You are on page 1of 9
ANTIBIOTIK NEFROTOKSIK : PENGGUNAAN PADA GANGGUAN FUNGSI GINJAL * Shofa Chasani Devisi ginjal hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP/RS Dr Kariadi Semarang ABSTRAK Obat merupakan zat kimia yang bisa meracuni tubuh manusia bila pemberiannya tidak sesuai dosis yang diperlukan. Obat-obat yang menyebabkan gangguan ginjal cukup banyak termasuk antibiotika yang sebenarnya sangat berguna bagi manusia , apalagi bila penggunaannya tidak sesuai dengan dosis yang diperlukan.. Beberapa antibiotika yang sering menyebabkan gangguan ginjal anatara lain golongan_aminoglikosida, golongan beta laktam, vancomisin,sulfonamide, kotrimoksazol,azyclovir, amphotericin B, rifampisin dll Obat antibiotik sebagian diekskresikan lewat ginjal , bila ginjal mengalami gangguan fungsi maka pemberian obat tentunya harus disesuaikan. Untuk ini kita perlu mengetahui perubahan farmakokinetiknya dan farmakodinamiknya. Pengaturan penggunaan obat memerlukan dosis yang sesuai dengan kemampuan fungsi ginjal, karenanya perlu ditentukan pengaturan loading dose, maintenance dose serta perubahan mentenance dose bila bersihan obat berubah. Obat-obat antibiotik dapat menginduksi kerusakan ginjal_ melalui berbagai cara antara lain berkurangnya natrium dan air , perubahan pada aliran darah, kerusakan ginjal dan karena obstruksi terhadap ginjal, serta perubahan umur lanjut. Pada penderita gagal ginjal terminal yang telah menjalani terapi pengganti ( dialysis ) maka perlu perubahan dosis dikarenakan adanya kehilangan obat dari darah, hal ini akan mempengaruhi efeltifitas obat tersebut. Perubahan fisiologis tubuh pada penderita gagal ginjal terminal dapat pula mempengaruhi respon obat. Mengingat penggunaan antibiotika nefrotoksis kadang masih diperlukan pada gangguan fingsi ginjal maka perlu pengaturan yang seksama serta evaluasi yang terus menerus. * dibacakan dalam JNHC 2008 PENDAHULUAN Penggunaan antibiotik sangat banyak, terkadang kita melupakan kemungkinan efek samping terhadap ginjal, karenanya kita perlu memperhatikan penggunaan antibiotika serasional mungkin. Insiden drugs induce nephropathy mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan penggunaan jumlah obat dan kemudahan memperoleh obat antiotika maupun obat lain yang banyak menyebabkan kerusakan ginjal. Drug induce ARF sebesar 20% di India, dimana aminoglikosida terhitung 40-50% dari total kasus” Beberapa obat antibiotika yang sering menimbulkan gangguan fungsi ginjal antara lain golongan aminoglikosida, betalaktam dan vancomisin, golongan sulfanamid, golongan acyclovir, golongan rifampisin, golongan amphoterisin B, serta golongan tetrasiklin dll. Berdasarkan aktifitas antibiotika terhadap kuman gram positif dan gram negative , maka aktifitas antibiotika terhadap gram negative relative lebih bersifat nefrotoksis. ”. Mekanisme terjadinya gangguan fungsi_ginjal akibat penggunaan antibiotika antara lain dengan cara penurunan ekskresi natrium dan air, perubahan aliran darah(iskemi), obstruksi pada saluran air kemih serta karena perubahan umur seseorang menjadi tua. “' Berdasarkan adanya gangguan fungsi ginjal maka dosis pemakaian antibitika perlu penyesuaian bahkan kalau perlu tidak memakai antibiotic tersebut. MACAM MACAM ANTIBIOTIKA NEFROTOKSIS 1.Golongan Aminoglikosida. Aminoglikosida merupakan antibiotika yang penggunaannya sangat luas terutama untuk pengobatan infeksi gram negative, namun demikian penggunaannya dibatasi karena sifat nefroktoksisitasnya “’. Kegagalan fungsi ginjal akibat pemakaian aminoglikosida terjadi bila _kenaikan kadar kreatinin plasma hingga >= 45 umol/L selama atau setelah terapi, angka kejadiannya 10-37 %_setara dengan dosis dan lamanya pemakaian , bahkan ada yang mengatakan sampai 50% dalam waktu 14 hari atau lebih pemakaian “’. Walaupun sifat nefrotoksisitasnya reversible, tetapi terapi dialysis kadang diperlukan karena beratnya kegagalan ginjal akut Mekanisme terjadinya nefrotoksis Aminoglikosida masuk kedalam ginjal mencapai maksimal dikortek ginjal dan sel tubulus, melalui proses endositosis dan sequestration , aminoglikosida berikatan dengan lisosom membentuk myeloid body /lisosom sekunderdan fosfolipidosis. Kemudian membrane lisosom pecah dan melepaskan asam hidrolases dan mengakibatkan kematian sel. “*! Mekanisme lain dapat diketahui lewat permukaan sel, G protein bergabung dengan Ca+ +( polyvalent cation)-sensing receptor (Ca R) dimana reseptor ini berada di nefron distalis serta lumen tubulus proksimalis, dan dikatakan bahwa CaR ini terlibat dalam proses kerusakan sel. Faktor risiko toksisitas aminoglikosida antara lain adanya depletion ion natrium dan kalium, iskemia ginjal, karena usia lanjut,penggunaan diuretika , penyakit hati dan obat lain yang nefrotoksis. Menurut urutan toksisitasnya golongan aminoglikosida dari yang paling toksis adalah Neomisin> gentamisin > tobramisin >netilmisin >amikasin>streptomisin). ” Pencegahan dan pengelolaan toksistas aminoglikosida bisa dengan bebarapa alternative yaitu: L.menggunakan obat dengan dosis tunggal sehari untuk waktu yang pendek pada terapi empiris. 2.deteksi toksisitas subklinik dengan mengetahui gangguan keseimbangan elektrolit dan sam basa. 3.monitoring serum kreatinin setiap hari kalau perlu , dengan memberikan dosis obat berdasarkan GFR, khususnya pada orang tua, serta monitoring serum kalium dan natrium tiap hari 4.apabila serum kreatinin > 1,5 mg/dl, obat dihentikan dan dipikirkan altematif terapi 5.monitoring produksi air kemih dan mulai pemberian cairan yang adekuat serta terapi elektolit khususnya pada kalium dan NaCl serta Calsium dan magnesium 2. GOLONGAN SULFONAMID. Penggunaan obat golongan sulfonamid meningkat dengan adanya AIDS, bila dikombinasikan dengan beberapa obat dapat digunakan untuk pengobatan malaria ( sulfadoksin dan pyrimethamine ). Hampir semua obat golongan sulfonamid diekskresikan melalui ginjal, baik dalam bentuk asetil maupun bentuk bebas. Masa paruh obat tergantung dari fungsi ginjal, karenanya harus diperhatikan bila fungsi ginjal terganggu. Spektrum nefrotoksisitasnya meliputi: nefritis interstitial akut,arteritis nekrotikan, gangguan ginjal akut akibat anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi G-6-PD dan Gangguan ginjal akut akibat kristaluria pada pemakaian lama golongan sulfa ini. Pencegahan dan pengobatan dapat dilakukan dengan : a.mempertahankan hidrasi yang adekuat (3 liter /hari) atau mempertahankan jumlah uri tetap 1500 cc/hari® b.alkalinisasi urin dengan sodium bikarbonat 6-12 gram/hari sampai pH urin>7,5. c. Pemeriksaan mikroskopis urin 2-3 kali seminggu untuk mendeteksi hematuria. d.USG pada semua hematuria, e. Mengurangi dosis sulfa £, Pemasangan ureteral stent atau dialisis bila perlu kalau tindakan bedah tak memungkinkan. Golongan sulfa yang banyak menyebabkan gangguan ginjal antara lain sulfadiazine dan kotrimoksazol (2). Walaupun demikian penggunaan obat golongan sulfa lain tetap harus hati-hati. 3. AMPHOTERICIN B (AmB) Merupakan obat anti jamur yang efektif,, tetapi efek nefrotoksis sangat banyak, karenanya perlu perhatian khusus. °) Beberapa makalah melaporkan