pada daerah kaki tergantung derajat keparahan.
1. Interaksi sosial
Gangguan dalam menjalankan peran seperti biasa, akibat perasaan yang
berbeda dengan orang lan akibat penyakit varises yang dideritanya

1. Persepsi diri
Kurangnya pengetahuan dan ansietas mengenai kondisi penyakitnya.

1. Sirkulasi
Terjadi gangguan aliran darah menuju jantung, resultan statis, dan terjadi
penimbunan darah.

4. Pengkajian Fisik
5. Kulit:
Terjadi perubahan pigmentasi di area betis, dan mata kaki.

1. Kepala:
Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

1. Mata:
Conjungtiva merah mudah, sclera putih, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm,
reflek cahaya (+/+).

1. Telinga:
Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.

1. Hidung:
simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.

1. Mulut:
gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering

1. Leher:
trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak
membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
1. Thorax :
Jantung:
Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas
normal, S1>S2 regular, tidak ada suara tambahan.
Paru-paru:

Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak
ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru,
tidak ada suara tambahan.

1. Abdomen :
Inspeksi: Perut datar, tidak ada benjolan
Auskultasi: Bising usus biasanya dalam batas normal.

Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen

Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.

1. Ekstremitas
Superior: tidak ada deformitas, tonus otot cukup.
Inferior : oedema (+), tonus otot cukup, dilatasi lekuk-lekuk vena superficial
pada kaki.

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri: akut berhubungan dengan penekanan syaraf di ektremitas,
penumpukan darah di vena ekstremitas.
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan peningkatan metabolisme
anaerob, kram ekstremitas.
3. Fatigue berhubungan dengan peningkatan metabolisme anaerob.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan persepsi terhadap penyakit.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan dan kurangnya
informasi tentang penyakit varises.
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dilatasi pembuluh darah vena
yang nampak berkelok-kelok pada kaki.

4.3 Perencanaan
Diagnosa 1
Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi pembuluh darah vena, penumpukan
darah di vena ekstremitas.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 124 jam, nyeri


pasien

berkurang.

atau tidak terasa nyeri.

Kriteria hasil :

5. Skala nyeri berada di kisaran 1-5.


6. Pasien tidak meringis kesakitan.
7. Pasien mampu mengungkapkan secara verbal.
8. TTV dalam batas normal.
No. Intervensi Rasional
Mengenal klien dan mempermudah
untuk memberikan intervensi
1. Bina hubungan saling percaya selanjutnya.
Kaji lokasi, lamanya, intensitas
2. dan tingkat skala nyeri Mengetahui skala dan kualitas nyeri
Posisi yang nyaman akan membantu
Atur posisi yang nyaman bagi memberikan kesempatan pada otot
3. klien untuk relaksasi seoptimal mungkin
Teknik relaksasi dapat mengurangi
4. Ajarkan pasien teknik relaksasi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Pemahaman pasien tentang
penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan
Berikan health educationtentang memudahkan pasien untuk diajak
penyebab nyeri yang dialami bekerjasama dalam melakukan
5. pasien tindakan.
Kolaborasi dengan dokter untuk Obat-obat analgesik dapat
6. pemberian analgesik. membantu mengurangi nyeri pasien
Diagnosa 2
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan peningkatan metabolisme
anaerob.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 124 jam,

mobilitas pasien adekuat.

Kriteria Hasil :

1. Pasien mampu mengungkapkan secara verbal tentang kemampuan mobilitas


fisiknya.
2. Pasien mampu melakukan ROM aktif, body mechanic, dan ambulasi dengan
perlahan.
No. Intervensi Rasional
ROM aktif dapat membantu dalam
mempertahankan/ meningkatkan
kekuatan dan kelenturan otot,
mempertahankan fungsi
Kaji tingkat kemampuan ROM cardiorespirasi, dan mencegah
1. aktif pasien kontraktur dan kekakuan sendi.
Body mechanic dan ambulasi
merupakan usaha koordinasi diri
Anjurkan pasien untuk muskuloskeletal dan sistem saraf
melakukan body mechanicdan untuk mempertahankan
2. ambulasi keseimbangan yang tepat
Memberikan alat bantu pada
ekstremitas yang luka dapat
meningkatkan kerja vena,
Berikan alat bantu pada menurunkan edema, dan mengurangi
3. ekstremitas yang sakit rasa nyeri.
Ajarkan cara-cara yang benar
dalam melakukan macam-macam
mobilisasi seperti body Agar pasien terhindar dari kerusakan
4. mechanic, ROM aktif, dan kembali pada ekstremitas yang luka.
ambulasi.
Kolaborasi dengan fisioterapi
dalam penggunaan alat bantu dan Penanganan yang tepat dapat
5. batasan pergerakan. mempercepat waktu penyembuhan

Diagnosa 3
Fatigue berhubungan dengan peningkatan metabolisme anaerob.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 124 jam,


kelelahan

pasien berkurang.

