Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan
lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan
susmsum tulang belakang atau spinal kord (Arif Muttaqin, 2008).
Cedera medulla sinalis kebanyakan (80%) terjadi pada usia sekitar 15-30
tahun. Kebanyakan dialami oleh laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 8:1, sebagian besar penyebabnya karena kecelakaan lalulintas dan
kecelakaan kerja. Sedangkan penyebab lainya adalah karena jatuh dari ketinggian,
cidera olah raga, RA (Reumatoid Artritis) atau osteoporosis bahkan akibat
penganiayaan. Dari data yang diperoleh di Amerika serikat tingkat insiden ini
mencapai 40 kasus per 1 juta penduduk setiap tahunnya, di perkirakan 12.000
kasus baru pertahun. Sekarang diperkirakan terdapat 183.000-230.000 pasien
dengan cidera medulla spinalis yang masih bertahan hidup di Amerka Serikat.
Sedangkan dari RSUD Dr.Soetomo Surabaya Jawa Timur ditemukan 111 kasus
pertahun utuk kejadian cidera medulla spinalis. Pasien dengan cedera medulla
spinalis memerlukan penyesuaian terhadap berbagai aspek, antara lain masalah
mobilitas yang terbatas, psikologis, urologis, pernafasan, kulit, disfungsi seksual,
dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Menurut UU No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, Keperawatan
adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Perawat mempunyai
peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan keperawatan. Intervensi
keperawatan yang tepat diperlukan untuk merawat klien baik secara fisik maupun
psikis. Dalam hal ini, peran perawat sangat dibutuhkan dalam membantu klien
yang mengalami cedera medulla spinalis agar mempu memaksimalkan
kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan aktivitas daily living untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu, kami sempat tertarik untuk
membahas asuhan keperawatan pada klien dengan cedera medulla spinalis.
TINJAUAN TEORI
Trauma medulla spinalis atau Spinal Cord Injury (SCI) didefinisikan sebagai
cidera atau kerusakan pada medulla spinalis yang menyebabkan perubahan
fungsional, baik secara mental maupun permanen, pada fungsi motorik, sensorik,
atau otonom. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi
fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang
menyebabkan transeksi lengkap dari medulla spinalis dengan quadriplegia
(Fransiska B. Batticaca 2008).
Cedera medula spinalis (CMS) atau spinal cord injury (SCI ) ditandai dengan
adanya tetralegia atau paraplegia, parsial atau komplit, dan tingkatan atau level
tergantung area terjadinya lesi atau CMS. Tetraplegia atau quadriplegia adalah
kehilangan fungsi sensorik dan motorik di segmen servikal medulla spinalis.
Sedangkan paraplegia adalah gangguan fungsi sensorik dan motorik di segmen
thorakal, lumbal dan sakrum ( Kirshblum & Benevento, 2009).
Cedera Medula Spinalis adalah cedera yang mengenai Medula Spinalis baik itu
bagian servikalis, torakalis, lumbal maupun sakral akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang. (Arif Muttaqin,2008).
Menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab dari cidera medulla spinalis adalah :
a. otomobil, industri
Kecelakaan yang hebat dapat menyebabkan suatu benturan dari organ tubuh salah
satu yang terjadi adalah cidera tulang belakang secara langsung yang mengenai
tulang belakang dan melampui batas kemampuan tulang belakang dalam
melindungi saraf saraf yang berada didalamnya.
b. Terjatuh, olahraga
Peristiwa jatuh karena suatu kegiatan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya cidera salah satunya karena kegiatan olahraga yang
berat contohnya adalah olahraga motor GP , lari, lompat.