bahwa frekuensi gangguan ginjal akut mencapai 49% dan 65% ®. Menurut Wingard dkk Lebih 50% pasien secara signifikan kadar serum kreatinin meningkat dari sebelumnya, dan 15% darinya membutuhkan dialisis” ‘Am-B bersifat hidrofilik sehingga mudah bercampur dengan membran sel epithel dan meningkatkan permiabelitas, Hal ini akan merusak sel endotel yang mengakibatkan vasokonstriksi arteriole afferen dan efferen glomerulus dan menyebabkan penurunan GFR dan berakibat terjadi oliguria®® Toksisitas terhadap tubulus tergantung dari efek toksis langsung dan iskemik yang berkelanjutan. Untuk mencegah terjadinya nefrotoksis dengan : a.mencampur dengan intralipid, hal ini akan membuat efek seperti French mayonnaise yang dapat menurunkan efek nefrotoksisitasnya. b.Dopamin agonist c. Suplementasi garam, infus cairan garam fisiologis. d.Mengatur kecepatan infus. e. Dosis titrasi 4. RIFAMPISIN Merupakan obat anti tuberkulosis yang mempunyai efek nefrotoksis dibandingan dengan anti tuberlosis lainnya. Insiden nefrotoksis bervariasi antara 1,8% sampai 16 % dari semua asus gangguan ginjal akut (GGA) .Kebanyakan GGA karena rifampsisn akibat obat yang menginduce anemi hemolitik. Lamanya terapi berperan penting, dilaporkan sesudah 2 bulan pengobatan , meskipun reaksi awal dapat ditemukan dalam 13 hari”. Pada kebanyakan kasus dengan terapi suportif akan membaik dalam 3 minggu. 5. ACYCLOVIR Merupakan obat anti virus , bila diberikan lebih 500 mg/m2 intravena akan menyebabkan nefrotoksis. Kelarutan yang rendah menyebabkan presipitasi intratubuler dengan gejala obstruksi uropati dan hematuri.Pada pemeriksaan urin akan tampak adanya kristal berbentuk jarum. Tampak adanya inflammasi pada daerah obstruksi di tubulus. Faktor risiko terjadinya nefrotoksis. meliputi pengurangan volume cairan, adanya gejala insuffisiensi ginjal, dan infus bolus yang cepat. Biasanya penanganan yang tepat dapat memulihkan mendekati fungsi ginjal yang normal dalam waktu 10 14 hari, walaupun kadang2 perlu dialisis. 6.GOLONGAN PENICILLIN , SEFALOSPORIN DAN BETALAKTAM LAINNYA. Walaupun umumnya tidak nefrotoksis tetapi nefropati dapat terjadi pada pemberian meticillin, penicillin G dan ampisilin, Kelainannya berupa nefritis interstitialis, diperkirakan terjadi berdasarkan mekanisme reaksi immun_ yang tergantung dari dosis dan lamanya pemberian, khususnya pada meticillin dan penicillin G. Sedangkan ampisilin menimbulkan nefropati yang ada hubungannya dengan kadar obat yang tinggi dalam serum . Walaupun nefropati penicillin lebih didasari reaksi imun , tidak dapat disingkirkan kemungkinan efek nefrotoksik langsung oleh penicillin yang diberikan dalam dosis yang sangat tinggi dan untuk masa yang lama. Diantara ketiga golongan penicillin ini , meticillin yang tersering menyebabkan nefritis interstitialis, bahkan telah dikemukakan bahwa frekuensi kejadian efek samping lebih tinggi dari yang disangka selama ini” Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksis, meskipun jauh lebih kurang dari aminoglikosida dan polimiksin, Nefrotoksis terutama pada sefalodrin dosis 4 gr/hari,sefalosporin lain dengan dosis terapi jauh kurang toksis dibandingkan dengan sefalodrin, kombinasi dengan gentamisindan tobramisisn mempermudah nefrotoksis””) Pada dasarnya nefrotoksisitas sefalosporin dikarenakan adanya dosis yang berlebihan dan bila dikombinasikan dengan aminoglikosida dan meticillin “"’ Mekanisme nefrotoksis melalui reaksi iskemia dan endotoksemia serta renal cortex mitochondria injury" Betalaktam lain umumnya mempunyai efek nefrotoksis yang