Kriteria hasil : Pasien mampu mengungkapkan secara verbal, kelelahannya

berkurang.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


Meningkatkan stabilitas jaringan
Pertahankan posisi tubuh yang (mengurangi risiko cedera), posisi
1. tepat. fungsional pada ekstremitas
Edema dapat mempengaruhi
sirkulasi pada ekstremitas sehingga
Perhatikan sirkulasi, gerakan, potensial terjadinya nekrosis
2. dan sensasi secara sering. jaringan.
Bantu dengan rentang gerak Meningkatkan pemeliharaan fungsi
3. aktif/pasif. jaringan
Jadwalkan aktivitas dan Mencegah kelelahan,
4. perawatan untuk memberikan mempertahankan kekuatan dan
periode istirahat yang tidak toleransi pasien terhadap aktivitas.
terganggu
Memampukan keluarga/orang
Dorong dukungan dan bantuan terdekat untuk aktif dalam perawatan
keluarga/orang terdekat pada pasien dan memberikan terapi lebih
5. latihan rentang gerak. konsisten.

Diagnosa 4
Ansietas berhubungan dengan perubahan persepsi terhadap penyakit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 124 jam, ansietas

pasien berkurang.

Kriteria hasil :

10. Tingkat kecemasan pasien pada rentang 1-5 dengan komposisi skala 1-
10.
11. Pasien mampu mengungkapkan secara verbal ansietasnya berkurang.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


Untuk mengetahui tingkat
1. Kaji tingkat kecemasan kecemasan pasien
Mengetahui faktor pencetus
2. Kaji faktor pencetus kecemasan kecemasan pasien
Temani pasien untuk memberikan Untuk mengurangi kecemasan
3. keamanan dan mengurangi takut pasien
4. Berikan informasi aktual Memberi wawasan kepada pasien
mengenai diagnosis, tindakan sehingga bisa mengurnagi
prognosis penyakit kecemasannya.
Agar pasien mampu mengenal
Bantu pasien mengenal situasi situasi yang bisa menimbulkan
5. yang menimbulkan kecemasan kecemasan.
Peran keluarga mendukung dalam
Libatkan keluarga untuk penatalaksanaan mengurangi
6. mendampingi klien kecemasan pasien.
Dorong pasien untuk Membiasakan pasien untuk terbuka
mengungkapkan perasaan, dan mengungkapakan secara verbal
7. ketakutan, persepsi ketika cemas.
Instruksikan pada pasien untuk Untuk mengurangi kecemasan
8. menggunakan tehnik relaksasi pasien.

Diagnosa 5
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai
penyakit varises.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 124 jam,


pengetahuan

pasien mengenai penyakitnya meningkat.

Kriteria hasil :

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,


prognosis dan program pengobata
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.
Intervensi:

No. Intervensi Rasional


Memberikan dasar pengetahuan
dimana pasien dapat membuat
Kaji ulang patofisiologi kondisi pilihan berdasarkan informasi dan
dan tanda/gejala kemungkinan memahami/ mengidentifikasi
1. komplikasi kebutuhan perawatan kesehatan.
Istirahat menurunkan kebutuhan
oksigen dan nutrisi jaringan yang
Jelaskan tujuan pembatasan rusak. Keseimbangan istirahat
aktivitas dan kebutuhan mencegah kelelahan dan gangguan
2. keseimbangan aktivitas/tidur lanjut perfusi seluler.
Membantu dalam mengembangkan
sirkulasi kolateral, meningkatkan
Adakan latihan/program latihan aliran balik vena, dan mencegah
3. yang tepat kambuh.
Selesaikan masalah faktor Melibatkan pasien secara aktif dalam
pencetus yang mungkin ada, identifikasi dan melakukan
contoh: tindakan yang perubahan pola hidup/perilaku untuk
memerlukan berdiri/duduk lama, meningkatkan kesehatan dan
menggunakan baju ketat mencegah kambuhnya
4. (korset/kaos kaki) kondisi/terjadinya komplikasi.

Diagnosa 6
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dilatasi pembuluh darah vena
yang nampak berkelok-kelok pada kaki

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 124 jam, citra


pasien

kembali meningkat.

Kriteria hasil :
1. Pasien mampu mengungkapkan secara verbal, tidak merasa rendah diri.
2. Pasien mulai berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Intervensi:

No. Intervensi Rasional


Berikan kesempatan untuk
Dorong pengungkapan mengenai mengidentifikasi rasa
masalah tentang proses penyakit, takut/kesalahan konsep dan
1. harapan masa depan. menghadapinya secara langsung.
Isyarat verbal/nonverbal orang
Diskusikan persepsi pasien terdekat dapat mempunyai pengaruh
mengenai bagaimana orang mayor pada bagaimana pasien
2. terdekat menerima keterbatasan. memandang dirinya.
Akui dan terima perasaan Nyeri konstan akan melelahkan, dan
berduka, bermusuhan, perasaan marah dan bermusuhan
3. ketergantungan. umum terjadi.
Perhatikan perilaku menarik diri, Dapat menunjukkan emosional
penggunaan menyangkal atau ataupun metode koping maladaptif,
terlalu memperhatikan membutuhkan intervensi lebih
4. tubuh/perubahan. lanjut/dukungan psikologis.
Susun batasan pada perilaku Membantu pasien untuk
maladaptif. Bantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang
mengidentifikasi perilaku positif dapat meningkatkan perasaan harga
5. yang dapat membantu koping. diri.
Meningkatkan perasaan
Ikut sertakan pasien dalam kompetensi/harga diri, mendorong
merencanakan perawatan dan kemandirian dan partisipasi dalam
6. membuat jadwal aktivitas. terapi.

4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Implementasi
diagnosa KEPERAWATAN Evaluasi
keperawatan

S : Klien mengatakan nyeri


1. Telah dikaji lokasi, berkurang dan
lamanya, intensitas dan O:
tingkat skala nyeri. a. klien tidak tampak
2. Telah diatur posisi meringis lagi.
yang nyaman bagi klien
b. skala nyeri berkurang
3. Telah diajarkan kepada menjadi 2 dari skala nyeri
pasien teknik relaksasi. (1-10)
1. Nyeri: akut
berhubungan 4. Telah diberikan health c. TTV :130/80, Nadi
dengan penekanan educationtentang penyebab 75x/ menit, RR: 24x/ menit,
syaraf di nyeri yang dialami pasien suhu 39oC
ektremitas, 5. Telah dilakukan A : masalah teratasi
penumpukan kolaborasi dengan dokter sebagian
darah di vena untuk pemberian analgesik. P : modifikasi dan
ekstremitas. lanjutkan intervensi
1. Telah dikaji tingkat
kemampuan ROM aktif
pasien.
2. Telah diberikan anjuran S : Pasien mengatakan
pada pasien untuk aktivitasnya mulai
melakukan body membaik.
mechanic dan ambulasi. O:
3. Telah diberikan alat a. Pasien mampu
bantu pada ekstremitas berkativitas sesuai
2. Gangguan yang sakit. kemampuan.
Mobilitas Fisik
berhubungan 4. Telah diajarkan cara- b. Terlihat pasien
dengan cara yang benar dalam berusaha beraktivitas
peningkatan melakukan macam-macam dengan keterbatasannya.
metabolisme mobilisasi seperti body
anaerob, kram mechanic, ROM aktif, dan A : Masalah teratasi
esktremitas. ambulasi. sebagian
5. Telah berkolaborasi P : modifikasi dan
dengan fisioterapi dalam lanjutkan intervensi.
penggunaan alat bantu dan
batasan pergerakan.

1. Telah diberikan posisi


tubuh yang tepat.
2. Telah diberikan
tindakan rentang gerak
aktif/pasif.
S : Klien mengatakan
3. Telah dijadwalkan ketika melakukan aktivitas
aktivitas dan perawatan gerak atau perawatan ringan
untuk memberikan periode tidak merasa lelah.
istirahat yang tidak O : TTV :120/80, Nadi 75x/
terganggu. menit,
3. Fatigue RR: 20x/ menit, suhu
berhubungan 4. Telah diberikan 37,5oC
dengan dukungan dan bantuan oleh
peningkatan keluarga/orang terdekat
metabolisme pada latihan rentang gerak. A : masalah teratasi
anaerob. P : intervensi dihentikan

BAB 4. PENUTUP
Kesimpulan
Varises sendiri merupakan kelainan pada pembuluh darah balik (vena), di
mana terjadi penurunan atau hilangnya elastisitas dinding vena, vena yang
berkelok-kelok, menonjol dan berbelit dan kerusakan katup. Varises sering
terdapat pada ekstermitas bawah karena efek gravitasi pada tekanan vena.
Varises vena diakibatkan oleh katup-katup vena yang tidak kompenten dan
tekanan hidrostatik yang tidak normal pada ekstermitas bawah.

Secara umum gejala klinis yang biasa ditimbulkan yakni rasa nyeri, kejang,
berat di betis, kram, dan tromboflebitis (panas dan nyeri). Penatalaksanaan
varises dapat dilakukan terapi operatif, non-operatif dan kompresi.
Pengobatansecara opertaif seperti dilakukan ligasi dan pemotongan vena.

Saran
Dengan makalah ini diharapkan pada pasien dapat mengerti tentang penyakit
yang dialaminya sehingga memudahkan tim pelayanan kesehatan dalam hal
memberikan pelayanan yang optimal dan dianjurkan untuk meluruskan kaki
setelah melakukan olahraga dan meninggikannya untuk menghindari
bendungan pada tungkai dan bagi sesama mahasiswa khususnya dalam
bidang kesehatan dapat dijadikan pedoman dalam perkuliahan nantinya.

You might also like