Luka tusuk pada abdomen atau tulang belakang dapat dikatakan menjadi faktor
terjadinya cidera karena terjadi suatu perlukaan atau insisi luka tusuk atau luka
tembak.
d. Tumor
Tumor merupakan suatu bentuk peradangan. jika terjadi komplikasi pada daerah
tulang belakang spinal. Ini merupakan bentuk cidera tulang belakang. Medulla
Spinalis
2.3 PATOFISIOLOGI CEDERA SPINALIS
Menurut Arif Muttaqin 2008, kerusakan medulla spinalis berkisar dari komosis
sementara (dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan
kompresi substansi medulla (baik salah satu atau dalam kombinasi), sampai
transeksi lengkap medulla (yang membuat pasien paralisis di bawah tingkat
cedera). Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis darah dapat merembes
ke ekstradural, subdural atau daerah subarakhnoid pada kanal spinal. Segera
setelah terjadi kontusion atau robekan akibat cedera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansi grisea medulla spinalis
menjadi terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cedera pembuluh
darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan
yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-
kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi,
yang pada gilirannya mengakibatkan mielin dan akson. Reaksi sekunder ini,
diyakini menjadi penyebab prinsip degenerasi medulla spinalis pada tingkat
cedera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu jika
kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali
pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat antiinflamasi
lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari
perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total dan menetap.
2.4 TANDA DAN GEJALA CEDERA SPINALIS
a) Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b) Paraplegia
c) Tingkat neurologic
h) Gagal nafas
i) Pernafasan dangkal
c. Hipotensi
d. Bradikardi
e. Kulit teraba hangat dan kering
h. Kehilangan sensasi
3. Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) tanda dan gejala Medula Spinalis
Meliputi :
a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b. paraplegia
c. tingkat neurologik
c) Nyeri
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal, atau
debrideben luka terbuka.
3. Fikasi internal elekif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang
belakang, cidera ligaemn tanpa tanpa fraktur, deformitas tulang belakang
progresif, cidera yang tak dapat direbduksi, dan fraktur non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamine untuk perbaiki aliran darah koral
spiral. Dosis tertinggi metil prednisolon/bolus adalah 3mg/kgBB diikuti 5,4
mg/kgBB/jam untuk 23 jam berikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera
akan memperbaiki pemulihan neurologis. Gangliosida mungkin juga akan
memperbaiki pemulihan setelah cedera koral spiral.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa deficit neurologis seperti angulasi atau baji
dari bahan luas tulang belakang, fraktr psoses transverses, spinosus, dan lainnya,
tindakannya simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi
dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8. Cedera tak stabil disertai deficit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur
memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
a) Metode reabduksi antara lain : Transaksi memakai sepit (tang) metal yang
dipasang pada tengkorak. Beban 20kg tergantung dari tingkat ruas tulang
belakang, ulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C1. Manipulasi dengan anestesi umum
Reabduksi terbuka melalui operasi
a) Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma
langsung terhadap koral spiral atau kerusakan vascular.
g) Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburuk maka
lakukan mielografi.
k) Bila diperlukan operasi dekompresi kanal spiral dilakukan pada saat yang
sama.
Cedera yang menyertai dan komplikasi: cedera mayor berupa cedera kepala atau
otak, toraks, berhubungan dengan ominal, dan vascular. cedera berat yang dapat
menyebabkan kematian, aspirasi, dan syok. (Fransisca B. Batticaca 2008).
a. Foto Polos
Pemeriksaan foto yang terpenting adalah AP Lateral dan Oblique view. Posisi
lateral dalam keadaan fleksi dan ekstensi mungkin berguna untuk melihat
instabilitas ligament. Penilaian foto polos, dimulai dengan melihat kesegarisan
pada AP dan lateral, dengan identifikasi tepi korpus vertebrae, garis spinolamina,
artikulasi sendi facet, jarak interspinosus. Posisi oblique berguna untuk
menilai fraktur interartikularis, dan subluksasi facet.
b. CT Scan
CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang mengenai
elemen posterior dari medulla spinalis. Fraktur dengan garis fraktur sesuai bidang
horizontal, seperti Chane fraktur, dan fraktur kompresif kurang baik dilihat
dengan CT scan aksial. Rekonstruksi tridimensi dapat digunakan untuk melihat
pendesakan kanal oleh fragmen tulang, dan melihat fraktur elemen posterior.
c. MRI
MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap kelainan medulla spinalis
dan struktur ligament. Identifikasi ligament yang robek seringkali lebih mudah
dibandingkan yang utuh. Kelemahan pemakaian MRI adalah terhadap penderita
yang menggunakan fiksasi metal, dimaka akan memberikan artefact yang
mengganggu penilaian fisik. Kombinasi antara foto polos, CT Scan dan MRI,
memungkinkan kita bias melihat kelainan pada tulang dan struktur jaringan lunak
(ligament, diskus dan medulla spinalis).