hampir sama dengan golongan penisillin dan sefalosporin 7. VANCOMISIN Merupakan antibiotika yang dihasilkan oleh streptomises orientalis,yang tidak dapat diserap oleh saluran cerna, karenanya hanya diberikan intravena untuk mendapatkan efek sistemik. Obat ini sangat toksis, obat ini hanya dipakai kalau obat yang lain alergi”. Uremia yang fatal bila pemberiannya dosis besar, terapi yang lama, atau diberikan pada gangguan ginjal, karena itu perlu monitoring yang sangat ketat. Pemakain sekarang biasanya sudah dengan bentuk lain yaitu dalam bentuk kombinasi dengan D-mannitol dan makrogol 400(PEG 400) , dimana efek nefrotoksinya jauh berkurang. Mekanisme kerusakan ginjal akibat vancomisin melalui kerusakan glomerulus yaitu delatasi_ Bowman,s space dan hipertrofi glomerulus. Sedangkan di tubulus dapat berupa delatasi tubulus renalis, nekrosis atau dergenerasi epitel tubulus dan adanya silinder hialin dalam tubulus. “* PEMBERIAN ANTIBIOTIK NEFROTOKSIS PADA GANGGUAN FUNGSI GINJAL. Beberapa hal yang penting dalam pemberian obat antibiotik pada gangguan fungsi ginjal vyaitu dengan cara mengatur dosis yang diperlukan, untuk ini perlu pengetahuan tentang : 1.PERUBAHAN REGIMEN OBAT-OBATAN Regimen obat adalah pengaturan pemberian obat dengan tujuan agar tercapai suatu efek terapi dengan efek samping minimal. Regimen obat meliputi dosis obat , frekuensi dan rute pemeberian serta formulasi yang digunakan.'"’ Pengobatan awal bisanya diberikan sesuai dengan rekomendasi yang sudah diakui, dimulai dengan dosis terendah kemudian dimonitor efek terapinya. dika efek yang diinginkan belum tercapai maka dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sampai mendapatkan efek tersebut atau sampai mencapai dosis maksimal yang disarankan. Jika terdapat gangguan fungsi ginjal dimana terjadi perubahan farmakokinetik dan farmakodinamiknya maka perlu disesuaikan dosisnya. 2. LOADING DOSE Waktu paruh suatu obat menentukan kecepatan akumulasinya didalam tubuh pada pemberian berulang. Karenanya pada pemberian obat secara berulang konsentrasi rata- ratanya dalam plasma meningkat secara lebih perlahan pada setiap pemberian obat. Kondisi stabil (steady state) dapat tercapai bila jumlah obat yang tereliminir dalam interval dosis sebanding dengan jumlah dosis yang diberikan. Untuk mencapai keadaan ini biasanya diperlukan waktu 4 kali waktu paruh obat. Bila ingin kondisi stabil dapat tercapai lebih cepat maka dapat diberikan dengan loading dose(D)). DI ekuivalen dengan kadar puncak obat pada steady state dan sebanding dengan konsentrasi puncak obat dalam plasma(Cs max) dan volume distribusi obat (V) =CsmaxX V Dari formula ini loading dose yang diperlukan dapat dihitung, walaupun konsentrasi plasma dalam prakteknya jarang diukur. Metode ini digunakan secara implisit pada dosis yang direkomendasikan tiap obat. Dalam kebanyakan kasus DI tidak dipengaruhi oleh insuffisiensi ginjal , namun terkadang V berkurang (misal digoksin)DI sebaiknya dikurangi pada pasien dengan insuffisiensi ginjal berat. 3. DOSIS PEMELIHARAAN (MEINTENANCE DOSE) Untuk mempertahankan dosis normal pada penderita dengan gagal ginjal setelah pemberian loading dose dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : dosis pada gagal ginjal = dosis normal X Dfdimana Df = t %normal/t1/2 gagal ginjal 1/2 = eliminasi waktu paruh obat. Sebenarnya ada hubungan yang sederhana antara Dl dengan dosis pemeliharaan (Dm) , karena setengah dari dosis awal hilang dalam satu waktu paruh . Hal ini bisa dipakai pada obat yang mempunyai waktu paruh yang panjang (misal digoksin) . Tetapi pada obat yang mempunyai waktu paruh yang singkat ( <24 jam) kalkulasi ini kurang dapat diterima. Pada kasus ini dapat dipakai rumus sebagia berikut : Dm= total body load X 0,7/t ¥ ( t1/2 = waktu paruh). Loading dose biasanya tidak diberikan pada penggunaan obat-obat dengan waktu paruh pendek, tetapi konsep yang sama dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi yang ingin dicapai. Jika kliren suatu obat berkurang maka obat akan terakumulasi dan dibutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai kadar steady state jika loading dose tidak diberikan fraksi karena waktu paruh yang memanjang. . Karena itu pada penderita dengan gagal ginjal diperlukan perubahan Dm dan juga diperlukan kesabaran untuk mencapai steady state. n total suatu obat dan konsentrasi steady state nya sangat berhubungan , hal ini bisa dilihat dari persamaan berikut: Konsentrasi plasma steady state = fraksi dosis yang diabsorpsi X dosis/ Kliren total X interval dosis. Dosis interval = normal Ccr/ patien't Cer X normal interval. °" Maka bila terjadi perubahan kliren, konsentrasi plasma dapat dijaga dengan mengubah dosis atau interval pemberian . Jika obat dikeluarkan sempurna atau hampir sempurna lewat ginjal , maka dosis obat*harus dirubah sesuai kliren ginjal, dengan hitungan sebagai berikut : % eliminasi dosis interval = % eliminasi lewat non ginjal + % eliminasi lewat ginjal. Karena prosentase yang dieliminasi melalui ginjal sesuai dengan kliren kreatinin maka dapat dihitung: % eliminasi dosis interval = % eliminasi lewat non ginjal_ +( konstanta +kliren kreatinin). Prosentase lewat jalur non ginjal biasanya bisa dilihat didata yang tersedia. Misal : gentamisin yang diekskresi lewat ginjal sebesar 98%. % eleminasi per hari = 2% + (0,3 X kliren kreatinin) Melihat beberapa antibistica masih banyak dipakai walaupun nefrotoksis maka _beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan obat pada gagal ginjal yaitu: 1. gagal ginjal menyebabkan akumulasi obat-obatan yang diekskresikan lewat ginjal atau metabolit aktif yang diekskresikan. 2. perlu menggunakan prinsip vang sederhana dengan cara menghitung perubahan dosis obat pada gagal ginjal. 3. pada beberapa kasus respon terhadap obat berubah pada gagal ginjal , hal ini mustahil untuk bisa diramalkan perubahan dosis yang sesuai 4. kita harus hati-hati bila memakai obat yang menginduksi terjadinya gagal ginjal. Dibawah ini contoh penyesuaian dosis pemberian obat antibiotika pada penderita dengan gangquan ginjal. Penyesuaian tergantung Mliren kreatinin penderita yang sebelumnya harus ditentukan lebih dahulu. Dosis aminoglikosida permulaan pada ginjal normal : Umur dosis awal (gentamisin dosis awal amikasin Netilmisin, tobramisin } ————————————————— 10-29th 6mg/kaBB/hari 24 mg/kgBB/hari 30-60th 5 mg/kgBB/hari 20mg/kgBByhari > 60th 4 mg/kgBByhari 16 mg/kgBByhari Dosis awal aminoglikosida pada gangguan fungsi ginjal: dose adjustment Kliren kreatinin (ml/mnt) dosis wal (% dosis rekomendasi >66 100% 54.66 85 % 42.54 70% 30-42 55% 21.30 40% <21 seek specialistadvice ——————— eee Dosis awal aminoglikosid dan dosisinterval pada gangguan ginjal (interval adjustment methode) Kliren kreatinin mlmnt dosis awal dan dosis interval > 60 ‘Smg/kgBB/tiap 24 jam 40-60 5mg/kgBB/ tiap 36jam 30.40 S5mgkgBB/ tiap 48jam <30 Smg/kg/BB sekali kemudian Seek specialist advice a Contoh dosis antibiotika pada pasien dengan gangquan fungsiginjalsertapenderita dengan dialisis : Antibiotik: Kliren kratinin dosis utk dialisis >50mlm = 10-50mlm = <10mlm CAPD CCVHD