Kedua prosedur ini biasannya dikerjakan bersama-sama satu sampai dua minggu
setelah terjadinya trauma. Elektromiografi dapat menunjukan adanya denerfasi
pada ekstremitass bawah. Pemeriksaan pada otot paraspinal dapat membedakan
lesi pada medulla spinalis atau cauda equine, dengan lesi pada pleksus lumbal
atau sacral
a. Pemeriksaan Rontgen
Pada pemeriksaan Rontgen, rnanipulasi penderita harus dilakukan secara hati-hati.
Pada fraktur C-2, pemeriksaan posisi AP dilakukan secara khusus dengan
membuka mulut. Pemeriksaan posisi AP secara lateral dan kadang-kadang oblik
dilakukan untuk menilai hal-hal sebagai berikut.
1. Neurogenik shock
2. Hipoksia.
3. Hipoventilasi
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic Hipotensi
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah yang terjadi tiba-tiba saat
berubah posisi dari telentang ke posisi duduk atau tegak. Hal ini lebih sering pada
pasien yang mengambil obat antihipertensi. Gejala seperti lemah tiba-tiba, pusing,
terasa pingsan dan pingsan dapat terjadi.
6. Ileus Paralitik
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena
usus tidak dapat bergerak (mengalami dismolititas).
8. Kontraktur
Kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara
pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot
dan kulit.
9. Dekubitus
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi di luar keinginan. (Brunner&Suddarth, 2002).
Konstipasi adalah kondisi tidak bisa buang air besar secara teratur atau tidak bisa
sama sekali. Jika mengalaminya, Anda biasanya akan mengalami gejala-gejala
tertentu. Misalnya tinja Anda menjadi keras dan padat dengan ukuran sangat besar
atau sangat kecil.
2.8 DIAGNOSA BANDING CEDERA SPINALIS
Herniasi diskus lumbal atau hernia nucleus pulposus sering terjadi pada pria
dewasa dengan insiden puncak decade ke 4 dan ke 5. Kelainan ini dapat terjadi
pada individu yang bekerja membungkuk dan mengangkat berat. Keluhan utama :
c. Sering intermiten
g. Nyeri menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena dengan tungkai
yang sakit di fleksikan
i. Nyeri pinggul pada sisi posterior atau posterolatral paha serta tungkai sisi
yang terkena (skiatika/iskialia)
j. Rasa baal dan kesemutan menjalar pada sebagian kaki
Dalam keadaan normal, medula spinalis dilindungi oleh kolumna spinalis yang
memiliki struktur seperti tulang, tetapi penyakit tertentu dapat mekenan medula
spinalis dan mengganggu fungsi normalnya. Lokasi dari kerusakan pada medula
spinalis menentukan otot dan sensase yang terkena. Kelemahan atau kelumpuhan
serta berkurangnya atau hilangnya rasa cenderung terjadi dibawah daerah yang
mengalami cedera. Penekanan medula spinalis yang berjalan paling lambat
biasanya merupakan akibat dari kelainan pada tulang yang disebabkan oleh artrits
degenerativa atau tumor yang pertumbuhannya sangat lambat. Penderita tidak
merasakan nyeri atau nyeri bersifat ringan, perubahan rasa (misalnya kesemutan)
dan kelemahan berkembang dalam beberapa bulan.
BAB III
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat trauma pada
servikal merupakan hal yang penting diwaspadai.
Pengkajian
Anamnesa
Tanggal MRS :
Tanggal Pengkajian :
No. Registrasi :
Diagnose Medis :
Pengumpulan data
1. Identitas
Nama Pasien :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Agama :
a. Keluhan Utama
Cedera medulla spinalis mempunyai keluhan atau gejala utama yang berbeda-beda
tergantung letak lesi dan luas lesi. Keluhan utama yang timbul seperti nyeri, rasa
bebal, kekakuan pada leher atau punggun dan kelemahan pada ekstremitas atas
maupun bawah.