Atau HD — danCAVHD Aciclovir tiap8jam —12-24jam 50% /24jam 3,5mg/ka/hari Amikasin 50-100% — 30%/48jam —30%/48jam 15-20ma/L_ 30% /48jam (24jam sid 50%/24jam_ dialisat/hr Ampisiin tiap6jam —6-12jam_—«12-24jam6-12jam «612. ‘jam Cefotaksim tiap6-8jam = 8-12jam ——-24jam 8-12jam 8-12 jam Siprofloksasin fiap12jam 12-24jam 24jam —_-250mg/Bjam 12jam Rifampisin normal normal. ~—«50-100% normal normal Tetrasiklin tiap8-12jam dilarang dilarang —_dilarang dilarang Vancomisin 12-24 jam 24-96jam tiap4-10hari_ —- 24-96jam KESIMPULAN Pada dasarnya antibiotika nefrotoksis masih bisa diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal bila diperlukan . Namun demikian kita perlu pengetahuan tentang farmakolinetik don farmakodinamik dari obat antibiotika tersebut. Assesment penderita dengan gangguan fungsi ginjal perlu dipethatikan dengan benar, terutama dalam pemberian desis swe dan interval dosis yang diperlukan berdasarkan nilai kliten kreatinin penderita, TINJAUAN PUSTAKA 1. dha V, Chugh KS, Drug Induced renal desease. J Assoc Physicians India 1995; 43: 407. 15. 2. Singh NF, Ganguli A, Prakash A. Drug induced Kidney Diseases. JAP! 2003:51: 970- 977. 3. LuftFC. Clinical significance of Renal changes engendered by aminoglycosides in man. J Antimicrob Chemother. 1984;13(suppl A) : 23-30. 4. Ward DT, Mc Lamon SJ, Riccardi D A. Aminoglycosides Increase Intracellular Calciurn Levels and ERK Activity in Proximal Tubular Cells Expressing the Extracellular Calcium Sensing Receptor. J Am Soc Nephrol.2002;13: 1481-1489, 5. Mariana Y, Setiabudy R. Sulfonamid, kotrimoksazol dan Antiseptik Saluran Kemih, Farmako logi dan Terapi. Edisi4. Bagian Farmakologi FK Ul. 1995, © Deray G. Amphotericin B Nephrotoxicity. Journ of Antimicrobial Chemotherapy .2002 :49 Suppl$1:37-41 7 Wingard JR, Kubilis B Yee G, White M, Waishe L. et al. Clinical significance of nephrotoxicity in patient treated with Amphotericin B for suspected or proven aspergillosis, Clinical Infectious Diseases :1999;26: 1402-1407. — 10. 11 12. 14, 15. 16. Moreau PMilpied N, Fayette N, Ramee JF, and Harousseau JL. Reduced renal toxicity and improved clinical tolerance of Amphotericin Bmixed with intralipid compared with conventional Amphotericin B in Neutropenic patients. Jornal of Antimicrobial Chemotherapy. 1992; 30: 535-41 Ietiantoro Y H, dan Gan V HS. Penisilin, sefalosporin dan antibiotik Betalaktam lainnya. Farmakologi dan Terapi . Bagian farmakologi FK UI. Edisi 4. 1995, Tune B M and Hsu CY. The Renal mitochondria Toxicity of Betalactam Antibiotics: in Vitro Effects of Cephaloglycin and Imipenem. Journ of the Am Soc of Nephrology. 1990;1:615-821 Luft FC. Visscher D W. Nierste D M et al . Ceftazidime Nephrotoxicity in Rat. Antimicrobial Agents and Chemoteraphy. 1984: 513-514 Setiabudy R. antimikroba lain. Farmakologi dan Terapi. Bag. Farmakologi FK UI. Edis 4 2005: 675-685. Hodoshima N, Nakano Y, Izumi M , Mitomi N et al . Protective Effect of Inactive Ingredients against nephrotoxicity of vancomycin Hydrochloride in Rat. Drug Metab. Pharmacokin. 2004; 19: 68-75. ‘Aronson,J,K. Drugs and Renal Insufficiency, Medicine International, Far East Edith. The Medicine Publishing Company Ltd. 2003 : 87-96 Olyaei,AJ, de Matos, AM, and Bennett WM, Principles of Drug Dosing and Prescribing in Renal Failure, in Comprehensive Clinical Nephrology. 2nd Edith Chapter 96, Mosby.2003 . Therapeutic Guidelines: Antibiotic Version 12, Copy right 2003. Published and distributed by Therapeutic Guidelines Limited Ground Floor, Victoria 3051 Australia.

You might also like