Klien dengan cedera medulla spinalis bias disebabkan oleh beberapa penyakit
seperti Reumatoid Artritis, pseudohipoparatiroid, Spondilitis, Ankilosis,
Osteoporosis maupun Tumor ganas.
e. Riwayat Psiko-Sosio-Spiiritual
3. PEMERIKSAAN FISIK
B1 (BREATHING)
B2 (BLOOD)
B3 (BRAIN)
B4 (BLADDER)
Kaji keadaan urine meliputi warna ,jumlah,dan karakteristik urine, termasuk berat
jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal. Bila terjadi lesi pada kauida ekuina
kandung kemih dikontrol oleh pusat (S2-S4) atau dibawah pusat spinal kandung
kemih akan menyebabkan interupsi hubungan antara kandung kemih dan pusat
spinal.
B5 (BOWEL)
Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus paralitik,
dimana klinis didapatkan hilangnya bising usus, kembung,dan defekasi, tidak ada.
Hal ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu.
B6 (BONE)
Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada ketinggian lesi
saraf yang terkena trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi
segmental dari saraf yang terkena.disfungsi motorik paling umum adalah
kelemahan dan kelumpuhan.pada saluran ekstermitas bawah. Kaji warna kulit,
suhu, kelembapan, dan turgor kulit dst.
4. pemeriksaan Diagnostik
a) Laboratorium
b) Radiologi
c) Neurofisiologi klinik
1. EMG
2. NCV
3. SSEP
d) MRI
e) CT Scan
Menurut Arif Muttaqim, (2008) diagnosa keperawatan yang muncul pada Cedera
Medula Spinalis adalah sebagai berikut:
Batasan karakteristik :
f) gerakan bergetar
l) pergerakan lambat
b) Mobility Level
d) Transfer performance
Criteria Hasil :
1.Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
3.Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cedera
7.Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs
ps.
8.Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9.Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
1. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
5 Otot volumter akan kehilangan tonus dan kekuatanya bila tidahk dilatih untuk
digerakan
7 Deteksi dini adanya gangguan sirkulai dan hilangnya sensasi resiko tinggi
kerusakan integritass kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi.
Internal:
1. Kelemahan
2. penglihatan menurun
6. keterbelakangan mental
Eksternal:
Lingkungan
NOC :
g) M embatasi pengunjung
d) Bila fase edema telah lewat, kemungkinan bebat menjadi longer dapat terjadi.
Nyeri abdomen
Anoraksia
Borbogirigmi
Penurunan frekuensi
Distensi abdomen
Keletihan umum
Sering flatus
Muntah
NOC :
Bowel elimination
Hydration
Kriteria Hasil
Constipation/Impaction Management
Ajarkan pasien atau keluarga tentang kerangka waktu untuk resolusi sembelit
RASIONAL :
S (Subjektif) : data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada klien
yang afasia.
O (Objektif) : data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat, misalnya
tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.
E (Evaluasi) : penilaian tindakan yang diberikan pada klien dan analisis respons
klien terhadapintervensi yang berfokus pada kriteria evaluasi tidak tercapai, harus
dicari alternatif intervensiyang memungkinkan kriteria tujuan tercapai.
R (Revisi) : tindakan revisi/modifikasi proses keperawatan terutama diagnosis dan
tujuan jika ada indikasi perubahan intervensi atau pengobatan klien. Revisi proses
asuhan keperawatan ini untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kerangka
waktu yang telah ditetapkan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa cedera medulla spinalis
adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada
daerah medulla spinalis. Penyebab dari cidera medulla spinalis adalah otomobil,
industri , terjatuh, olahraga, terluka tusuk, tembak ,tumor. Tanda dan gejala cedera
spinalis Menurut campbell (2004), yaitu : Kelemahan otot, Deformitas tulang
belakang, Nyeri, Perubahan bentuk pada tulang servikal, Kehilangan kontrol
eliminasi dan feses,Terjadi gangguan ereksi penis (priapism).
4.2 Saran :
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.
3 . Jakarta : EGC.
Setiawan, Iwan & Intan Mulida. 2010. Cedera Saraf Pusat Dan Asuhan
Keperawatannya. Yogyakarta. Nuha Medika
Snell RS. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.
h. 20, 190.